"Barangsiapa yang mengenang kisah cinta ini, apapun keinginannya
akan terkabulkan. "
Pangeran Samodra
Alkisah, seorang pangeran dari dinasti Mataram, Pangeran Samodra namanya, jatuh cinta kepada ibu tirinya. Cintanya pun tidak bertepuk sebelah tangan. Tapi tentu saja, cinta yang tidak lazim tersebut mendapat tentangan dari sang Raja. Namun, cinta itu buta, kata banyak orang. Maka sang Pangeran pun diusir dari keraton. Tapi karena kesetiaan cinta, ibu tirinya pun nekad menyusul sang pangeran. Sampailah sang Ibu Tiri di Gunung Kemukus, tempat pengasingan sang Pangeran. Malangnya, yang dijumpainya tinggal gundukan tanah kuburan. Karena Pangeran Samodra telah keburu wafat.
Maka berkatalah Dewi Ontrowulan, sang Ibu Tiri:
"Kiranya terbukalah tanah kuburan ini untuk menelan jasadku, biarlah
aku dikuburkan bersama kekasihku."
Lalu terdengar suara tanpa rupa,
"Sesucikanlah dirimu terlebih dahulu, sebelum aku bersedia
menerimamu."
Maka Dewi Ontrowulan pun membersihkan dirinya di sebuah sendang (sumur) yang ada di dekat situ. Hingga saat ini sendang tersebut disebut Sendang Ontrowulan. Konon, setelah sang Dewi selesai sesuci, gundukan tanah kuburan tersebut terbuka, dan menelan jasad Dewi Ontrowulan untuk selamanya. Lalu terdengar lagi suara tanpa rupa,
"Barangsiapa yang mengenang kisah cinta ini, apapun keinginannya
akan terkabulkan. "
Itulah mengapa banyak orang yang datang ke Gunung Kemukus: mandi di Sendang Ontrowulan, nyekar ke makam Pangeran Samodra, mendapatkan seorang pasangan selingkuh, bayar sewa kamar ( Rp 10.000,- untuk short time), dan ngamar berdua. Mereka yang percaya melakukan ritual ini tujuh kali berturut-turut, tiap malam Jumat Pon, dan konon keinginan mereka akan terkabulkan: misalnya naik pangkat, atau kaya raya mendadak. Banyak yang percaya hal ini, terutama dari dari daerah Jawa Barat: Sunda, Cirebon dan Jawa bagian utara: Pati, Jepara, Kudus. Penduduk sekitar sendiri tak ada yang cari pesugihan di situ. Konon karena kami sudah mendapat pengayoman dari Pangeran Samodra, jadi sudah tidak dapat lagi jatah pesugihan.
Tiap malam Jumat Pon, Gunung Kemukus yang pada hari-hari biasa sepi dan muram, tiba-tiba berubah menjadi hingar bingar seperti gadis perawan yang bersolek. Lampu-lampu gemerlapan, sehingga jika dilihat dari jauh nampak seperti sebuah bukit yang bercahaya. Segala jenis hiburan ada di sana : siter, tukang ngamen, tukang sulap, bakul jamu, bakul obat, dan tidak ketinggalan kupu-kupu malam dengan pakaian warna menyolok dan parfum murahan. Tarif mereka rata-rata Rp 50,000,- itu untuk yang cukup muda dan bagus, untuk yang tua dan gembrot bisa jauh lebih murah dari itu.
Tempat yang paling sakral di Gunung Kemukus adalah makam Pangeran Samodra yang terletak tepat di puncak gunung, atau tepatnya hanya sebuah bukit. Makam tersebut berada di dalam sebuah bangsal yang cukup luas sehingga orang-orang yang kelelahan bisa duduk dan istirahat di dalamnya. Tepat di dalam ruang makam, ruang yang dianggap paling suci, orang menabur bunga dan menciumi batu nisan.
Seorang perantara akan mendengarkan permohonan peziarah dan menyampaikannya kepada Sang Pangeran, dan mereka akan berharap bahwa keinginan mereka akan terkabulkan. Di luar bangsal banyak pria dan wanita yang mencari pasangan. Mereka bisa saja PSK atau wanita 'baik-baik' yang sengaja datang ke Gunung Kemukus untuk mencari persugihan.
Tepat di belakang bangsal berdiri sebatang pohon beringin tua yang sangat besar. Tempat tersebut gelap dan kotor. Tapi di bawah pohon tersebut sering dijumpai pasangan pria-wanita yang sedang bercinta, meski banyak kamar yang disewakan secara murah. Mungkin ada yang percaya bahwa pohon tersebut bertuah, jadi lebih afdol kalau gituannya dilakukan di bawah pohon tersebut.
Saya pernah ketemu seorang kakek, dan kami ngobrol hingga subuh di dalam bangsal. Dia bercerita bahwa dia datang ke Gunung Kemukus sejak sekitar tahun 70-an, ketika dia masih anak muda. Anehnya, dia belum kaya-kaya juga sampai sekarang. Lebih aneh lagi, dia masih setia juga datang ke Gunung Kemukus.
akan terkabulkan. "
Pangeran Samodra
Alkisah, seorang pangeran dari dinasti Mataram, Pangeran Samodra namanya, jatuh cinta kepada ibu tirinya. Cintanya pun tidak bertepuk sebelah tangan. Tapi tentu saja, cinta yang tidak lazim tersebut mendapat tentangan dari sang Raja. Namun, cinta itu buta, kata banyak orang. Maka sang Pangeran pun diusir dari keraton. Tapi karena kesetiaan cinta, ibu tirinya pun nekad menyusul sang pangeran. Sampailah sang Ibu Tiri di Gunung Kemukus, tempat pengasingan sang Pangeran. Malangnya, yang dijumpainya tinggal gundukan tanah kuburan. Karena Pangeran Samodra telah keburu wafat.
Maka berkatalah Dewi Ontrowulan, sang Ibu Tiri:
"Kiranya terbukalah tanah kuburan ini untuk menelan jasadku, biarlah
aku dikuburkan bersama kekasihku."
Lalu terdengar suara tanpa rupa,
"Sesucikanlah dirimu terlebih dahulu, sebelum aku bersedia
menerimamu."
Maka Dewi Ontrowulan pun membersihkan dirinya di sebuah sendang (sumur) yang ada di dekat situ. Hingga saat ini sendang tersebut disebut Sendang Ontrowulan. Konon, setelah sang Dewi selesai sesuci, gundukan tanah kuburan tersebut terbuka, dan menelan jasad Dewi Ontrowulan untuk selamanya. Lalu terdengar lagi suara tanpa rupa,
"Barangsiapa yang mengenang kisah cinta ini, apapun keinginannya
akan terkabulkan. "
Itulah mengapa banyak orang yang datang ke Gunung Kemukus: mandi di Sendang Ontrowulan, nyekar ke makam Pangeran Samodra, mendapatkan seorang pasangan selingkuh, bayar sewa kamar ( Rp 10.000,- untuk short time), dan ngamar berdua. Mereka yang percaya melakukan ritual ini tujuh kali berturut-turut, tiap malam Jumat Pon, dan konon keinginan mereka akan terkabulkan: misalnya naik pangkat, atau kaya raya mendadak. Banyak yang percaya hal ini, terutama dari dari daerah Jawa Barat: Sunda, Cirebon dan Jawa bagian utara: Pati, Jepara, Kudus. Penduduk sekitar sendiri tak ada yang cari pesugihan di situ. Konon karena kami sudah mendapat pengayoman dari Pangeran Samodra, jadi sudah tidak dapat lagi jatah pesugihan.
Tiap malam Jumat Pon, Gunung Kemukus yang pada hari-hari biasa sepi dan muram, tiba-tiba berubah menjadi hingar bingar seperti gadis perawan yang bersolek. Lampu-lampu gemerlapan, sehingga jika dilihat dari jauh nampak seperti sebuah bukit yang bercahaya. Segala jenis hiburan ada di sana : siter, tukang ngamen, tukang sulap, bakul jamu, bakul obat, dan tidak ketinggalan kupu-kupu malam dengan pakaian warna menyolok dan parfum murahan. Tarif mereka rata-rata Rp 50,000,- itu untuk yang cukup muda dan bagus, untuk yang tua dan gembrot bisa jauh lebih murah dari itu.
Tempat yang paling sakral di Gunung Kemukus adalah makam Pangeran Samodra yang terletak tepat di puncak gunung, atau tepatnya hanya sebuah bukit. Makam tersebut berada di dalam sebuah bangsal yang cukup luas sehingga orang-orang yang kelelahan bisa duduk dan istirahat di dalamnya. Tepat di dalam ruang makam, ruang yang dianggap paling suci, orang menabur bunga dan menciumi batu nisan.
Seorang perantara akan mendengarkan permohonan peziarah dan menyampaikannya kepada Sang Pangeran, dan mereka akan berharap bahwa keinginan mereka akan terkabulkan. Di luar bangsal banyak pria dan wanita yang mencari pasangan. Mereka bisa saja PSK atau wanita 'baik-baik' yang sengaja datang ke Gunung Kemukus untuk mencari persugihan.
Tepat di belakang bangsal berdiri sebatang pohon beringin tua yang sangat besar. Tempat tersebut gelap dan kotor. Tapi di bawah pohon tersebut sering dijumpai pasangan pria-wanita yang sedang bercinta, meski banyak kamar yang disewakan secara murah. Mungkin ada yang percaya bahwa pohon tersebut bertuah, jadi lebih afdol kalau gituannya dilakukan di bawah pohon tersebut.
Saya pernah ketemu seorang kakek, dan kami ngobrol hingga subuh di dalam bangsal. Dia bercerita bahwa dia datang ke Gunung Kemukus sejak sekitar tahun 70-an, ketika dia masih anak muda. Anehnya, dia belum kaya-kaya juga sampai sekarang. Lebih aneh lagi, dia masih setia juga datang ke Gunung Kemukus.
Gunung Kemukus, 29 Juli 2005
(Gunung Kemukus adalah lokasi wisata yang sangat dekat dari kampung saya, hanya sekitar 2 km, dan terletak di Desa Pendem, Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, sekitar 25 km arah utara dari Solo.)
Sumber: http://www.kapanlagi.com
Sumber: http://www.kapanlagi.com