Pendahuluan
Di dalam kehidupan masyarakat jawa khususnya Jawa Barat, aspek spiritual selalu menyelimuti kehidu-pannya, sehingga di dalam pan-dangan kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari pengaruh-pengaruh spiritual termasuk ke dalam pemenuhan kebutuhan kehidupannya baik lahir maupun batin. hal ini tentu saja dipenga-ruhi oleh sistem kepercayaan terhadap berbagai roh yang tidak kelihatan (Suseno,1991,15).
Pada dasarnya masyarakat Jawa Barat telah menganut agama resmi, namun didalam kehidupannya praktek kejawen, masih tetap dilaksanakan dan merupakan bagian dari kehidupannya. Mereka menyatukan unsur-unsur prahindu serta islam bersama-sama (Koentjaraningrat 1984, 310). Bentuk bentuk aga-ma Islam orang jawa atau kejawen ini adalah suatu komplek, keyakinan dan konsep hindu-budha yang cenderung mengarah ke mistik yang bercampur menjadi satu dan diakuinya sebagai agama Islam (Koentjaraningrat,1984,311).
Oleh sebab itu, didalam ajaran kejawen banyak mengenal tokoh-tokoh yang dianggap kera-mat, guru-guru agama, serta tokoh-tokoh karismatik. Kepercayaan ini bagi masyarakat Jawa ternyata dihidupkan dengan ada-nya makam yang dianggap keramat, dianggap mempunyai suatu kekuatan gaib, mempunyai suatu yang supranatural, dan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari makam-makam yang lain, sehingga kemudian dijadikan sebagai tempat pemujaan yang menurut angga-pan mereka dapat memeri berkah.
Kedudukan makam masih di-anggap sebagai tempat keramat, sehingga makam sering di kun-jungi oleh peziarah untuk memo-hon do’a restu, do’a restu maupun berkah kepada seseorang yang telah dimakamkan disitu, teru-tama bila seseorang akan mengadapi suatu tugas yang berat, akan bepergian jauh atau ada kepentingan atau keinginan yang sangat besar untuk mem-peroleh sesuatu hal.
Tempat-tempat yang dilegi-timasi tokoh mitos karismatik sehingga menimbulkan rasa keramat temapt itu, melengkapi sarana bagi manusia dalam upaya mencapai tujuannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara laku rokhani atau spiritual. Tempat- tempat seperti inilah yang kemudian datang peziarah untuk lekoni laku spiri-tual. Orang yang berziarah di tempat-tempat keramat ini ber-variasi dan salah satu diantara-nya untuk memperoleh restu leluhur yang dianggap telah lulus dalam ujian hidup.
Di dalam komplek makam tersebut peziarah kadangkala melakukan upaya untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya termasuk kebutuhan materi. Perilaku spriritiaul dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup itu dilakukan manusia dengan sikap menyembah kepada Yang Maha Kuasa. Oleh sebab itu, dalam setiap “menyembah” tersebut manusia berusaha memasrah-kan diri kepada yang kuasa.
Bagi masyarakat
Desa Sampiran
Kampung Sampiran terletak di wilayah Propinsi Jawa barat, tepatnya berada di desa Sampiran, kecamatan Cirebon Selatan, Kabupaten Cirebon. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat yang sudah menjadi mitos, desa Sampiran berasal dari desa yang bernama Karang Penganten. kata “Sampiran “ berasal dari kata “Nyampir”. Dice-ritakan bahwa jaman dahulu datang kedaerah tersebut se-orang minta-minta, dan oleh penduduk setempat tidak dihargai, dan merasa terhina. Setelah pergi orang tersebut datang lagi dengan memakai kuda dan ber-jubah. Kedatangan orang ter-sebut sekarang tidak untuk minta-minta (sedekah) tetapi untuk menyebarkan agama islam. Se-telah menetap lama dan menyebarkan agama Islam, orang tersebut pergi dengan meninggalkan jubahnya, jubah tersebut di”sampir”
Lokasi Makam Syekh Bayanillah
Komplek Makam Keramat Syekh Bayanillah merupakan komplek pemakaman umum, karena selain makam keramat syekh bayanillah komplek ter-sebut bayak terdapat makam-makan masyarakat umum. Menuju komplek keramat syekh Bayanillah dari ibu
Syekh Bayanillah sendiri be-rasal dari jazirah Arab, sesuai yang dikemukakan dari Cerita Rakyat Asal-usul Desa Di Kabu-paten Cirebon disebutkan di kota suci Mekah kedua Kakak beradik (Raden Walangsungsang dan Nyi Mas Rarasantang) itu bermukim beberapa bulan di rumah Syekh Bayanillah sambil menambah ilmu agama Islam. (Proyek penyusunan inventarisasi Cerita-cerita rakyat/ legen-da, 2002,4). Jika hal ini dikaitkan dengan proses penyebaran agama Islam di daerah
Setelah Syarif Abdillah wafat, ditunjuklah Syekh Syarif Hidayatullah untuk menggantikan ke-dudukan ayahandanya menjadi penguasa di Ismailiyah. Oleh karena memenuhi harapan ibunya untuk menjadi mubaligh di tanah jawa, beliau menyerahkan tampuk kepemimpinan Ismailiyah kepada adiknya Syekh Syarif Nurrullah. Kemudian beliau ber-sama ibunya kembali ke Carandam unutuk mengembangkan ajaran Islam di tanah Jawa.
Atas keberhasilannya mengembangkan ajaran Islam di negara Cirebon, maka Raden Fatah (Raja Demak) bersama para mubaligh yang bergelar Sunan Beliau ditetapkan sebagai Penetap Penata Agama Rasul dan dianugerahi gelar Su-nan. Oleh karena menetapnya di walayah Gunung jati, beliau di-juluki Sunan Gunung Jati.
Pandangan Masyarakat Se-tempat
Pandangan masyarakat setempat (daerah Sampiran) terhadap makam Syekh Bayanillah, mereka percaya sepenuhnya, bahwa makam yang ada ter-sebut adalah makan Syekh Bayanillah, bukan hanya jubahnya saja tetapi juga dengan raganya. Mereka percaya bahwa makam syekh Bayanillah mendatangkan “berkah” untuk orang-orang disini. Untuk perlakuan terhadap makam tersebut masyarakat blok Sampiran tidak terlalu berlebihan artinya mereka sudah percaya bahwa orang-orang disini sudah “Kaauban”, artinya sudah terlindungi oleh adanya karomah yang terpancar dari makam tersebut. Hal ini terbukti bahwa jika ada pejiarah yang mengadakan upacara tahlilan di makam Syekh Bayanillah, mi-salnya mereka ada yang ikut dan ada yang tidak, hal ini dibuktikan dengan ucapan “Soksok bae mana, kita sih ning kene bae” artinya masyarakat disekitarnya tidak terpengaruh. Aktivitas lain yang rutin dilaksanakan oleh masyarakat blok sampiran adalah setiap malam Jum’at kliwon diadakan acara Yasinan, orang disini ada yang ikut dan ada yang tidak. Dilihat dari bebarapa aspek kegiatan yang sudah lazim di lakukan oleh masyarakat desa Sampiran, yang berkenaan dengan adat kepercayaan yang berlaku di daerah tersebut, dapat dibedakan menjadi 2 kelompok.
Kegiatan Ritual
Menurut data yang ada, ma-syarakat desa atau lebih tepat nya blok Sampiran penganut agama islam yang taat dalam menjalankan syariat agama Islam. Hal tersebut tercermin dalam sikap yang selalu berusaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan mematuhi segala perintah Allah serta menjauhi segala larangan Nya. Pola laku ini diaplikasikan dalam kehidupannya sehari-hari. Mereka menjalani hidup dengan norma-norma atau aturan sosial yang ada untuk menjaga dan memelihara kesera-sian sosial. Oleh karena itu mereka lebih menonjolkan sikap hidup yang santun serta mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Allah yang diperoleh dari hasil pekerjaan-nya. Sikap hidup yang memen-tingkan diri sendiri merupakan sikap sosial yang sangat dijauhi oleh masyarakat setempat.
Walaupun seluruh masyara-kat blok Sampiran menganut agama Islam, namun dalam kehidupan sehari-hari masih tam-pak adanya unsur-unsur ke-percayaan di luar konteks Islam. Hal ini dapat dipahami mengingat jauh sebelum agama Islam masuk dan dianut oleh masyarakat
Kehidupan keagamaan ma-syarakat Sampiran banyak di-pengaruhi oleh unsur-unsur ke-percayaan tersebut, sehingga unsur-unsur Islam dan unsur kepercayaan terintegrasi menjadi satu dalam kepercayaannya dan ditanggapi serta diterima oleh mereka dengan penuh kesadaran. Dengan adanya sikap laku demikian sehingga sukar untuk memisahkan antara unsur agama dan suatu sistem tradisi yang masih dijalankan. Dengan adanya hal demikian masyarakat sendiripun tidak da-pat membedakan, karena akti-vitas tradisi yang dilakukan oleh mereka sudah diwarnai oleh unsur-unsur agama islam, ada-nya do’a yang berbahasa Arab dan do’a berbahasa Jawa, atau-pun sebaliknya. bentuk-bentuk ritual yang bernuansa keIslaman yang secara rutin diselengga-rakan oleh masyarakat Sampi-ran antara lain :
Houl
Keberadaan makam keramat Syekh Bayanillah turut mewarnai aktivitas ritual mayarakat Kam-pung Sampiran. Di komplek Makam Syekh Bayanillah terdapat masjid Sampiran yang sering digunakan sebagai tempat untuk mengadakan upacara ke-agamaan yang disebut “Houl”. Upacara Houl diikuti oleh selain penduduk setempat, terdapat juga orang-orang yang datang dari luar daerah, misalnya dari daerah Indramayu, Garut, Bandung, Jakarta, Tegal, Jawa timur dan orang-orang yang datang dari luar pulau Jawa.
Pelaksanaan kegiatan Houl dipusatkan di masjid dalam komplek makam keramat Syekh Bayanillah. Pada kegiatan tersebut dilaksanakan tahlilan, yang dipimpin oleh ulama setempat, dengan membaca do’a yang di-ambil dari kitab suci Al Qur’an. Tahlilan merupakan pujian, pengiriman do’a kepada Illahrobbi. untuk memohon sesuatu ataupun sebagai ucapan sebagai rasa syukur, karena telah membukakan pintu rizki bagi mayarakat setempat. Selain hal-hal tersebut di atas, tahlilan itu sendiri sebagai bentuk pengiriman do’a bagi Nabi Muhammad s.a.w, para sahabat, para leluhur ataupun bagi orang-orang yang terdahulu, dan disini dikhususkan kepada Syekh Bayanillah. Untuk acara tahlilan yang dilaksanakan di daerah ini, bagi orang yang akan mengikuti acara tahlilan, orang tersebut harus benar-benar “bersih”, artinya orang tersebut harus mandi dahulu atau paling tidak harus berwudhu, dengan memakai pakaian yang bersih, atau minimalnya pantas, untuk mengikuti tahlilan dalam acara houl. Untuk para tamu yang datang secara rombongan, diterima dulu oleh juru kunci makam keramat syekh Bayanaillah. Mereka menge-mukakan maksud dan tujuan, kemudian juru kunci makan memberikan pentunjuk apa yang yang dilakukan oleh para tamu tersebut.
Didalam acara Houl, selain tahlilan diadakan pula ceramah-ceramah yang dipinpin oleh seorang ulama. Dalam ceramahnya men-ceritakan perjalanan Nabi Muhammad saw dalam penyebaran agama Islam, penyebaran agama Islam di Indonesia, penyebaran agama Islam oleh para wali di pulau Jawa, oleh ulama-ulama besar dan sampai pada penyebaran agama islam yang ada di desa Sampiran.
Menurut informasi yang didapat, makanan yang dihidangkan dalam acara Houl tersebut, disediakan oleh penduduk setempat dan juga oleh para donatur dari daerah lain.
Maulud Nabi
Pada Masyarakat kampung Sampiran, memperingati acara Maulud Nabi, merupakan suatu acara yang sangat dihormati, dan selalu diikuti oleh seluruh masyarakat kampung Sampiran. Upacara Maulun nabi yang diadakan di kampung sampiran. dilaksanakan pada tanggal 11 bulan mulud dan dilak-sanakan pada siang hari di masjid yang berada di komplek makam keramat Syekh Bayanillah.
Peserta pada acara muludan tidak perlu diundang, mereka datang dengan sendirinya ataupun secara rombongan. Peserta yang datang secara berkelompok, biasanya dikerahkan atau dipimpin oleh para ketua kelompok masing-masing yaitu kyainya. Pada acara muludan dibacakan marhaban, do’a-do’a mohon petunjuk Allah SWT. Memanjatkan puji syukur, sholawat nabi, mendoakan para shohabat, kesematan untuk umat manusia pada umumnya dan kepada yang hadir khusunya untuk masyarakat desa Sampiran. Sedangkan makanan yang yang disediakan, berupa nasi tumpeng, nasi kuning, bekakak ayam, makanan ringan dan sebagai-nya. Dana untuk membeli segala macam makanan dan kebutuhan yang terkait dengan kegiatan muludan, dikelola oleh panitia atau diketuai oleh juru kunci makam Syekh Bayanillah. Dana untuk ini dikumpulkan dari sumbangan-sumbangan para peziarah yang sudah merasa berhasil dalam usahanya, dari para peserta muludan, dan dana dari masyarakat sekitar desa Sampiran.
Manakib
Bagi masyarakat desa Sampiran “Manakib” merupakan kegiatan spiritual keagamaan yang biasa dilakukan. Tempat pelaksanaan manakiban dilaksanakan di masjid blok Sampiran ataupun di rumah juru kunci makam. Waktu pelak-sanaannya tidak ada ketentuan yang pasti, tetapi biasanya dilak-sanakan pada malam Jum’at atau pun pada malam tanggal 14 bulan jawa.
Kata Manakib itu sendiri artinya adalah “riwayat hidup”. Dalam penggunaannya biasanya banyak dikaitkan dengan sejarah kehidupan para tokoh besar penyebar agama Allah, tentang keluhungannya, tentang perjalanannya, silsilahnya, akhaknya dan lain sebagainya.
Jika dilihat dari sejarahnya, baik dimasa sebelum Nabi Muhammad saw lahir ataupun sesudah beliau wafat manakib sudah ada dan berkembang. Di Dalam Al Qur’an telah diceritakan dengan jelas sekali ada manakib Maryam, manakib Dzulqornain, manakib Ashabul Kahfi dll. Demikian pula sesudah Nabi Muhammad wafat, banyak di dapat manakib Abu bakar, manakib Umar, manakib Ali bin Abi Tholib, manakib Hamzah, manakib Syekh Abdul Qodir Al-Jelani dan sebagainya.
Pada masyarakat Islam di beberapa daerah pulau Jawa, terutama masyarakat
Tata cara pelaksanaan manakiban yang dilaksanakan oleh masyarakat desa Sampiran adalah sebagai berikut : sebelum acara manakib dimulai terlebih dahulu diberikan penjelasan kepada para peserta yang hadir oleh orang yang ditujuk, misalnya oleh kyai atau juru kunci makam keramat Syekh Bayanillah, tentang maksud shohibul hajat, selanjutnya dibuka dengan membaca surat Al-fatehah yang ditujukan pahalanya kepada Nabi, shohabat, sholihin, auliya, syekh Bayanillah, para wali, khususnya kepada Syekh syarif Hidayatullah atau sunan Gunung jati, para ulama, para leluhur dan kepada orang-orang tua yang sudah meninggal, diteruskan dengan do’a-do’a lainnya setelah itu dilanjutkan dengan pem-bacaan manakiban. Pada bagian penutup diteruskan dengan mem-baca “Istiqhosahan” yang isinya bertujuan untuk bertawasul melalui Syekh Abdul Qodir Al-Jelani yang semasa hidupnya dikenal sebagai ulama besar. Kemudian ada pula diantara mereka yang bermaksud memperoleh berkah dan syafaat dari Syehk Abdul Qodir Al-Jelani.
Sholawatan
Sebutan sholawatan adalah salah satu kegiatan spiritual yang rutin diselenggarakan di desa sampiran. Tempat kegiatan sholawatan diadakan dimasjid blok Sampiran. Sedangkan untuk waktu pelaksa-naan tidak ada ketentuan yang pasti. Menurut informasi yang didapat pelaksanaan yang lebih afdol dil-akukan pada malam Jum’at. Tujuan dari sholatan itu sendiri adalah untuk mengagungkan dan memohon syafaat Nabi Muhamad saw, khususnya untuk yang hadir, umumnya untuk keselamatan umat manusia pada umumnya. Selain itu tujuan secara umum adalah untuk memperkokoh rasa keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Waktu shola-watan dilaksanakan sesudah sholat Isya, dipimpin oleh kyai yang ada di daerah Sampiran. Peserta yang hadir untuk mengikuti sholawatan semuanya laki-laki, datang dari berbagai daerah sekitar Desa Sampiran, atau dari luar daerah Sampiran. Kedatangan mereka ke acara sholawatan, atas kemauan sendiri, tidak pernah ada undangan secara resmi bagi peserta sholawatan untuk menghadirinya.
Nyekar
Pada masyarakat daerah
Pada Umumnya kegiatan nyekar yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sampiran dilakukan pada awal bulan romadhon, sehari sebelum, hari raya Idhul Fitri atau Idhul Adha, dan sehari sesudah hari raya tersebut. Tetapi tidak terlarang juga bagi mereka yang nyekar dilakukan pada hari-hari biasa, dan banyak dilakukan pada hari jum’at sesudah sholat jum’at.
Pada saat nyekar, selain membaca do’a juga menaburkan bunga dan menyiramkan air di atas pe-kuburan. Aktivitas nyekar yang dilakukan oleh masyarakat kampung Sampiran dimaksudkan agar manusia yang hidup senantiasa mengenang dan selalu hormat kepada para leluhur atau kepada orang-orang yang sudah meninggal. Kegiatan nyekar juga merupakan pengingatan kepada diri kita sendiri agar selalu ingat bahwa kitapun akan kembali kepada Yang Maha Kuasa atau kembali kepada asal kita. Sesuai dengan penuturan salah seorang penduduk setempat “Sawise kita nyekar, mustie inget kang ning kuasa, yen kita bakale balik”. artinya “ Sesudah saya nyekar, mestinya ingat kepada yang kuasa, kalau saya akan pulang”.
Upacara Adat
Upacara adalah sebagai sarana untuk menyalurkan rasa emosi, sebagai rasa syukur, memohon perlingdungan terhadap Tuhan serta kekuatan yang berada di luar jangkauan nalar manusia.
Upacara yang sering dilakukan oleh masyarakat Desa Sampiran dibagi menjadi 2 macam :
a. Upacara yang berkaitan dengan peristiwa alam dan kekeramatan
b. Upacara yang berkenaan de-ngan kehidupan.
Upacara yang berkenaan dengan peristiwa alam dan kekeramatan
Setiap gejala alam yang terjadi dianggap oleh masyarakat setem-pat, ada yang mengendalikan yaitu Allah. Tetapi mereka juga percaya ada kekuatan lain ikut menen-tukan berbagai peristiwa alam. Upacara-upacara yang berkaitan dengan gejala alam dan kepercayaan, yang dikenal oleh masyarakat Desa Sampiran antara lain adalah : Sedekah Bumi, memandikan pusaka.
Sedekah bumi dilakukan oleh masyarakat Sampiran diadakan setahun sekali. Waktu pelaksanaan sedekah bumi ditentukan oleh kuncen. tempatnya biasanya diadakan di sekitar makam keramat Syekh Bayanillah.
Pada bulan mulud kuncen makam Syekh Bayanillah, mengadakan upacara pemandian pusaka peninggalan para leluhur. Peman-dian benda pusaka ini dilakukan biasanya di mulai pada waktu memasuki bulan maulud. Peman-dian benda pusaka oleh juru kunci makam keramat Syekh Bayanillah disertai dengan sesaji yang di-adakan juru kunci sendiri. Selain pemandian benda pusaka yang dilakukan oleh juru kunci makam, dilakukan juga oleh orang-orang yang mempunyai benda pusaka peninggalan leluhurnya . Meskipun
demikian tidak semua orang bisa atau paham untuk memandikan barang-barang pusaka yang dipu-nyainya.
Masyarakat Sampiran selain melaksanakan kepercayaan para leluhur warisan nenek moyangnya, juga melaksanakan pengajian rutin yang diselenggarakan di masjid yang diikuti oleh bapak-bapak dan ibu-ibu.
Pada dasarnya masyarakat Desa Sampiran merupakan masyarakat yang taaat beribadah. Mereka selalu berusaha untuk menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan-laranganNya,
b. Upacara yang berkenaan dengan kehidupan
Kehidupan atau lingkaran hidup adalah suatu peristiwa atau kejadian yang yang dialami oleh setiap menusia, sejak di dalam kandungan, lahir, tumbuh, perkawinan, sampai kepada kematian. Peralihan dari satu masa ke masa berikutnya, merupakan suatu masa yang penuh dengan resiko hidup, yang oleh masyarakat setempat harus selalu diadakan suatu upacara ritual.
1) Kehamilan dan kelahiran
Upacara perkawinan
Upacara perkawinan merupakan upacara sakral dalam perjalan hidup manusia, tidak tercuali bagi masyarakat desa Sampiran. Bagi mereka upacara perkawinan bukan hanya sekedar peralihan dari stutus jejak/ gadis menjadi suami atau istri tetapi juga mengandung resiko-resiko yang harus dihadapi pada hari-hari kemudian Resiko-resiko yang harus mereka hadapi diantaranya adalah masalah sosial, ekonomi dan psiko-logi. Artinya, sesudah mereka men-jalani perkawinan, mereka harus mampu untuk bertindak, ber-sikap serta berperilaku sesuai dengan keadaan lingkungan keluarga dan masyarakatnya. Karena perkawinan dipandang sebagai peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masia maka perlu diadakan suatu prosesi khusus. Masyakat Sampiran dalam memilih jodoh tidak ditentukan oleh orang tua, mereka diberi kebebasan untuk menentukan pasangannya. Tetapi ada ketentuan yang harus selalu ditaati oleh masya-rakat setempat adalah pertimbang-an agama. Artinya orang tua akan merestui perkawinan anaknya jika perkawinan itu seagama.
Tahapan upacara, dimulai dengan “nakoni”, lamaran, menentukan hari, pelaksanaan perkawinan dan resepsi. Pada acara “nakoni” biasanya dilakukan oleh pihak orang tua laki-laki apabila dilihat hubungan kedua anak tersebut sudah dalam tahap serius. Masa hubungan kedua anak tersebut sebelum melangsung-kan pernikahan tidak terlepas dari perhatian orang tua, khususnya orang tua perempuan. Proses “nakoni” hanya merupakan formalitas saja, karena sesungguhnya kedua belah pihak sudah mengetahui ke-beradaan keluarga masing-masing. Dalam acara “nakoni” setelah me-ngetahui jawaban dari pihak perempuan, sekaligus menyampaikan lamaran. Artinya pihak orang tua laki-laki meminta kesediaan orang tua pihak perempuan agar putrinya diijinkan untuk dijadikan istri oleh calon mempelai laki-laki. Nakoni dan lamaran yang dilakukan oleh pihak laki-laki, dilakukan oleh orang tua sendiri atau diwakilkan kepada orang yang dipercaya untuk itu.
Penentuan hari pernikahan, tidak pada saat lamaran itu dilakukan, tetapi biasanya pihak perempuan meminta waktu beberapa hari untuk menentukan tanggal perkawinan anaknya. Perhitungan baik buruknya hari dalam penentuan hari atau tanggal perkawinan masih dipegang teguh oleh masyarakat Sampiran. Perhitungan ini berdasarkan pada “primbon” jawa. Pelaksanaan per-kawinan, didahului oleh proses pen-jemputan oleh pihak orang tua atau wakil dari mempelai perempuan. “serahan” artinya penyerahan calon mempelai laki-laki kepada orang tua calon mempelai perempuan untuk dinikahkan. Serahan dilaksanakan menjelang acara akad nikah. Pada waktu serahan bukan hanya menyerahkan mempelai laki-laki saja, tetapi membawa barang-barang untuk mempelai wanita sebagai hadiah perkawinan, tidak termasuk untuk mas kawin. Jenis barang yang diha-diahkan seperti, misalnya seperangkat baju wanita, sepatu, selop, baju dalam, beras, kayu bakar, kambing dan lain-lain. Proses serahan dilanjutkan dengan acara akad nikah. Tempat pelaksanaan akad nikah biasanya dilakukan di rumah atau di masjid. Setelah pelaksanaan akad nikah selesai, dilanjutkan dengan pemberian ucapan selamat dari para undangan pada mempelai dan re-sepsi perkawinan.
Upacara kematian
Dalam kaitannya dengan upa-cara-upacara kematian, masyarakat Kam-pung Sampiran melakukan kegiatan-kegiatan spiritual yang berkenaan dengah roh-roh orang yang meninggal. Mereka percaya bahwa kematian merupakan per-jalanan dan peralihan dari alam dunia ke alam akherat. Terkait de-ngan kematian, masyarakat Kam-pung Sampiran mempunyai satu pandangan tentang hidup bahwa apa yang hidup pasti mati, hal ini apa yang dikatakan oleh salah satu penduduknya, bahwa “ Kabeh wong urip kena ning pati”. artinya manusia yang hidup harus mati. Kematian merupakan peralihan dari alam nyata menuju ke alam ghoib. Masa-masa seperti ini dipercayai oleh masyarakat kampung Sampiran, merupakan masa perjalanan roh menghadap Tuhan Yang Maha Esa. Agar perjalanan roh itu tidak mengalami hambatan dan diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa, maka perlu dikirimi do’a dengan cara mengadakan upacara-upacara.
Upacara-upacara yang selalu dilakukan berkaitan dengan kematian, dimulai dari hari pertama kematian sampai hari ke tujuh, hari ke 40 yang disebut matang puluh, hari ke 50 yang disebut nyeket, sebagian masyarakat masih memperingatinya dan sebagian lagi tidak, sedangkan peringatan selanjutnya pada seratus hari, atau disebut nyatus, setahun dan seribu harinya atau yang disebut mendak.
Do’a yang dibaca dalam selamatan kematian atau tahlilan yaitu
Pandangan Peziarah
Makan Syeh Bayanillah meru-pakan salah satu makam keramat yang ada di kabupaten
Motivasi peziarah
Peziarah yang datang ke makam keramat Syelh Bayanillah tidak hanya dari daerah cirebon dan seki-tarnya saja, tetapi ada diantaranya berasal dari daerah Indramayu, Patrol, Bandung, Banten, tegal, Semarang {Jawa Tengah}, Surabaya dan sekitarnya {Jawa Timur}, bahkan ada yang berasar dari luar jawa misalnya dari Madura dan daerah Sumatra. Menurut kete-rangan Juru Kunci, para peziarah yang datang itu ada yang secara perorangan, datang sendiri tanpa teman, tetapi ada juga yang datang secara rombongan. Diantara para peziarah ada yang baru sekali datang ke makam keramat Syekh Bayanillah ada pula yang sudah beberapa kali berziarah.
Perilaku Peziarah
Daftar Pustaka
Mulder, Niels, Kepribadian Jawa dan Pembanguan Nasional,
Hadi Kusumo, Soenandar, Filsafat Kejawaan, Penerbit Yudhagama Corporation,
Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Dian rakyat,
Peursen, Van G.A, Strategis Kebudayaan, Kanisius,
Poespowardoyo, Soejanto, Strategi Kebudayaan, PT.Gramedia, Pustaka Utama,
Subagja, Rahmat, Agama Asli Indonesia, Sinar Harapan dan Yayasan loka caraka,
Suseno, Frans Magnis, Etika Jawa, PT Gramedia,
Pemerintah Kabupaten Cirebon, Cerita Rakyat Asal-usul Desa di Kabupaten Cirebon, Cet Pertama, 2002
Gatot Murniatmo, dkk, Budaya Spiritual, Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, Derah Istimewa Jogyakarta, 2003.
Moh.Wahyudi, Manaqib dan Terjemahannya, Indah Surabaya, 1417H.
Photo : http://www.heritageofjava.com
Drs. Hermana adalah Tenaga Peneliti Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung Departemen Kebudayaan dan Pariwisata