Slogan Kota Pekalongan sebagai kota batik ternyata memang tidak semu. Setidaknya sampai saat ini Pekalongan tercatat sebagai salah satu kota yang memproduksi kain dan pakaian batik terbesar di Indonesia.
Koperasi Pengusaha Batik Pekalongan mencatat, saat ini terdapat sekitar 12.000 pengusaha batik dan konfeksi di Pekalongan. “Itu pengusaha saja. Belum lagi pabrik konfeksi yang ada di Pekalongan, ada sekitar 30 buah,” ungkap Nadirin Khasany, seorang pengurus Koperasi Batik Setono Pekalongan ketika ditemui di kantornya, pekan lalu.
Berangkat dari potensi yang ada, warga Pekalongan, Soni Hikmalul dan Hasanudin, berinisiatif untuk mendirikan sebuah sentra perdagangan batik di Pekalongan. Sentra itu dibangun dengan tujuan untuk menjadikan Pekalongan sebagai kota wisata belanja, khususnya untuk produksi pakaian batiknya.
Nadirin menjelaskan, selain menjadikan Pekalongan sebagai kota wisata belanja, tujuan lainnya adalah untuk menampung pengusaha kecil dan menengah dalam berdagang.
“Sejak dulu Pekalongan selalu terkenal dengan produksi batiknya. Tetapi Anda bisa melihat mayoritas produksi mereka itu malah dijual di luar kota, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, dan Solo. Ini kan kontras, Mas. Hasil produksinya sendiri malah dijual di tempat lain,” ungkapnya.
Selain itu, Nadirin menambahkan, pengusaha kecil dan menengah batik itu sering terlambat dalam menerima pembayaran dari pedagang luar kota. “Melihat hal itu, saya kira tepat bila Pekalongan memiliki sentra atau pasar khusus. Akhirnya pasar khusus tersebut direalisasikan dengan nama Pasar Grosir Batik. Ke depannya, saya melihat keberadaan pasar batik ini akan menjadi pilar bagi Pekalongan untuk menuju kawasan wisata belanja batik,” tuturnya.
Pasar batik yang dibangun pertama kali di Pekalongan adalah Pasar Batik Setono pada bulan Juli 2000. Pasar ini dibangun atas kerja sama antara Perhimpunan Koperasi Pengusaha Batik Setono (KPBS) dengan Yayasan Nagari Pekalongan, yang terletak di Jalan Raya Pekalongan-Batang.
“Konsepnya, untuk mewadahi pengusaha batik kecil dan menengah dalam memasarkan produknya sendiri. Jadi, mereka akan lebih memperoleh keuntungan karena pemasarannya sangat mudah. Kedua, dalam jangka panjang nanti untuk mewujudkan Pekalongan sebagai kota wisata belanja batik,” ujar Nadirin.
“Di bagian barat dan selatan terminal, rencananya seorang pengusaha kaya akan membangun dua pasar batik lagi. Kesemuanya murni merupakan usaha swasta dan koperasi, bukan dari pemerintah,” ujar Ira Sughrowarda (26), pegawai di Pasar Batik Setono.
Ketika disinggung mengenai keterlibatan dan partisipasi Pemerintah Kota (Pemkot) Pekalongan, Ira mengaku bahwa kontribusi dan perhatian pemerintah cukup baik.
“Misalnya, pemkot membantu kami dalam merenovasi pagar depan pasar, memasang paving block di halaman pasar, dan juga pedagang belum dikenai pajak penghasilan. Tetapi untuk pajak ini, suatu saat pasti dikenai, hanya menunggu perkembangan dari pasar ini,” ujarnya.
Keberadaan pasar grosir itu memang semakin menguatkan posisi Pekalongan sebagai kota batik. Apalagi jika nanti pasar grosir bisa semakin berkembang. Hampir bisa dipastikan bahwa di setiap sudut kota akan ada baliho dan spanduk bernuansa iklan rumah batik.
Pasar grosir batik semakin berkembang, namun memang jumlah pengunjungnya sempat mengalami penurunan, terutama menjelang pelaksanaan pemilu lalu. Namun, menurut Amin (38), seorang pedagang batik di Pasar Grosir Batik Setono Pekalongan, pekan lalu, kondisi saat ini jauh lebih baik. Entah kalau nanti menjelang pemilihan presiden pada bulan Juli mendatang.
“Waktu sebelum pemilu (untuk memilih calon anggota legislatif) berlangsung, pengunjung sepi, Mas. Tetapi, setelah pemilu ini, pengunjung mulai berdatangan lagi,” ujarnya.
Amin yang memiliki kios dengan nama Eka Batik itu mengaku, setelah pemilu usai, dirinya bisa menjual sampai 10 kodi kain batik dalam sehari atau setara dengan 200 potong pakaian.
Dia menambahkan, ada kemungkinan kesibukan dan konsentrasi masyarakat pada pemilu mulai mereda. Hal itu menjadi salah satu sebab peningkatan jumlah pengunjung di sejumlah pasar grosir batik di Kota Pekalongan.
Ira menambahkan, setelah perhelatan pemilu usai, jumlah pengunjung yang datang ke Pasar Batik Setono meningkat sekitar 11 persen. “Setelah pemilu usai, mungkin kesibukan masyarakat menjadi berkurang dan mereka memiliki waktu untuk melakukan hal lain,” ujarnya.
Sumber : http://batikindonesia.info