Kampung Cikondang


Kampung Cikondang secara administratif terletak di dalam wilayah Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Kampung Cikondang ini berbatasan dengan Desa Cikalong dan Desa Cipinang (Kecamatan Cimaung) di sebelah utara, dengan Desa Pulosari di sebelah selatan, dengan desa Tribakti Mulya di sebelah Timur, serta di sebelah barat berbatasan dengan desa Sukamaju.

Jarak dari Kota Bandung ke Kampung Adat Cikondang ini sekitar 38 Kilometer, sedangkan dari pusat Kecamatan Pangalengan sekitar 11 Kilometer. Dari Kota Bandung ke arah Selatan melewati Kecamatan Banjaran dan Kecamatan Cimaung. Jarak dari ruas jalan Bandung-Pangalengan yang berada di wilayah Kampung Cibiana ke Kampung Cikondang satu kilometer. Sedang dari jalan komplek perkantoran PLTA Cikalong, melewati bendungan dengan tangga betonnya, selanjutnya melalui Kantor Desa Lamajang sekitar satu setengah kilometer.

Asal Usul Kampung Cikondang
Menurut kuncen Kampung Cikondang, konon mulanya di daerah ini ada seke (mata air) yang ditumbuhi pohon besar yang dinamakan Kondang. Oleh karena itu selanjutnya tempat ini dinamakan Cikondang atau kampung Cikondang. Nama itu perpaduan antara sumber air dan pohon Kondang; “Ci” berasal dari kependekan kata “cai” artinya air (sumber air), sedangkan “kondang” adalah nama pohon tadi.

Masih menurut penuturan kuncen, untuk menyatakan kapan dan siapa yang mendirikan kampung Cikondang sangat sulit untuk dipastikan. Namun, masyarakat meyakini bahwa karuhun (Ieluhur) mereka adalah salah seorang wall yang menyebarkan agama Islam di daerah tersebut. Mereka memanggilnya dengan sebutan Uyut Pameget dan Uyut Istri yang diyakini membawa berkah dan dapat ngauban (melindungi) anak cucunya.

Kapan Uyut Pameget dan Uyut Istri mulai membuka kawasan Cikondang menjadi suatu pemukiman atau kapan ia datang ke daerah tersebut? Tidak ada bukti konkrit yang menerangkan kejadian itu baik tertulis maupun lisan. Menurut perkiraan seorang tokoh masyarakat, Bumi Adat diperkirakan telah berusia 200 tahun. Jadi, diperkirakan Uyut Pameget dan Uyut Istri mendirikan pemukiman di kampung Cikondang kurang Iebih pada awal abad ke-XIX atau sekitar tahun 1800.

Pada awalnya bangunan di Cikondang ini merupakan pemukiman dengan pola arsitektur tradisional seperti yang digunakan pada bangunan Bumi Adat. Konon tahun 1940-an terdapat kurang Iebih enampuluh rumah. Sekitar tahun 1942 terjadi kebakaran besar yang menghanguskan semua rumah kecuali Bumi Adat. Tidak diketahui apa yang menjadi penyebab kebakaran itu. Namun ada dugaan bahwa kampung Cikondang dulunya dijadikan persembunyian atau markas para pejuang yang berusaha membebaskan diri dari cengkeraman Belanda. Kemungkinan tempat itu diketahui Belanda dan dibumihanguskan. Selanjutnya, masyarakat di sana ingin membangun kembali rumahnya. Namun karena bahan-bahan untuk membuat rumah seperti Bumi Adat yang berarsitektur tradisional membutuhkan bahan cukup banyak, sementara bahan yang tersedia di hutan keramat tidak memadai, akhirnya mereka memutuskan untuk membangun rumahnya dengan arsitektur yang umum, yang sesuai dengan kemajuan kondisi saat itu. Keinginan ini disampaikan oleh Anom Idil (kuncen) kepada karuhun di makam keramat.

Permohonan mereka dikabulkan dan diizinkan mendirikan rumah dengan arsitektur umum kecuali Bumi adat yang harus tetap dijaga kelestariannya sampai kapanpun. Hingga sekarang Bumi Adat masih tetap utuh seperti dahulu karena Bumi Adat dianggap merupakan “lulugu” (biang) atau rumah yang harus dipelihara dan dilestarikan.

Sampai sekarang baru ada lima kuncen yang memelihara Bumi Adat yaitu :
1. Ma Empuh
2. Ma Akung
3. Ua Idil (Anom Idil)
4. Anom Rumya
5. Aki Emen.

Jabatan kuncen di Bumi Adat atau ketua adat kampung Cikondang memiliki pola pengangkatan yang khas. Ada beberapa syarat untuk menjadi kuncen Bumi Adat, yaitu harus memiliki ikatan darah atau masih keturunan leluhur Bumi Adat. la harus laki-laki dan dipilih berdasarkan wangsit, artinya anak seorang kuncen yang meninggal tidak secara otomatis diangkat untuk menggantikan ayahnya. Dia Iayak dan patut diangkat menjadi kuncen jika telah menerima wangsit. Biasanya nominasi sang anak untuk menjadi kuncen akan sirna jika pola pikirnya tidak sesuai dengan hukum adat Ieluhurnya.

Pergantian kuncen biasanya diawali dengan menghilangnya “cincin wulung” milik kuncen. Selanjutnya orang yang menemukannya dapat dipastikan menjadi ahli waris pengganti kuncen. Cnncin wulung dapat dikatakan sebagai mahkota bagi para kuncen di Bumi Adat kampung Cikondang.

Kuncen yang telah terpilih, dalam kehidupan sehari-hari diharuskan mengenakan pakaian adat Sunda, Iengkap dengan iket (ikat kepala). Jabatan kuncen Bumi Adat mencakup pemangku adat, sesepuh masyarakat.

Pola Pemukiman
Pola permukiman masyarakat di Kampung Cikondang adalah mengelompok. Rumah-rumah tinggal berkelompok di lereng bukit dan di level paling tinggi, sebelah selatan pemukiman penduduk, terdapat bumi adat dengan keletakkan bangunan dari arah utaraselatan serta orientasi rumah kearah utara.

Selain bangunan adat, terdapat juga rumah-rumah tempat tinggal penduduk yang merupakan kelompok pemukiman dengan jarak antar rumah yang hampir rapat, hanya dipisahkan oleh gang atau jalan setapak. Rumah-rumah penduduk ada yang permanen dan semi permanen. Letak dan orientasi bangunan pada umumnya menghadap ke jalan desa atau gang.

Bentuk Bangunan
Rumah Panggung (memiliki kolong), merupakan salah satu proto type rumah adat daerah Jawa Barat. Bumi Adat ini memiliki bentuk atap suhunan jolopong (suhunan lurus) yakni bentuk atap yang terdiri dari dua bidang atap yang terdiri dari dua bidang atap. Kedua bidang atap ini dipisahkan oleh jalur bubungan (suhunan) di bagian tengah bangunan rumah. Pintu muka rumah ini dikenal dengan bentuk buka palayu yakni letak pintu sejajar dengan salah satu sisi bidang atap, dengan demikian jika dilihat dari arah muka tampak dengan jelas keseluruhan garis suhunan yang melintang dari kiri ke kanan.

Dihalaman bumi adat terdapat bangunan pelengkap antara lain lumbung padi (leuit), kolam, jamban atau kamar mandi. Leuit ini terletak di depan (timur laut) rumah, sedang kolam dan kamar mandi/jamban terletak di sebelah timur rumah, serta saung lisung (tempat menumbuk padi).

Bahan Bangunan
- Atap :
Bagian penutup atap tebuat dari talahab yaitu penutup atap yang terbuat dari bilahan bambu.

- Flapon/langit-langit
Flapon/langit-langit (lalangit/paparan) terbuat dari bilah-bilah bambu yang dipasang dengan jarak tertentu,ada juga lalangit yang dibuat dari bambu bulat (utuh) yang dijajar rapat.

- Tiang
Tiang terbuat dari bahan kayu, untuk pondasi tiang digunakan batu alam berbentuk bulat.

- Dinding
Seluruh dinding terbuat dari anyaman bambu (bilik). Untuk menahan dinding rumah di bagian dalam dipasang kayu dengan posisi horizontal disebut Paneer dan berfungsi pula sebagai penahan tiang rumah.

- Jendela
Jendela berbentuk persegi panjang dan dipasang kayu dengan jarak tertentu secara vertikal disebut jalosi, serta daun jendela kayu sebagai penutupnya.

- Lantai
Seluruh lantai (palapuh) terbuat dari bambu yang dibentuk lempengan bambu yang digelarkan di atas bambu bulat (utuh) dinamakan dengan darurang.

Fungsi Bangunan
- Ruangan depan (tepas)
Ruangan ini memiliki fungsi untuk menerima tamu.

- Tengah Imah
Ruangan ini memiliki fungsi sebagai areal untuk menerima tamu dan dipergunakan juga sebagai tempat melakukan upacara adat.
- Dapur
Ruangan ini berfungsi sebagai tempat untuk masak-memasak. Dalam ruangan dapur terdapat peralatan dapur yang dipergunakan dalam keseharian.
- Kamar tidur
Ruangan ini berfungsi sebagai tempat tidur kuncen.

- Goah
Ruangan ini sengaja dibuat berdampingan dengan kamar tidur kuncen,untuk memudahkan kuncen melakukan tugasnya dalam membuat segala keperluan sesaji.

- Bale-bale (suplemen yang menempel pada rumah)
Ruangan ini biasanya dipergunakan pada waktu-waktu pelaksanaan upacara adat. Bale-bale ini, biasanya dijadikan shelter bagi wanita yang sedang haid karena mereka tidak diperbolehkan memasuki rumah adat.

- Ruangan untuk Hawu (suplemen yang menempel pada rumah)
Dalam ruangan ini terdapat dua hawu yang biasa dipergunakan memasak dalam keperluan pelaksanaan upacara tradisi.

Di tengah perkampungan terdapat 2 buah mesjid yang merupakan bangunan modern. Sarana produksi berupa sawah dan ladang terdapat di sekeliling permukiman penduduk, selain itu terdapat sawah dan ladang keramat yang berada di kompleks bumi adat.

Untuk MCK, masyarakat menyebutnya pacilingan, tersedia beberapa pancuran yang airnya disalurkan dari mata air di hutan keramat. Sarana jalan berupa jalan desa, melintasi kampung di
bagian utara. Adapun jalan-jalan setapak atau gang banyak dijumpai di sudut-sudut kampung.

Hutan Keramat
Hutan keramat terletak di belakang bumi adat berupa lereng bukit. Hutan keramat ini, sangat dikeramatkan, sehingga pohon-pohon tidak boleh sembarang ditebang. Hutan keramat ini dibagi dalam 5 (lima) halaman, dan di sekeliling halaman dipasang pagar bambu serta sebuah pintu masuk yang terletak di tengah halaman (kandang jaga). Di bagian halaman yang teratas, terletak
pemakaman keramat dan pemakaman umum. Makam keramat letaknya membujur dari arah utara-selatan dengan orientasi ke arah utara.

Pantangan/Tabu
Beberapa pantangan atau tabu yang berlaku di masyarakat kampung Cikondang, khususnya tabu saat pelaksanaan upacara adat Musiman, antara lain sebagai berikut :

1. Melangkahi nasi tumpeng terutama untuk kegiatan upacara. Begitu juga konca, susudi, dan takir.

2. Menendang duwegan, terutama duwegan untuk keperluan sajian (sajen), yang melanggar akan mendapatkan musibah. Pernah ada kejadian, si pelanggar mendapatkan musibah tabrakan yang membuat kakinya cacat seumur hidup.

3. Kelompok yang mencari daun pisang Manggala ke hutan untuk keperluan upacara adat tidak boleh memisahkan diri dari rombongan, jika dilakukan sering kesasar walaupun sebelumnya telah mengetahui dan menguasai situasi dan kondisi hutan di daerahnya.

4. Pergi ke hutan pada hari Kamis.

5. Berselonjor kaki clad arah utara ke selatan.

6. Kencing tidak boleh mengarah ke selatan, harus ke utara. Ke arah barat dan timur kurang baik.

7. Menginjak parako; wadah atau alas hawu (perapian) sekaligus pemisah dengan bagian luar.

8. Menginjak bangbarung (bagian alas pintu).

9. Melakukan kegiatan di hari Jumat dan Sabtu, kecuali hari Sabtu untuk penetapan hari H upacara.

10. Acara menumbuk padi lulugu tidak boleh jatuh pada hari Selasa dan Jumat. Menumbuk padi lulugu harus dilakukan pada tanggal 13 Muharam, jika tanggal ini jatuh pada had tersebut, maka harus digeser pada hari be rikutnya; artinya jika jatuh pada hari Selasa maka kegiatan dialihkan pada had Rabu, begitu juga jika jatuh pada hari Jumat maka kegiatan dilakukan pada hari Sabtunya.

11. Rumah penduduk tidak boleh menghadap ke arah Bumi Adat, kecuali perumahan di seberang jalan desa.

12. Jarah atau berjiarah tidak boleh dilakukan pada hari Jumat dan Sabtu.

13. Wanita datang bulan (haid) dan yang sedang nifas tidak boleh masuk Bumi Adat. Jika ada keperluan yang berkaitan dengan Bumi Adat atau ingin menanyakan sesuatu kepada Anom, disediakan bale-bale di bagian depan Bumi Adat.

14. Di Bumi Adat dilarang ada barang pecah belah dan barang-barang elektronik (modern) seperti radio, listrik, dan televisi.

15. Bumi Adat tidak boleh memakai kaca, dan menambah dengan bangunanlain.

16. Makanan yang dimasak untuk keperluan upacara tidak boleh dicicipi terlebih dahulu. Bagi mereka ada anggapan bahwa makanan yang dicicipi sebelum upacara selesai, sama dengan menyediakan makanan basi.

17. Menginjak kayu bakar yang akan digunakan untuk bahan bakar hawu dalam pembuatan tumpeng lulugu.

18. Daun pisang Manggala yang dipetik dari hutan keramat tidak boleh jatuh ke tanah.

19. Mengambil bahan makanan yang tercecer dan dimasukkan kembali ke tempatnya.

20. Berkata kasar atau sompral.

21. Menyembelih ayam, selain ayam kampung.

22. Empat pesan dari kabuyutan:
•Atap rumah tidak boleh menggunakan genting dan rumah harus menghadap ke utara. Maknanya : jangan lupa akan asal muasal kejadian bahwa manusia dari tanah dan mati akan menjadi tanah. Maksudnya jangan sampai menjadi manusia yang angkuh, sombong, dan takabur.

•Jika ibadah haji harus menjadi haji yang mabrur yaitu haji yang mempunyai kemampuan baik lahir maupun batin.

•Tidak boleh menjadi orang kaya. Maknanya : sebab menjadi orang kaya khawatir tidak mau bersyukur atas nikmat dari Tuhannya.

•Tidak boleh menjadi pejabat di pemerintahan. Maknanya : takut menjadi pejabat yang tidak dapat mengayomi semua pihak.

Sistem Religi
Seluruh warga masyarakat Kampung Cikondang beragama Islam, namun dalam kehidupan sehari-harinya masih mempercayai adanya roh-roh para leluhur. Hal ini dituangkan dalam kepercayaan mereka yang menganggap para leluhurnya ngauban (melindungi) mereka setiap saat. Leluhur itu pula yang dipercaya dapat menyelamatkan mereka dari berbagai persoalan, sekaligus dapat mencegah marabahaya yang setiap saat selalu mengancam.

Leluhur utama mereka yang sangat dipuja adalah Eyang Pameget dan Eyang Istri, kedua eyang ini dipercaya masyarakat setempat sebagai salah satu wali yang bertugas menyebarkan agama Islam di kawasan Bandung Selatan, khususnya di kampung Cikondang. Di tempat inilah akhirnya kedua eyang ini mengakhiri hidupnya dengan tidak meninggalkan jejak; masyarakat setempat mempercayai bahwa kedua eyang ini “tilem”.

Adat istiadat yang bertalian dengan leluhur misalnya kebiasaan mematuhi segala pantangan-pantangan (tabu) dan melaksanakan : upacara-upacara adat.

Upacara Adat
Seleh Taun Mapag Taun ( Musiman/Wuku Taun )
Upacara ini berkaitan dengan peringatan Tahun Baru Hijriah. Diperingati setiap tanggal 15 Muharam. Adapun tujuan pelaksanaan upacara ini yaitu sebagai upacara untuk mengungkapkan rasa terimakasih dan rasa syukur, tujuan lainnya adalah berdo’a, memohon keselamatan kepada Yang Maha Kuasa. Upacara diselenggarakan di Bumi Adat.

Ngaruat Lembur (Hajat Lembur)
Upacara ini dilaksanakan setahun sekali setiap bulan Safar, hari selasa atau kamis, jam 11.00 s.d 15.00, Upacara ini dilaksanakan di tengah-tengah kampung. Yang dimaksud dengan Ngaruat Lembur atau Hajat Lembur adalah mengadakan selamatan yang dilakukan untuk keselamatan kampung halamannya.

Ngaruat Kandang Hayam.
Acara ini sering dilakukan pada kesempatan-kesempatan yang berkaitan dengan maksud seseorang, misalnya pada saat akan membuat rumah, membuat pacilingan, dan pada saat seorang warga akan membuat kandang ayam. Upacara ini dilakukan di atas tanah yang akan dibuat sebagai kandang ayam. Kegiatan ini biasa dilakukan sekitar pukul 7.00, 8.00, dan 11.00.

Rasulan
Maksud upacara rasulan adalah mengadakan upacara adat untuk keselamatan para karuhun, nenek moyang mereka sebagai perintis berdirinya Kampung Cikondang. Upacara ini diadakan di
rumah masing-masing dengan mengundang warga sekitar rumah, dan diadakan pada bulan silih Mulud. Upacara ini biasanya diselenggarakan pada hari selasa dan kamis, malam hari antara
waktu shalat magrib atau isya.

Ngabungbang
Upacara Adat ini biasanya dilakukan secara individu, upacara ini dilakukan oleh seseorang yang menginginkan sesuatu seperti misalnya ingin segera mendapatkan pekerjaan tetap, ingin mendapatkan jodoh, dan sebagainya. Upacara ini dilakukan pada tanggal 14 bulan Mulud.

Tirakatan
Tirakat artinya membersihkan diri dengan bertafakur atau mengasingkan diri di tempat yang sepi. Tirakatan dilakukan jika ia menginginkan sesuatu misalnya ingin lulus sekolah, ingin mendapat jodoh, dan apa yang dimilikinya dapat bemanfaat atau ada hasilnya. Kegiatan ini dilakukan terus menerus sampai cita-citanya tercapai. Pelaksanaan tirakatan biasanya dilakukan dengan berpuasa disesuaikan dengan hari kelahiran misalnya jika hari kelahirannya Kamis maka ia akan memulai tirakatan pada hari rabu dengan melakukan makan sahur pada pukul satu siang (13.00) dan buka puasa pada hari kamis pukul satu siang (13.00).

Tujuh Bulanan
Upacara Adat ini merupakan perayaan kehamilan berusia tujuh bulan, adapun tujuan upacara ini adalah ungkapan terimakasih dan syukur kepad Tuhan YME atas kehamilannya yang berusia 7 bulan, dan berharap diberikan kelancaran pada saat me;ahirkan kelak.

Ngalahirkeun
Pada saat melahirkan, si ibu dibantu oleh paraji (dukun beranak), selesai bersalin, plasenta si bayi dikuburkan di dekat rumahnya. Dibungkus dengan jonggol (serpihan batang pisang). Setelah itu membakar kemenyan. Tujuan merawat plasenta bayi sampai dikuburkan adalah agar usia anak panjang dan mendapatkan banyak berkah dari Tuhan YME.

Marhabaan
Marhabaan dilakukan pada saat bayi berumur empat puluh hari. Acara ini diadakan pada malam hari dengan melakukan kegiatn makan-makan. Pada acara ini, rambut bayi dipangkas sampai gundul. Pada hari itu juga si bayi diberi nama oleh kedua orangtuanya. Puncak acara biasanya dibacakan wawacan barjah, sebagai hiburan sekaligus berisi tentang nasihat-nasihat yang baik untuk didengarkan oleh warga yang hadir.

Upacara Kematian
Upacara yang berhubungan dengan meninggalnya seseorang di Kampung Cikondang adalah, tiluna, matangpuluh, natus, nyewu, dan mendak. Sidekah Tiluna diselenggarakan atas meninggalnya seseorang pada hari ketiga, sidekah tujuhnan dilaksanakan pada hari ketujuh, sidekah matangpuluh diselenggarakan pada hari keempatpuluh, sidekah natus dilaksanakan pada hari keserataus, sidekah nyewu pada hari keseribu, dan sidekah mendak dilaksanakan setiap tahun, artinya setiap tahun setelah kematian yang jatuh pada tanggal dan bulan yang sama.

Pada saat akan bertani, para petani menyiapkan seperangkat
bahan-bahan untuk melangsungkan upacara yang sangat sederhana. Acara ini dilaksanakn pada pagi hari sebelum pukul 10 pagi. Tujuan dilaksanakan upacara seperti ini adalah agar tanahnya tetap subur dan padinya berbuah bagus dan berisi sehingga enak untuk dikonsumsi. Adapun saat menjelang panen, diadakan lagi upacara sederhana. Tujuan diadakannya upacara menyambut panen ini adalah agar hasilnya lebih banyak sehingga cukup untuk dikonsumsi sampai datang musim panen selanjutnya.

Upacara adat tersebut pada hakekatnya merupakan komunikasi antara masyarakat dengan leluhurnya yang dianggap sangat berjasa kepada mereka yaitu sebagai orang yang membuka atau merintis pemukiman Cikondang. Dalam upacara tersebut warga menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada leluhurnya.

Sumber :
http://fauzan47.multiply.com

http://www.disparbud.jabarprov.go.id