Keindahan Bumi Rencong

Oleh Firman B

Dalam rangkan menjalankan tugas dari kantor saya, pada hari Selasa tanggal 16 September 2008 saya berangkat ke Banda Aceh, perjalanan menggunakan pesawat dari Jakarta menuju Banda Aceh harus saya tempuh dalam jangka waktu 4 (empat) jam. Lama dan banyaknya gangguan (turbulences) dalam perjalanan ini terbayar sudah dengan pemandangan pada saat akan mendarat di bandara udara Sultan Iskandar Muda. Saya tiba di Banda Aceh menjelang Maghrib sehingga bisa melihat sunset, dari dalam pesawat saya bisa melihat bayang-bayang matahari yang mulai tenggelam dibalik dua pulau kecil.

Setibanya di Banda Aceh menjelang buka puasa, berbeda dengan di Jakarta waktu berbuka puasa di Banda Aceh 45 menit lebih lama dari di Jakarta . Padahal jam di Jakarta dan Aceh tidak ada perbedaan, karena itu pada awalnya saya merasa aneh apabila saya harus berbuka puasa pada jam 18:45.

Tidak seperti yang saya bayangkan, ternyata perjalanan ke Aceh untuk yang pertama kalinya ini meski ke pelosok-plosok (karena saat ini saya ada di Kab. Aceh Tengah yaitu sekitar 8 (delapan) jam perjalanan dari Banda aceh) tidak sesusah yang saya bayangkan. Penduduknya ramah, sangat helpful banget, transport gampang, cari makan gampang bahkan mencari toko (minimal mini market) juga tidak sulit. Perjalanan di aceh juga berbeda dengan perjalanan di daerah lain, setidaknya saya masih bisa menjumpai hutan-hutan yang rimbun. Bahkan di salah satu tempat (dalam perjalanan) saya bisa melihat monyet dan gajah yang berkeliaran. Sayangnya dalam perjalanan ini saya tidak membawa kamera, jadi saya tidak bisa menunjukkan indahnya bumi rencong ini.

Awalnya aku sempet bingung, setibanya di Banda Aceh aku harus menggunakan moda transport apa untuk menuju daerah Kab. Bireun, Kota Lhokseumawe, dan Kab. Aceh Tengah. Setelah bertanya-tanya ke sopir taxi dan pegawai hotel kalau menyewa mobil per harinya saja bisa mencapai Rp.300.000,00 tanpa minyak (bensin), karena itu akhirnya saya putuskan menggunakan angkutan travel (kalau orang Aceh bilang naik L300 menunjuk pada tipe mobil dari merek mobil Jepang).

Travel di Aceh berbeda dengan travel di Jakarta, karena salain menaikkan penumpang di pul/agen mereka juga masih mencari penumpang di jalan. Tapi meski mencari penumpang di jalan mereka tidak mangkal kaya angkot di Jakarta . Ternyata keputusan saya untuk menggunakan moda angkutan ini tidak salah, selain karena murah (dari Banda aceh Ke Bireun Cuma Rp. 50.000,00) angkutan travel ternyata juga sangat cepat dan mudah di cari. Kita bisa ke daerah mana saja (terutama ditempat yang saya tuju) kapan saja, karena mereka ada tiap jamnya.

Kabupaten Aceh Tengah
Awalnya tujuan saya adalah ke Kabupaten Bener Meriah. Kab. Bener Meriah adalah daerah baru yang merupakan pemekaran dari Kab. Aceh Tengah pada tahun 2006. Tetapi karena setelah sampai di Kab. Bener Meriah aku tidak menemukan penginapan, akhirnya aku putuskan untuk menginap di Kab. Aceh Tengah dengan Ibukota kecamatan Takengon (orang lokal sering bilang di Kota Takengon).

Sukur alhamdullilah keputusan ku untuk menginap di Takengon ternyata juga tidak salah. Pasalnya Takengon adalah kota yang cukup indah. Takengon berada diantara gunung-gunung (bukit-bukit) yang semuanya hijau dan rindang. Sungguh pemandangan yang sangat langka di negeri ini. Bahkan udara di Takengon mengingatkan saya akan suasana di Puncak, Kota Tomohon di Sumut dan Kab. Ungaran di Jateng, udaranya sejuk dan nyaman.

Keesokan harinya saya putuskan untuk menyewa kendaraan milik pegawai hotel, ya cukup mahal se Rp. 100.000,00 per hari tapi dari pada saya harus sewa mobil bisa lebih mahal lagi. Pada hari pertama ini kami langsung menyusuri Danau Laut Tawar yang berada 5 ( lima ) menit dari ibukota kabupaten. Untuk mengeliling danau kami memerlukan waktu 2 (dua) hingga 3 (jam) menggunakan kendaraan. Menurut keterangan penduduk setempat panjang danau adalah 17 Km dan lebarnya mencapai 5 Km.

Setelah menyusuri Danau Laut Tawar itu, saya baru menemukan ternyata ada satu hotel yang berada di tepian danau. Jika saja tida ada tanggungan pekerjaan pasti saya langsung pindah ke hotel di tepi danau tersebut.

Kondisi danaunya sendiri juga sangat mencengangkan saya, dari kejauhan kita bisa melihat danau berwarna hijau lumut sedangkan setelah kita mendekati danau, airnya begitu jernih hingga kita bisa melihat ikan-ikan yang berenang dan rumput-rumput laut dibawahnya.

Sayang karena terbebani tugas dari kantor, kami tidak sempat untuk pergi ketengah danau dan melihat keindahan suasana disana dari tengah danau, tapi setidanya memandang danau laut tawar dari kejauhan sudah cukup mengobati dahaga setelah selama ini berkutat dengan kemacetan di Jakarta . Dear all selama perjalanan ini ada dua hal yang sangat saya sesali, selain karena tidak membawa kamera yang utama adalah saya langsung teringat dengan istri yang saya tinggal di Jakarta . Andai saja perjalanan ini saya tempuh berdua dengan istri tentu akan sangat menyenangkan sekali. Karena itu saya memberikan nilai 9 dari 10 untuk kondisi alam di Aceh dan merekomendasikan keteman-teman terutama yang sudah jenuh dengan obyek wisata di Bali maupun lombok. (Firman B)

Sumber: http://www.jabarpress.com