Pelacur Pantura Rame-rame Mudik

INDRAMAYU (Pos Kota) – Sejumlah tempat hiburan malam, seperti kafe, diskotek dan tempat mesum di Jalur Pantura, Indramayu, Cirebon, sekarang ini dibanjiri pelacur wajah baru. Mereka warga setempat yang baru mudik dari berbagai daerah di Jabodetabek, Jawa dan Sumatera, lantaran tempat hiburan ‘sarang’ mereka biasa mendulang rupiah di rantau, tutup menjelang Ramadhan.

Namun berbeda dengan di kawasan Pantura Karawang, Subang, dan Purwakarta, yang penjaja seksnya sebagian besar berasal dari Indramayu dan Cirebon, justru enggan pulang, meski pulang juga cuma sebentar. Bila tempat mangkalnya buka lagi, ya mereka cabut dari kampung. “Biasa, ngumpulin uang buat Lebaran,” kata Wati, penjaja seks di Karawang.

Wajah-wajah baru penjaja seks itu, di kalangan tempat hiburan biasa disebut wanita prilen (free leance). Prilen ini adalah penjaja seks yang mencari duit namun tidak menetap di satu tempat hiburan. Mereka biasanya tak terikat perjanjian dengan mucikari maupun pengelola tempat hiburan. Setiap saat dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain.

Prilen itu, kata seorang tukang ojek War, di Indramayu biasanya datang malam hari, sesudah pukul 20:00 WIB. “Pulang ke rumah setelah tempat hiburan itu tutup,” jelasnya kemarin. Mereka bersaing dengan penjaja seks ‘lokal’.

Salah seorang prilen, Nit, 20, dijumpai di sebuah diskotek terbilang cukup gede di kompleks hiburan CI, mengaku baru 5 hari datang ke diskotek itu. Tujuannya, selain untuk mengusir sepi di rumah, yang sekalian cari tambahan uang, setelah pulang kampung dari rantau. Nit mengatakan, sehari-hari biasa mencari duit di tempat hiburan Kawasan Mangga Besar, Jakarta.

TURUN HARGA
“Saya ke sini hanya iseng,“ kata penjaja seks berwajah cantik yang mengaku memasang tarif sekali kencan Rp 200 ribu itu. Perempuan berkulit bersih yang rambutnya dicat coklat muda itu mengemukakan, sebenarnya mencari uang di sini turun kelas. Alias turun harga. Dari harga Rp 200 ribu sekali kencan di Jakarta, menjadi Rp 60 ribu sekali kencan

“Mending gua tidur aja, nanti kalo abis duit balik lagi ke Jakarta,” kata Evi, warga Cirebon yang biasa mangkal di Kawasan Kemang, Jaksel. “Kita di sini pura-pura jadi orang baiklah,” katanya sambil tertawa.

Harap maklum, Evi tergolong berhasil, rumahnya di kampung cukup megah dengan harga ratusan juta. Punya motor tiga dan sawah cukup luas. Uang membangunnya, dari hasil keringat selama dia merantau di kota metropolitan. Mau apa lagi?

Di kompleks hiburan Legok, Indramayu beberapa penjaja seks pendatang baru pun sudah nampak bermunculan ke sejumlah lokasi hiburan. “Wajah baru biasanya hanya mau mangkal di diskotek dan tempat karaoke,” kata seorang pria yang biasa disuruh membeli bir itu.

TARIF KENCAN TETAP
Saat prilen berdatangan, kata lelaki bertubuh kurus berkulit sawo matang itu, biasanya akan terjadi persaingan ketat dengan penjaja seks wajah lama. Anehnya sekalipun jumlah penjaja seks itu semakin banyak setelah ditambah kehadiran prilen namun tidak berarti tarif pasaran itu turun.

“Tarif kencan di sini tetap Rp 100 ribu,” katanya. Tamu yang datang ke lokasi Legok yang terletak di tepi Jalur Pantura Indramayu itu tak hanya warga setempat, namun juga para pendatang, terutama pengendara.

Mengantisipasi tibanya bulan suci Ramadhan, Muspika Kecamatan Gantar yang terdiri dari Kapolsek AKP Suparno, SH Danramil Kapten Inf. Catur dan Camat Kecamatan Gantar Drs. Wasga C Wibowo mengaku sudah menyiapkan jurus ampuh melawan pengelola hiburan itu.

“Pokoknya sepekan sebelum Ramadhan kami sudah mengirimkan surat kepada para mucikari dan pengelola hiburan di CI agar menutup kegiatan usaha selama puasa,” ujar Camat Gantar Drs. Wasga C Wibowo.

KUMPUL KELUARGA
Sania,22, penghibur asal Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka, Jabar, mengaku di kampung akan lebih mengutamakan beristirahat dan berkumpul bersama keluarga.

“Saya sih mau istirahat saja ah, gak tau kalau teman yang lain,” katanya.

Keinginan untuk bersama keluarga itu disebabkan selama ini, dia memang jarang pulang. Hanya setahun sekali saja, apalagi komunikasi yang dijalin dengan keluarganya paling hanya sebatas telepon semata.

Keuangan untuk membiayani selama ‘liburan’ di kampung itu, Sania berujar modal yang didapatnya ketika bekerja di Jakarta dinilainya cukup, “Di Jakarta, saya bekerja di bilangan Mangga Besar. Saya sendiri sih kayaknya cukup untuk biaya hidup di kampung,” selorohnya.

Sedangkan soal kegiatan di bulan puasa, dia tentu saja sama seperti orang muslim kebanyakan, yakni mencoba mendekatkan diri pada Tuhan. Apalagi menurutnya pekerjaan di Jakarta itu sudah sangat berbau dosa. “Coba bertobat lah mas,” ujarnya.

Sedang Tuti, yang tinggal di kawasan Patrol, mengaku bulan puasa akan tetap kelayapan malam. “Syaratnya tempat hiburan di sini buka. Tapi bukan semata mencari uang, lebih pada hiburan saja,” katanya. Uang tabungannya selama bekerja di Batam cukup. “Ya, kalau ketemu cowok yang cocok di tempat hiburan, oke-oke aja. Gak maksakan diri.”

TETAP RAMAI
Sedangkan di Karawang, komplek pelacuran menjelang puasa, justru tetap ramai dikunjungi pelanggan setianya. Sebut saja, kompleks WTS Cibiru di Desa Wanajaya, Kecamatan Telukjambe Timur, daerah perbatasan Karawang - Bekasi, kompleks Betok Mati di Desa Mekarpohaci Kec. Cilebar, kompleks Bedeng di Desa Sumurgede, Kec. Tempuran dan komplek WTS Sutil, di Desa Muara Baru Kec. Cilamaya Wetan.

Kasatpol Pamong Praja Pemkab Karawang, Drs. H. Acep Djamhuri, membantah tudingan anggota DPRD yang mengatakan pihaknya tidak pernah melakukan penertiban tempat-tempat maksiat. “Kita akan tertibkan kok di bulan puasa ini,” katanya.

SEBAIKNYA PULANG
Sedangkan praktek prostitusi di sepanjang jalur Pantura Subang dan lokalisasi Cilodong di bawah rerindangan pohon jati di Kecamatan Bungursari, Purwakarta, Jawa Barat, diyakini akan sepi selama puasa.

Sebab petugas akan merazianya, sehingga mereka diimbau pulang saja dulu ke kampungnya.

Para penghuni rumah remang-remang di Pantura Subang sama memaknai bulan puasa sebagai bulan sakral yang memiliki kandungan rahmat dan barokah yang melimpah ruah.

“Kita stop dululah mengumbar hawa nafsu,” imbau Rossi, 25, satu pramuniaga di sebuah warung di Pantura Subang.

Lain pula di lokalisasi Cilodong, sebelah utara Kabupaten Purwakarta. Di lokalisasi ini pemilik dan penghuni warung remang-remang, memilih 'kucing-kucingan' dengan aparat pemerintah dan kepolisian. “Kita lihat-lihat sikon, kalau memungkinkan dan aman kita buka saja. Tapi kalau dapat bocoran akan ada razia, ya kita

memilih tiarap aja dulu selama seminggu pertama bulan puasa,” ucap perempuan setengah abad yang akrab dipanggil Mami ini.

Sumber : http://www.korindo99.com