Cicak-cicak di kampus/Cicak-cicak di kampung/Bangkitlah lawan buaya-buaya penyebab sengsara....
Dengan iringan gitar yang dimainkan musisi Franky Sahilatua, sejumlah orang, seperti ahli komunikasi Effendi Gazali dan pengamat politik Ray Rangkuti, menyanyikan lagu berjudul ”Cicak” itu di lobi Gedung DPR, Jakarta, Selasa (10/11) sekitar pukul 23.15.
Sekitar 4 meter dari tempat Franky menyanyi, Ketua Komisi III DPR Benny K Harman dikerumuni wartawan. Sedikitnya delapan petugas pengamanan Gedung DPR mengawalnya. Saat itu Benny (Fraksi Partai Demokrat) menjelaskan, perbedaan pandangannya dengan Franky dan kawan-kawan yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi (Kompak) adalah hal wajar dalam demokrasi.
Sekitar 25 menit sebelumnya terjadi perdebatan antara Kompak dan sejumlah anggota Komisi III DPR. Malam itu Kompak hadir di Komisi III Dewan mendukung pemberantasan korupsi dan mafia hukum. Mereka meminta Komisi III DPR ikut mengatasi kemelut yang menimpa Komisi Pemberantasan Korupsi dan pimpinan nonaktif komisi itu, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.
Pertemuan yang dimulai pukul 19.30 dan diawali dengan lagu ”Indonesia Raya” dan mengheningkan cipta itu awalnya berjalan lancar, bahkan diselingi sejumlah humor. Humor ini, antara lain, disampaikan Effendy yang menanyakan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang akan berdiri paling depan dalam pemberantasan korupsi. ”Kalau Presiden berdiri paling depan, lalu di mana posisi Anggodo Widjojo? Apakah di depan, belakang, atau di samping Presiden?” tanyanya. Anggodo adalah adik tersangka korupsi proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Departemen Kehutanan, Anggoro Widjojo.
Namun, pembicaraan memanas saat Ray Rangkuti dari Lingkar Madani Indonesia, sekitar pukul 22.30, membacakan dan minta penjelasan tentang kesimpulan nomor tiga hasil Rapat Kerja Komisi III DPR dengan Jaksa Agung, Selasa siang. Inti kesimpulan itu adalah mendesak kejaksaan untuk melanjutkan proses hukum terhadap Bibit dan Chandra sesuai dengan aturan yang berlaku.
Benny sempat menjelaskan, maksud kesimpulan itu adalah kasus Bibit dan Chandra diselesaikan sesuai proses hukum yang ada. Namun, banyak pertanyaan terkait kesimpulan Komisi III itu yang tak terjawab.
Suasana kian panas saat sosiolog Tamrin Amal Tomagola mengatakan, kesimpulan Komisi III itu telah menikam rakyat dari belakang. ”Sekarang kami tahu, mana kawan, mana lawan,” kata dia.
Pernyataan itu diiringi sejumlah pernyataan anggota Kompak lainnya yang berniat keluar dari ruang sidang.
Mendengar hal ini, Azis Syamsuddin, Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Partai Golkar, yang duduk di sebelah Benny tiba-tiba mengambil palu sidang. Meski tak terdengar izin dari Benny yang memimpin sidang, Azis langsung memimpin sidang pembuatan kesimpulan dan memukulkan palu berkali-kali. Ia menutup rapat dengar pendapat itu. Azis selanjutnya keluar dari ruang sidang terlebih dahulu.
Benny juga mengikuti Azis meninggalkan ruangan. Kompak memutuskan bertahan di ruang sidang dan mengutus Usman Hamid untuk minta pimpinan Komisi III melanjutkan rapat.
Sambil menunggu, anggota Komisi III DPR, Ruhut Sitompul, sempat minta Franky bernyanyi untuk mendinginkan suasana. Franky menolaknya. ”Perasaan saya tidak enak. Mungkin karena ada buaya di ruang itu,” papar Franky seusai sidang saat ditanya mengapa menolak permintaan Ruhut.
Sumber : http://cetak.kompas.com