Grebeg Syawal Keraton Yogya Tetap Memukau


Yogyakarta - Upacara tradisional Grebeg Syawal yang diselenggarakan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat bertepatan dengan 1 Syawal 1430 Hijriah atau 1 Syawal 1942 berdasarkan penanggalan Jawa, Senin (21/9), masih menarik perhatian wisatawan nusantara ataupun mancanegara.

Selain itu, ribuan warga Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sekitarnya juga memadati kawasan Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta untuk menyaksikan prosesi upacara tradisional Grebeg Syawal tersebut. Antusiasme masyarakat ataupun wisatawan menunjukkan bahwa upacara tradisional Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat itu masih menjadi tontonan menarik dan ditunggu-tunggu.

Keyakinan sebagian masyarakat Yogyakarta bahwa Gunungan Grebeg dapat membawa berkah dan ketenteraman masih belum luntur dan terus terjaga secara turun temurun. Upacara tradisional Grebeg Syawal diawali sekitar pukul 10.00 WIB dengan keluarnya satu Gunungan Lanang yang terbuat dari sayur-sayuran dan hasil bumi lain yang dikawal oleh sepuluh bregada (kesatuan pasukan) prajurit Keraton Yogyakarta.

Kemudian, oleh perwakilan dari Kraton Yogyakarta yakni Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hadiwinoto, gunungan tersebut diserahkan untuk dibawa ke Masjid Gede Keraton Ngayogyakarta untuk didoakan.

Setelah dilepas, dengan dikomandani Manggalayudho Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Yudhaningrat, Gunungan Lanang tersebut diusung keluar dari regol (pintu gerbang) Keraton Yogyakarta dan dibawa menuju Masjid Gede Keraton.

Gunungan itu dikawal sepuluh bregada prajurit keraton, seperti Wirobraja, Nyutra, Daeng, Patungpuluh, Ketanggung, Bugis, dan Mantrijero. Dengan pakaian prajurit, mereka menyandang senapan, tombak, panah, dan keris.

Kemudian gunungan tersebut memperoleh tembakan kehormatan salvo saat memasuki Alun-alun Utara Yogyakarta. Setelah penghulu Masjid Gede Kauman memanjatkan doa kepada Allah SWT agar masyarakat senantiasa diberikan kesejahteraan dan keselamatan, Gunungan Lanang itu menjadi rebutan masyarakat.

Sebagian masyarakat Yogyakarta percaya bahwa siapa yang berhasil memperoleh salah satu bagian dari gunungan tersebut akan mendapatkan berkah, seperti kemudahan memperoleh rezeki dan ketenteraman dalam berumah tangga.

Penonton rela berdesak-desakan ikut memperebutkan gunungan tersebut. Mereka bukan hanya masyarakat DIY dan sekitarnya, melainkan juga dari luar daerah, seperti Wonosobo, Magelang, Purworejo, dan sejumlah pemudik Lebaran.

"Tahun ini saya menyempatkan diri untuk melihat upacara Grebeg Syawal. Bagi saya prosesi ini cukup menarik untuk ditonton dan perlu terus dilestarikan sebagai tradisi serta produk budaya keraton," kata Dewi, warga asli kota Yogyakarta yang lama merantau dan tinggal di Bekasi, Jawa Barat. (ABI)

Sumber: http://travel.kompas.com
Photo : http://www.antarafoto.com