Museum Wayang Jakarta


Meskipun bangunan Museum Wayang warisan VOC Belanda ini sudah berusia puluhan tahun, namun penampilannya tetap anggun dan kokoh. Gedung berlantai dua yang berdiri di atas tanah seluas 935,25 m2 di Jalan Pintu Besar Utara, Jakarta Barat, ini belum pernah direnovasi. Pasalnya, gedung bersejarah ini masuk dalam daftar di antara 136 cagar budaya yang dilindungi, sehingga harus dipelihara keasliannya dengan perawatan intensif.

Dalam waktu dekat, gedung ini akan diperluas. Tetapi bukan dengan membangun sarana baru. Apalagi, tak ada lahan kosong di sisi kiri dan kanan bangunan karena saling berdempetan dengan bangunan lain. Yang jelas, bangunan di samping kiri gedung sudah dihibahkan oleh pengusaha Probosutedjo. Sekarang ini masih dalam tahap pembenahan untuk membobol dinding sebagai pintu tembus.

Nah, dengan adanya gedung baru yang juga merupakan bangunan tua ini diharapkan mampu menambah gairah aktivitas Museum Wayang yang kini gencar melakukan promosi menarik agar dibanjiri pengunjung. “Selama ini pengunjung museum hampir sebagian besar warga asing dari berbagai negara. Di antara mereka malah berstatus pelajar sekolah asing di Indonesia,” kata Kepala Museum Wayang Im Rini Hariyani SS di Jakarta, baru-baru ini.

Berbagai terobosan telah dilakukan untuk menarik minat pengunjung museum, khususnya wisatawan domestik dan asing. Antara lain, dengan menggelar kegiatan Pameran Wayang Revolusi, karya wayang sumbangan Walikota Rotterdam tahun 2005. Wayang kulit yang menggambarkan sosok berbagai profesi, tingkat sosial, jenis kelamin dan etnis itu, konon, dibeli dari seniman Solo, Jawa Tengah Raden Mas Sajid tahun 1960-an. Kemudian akan digelar pula pertunjukan wayang kulit menyambut Hari Jadi Kota Jakarta dengan materi Wayang Revolusi di arena terbuka Plaza Museum Sejarah atau Taman Fatahillah.

Secara berkala pihak museum juga mengagendakan kegiatan mengundang siswa-siswi sekolah untuk menyaksikan peragaan membuat wayang. Kemudian diselenggarakan pula penyuluhan tentang masalah permuseuman ke SD-SD di wilayah Jakarta, pergelaran Wayang Golek Lenong dan wayang lainnya. “Agenda untuk menarik minat pengunjung terus dilakukan meski kadang kurang promosi,” kata Rini pula.

Koleksi Unik
Museum Wayang memiliki struktur bangunan sangat kokoh dan kuno dengan daya persona tersendiri. Lokasi museum ini cukup strategis, tepat di depan Taman Fatahillah lengkap dengan meriam si Jagur-nya. Tak jauh dari tempat itu berdiri bangunan Museum Keramik dan Balai Seni Rupa.

Koleksi karya wayang di Museum Wayang cukup banyak. Dari catatan Suara Karya hingga April 2001 terdapat sebanyak 5.147 koleksi. Jumlah ini, konon, terus bertambah hingga Juni 2006 tercatat sekitar 5.500 koleksi. Wayang-wayang ini berasal dari berbagai tempat di Tanah Air. Bahkan, di antaranya berasal dari mancanegara yang koleksinya cukup lengkap, unik dan memiliki nilai seni tinggi (artistik).

Koleksi Museum Wayang diperoleh dengan beraneka ragam. Ada yang merupakan titipan, hibah, sumbangan, hadiah hingga sengaja dibeli dari kolektor. Di antara koleksi yang termasuk langka adalah Wayang Katakalis dari Kerala, India Selatan. Wayang ini terbuat dari bahan gips. Kemudian ada pula Wayang Golek Sunda gaya Bogor dengan tokoh Yudistira, Nakula dan Sadewa, di samping tokoh Arjuna, Bima, Kresna. Satu lagi koleksi cukup unik adalah Wayang Kulit Gunungan Purwa dari Solo.

Koleksi lainnya berupa seperangkat gamelan Sunda. Kemudian berbagai jenis wayang kulit asal Kedu, Tejokusuman, Ngaben, Surakarta, Banyumas, dan Cirebon. Selain itu masih ada koleksi Bedod, Sadd Madya, Krucil, Catur, Sasak, Kaper, Wahyu, Kijang Kencana, Ukur, Suluh, Wayang Beber, Wayang Suket, Wayang Klithik, Wayang Beber, dam Wayang Revolusi.

Sejumlah koleksi Wayang Golek, antara lain Catur dan Cepak, di samping wayang golek asal Cirebon, Kebumen, Pekalongan, Bandung, Pakuan, dan Bogor. Ada lagi Wayang Golek Gundala-gundal dan Si Gale-Gale dari Tapanuli, Sumatera Utara. Wayang-wayang ini dibuat dari bahan kayu dan kain (1964). Ada juga koleksi Wayang Kaca, Wayang Seng, Wayang Suket, dan beberapa boneka luar negeri seperti Boneka Punch dan Boneka Judy dari Inggris, serta lukisan-lukisan wayang lainnya.

Salah satu koleksi yang cukup langka adalah Wayang Intan dari Yogyakarta. Wayang-wayang yang ditaburi intan imitasi ini tergolong koleksi tertua, diperkirakan dibuat sekitar abad 17 atau 18.

Konon, wayang ini merupakan pesanan dari seorang Tionghoa. Saudagar kaya ini ingin menghibur karyawan pabrik miliknya di Muntilan, Jawa Tengah dengan pergelaran wayang kulit. Agar menarik, wayang itu ditaburi intan sehingga berkilauan ketika dimainkan. Saat pergelaran wayang intan, konon, sengaja dibentangkan karpet merah agar bisa terlihat kalau intannya jatuh.

Selain aneka koleksi wayang, pengunjung Museum Wayang bisa memperoleh informasi tentang tokoh-tokoh dalam cerita wayang dan karakter masing-masing dari para pemandu ahli. Sebagai contoh, untuk mengetahui tokoh Gatut Kaca, Hanoman, Arjuna, Bima, Kresna dan sepak terjang mereka, pengunjung bisa bertanya kepada pemandu yang siap menjelaskannya. Tak ketinggalan pula aneka boneka tokoh-tokoh cerita serial kartun anak-anak di TVRI, seperti Si Unyil, Pak Raden, Pak Ogah, Melani, dan tokoh favorit lainnya yang sangat terkenal tahun 1980-an.

Prasasti

Selain koleksi unik dan langka, Museum Wayang menyimpan sejumlah prasasti yang terpampang di dinding lantai bawah bagian belakang. “Inilah keunikan dan daya tarik Museum Wayang. Ada prasasti serta koleksi terlengkap dan langka,” ujar Rini.

Konon, sebelum ada museum pernah dibangun gereja bernama De Oude Hollandsche Kerk (Gereja Belanda Lama) sekitar 1640 hingga bertahan selama 93 tahun atau 1732. Kemudian di lokasi yang sama dibangun gereja baru dan berganti nama De Nieuw Hollandsche Krerk (Gereja Belanda Baru) hingga tahun 1808. Halaman samping gereja dimanfaatkan sebagai makam, antara lain makam gubernur jenderal, pejabat tinggi VOC serta keluarga mereka. Kemudian makam itu dipindahkan ke taman makam khusus di Jalan Tanah Abang I, Jakarta, yang kini menjadi Museum Taman Prasasti.

Hingga kini masih tersisa sejumlah prasasti dengan ukiran nama-nama orang Belanda yang pernah dimakamkan di sana. Prasasti ini cukup menarik karena memiliki aneka model, gaya dan ukuran serta ditata rapi pada dinding tembok di taman bagian tengah bangunan. Antara lain, nama Guberner Jenderal VOC, pendiri kota Batavia, Jan Pieterszoon Coen yang meninggal 1692. Juga terdapat prasasti Gubernur Jenderal VOC Gustaaff Willem Baron van Imhoff, pendiri Toko Merah dan Gubernur Jenderal Adriaan Valckkenier (1751). Pada masa pemerintahan Valckkenier terjadi peristiwa pembantaian ribuan warga Tionghoa di Batavia (1740).

Setelah terjadi gempa bumi hebat, bangunan bekas gereja itu dirobohkan oleh Daendels. Bangunan yang ada sekarang dibangun tahun 1912, kemudian oleh Pemerintah Hindia Belanda dijual kepada perusahaan Geo Wehry & Co yang dijadikan kantor hingga tahun 1934. Kemudian tahun 1936, gedung ini dijadikan monumen setelah dibeli oleh Bataviaasch Genootschap van Kusten en Wetenschappen, sebuah lembaga Ilmu Pengetahuan, Seni dan Budaya di Batavia. Lembaga milik orang Belanda ini akhirnya menyerahkan gedung ini kepada Stichting Oud Batavia yang kemudian dijadikan Museum “De Oude Bataviaasche Museum” atau Museum Batavia Lama. Secara resmi museum tersebut dibuka pada 22 Desember 1922 oleh Gubernur Hindia Belanda terakhir di Indonesia, Jonkheer Meester Aldius Warmoldus Lambertus Tjarda van Starkenborg Stachouwer. Di zaman Jepang, museum ini ditelantarkan dan baru tahun 1957 diserahkan kepada Lembaga Kebudayaan Indonesia.

Pada 17 September 1962, Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Indonesia menyerahkan gedung ini kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan ditetapkan sebagai Museum Jakarta sebelum diserahkan kepada Pemda DKI. Pada 23 Juni 1968, Pemda DKI kemudian menyerahkan pengelolaan gedung ini kepada Dinas Museum dan Sejarah. Dalam kondisi kosong, gedung dipugar dan resmi dijadikan Museum Wayang oleh Gubernur DKI Ali Sadikin, 13 Agustus 1975.

Lokasi Museum
Jl. Pintu Besar Utara No.27 Jakarta Barat
Telp: 021.6927289, Fax : 0216929560

Transportasi
Jarak tempuh dari Bandar Udara : 7 km
Jarak tempuh dari pelabuhan : 1 km
Jarak tempuh dari stasiun KA : 100 m ( stasiun KA Kota)

Organisasi
Jumlah pegawai 14 orang
- Kurator : 1 orang
- Konservator : 3 orang
- Preparator : 1 orang
- Bimbingan : 4 orang
- Administrasi : 5 orang
- Cleaning service : 7 orang

Program Museum
- Pameran khusus, ceramah/diskusi, penelitian
- Pagelaran wayang dan atraksi pembuatan wayang

Jadwal Kunjungan
- Selasa s/d Kamis : 09.00 - 15.00
- Jumat : 09.00 - 14.30
- Sabtu : 09.00 - 12.30
- Minggu : 09.00 - 15.00

Harga Tiket
- Dewasa : Rp.3000/orang
- Rombongan dewasa : Rp.1500/orang
- Mahasiswa : Rp.1000/orang
- Rombongan mhs : Rp. 750/orang
- Anak-anak pelajar : Rp. 650/orang
- Rombongan anak-anak : Rp. 500/orang

Fasilitas
Museum Wayang memiliki fasilitas:
- Ruang pameran tetap
- Ruang perpustakaan
- Ruang gudang koleksi
- Ruang administrasi
- CCTV
- Pemadam kebakaran

Sumber:
http://www.museum-indonesia.net
http://bharatayudha.multiply.com
Photo : http://elindasari.wordpress.com