Apabila Anda sering beperpegian ke Bali lewat darat, terutama lewat utara Jatim, yaitu kawasan Situbondo, maka saat memasuki wilayah Banyuwangi Anda akan disambut Gapura Kejut. Ada patung Gandrung (Kesenian khas Banyuwangi) di sebelah kiri. Deburan ombak dengan air laut yang bening, serta ada onggokan batu besar di tengah jalan. Itulah yang disebut Watu Dodol.
Konon menurut cerita yang berkembang di masyarakat setempat, nama “Watu Dodol” itu menceritakan asal muasal batu itu. Watu bahasa Jawa, dalam bahasa Indonesia Batu. Dodol, atau dalam masyarakat Using disebut Jenang. Nama jenang itu, biasanya diikuti jenis bahan bakunya. Misalnya, jenang ketan, karena terbuat dari beras ketan. Jenang Selo dan sebagainya. Nah dari sini, cerita asal usul watu dodol terlihat sekali bukan berasal dari masyrakat lokal. Apalagi pelaku cerita adalah Kyai Semar, tokoh pewayangan. Padahal warga Using (asli Banyuwangi), tidak mengenal tradisi pewayangan.
Masih melanjutkan kisah tentang watu dodol, konon Batu itu berasal dari jualannya Kyai Semar yang terjatuh di tempat itu. Sedang berasnya tumpah, menjadi pasir yang bersih di sekitar pantai watu dodol Konon alat pukulnya, kayu kelor, terlempat dan menancap di sela-sela batu di kana jalan (kalau dari Surabaya). Ini juga aneh, di celah batu tumbuh pohon kelor. Bagi masyarakat Jawa, kelor merupakan senjata pamungkas untuk menghilangkan segala pengaruh mistik yang dimilki seseorang. Seperti ilmu kanuragan atau ilmu hitam, diyakini akan luntur bila bersentuhan dengan kayu kelor. Sementara bagi warga Using, merupakan bahan sayur segar yang disajikan pada siang hari. Terutama pada hari ke-2 dan setelah pada Idul Fitri. Bisa dipastikan, banyak orang Using yang memasak sayur daun kelor.
Keanehan lain, adanya air tawar yang keluar dari bibir pantai di watu dodol. Padahal, di kawasan itu kan air asin semua. Masih menurut cerita tadi, konon air berasal dari bekal minum Kyai Semar yang tumpah. Bagi orang yang percaya katanya air itu merupakan air kehidupan (Tirto Nadi). Mereka ada yang membawa pulang, dengan berbagai alasan yang dipercayainya sendiri.
Terlepas dari cerita-cerita dibalik watu dodol, yang jelasan kawasan ini menawarkan keindahan alam. Kejernihan air laut, serta parorama batu karang yang bisa dilihat di Gardu Pandang di bukit sebelah kanan jalan. Bahkan seniman Banyuwangi saat itu, pernah mengabadikan kejernihan air laut watu dodol dalam bentuk lagu daerah Banyuwangi berjudul Padang Ulan: Padang Ulan ring pesisir Banyuwangi/Kinclong-kiclong segarane koyo koco/ Lanang wadon tuwek enom suko-suko// …. (Terang bulan di pantai Banyuwangi/Air lautnya berkilauan seperti kaca/Laki perempuan tua muda bersuka-suka) .
Namun sejak banyaknya orang-orang sekitar watu dodol melakukan pengambilan batu karang, maka “kiclong-kiclong” watu dodol tidak seperti yang tergambarkan dalam lagi yang populer tahun 1970-an itu. Bahkan di pantai Kampe, sebelah barat watu dodol, pantainya berlumpur. Batu karangnya habis diambil warga, untuk bahan campuran batu kapur. Padahal, menurut warga setempat, gambaran “kinclong-kinclong” itu dulu bisa dinikmati sejak kawasan Wongsorejo hingga ke Pantai Blimbingsari.
Meski kondisi sekarang tidak seideal seperti dalam lagu “Padang Ulan”, setidak kita masih bisa menikmati sisa-sisa “kiclong” laut Banyuwangi di Watudodol. Deburan ombaknya, juga bagus. Apalagi disaksikan dari Gardu Padang yang berada di bukit seberang pantai Watu Dodol. Kawasan ini, juga menjadi wisata andalan Pemkab Banyuwangi. Bisa juga dijadikan tempat istirahat, apabila wisatawan akan ke Bali atau pulang dari Bali.
Selain menikmati indahnya panorama laut, pengunjung dapat pula mendaki bukit yang letaknya hanya bersebrangan jalan, di bukit ini telah disediakan track untuk dilewati oleh pengunjung. Sesampai di atas bukit, pengunjung dapat melihat panorama selat Bali yang lebih luas dan indah.
Untuk masalah makanan dan minuman, di pantai wisata ini telah tersedia warung-warung yang menyediakan berbagai makanan dan minuman. Selain itu juga terdapat kios-kios souvenir yang menyediakan barang-barang kerajinan berbahan baku dari kerang kerangan dan batu batuan laut.
Obyek wisata ini berada di wilayah administrasi Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi, letaknya yang berada di perlintasan jalur yang menghubungkan Banyuwangi dan Situbondo membuat obyek wisata ini sangat mudah diakses baik dari arah Situbondo maupun dari arah Banyuwangi kota. Dari arah Banyuwangi kota ke obyek wisata ini dapat ditempuh dengan jarak 14 kilometer ke arah utara. Atau sekitar kurang lebih 5 kilometer dari pelabuhan ketapang. Pada hari hari libur watu dodol selalu dipadati pengunjung. Karena letaknya berada di tepi jalan poros Banyuwangi – Situbondo, watu dodol biasa dijadikan tempat peristirahatan sejenak setelah menempuh perjalanan jauh.
Sumber :
http://hasansentot2008.blogdetik.com
http://album.banyuwangikab.go.id
Foto : http://www.banyuwangicity.com
Konon menurut cerita yang berkembang di masyarakat setempat, nama “Watu Dodol” itu menceritakan asal muasal batu itu. Watu bahasa Jawa, dalam bahasa Indonesia Batu. Dodol, atau dalam masyarakat Using disebut Jenang. Nama jenang itu, biasanya diikuti jenis bahan bakunya. Misalnya, jenang ketan, karena terbuat dari beras ketan. Jenang Selo dan sebagainya. Nah dari sini, cerita asal usul watu dodol terlihat sekali bukan berasal dari masyrakat lokal. Apalagi pelaku cerita adalah Kyai Semar, tokoh pewayangan. Padahal warga Using (asli Banyuwangi), tidak mengenal tradisi pewayangan.
Masih melanjutkan kisah tentang watu dodol, konon Batu itu berasal dari jualannya Kyai Semar yang terjatuh di tempat itu. Sedang berasnya tumpah, menjadi pasir yang bersih di sekitar pantai watu dodol Konon alat pukulnya, kayu kelor, terlempat dan menancap di sela-sela batu di kana jalan (kalau dari Surabaya). Ini juga aneh, di celah batu tumbuh pohon kelor. Bagi masyarakat Jawa, kelor merupakan senjata pamungkas untuk menghilangkan segala pengaruh mistik yang dimilki seseorang. Seperti ilmu kanuragan atau ilmu hitam, diyakini akan luntur bila bersentuhan dengan kayu kelor. Sementara bagi warga Using, merupakan bahan sayur segar yang disajikan pada siang hari. Terutama pada hari ke-2 dan setelah pada Idul Fitri. Bisa dipastikan, banyak orang Using yang memasak sayur daun kelor.
Keanehan lain, adanya air tawar yang keluar dari bibir pantai di watu dodol. Padahal, di kawasan itu kan air asin semua. Masih menurut cerita tadi, konon air berasal dari bekal minum Kyai Semar yang tumpah. Bagi orang yang percaya katanya air itu merupakan air kehidupan (Tirto Nadi). Mereka ada yang membawa pulang, dengan berbagai alasan yang dipercayainya sendiri.
Terlepas dari cerita-cerita dibalik watu dodol, yang jelasan kawasan ini menawarkan keindahan alam. Kejernihan air laut, serta parorama batu karang yang bisa dilihat di Gardu Pandang di bukit sebelah kanan jalan. Bahkan seniman Banyuwangi saat itu, pernah mengabadikan kejernihan air laut watu dodol dalam bentuk lagu daerah Banyuwangi berjudul Padang Ulan: Padang Ulan ring pesisir Banyuwangi/Kinclong-kiclong segarane koyo koco/ Lanang wadon tuwek enom suko-suko// …. (Terang bulan di pantai Banyuwangi/Air lautnya berkilauan seperti kaca/Laki perempuan tua muda bersuka-suka) .
Namun sejak banyaknya orang-orang sekitar watu dodol melakukan pengambilan batu karang, maka “kiclong-kiclong” watu dodol tidak seperti yang tergambarkan dalam lagi yang populer tahun 1970-an itu. Bahkan di pantai Kampe, sebelah barat watu dodol, pantainya berlumpur. Batu karangnya habis diambil warga, untuk bahan campuran batu kapur. Padahal, menurut warga setempat, gambaran “kinclong-kinclong” itu dulu bisa dinikmati sejak kawasan Wongsorejo hingga ke Pantai Blimbingsari.
Meski kondisi sekarang tidak seideal seperti dalam lagu “Padang Ulan”, setidak kita masih bisa menikmati sisa-sisa “kiclong” laut Banyuwangi di Watudodol. Deburan ombaknya, juga bagus. Apalagi disaksikan dari Gardu Padang yang berada di bukit seberang pantai Watu Dodol. Kawasan ini, juga menjadi wisata andalan Pemkab Banyuwangi. Bisa juga dijadikan tempat istirahat, apabila wisatawan akan ke Bali atau pulang dari Bali.
Selain menikmati indahnya panorama laut, pengunjung dapat pula mendaki bukit yang letaknya hanya bersebrangan jalan, di bukit ini telah disediakan track untuk dilewati oleh pengunjung. Sesampai di atas bukit, pengunjung dapat melihat panorama selat Bali yang lebih luas dan indah.
Untuk masalah makanan dan minuman, di pantai wisata ini telah tersedia warung-warung yang menyediakan berbagai makanan dan minuman. Selain itu juga terdapat kios-kios souvenir yang menyediakan barang-barang kerajinan berbahan baku dari kerang kerangan dan batu batuan laut.
Obyek wisata ini berada di wilayah administrasi Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi, letaknya yang berada di perlintasan jalur yang menghubungkan Banyuwangi dan Situbondo membuat obyek wisata ini sangat mudah diakses baik dari arah Situbondo maupun dari arah Banyuwangi kota. Dari arah Banyuwangi kota ke obyek wisata ini dapat ditempuh dengan jarak 14 kilometer ke arah utara. Atau sekitar kurang lebih 5 kilometer dari pelabuhan ketapang. Pada hari hari libur watu dodol selalu dipadati pengunjung. Karena letaknya berada di tepi jalan poros Banyuwangi – Situbondo, watu dodol biasa dijadikan tempat peristirahatan sejenak setelah menempuh perjalanan jauh.
Sumber :
http://hasansentot2008.blogdetik.com
http://album.banyuwangikab.go.id
Foto : http://www.banyuwangicity.com