Upacara Puput puser biasanya melakukan dengan pembacaan doa-doa dan ayal-ayat suci Al Quran dan sedekah alakadarnya, biasa dilakukan pada waktu tali pusat bayi lepas (puput puser) biasanya terjadi antara 7 -10 hari usia si bayi, di mana tali puser terlepas dengan sendirinya. Tali pusat itu di¬bungkus dengan kain putih, lalu disimpan untuk kelak direndam dalam segelas air dan diminum airnya bila si bayi sakit.
Bayi dan ibunya berada dalam perawatan dukun beranak sam¬pai bayi berumur 40 hari. Setelah masa perawatan berlalu, dukun beranak menerima beras, ayam atau bahan makanan lainnya, dan uang. Semua itu sebagai imbalan atas jasa-jasanya membantu merawat bayi berserta ibunya.
Setelah tugas dukun beranak (peraji) mengurusi bayi dan ibu¬nya selesai, maka dibuat upacara "Cuci tangan". Upacara ini di¬lakukan, karena ada anggapan bahwa sebelum dilakukan upacara "cuci tangan" berarti orang tua si bayi masih menanggung kotoran yang melekat di tangan peraji. Upacara ini cukup dilakukan de¬ngan sesajen, bunga tujuh macam, minyak wangi, dan uang logam serta nasi kuning dengan lauk-pauknya.
Untuk mencuci tangan peraji, tangan peraji dikerok dengan uang logam seraya membaca doa salawat dan mantera sebagai berikut:
"Emak same-same rido, udah ngerawat elu,
kita minta dikasi sehat, milik, rejki,
yang puas, emak biar sehat, yang lahir
biar sehat, babenye yang mencari rejki
biar sehat semuanya".
Sumber :
Yunus ahmad H., 1993, Arti dan Fungsi Upacara Tradisional Daur Hidup pada Masyarakat Betawi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Penelitian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya
Foto : http://images.mamanindy.multiply.com
Bayi dan ibunya berada dalam perawatan dukun beranak sam¬pai bayi berumur 40 hari. Setelah masa perawatan berlalu, dukun beranak menerima beras, ayam atau bahan makanan lainnya, dan uang. Semua itu sebagai imbalan atas jasa-jasanya membantu merawat bayi berserta ibunya.
Setelah tugas dukun beranak (peraji) mengurusi bayi dan ibu¬nya selesai, maka dibuat upacara "Cuci tangan". Upacara ini di¬lakukan, karena ada anggapan bahwa sebelum dilakukan upacara "cuci tangan" berarti orang tua si bayi masih menanggung kotoran yang melekat di tangan peraji. Upacara ini cukup dilakukan de¬ngan sesajen, bunga tujuh macam, minyak wangi, dan uang logam serta nasi kuning dengan lauk-pauknya.
Untuk mencuci tangan peraji, tangan peraji dikerok dengan uang logam seraya membaca doa salawat dan mantera sebagai berikut:
"Emak same-same rido, udah ngerawat elu,
kita minta dikasi sehat, milik, rejki,
yang puas, emak biar sehat, yang lahir
biar sehat, babenye yang mencari rejki
biar sehat semuanya".
Sumber :
Yunus ahmad H., 1993, Arti dan Fungsi Upacara Tradisional Daur Hidup pada Masyarakat Betawi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Penelitian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya
Foto : http://images.mamanindy.multiply.com