Ida Bagus Gede Surya Peradantha, lahir di Denpasar, pada tanggal 19 Oktober 1987, tinggal di Jl. Sulatri Gg. XVII A no. 1 Kesiman, Denpasar Timur. Setelah lulus dari SMAN 1 Denpasar yang meneruskan ilmu di Jurusan Tari, Fak. Seni Pertunjukan ISI Denpasar. Dia mulai belajar menari pada umur 5 tahun, dibawah bimbingan Alm. IB Made Raka (kakek) dan I.A.Wimba Ruspawati (Ibu). Aktif sebagai penari pada kegiatan Pesta Kesenian Bali ( PKB ) mulai tahun 1998, duta Kab. Badung. Pernah keluar sebagai juara 2 tari Baris Tunggal pada PKB tahun 1998. Pernah keluar sebagai juara 1 Tari Topeng Arsawijaya pada Pekan Seni Remaja se-Kota Denpasar tahun 2005. Belajar tari topeng pada Bpk. I Gede Oka Surya Negara, menekuni tari Topeng Arsawijaya. Belajar Tari Topeng Keras Pada Alm. IB. Made Raka (Geria Bongkasa, Abiansemal, Kab. Badung)
Dalam menempuh akhir Studi, Gus Surya, menggarap Karya tari yang akan diberi judul Panji Lana ini ditampilkan oleh lima orang penari putra dengan konsep kreasi baru. Lakon yang ingin ditampilkan adalah bersumber dari Babad Dalem Tungkub yang isi singkatnya menceritakan tentang tewasnya Arya Panji Singaraja yang kala itu merupakan Raja Bali terakhir, putra dari Raja Dalem Bedahulu. Setelah tewasnya Arya Panji Singaraja, Bali telah dinyatakan sebagai wilayah kekuasaan Majapahit. Oleh karena anak dari Arya Panji Singaraja masih remaja, dibuatkanlah sebuah topeng yang tujuannya adalah untuk mengenang wajah ayahnya yang telah wafat. Di dalam garapan ini pula, ingin dipadukan unsur tari putra halus yang bersumber dari tari Topeng Dalem Arsawijaya, unsur tari putra keras dari Tari Topeng Keras dan memasukkan sedikit unsur-unsur gerak tari Jawa putra gagah. Hal ini dilakukan mengingat kebutuhan terhadap karakter yang ingin ditampilkan. Arya Panji Singaraja misalnya, digambarkan sebagai raja yang berwatak keras manis. Itulah mengapa unsur gerak dari kedua tari topeng tersebut dipadukan.
Garapan tari ini menggunakan kostum sesaputan dan menggunakan topeng sebagai properti sekaligus kostum. Topeng yang digunakan menggunakan karakter keras manis yang bersumber dari rupa Topeng Keras yang dikembangkan. Perlu disampaikan pula bahwa topeng yang digunakan memakai sistem canggem, yang pada bagian dalam topeng terdapat sekeping spons yang didesain untuk digigit oleh penarinya. Dengan demikian, maka akan memudahkan untuk melepas dan menarikan topeng tersebut terpisah dari wajah penari.
Dramatari Topeng, salah satu jenis kesenian yang inspirasi ceritanya bersumber dari Babad, merupakan kekayaan yang dimiliki oleh daerah Bali dalam bidang seni pertunjukan yang ber-genre bebali, yaitu sebagai penunjang jalannya upacara. Secara harafiah, kata topeng berarti suatu benda yang digunakan untuk menutupi muka asli pemakainya (I Made Bandem & I Nyoman Rembang, Perkembangan Topeng Bali sebagai Seni Pertunjukan. Denpasar : Percetakan Bali (Offset), 1976. hal.1). Dramatari topeng adalah pertunjukan tari berlakon yang keseluruhan penarinya menggunakan topeng sesuai dengan karakter yang diperankan. Di Bali sendiri, kata topeng telah identik dengan istilah tapel yang juga berarti tutup muka. Eksistensi dramatari topeng dalam khasanah kebudayaan Bali merupakan sesuatu yang senantiasa harus kita banggakan dan dilestarikan. Hal ini disebabkan karena di dalam setiap pementasan dramatari topeng, selalu terkandung pesan-pesan moral, tuntunan hidup hingga mengantarkan kita mengenal kisah-kisah sejarah masa lampau yang wajib kita ketahui. Sumber lakon yang banyak digunakan dalam pementasan dramatari topeng antara lain bersumber dari Babad atau prasasti, sehingga ia pun mendapat sebutan sebaga dramatari “chronicle play“(seni pertunjukan Babad). Oleh karena ia bersentuhan langsung dengan cerita-cerita Babad, maka dramatari topeng pun dapat dikatakan sebagai media ungkap sejarah, di samping juga merupakan media pendidikan, mengungkap isi prasasti dan sebagainya. Bila diteliti lebih lanjut, di dalam setiap pementasan dramatari topeng terdapat tokoh Patih, tokoh orang tua (dukuh, peranda ataupun patih wredha), tokoh rakyat jelata (bebondresan) dan yang terakhir tokoh Raja (Dalem). Semua tokoh ini memiliki karakter, peranan dan arti yang sangat penting dalam pementasan dramatari topeng, sesuai dengan lakon yang diambil.
Penggarapan karya tari jenis patopengan ini karena ketertarikan terhadap karakter gerak tari Topeng Keras yang gagah dan tegas, tari topeng Dalem Arsawijaya yang mengalun, agung dan berwibawa. Tidak lupa pula menilik pada potensi yang dimiliki, khususnya di bidang tari patopengan, menjadikan penata merasa tergugah dan tertarik untuk melahirkan sebuah karya tari kreasi baru jenis patopengan yang masih bernafaskan tradisi. Ketertarikan ini muncul dengan sendirinya manakala penata mulai terjun ke dalam pementasan Dramatari Topeng beberapa tahun belakangan ini. Di samping itu pula, lakon garapan yang ingin dilahirkan merupakan cerita Babad yang belum begitu awam terpublikasikan. Cerita Babad yang dimaksudkan ialah Babad Dalem Tungkub yang menceritakan tentang terciptanya sebuah topeng Sidakarya yang sekarang masih tersimpan di Br. Buruwan, Desa Sanur, akibat dari penaklukan penguasa Bali pada jaman dahulu yaitu Arya Panji Singaraja oleh Patih Gajah Mada. Cerita Babad ini bila dikaji untuk kepentingan seni tari, dirasa memiliki alur yang akan mampu memberi rangsangan estetis dalam berkarya dan akan menarik bila dikemas ke dalam bentuk karya tari, karena nuansa yang terkandung di dalamnya seperti keagungan, ketegangan, konflik dan penyelesaiannya mempunyai benang merah yang jelas.
Sumber : http://www.isi-dps.ac.id