Masih dua hari lagi sebelum hari raya Maulid Nabi dirayakan di
Setelah beberapa kali mengitari areal Keraton
Malam semakin larut dan akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke penginapan dengan berjalan kaki. Jarak yang kami tempuh kira-kira sekitar dua kilometer hingga sampai ke hotel. Meski lelah, semangat saya tak surut sambil menikmati keramaian di sepanjang Jalan Siliwangi dan menikmati Empal Gentong.
Esok paginya ditemani oleh kawan saya, Ami, saya bertolak menuju makam Sunan Gunung Jati dengan menggunakan sebuah becak. “
Suasana makam memang penuh dengan pengunjung. Berbagai kios digelar di depan pintu masuk makam sehingga agak sulit juga untuk menuju pintu kompleks pemakaman. Setelah terbebas dari desakan pengunjung di areal depan, para pengemis membuntuti untuk meminta sedekah. Belum lagi banyaknya
Saya memasuki bangunan cukup besar yang dipadati pengunjung. Beberapa
Antrian panjang peziarah tertuju pada sebuah pintu besar yang tertutup rapat.
Meski suasana sangat padat dan penuh sesak, namun nuansa religi dan spiritual yang begitu kuat memang tak bisa dipungkiri disini. Seorang petugas makam yang juga berpakaian adat berwarna putih menghampiri saya sambil memberi penjelasan tentang beberapa makam yang ada di situ. “ Masuk saja pak, itu makam istri Sunan yang berasal dari Cina,” katanya. Makam itu sedang diziarahi beberapa warga. Yang unik adalah, ada dupa di bagian depan makamnya. Mirip seperti yang terdapat di klenteng-klenteng. Mungkin ini menjelaskan asal-usul sang istri Sunan.
Kami melanjutkan perjalanan dengan memasuki sebuah ruangan dimana terdapat sebuah tangga yang menuju ke bagian atas kompleks ini. Disetiap ruangan ini ada beberapa petugas makam yang sedang mengaduk beras yang terdapat disebuah tempat yang mirip bak.
Dibagian atas kompleks pemakaman ini ternyata masih banyak terdapat makam-makam keluarga Sunan. Jalurnya pun masih terus menanjak lagi. Banyak juga rombongan dari luar
Setelah puas mengunjungi makam Sunan Gunung Jati, kami menuju Keraton Kasepuhan yang kondisinya jauh lebih ramai dari makam Sunan. Hamparan tenda-tenda pedagang pasar kaget yang cuma ada menjelang Panjang Jimat ini benar-benar sulit ditembus. Kami mengambil jalur memotong, menyisir sebuah kali disamping keraton. Ami
Memasuki Keraton Kasepuhan pun harus bergantian dengan pengunjung yang berdesakan. Di bagian dalam keraton, saya begitu tertegun dengan dinding keramik yang menghiasi bangunan tua nan kokoh ini. Seorang petugas keraton menghampiri saya sambil menjelaskan tentang keramik-keramik tersebut. “Gambar yang ada di keramik ini menjelaskan tentang kisah Nabi Adam hingga Nabi Isa,” katanya.
Luar biasa! Ternyata keraton yang berbasis Islam ini didalamnya terdapat ornamen yang melambangkan kaum Nasrani. Saya sendiri bisa melihat gambar penyaliban Nabi Isa dan berbagai kisah yang diangkat dari Injil. Meski begitu, susunan keramik ini dibuat mirip kubah mesjid hingga membentuk nuansa Islam. Benar-benar sebuah perpaduan yang menarik! Ini bukti dari kerukunan antar umat beragama di zaman kesultanan dulu.
Disamping kiri areal keraton, Ami mengajak saya mengunjungi museum yang terdapat kereta kencana. Konon kereta ini dapat membawa berkah bagi siapa yang menyentuhnya. Betul saja! Antrian panjang terlihat di depan pintu museum. Dengan membayar Rp 2.000, kami ikut mengantri masuk ke museum. Kerumunan warga begitu ramai mengelilingi kereta kencana berbentuk burung dengan kedua sayapnya berwarna emas yang mengembang di samping kereta. Kereta ini langusng terlihat di depan pintu masuk.
Esok paginya, kami melanjutkan perjalanan kami ke Keraton Kacirebonan yang letaknya tak jauh dari Keraton Kasepuhan. Berbeda dengan dua keraton sebelumnya, Kacirebonan
Suasana adem dan nyaman langsung terasa begitu kami memasuki gerbangnya. Seorang bapak berpakaian casual dengan ramah menyapa saya. “Darimana mas?” katanya. Ternyata bapak tersebut adalah salah seorang anggota keluarga Keraton Kacirebonan. Kami pun diajak berkeliling untuk berfoto-foto sambil diberikan penjelasan tentang sejarah kesultanan
“Anda tahu arti sebenarnya dari Panjang Jimat?” tanya bapak itu. Sayapun menjawab dengan pengetahuan yang saya miliki bahwa Panjang Jimat adalah upacara mengarak benda-benda pusaka keraton. “Itu salah besar,” kata bapak itu. Dari penjelasannya, saya baru tahu jika sebenarnya Panjang Jimat adalah hanya memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Bentuk peringatan itu diwujudkan dengan penghormatan pada para leluhur. Salah satunya adalah dengan membersihkan barang-barang peninggalan leluhur, membaca ayat-ayat suci dan kemudian menyimpannya kembali.
Sesuai dengan perkembangan zaman, kepercayaanpun mulai bergeser. Banyak warga yang menganggap bahwa benda-benda peninggalan leluhur itu memiliki kekuatan dan berkah. Sehingga akhirnya benda-benda itulah yang sekarang menjadi simbol dari Panjang Jimat. “Datang saja kemari malam ini,” undang bapak itu. Sayapun tak akan melewatkan kesempatan berharga ini.
Pengalaman yang menakjubkan bagi saya terjadi selepas Adzan Isya malam itu. Saya dan Ami begegas menuju Keraton Kacirebonan. Suasana
Acara langsung dimulai begitu Gubernur Jawa Barat hadir di keraton. Kesempatan langka bagi saya. Kapan lagi bisa memotret seorang Gubernur Jawa Barat dari jarak sangat dekat dan bisa duduk di belakang kursi beliau! Saya pun segera bergabung dengan para rombongan jurnalis.
Setelah beberapa kata sambutan dari pihak keraton dan Gubernur, arak-arakan Panjang Jimat segera dimulai. Dengan diiringi shalawat, rombongan mulai berjalan keluar dari ruangan utama menuju alun-alun keraton dan kemudian menuju mesjid di samping keraton. Mesjid ini memang khusus untuk kalangan keraton. Suasana sakral sangat terasa!
Jangan terkejut dengan cerita-cerita gaib di seputar acara ini. Menurut Ami, di acara seperti ini, para “pengunjung tak terlihat” kerap datang. Jadi seolah-olah kerumunan
Setelah melewati kerumunan
Lantunan ayat-ayat suci segera terdengar dari dalam mesjid kecil yang sakral itu. Saya terkagum-kagum dari balik jeruji jendela yang bermotif antik sambil menodongkan kamera kedalam ruangan yang kental bernuansa spiritual itu. Warga juga masih banyak yang mengelilingi mesjid. Mereka masih penasaran melihat benda-benda pusaka tersebut.
Meski acara Panjang Jimat sudah selesai, tapi antusias warga masih sangat terasa di sekitar keraton. Beberapa dari mereka ada yang segera bergegas ke
Dua
Tips mengikuti upacara Panjang Jimat
Untuk mengikuti upacara di Kasepuhan, disarankan untuk hadir disana dari sore hari. Kerumunan
Sumber : http://mahavishnu8.multiply.com