Proses Pembuatan Gamelan



Pendahuluan
Gamelan Jawa telah lahir sejak berabad abad yang lalu dan berkembang memulai pengajaran turun serta melewati pelbagai perubahan zaman. Akan tetapi meskipun demikian watak dan karakter Gamelan ini tidak banyak berubah berkat pemeliharaan kesenian tradisional yang yang berpusat di kerajaan-kerajaan yang hingga kini masih memiliki sifat sakralnya.

Instrumen Gamelan Jawa ini diperkirakan telah ada sejak tahun 230 yang pada waktu itu terdapat seperangkat Gamelan berupa 3. buah Gong 1), Kendang, Ketuk, Kenong dan Kemanak yang diketemukan sebagai warisan dari zaman tersebut.

Konsep yang menggambarkan hubungan antara musik dan keagamaan dan musik sebagai hiburan terdapat pada relief candi Borobudur yang melukiskan upacara agama dengan mempergunakan lonceng besar dan sekelompok pemain musik yang menghibur suatu keluarga kaya.

Gambaran relief ini sedikit banyak membuktikan bahwa pada waktu itu telah ada sistem tangga nada pentatonik "slendro" sebagai sebutan lain dari Raja Syailendra 2) yang berkuasa pada waktu itu; sedangkan sistem "pelog" diketernukan kemudian sebagai perkembangan sistem tangga nada yang bersifat keduniawiaan. Kehadiran sistem tangga nada diatonik dari Barat pada abad ke 16 tidak mempengaruhi sifat dan karakter Gamelan ini, karena sistem pentatonik yang asli masih dipertahankan meskipun ada beberapa perbedaan sedikit antara Gamelan Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Pada abad ke-17 terjadilah suatu lembaran baru di dalam sejarah Gamelan dengan penyempurnaan kelompok inatrumen keras seperti : kempul, kenong, kempyang dan gong, gambang, celempung, suling dan rebab; yang melahirkan orkes Gamelan modern dan menjadi bentuk standar sampai sekarang.

Instrumen Gamelan didominasi oleh instrumen pukul-logam yang dibuat dari campuran logam tertentu sehingga memperoleh warna suara dan sonoritas yang bulat, meskipun ada juga beberapa perangkat yang dibuat dari logam besi yang sudah tentu biaya pembuatannya menjadi lebih murah.

Di sebelah barat Yogyakarta, tepatnya di pe¬gunungan Menoreh, akhir-akhir ini telah lahir sebuah bentuk perangkat Gamelan yang seluruhnya dibuat dari bahan bambu - kecuali kendang; yang produksi suaranya jauh berbeda dengan gamelan logam tetapi oleh pembuatnya sebagai alternatif pembuatan Gamelan yang jauh lebih murah. Rahasia pembuatan Gamelan logam ini masih dipegang teguh oleh para empu Gamelan yang jumlahnya pada waktu ini tidak banyak, oleh karena kepandaian pembuatan Gamelan ini biasanya diajarkan turun temurun disertai persyaratan khusus yang diperlukan oleh seorang "pande" atau empu Gamelan.

Oleh karena pembuatan Gamelan ini tidak mem¬pergunakan standart-pitch seperti pada instrumen Barat, maka masing-masing perangkat Gamelan akan berbeda pitchnya satu sama lain yang juga menjadi warna indentitas masing-masing.

Demikian Pembuatan intrumen Gamelan ini sampai sekarang belum dikerjakan secara masinal, tetapi hanya dengan keterampilan tangan yang hasilnya merupakan masterpiece yang dilindungi Undang¬undang serta harus memperoleh izin khusus untuk membawanya keluar negeri.

Catatan :
1). Gamelan tiga nada yang disebut Gamelan "Lokananta" yang terdiri dari tiga buah gong yang berbeda nadanya.
2). Raja Syailendra berkuasa di Jawa pada abad ke-9 yang mendirikan Candi Borobudur.

Sistem Tangga Nada
Pada Gamelan Jawa ada dua sistem tangga nada ialah : Slendro dengan 5-nada dan Pelog dengan 7- nadadi dalam satu oktaf. Slendro ini memiliki suasana yang cerah dan gembira sedângkan Pelog mempunyai warna yang melankolis dan sedih.

Di dalam performance Gamelan lengkap memiliki dua perangkat sistem tersebut, yang diletakkan menyamping pada masing-masing istrumen sehingga pemain dapat mengubah sikap duduknya saja pada waktu memainkan perangkat yang lain.

Ukuran cents ialah perhitungan skala diatonik dengan perbandingan 100-cents sama dengan "setengah nada" pada sistem diatonik.

Dari sistem Slendro dan Pelog ini dapat dilakukan Modus atau dalam istilah karawitan "patet" dengan merubah nada dasar pada gending dengan modus seperti pada Slendro dapat menjadi : Patet-enem, Patet sanga dan Patet Manyura; sedangkan pada pelog dapat menjadi : Patet lima, Patet enem dan Patet barang; yang masing-masing Patet memiliki warna dan suasana tersendiri.

Dasar perbandingan antara nada Slendro dan Pelod sudah jelas perbedaanya, tetapi pada Pelog dan Diatonis meskipun pembagiannya masing-masing menjadi 7-nada masih ada perbedaan jarak yang tidak mungkin disamakan.

Oleh karena itu usaha untuk menggabungkan istrumen Barat dengan Gamelan ini kemungkinan hanya bersifat exotis atau barangkali malah bersifat politis, dan bukan berdasarkan artistik semata-mata.

Di dalam mengiringi pagelaran wayang kulit, permainan Gamelan ini disesuaikan dengan waktu dan suasana atau ceritera wayang, dengan mempergunakan 3 Patet yang berbeda suasananya. Seperti pada Slendro yang memiliki watak kesedihan yang mendalam atau kegembiraan yang melimpah atau suasana sedih pada waktu berpisah. Sedangkan pada Pelog memiliki watak "moestoso" seperti pada "Pelog patet lima" memberikan suasana yang luhur dan anggun. Akan tetapi pada" Pelog barang" sebaliknya menimbulkan suasana emosionil, pedih yang dihubungkan dengan cinta.

Demikianlah sistem Pent'atonik pada Gamelan Jawa ini memberikan nuansa yang kaya, meskipun ada beberapa keterbatasan di dalam jumlah nada dan susunan harmoninya.

Intrumens Gamelan
Secara garis besar instrumen Gamelan dibagi menjadi beberapa keluarga, ialah
1. AEROPHONE : Suling
2. CHORDOPHONE : 1). Tali gesek : Rebab 2). Tali petik : Siter, Clempung
3. MEMBRANOPHONE : Kendang, bedug
4. IDIOPHONE: Saron, Gender, Slentem, Ketuk, Kempyang, Kenong, Gambang dan Gong.

Jumlah perangkat Gamelan lengkap dapat mencapai 25 sampai 30 instrumen setiap perangkat Slendro maupun Pelog.

Akhir-akhir ini ada beberapa instrumen diatonik seperti Trompet dan Trombone didalam pagelaran Gamelan untuk mengiringi wayang kulit sebagai suara efek seperti yang dirintis oleh Dalang Ki Nartosabdo, yang telah mengguncang dunia pewayangan beberapa tahun yang lalu.

Arah ini kemudian diikuti oleh beberapa dalang Sunda seperti Asep Sunarya, yang juga memper¬gunakan instrumen diatonik seperti gitar listrik di dalam pagelaran wayang golek dan bahkan sekarang telah berkembang dengan mempergunakan drum-set dan electronic keybord di dalam suatu pagelaran wayang kulit untuk mengiringi lagu-lagu yang dinyanyikan oleh para panakawan.

Penambahan instrumen-instrumen diatonik tersebut mendapat tantangan keras oleh penganut konservastif yang mengatakan telah merusak pakem wayang, meskipun secara meluas mulai digemari oleh peminat baru dari kalangan remaja.

Instrumen Gamelan dan Bahan Pembuatannya Instrumen Aerophone Suling
Dari keluarga jenis ini hanya ada satu instrumen aerophone ialah Suling, yang dimainkan secara vertikal yang bahan dasarnya dibuat dari bambu. Jenis bambu yang dipergunakan ialah bambu "Wuluh" yang dipotong sekitar bulan Juni-atau sebelum musim hujan¬sehingga tidak terdapat telor serangga pengerat yang disebut "bubuk". Jenis bambu ini banyak terdapat di lereng pegunungan yang apabila sudah kering warnanya menjadi kuning keputih-putihan dan sangat ringan.

Kelemahan istrumen ini ialah sangat terpengaruh oleh perubahan cuaca dan suhu ruangan, sehingga sedikit banyak mengakibatkan perubahan pitch dan warna suaranya.

Cara memotongnya ialah pada pangkalnya dipotong tepat pada ruas tertutup, sedang ujungnya dipotong pada ruas terbuka. Bambu ini kemudian dikeringkan untuk beberapa waktu sehingga tidak berubah porinya dan warnanya menjadi agak keputih¬putihan. Pada ruas tertutup kemudian ditakik menjadi seperti pada lubang peluit kemudian dililit dengan bambu tipis yang apabila ditiup akan menimbulkan produksi suara.

Lubang-lubang pada suling ini biasanya dibuat dengan besi panas supaya dapat memperoleh bulatan yang, tepat, dan dengan jarak yang ditentukan seperti pada suling Slendro dan Pelog yang jaraknya berbeda. Suling ini biasanya dengan ukuran panjang 45 cm dan garis tengah 2,5 cm, yang dapat bervariasi sedikit disesuaikan dengan "tuning" yang dimaksudkan, dan baru-baru ini ada inovasi baru di dalam pembuatan suling bukan dengan bahan bambu tetapi dengan bahan “pralon”

Instrumen Chordophone
Di dalam Gamelan ada dua jenis instrumen ini ialah tali yang digesek : Rebab dan tali yang dipetik : Clempung dan Siter. Rebab yang hanya bertali dua ini dianggap sebagai instrumen absolut seperti biola atau cello, yang tidak mempergunakan "fret" pada lehernya, sedangkan Clempung dan Siter ialah instrumen tali petik dengan 26 tali untuk 13 nada.

Rebab
Instrumen ini sejarahnya berasal dari Mesir yang dibawa melalui India, Thailand dan Semenanjung 'Malaka; sehingga daerah-daerah ini juga memiliki instrumen serupa yang aslinya bernama : Rebab. Tubuli Rebab ini dibuat dari "Galih Asam"- ialah biagian tengah dari kayu pohon Asam, yang ditakik dan dibentuk seperti daun. Mula-mula sebenarnya Rebab ini tubuhnya dibuat dari "batok kelapa" yang juga berbentuk daun yang lebarnya 19 cm dan panjang 20 cm. Sedangkan lehernya dengan panjang 70 cm dibuat dari "Galih Asem" dengan perbedaan bahwa untuk Rebab Slendro dengan leher yang diberi warna bahan kayu yang berwarna putih di sepanjang leher, sedangkan pada Pelog dengan wama aslinya-coklat tua.


Rebab

Sebagai instrumen absolut yang sulit me¬mainkannya, Rebab biasanya dimainkan pada introduksi Gending Gede yang kemudian disambut oleh Kendang dan instrumen-instrumen lainnya.

Rebab Slendro dan Pelog kedua Rebab duanya di "tune" pada nada 6 dan 2 atau jarak 5 (quint) yang dimainkan bersama pada waktu mengeseknya menjadi "paralel Quint" pada seluruh Gending, sedangkan ke tegangan rambut pada penggesek (bow) dapat diatur dengan tangan yang memegang penggesek tersebut.


Penggesek Rebab


Siter
Siter dan Clempung adalah jenis instrumen tali yang dipetik dengan perbedaan bahwa Siter bentuknya lebih kecil dan lebih sederhana, sedangkan Clempung merupakan Siter besar dengan kaki-kaki dan hiasan sehingga nampak anggun.
Dengan jumlah tali sebanyak 26 dan dengan 13 nada, maka satu nada ditala pada dua tali yang sama, maka Siter memiliki suara seperti petikan yang di "sustain" dengan warna cerah dan tajam.

Permainan Siter dan Clempung ini dilakukan seperti pada "moltoperpetuo" ialah dengan memainkan nada terus menerus di dalam rangkaian variasi dari Guru Lagu, yang mengisi nada-nada di antara Demung dan Gender.

Siter dapat dimainkan sebagai instrumen solo yang kadang-kadang digabung dengan Gender dan Suling yang merupakan ensemble lembut dan hangat, karena masing-masing dapat membuat variasi dari Guru Lagu. Tali atau string ini dibuat dari kawat kuningan. Tali atau string instrumen ini dibuat dari kawat kuningan pada ketebalan yang sama, sehingga pada nada-nada rendah condong menimbulkan getaran overtone apabila cara memetiknya terialu keras. Pada Clempung atau Siter besar ini dengan kaki-kaki dan hiasan yang panjangnya sampai 1 m, instrumen ini ditala dengan pitch lebih rendah dibandingkan dengan Siter.

Instrumen Membranophone
Dari keluarga jenis instrumen ini ada dua instrumen ialah Kendang dan Bedug. Kendang di dalam Gamelan ialah "Drum" yang ditutup dengan kulit kedua ujungnya (head) dan dipukul dengan telapak tangan dan jari, sedangkan Bedug ialah Kendang di dalam bentuk lebih besar dan cara memainkan ialah dengan pemukul. Kendang dapat dianggap sebagai pimpinan seluruh permainan Gamelan, karena Kendang dapat memberi aba untuk memulai, mempercepat, memperlambat dan mengakhiri seluruh permainan.

Ada tiga,Kendang yang biasa dipergunakan ialah Kendang Gending atau Kendang Ageng untuk permainan:Gending yang lembut, yang digabung dengan kendang Ketipung menjadi sepasang Kendang Kalih.

Kendang yang lebih kecil ialah Kendang Batangan atau Kendang Ciblon yang biasa dipergunakan untuk mengiringi pagelaran Wayang Kulit, dengan pukulan¬pukulan kendang yang disesuaikan dengan gerakan wayang atau tarian sehingga dapat menghidupkan gerakan wayang ini. Pukulan Kendang Ciblon ini ialah tiruan dari bunyi "ciblon" yang biasanya dimainkan di sungai yang cukup sulit untuk memainkan pada kendang.

Oleh karena Kendang dianggap sebagai pimpinan di dalam permainan di dalam orkes Gamelan, biasanya Kendang ini diletakkan di tengah kelompok berdekatan dengan Rebab, Gender dan Suling: sehingga isyarat¬isyarat musik dan dinamik dapat disambut dengan tepat oleh instrumen-instrumen lainnya.


Kendang

Instrumen Idiophone
Arti kata Gamelan ialah dari asal kata bahasa Jawa "Gamel" yang artinya suatu bentuk pemukul seperti pada tukang pandai besi. Jadi Gamelan berarti permainan instrumen yang dengan memukulnya atau di dalam istilahnya instrumen perkusi.

Dari seluruh orkes Gamelan yang terdiri dari 20 jenis instrumen perkusi ini, instrumen perkusi-logam yang mendominasi dari seluruh kelompok seperti : Saron, Kenong, Ketuk, Kempyang, Bonang, Gender, Slenthem dan Gong; sedangkan perkusi-kayu hanya ada satu ialah : Gambang.

Dari seluruh instrumen perkusi-logam tersebut umumnya dibuat dari bahan campuran tembaga dan timah yang dilebur bersama dan dibentuk menurut bentuk bilah atau bentuk lainnya.

Dari jenis Saron ada tiga Saron ialah : Saron Panerus, Saron Barung dan Saron Demung. Saron Penerus ialah Saron yang memeng Guru Lagu dengan pemukul yang dibuat dari tanduk kerbau dengan produksi suara yang keras dan tajam.

Saron Barung dengan bentuk yang lebih besar instrumen ini ditala pada nada yang lebih rendah dari pada Saron Panerus, hanya pemukulnya dibuat dari pada pemukul kayu.

Sedangkan yang terbesar dari keluarga Saron ialah Saron Demung yang ditala pada pitch terendah, yang biasanya memainkan Guru Lagu pada tekanan pokok dengan produksi suara yang dalam dan hangat.


Saron Panerus, Saron Barung dan Saron Demung.

Bonang
Instrumen Bonang terdiri dari dua baris berbentuk Kenong kecil berjumlah 12 buah. Dari keluarga Bonang ini ada tiga jenis : Bonang Penerus, Bonang Barung dan Bonang Panembung yang memiliki pitch terrendah.

Bonang dimainkan dengan pemukul panjang yang dililit dengan lilitan lawe (cotton string) merah, yang memainkan singkopasi pada Guru Lagu secara bergantian.

Di antara kelompok Bonang ini, Bonang Penerus yang memainkan sinkopasi sedangkan Bonang lain mengisi nada pokok pada Guru Lagu.


Bonang

Gender
Instrumen ini dimasukkan di dalam kelompok instrumen lembut dengan suara hangat, di dalam susunan dua oktaf dengan penambahan bambu sebagai resonator, Gender dapat menghasilkan suara yang lembut dan berdengung.

Cara memainkan Gender ialah dengan dua pemukul yang ujungnya berbentuk silinder pipih dengan lapisan kain tebal pada pinggir silinder. Gaya permainan Gender ini di dalam gerakan "counterponit" ialah nada bahwa bergerak berlawanan dengan nada atas, sedangkan pinggir telapak tangan pemain harus menekan untuk meredam bilah yang baru saja dipukul ; sehingga permainan Gender ini bergerak seperti menari dengan gerakan yang fleksibel pada pergelangan tangan.


Gender

Di dalam perangkat Gamelan lengkap Gender dipergunakan didalam Gending Gede atau didalam iringan pagelaran wayang, meskipun instrumen ini juga dapat dimainkan secara solo yang disebut "Genderan" atau digabung dengan instrumen lain seperti Suling, Siter, Kendang, Slenthem dan Gong atau Kempul; menjadi kelompok yang disebut "Cokekan" ialah kelompok ensemble sederbana yang biasa dimainkan di kampung-kampung yang sekarang sudah diangkat sebagai hiburan yang lebih elit. Dari instrumen ini ada juga yang disebut Gender Panerus dengan "pitch" yang lebih tinggi dari pada Gender biasa.

Slenthem
Dari keluarga Gender yang memiliki nada satu oktaf lebih rendah ialah Slenthem. Instrumen ini mempunyai bilah lebih lebar dibandingkan dengan Gender dengan jumlah satu oktaf saja, Slenthem memainkan nada-nada pada Guru Lagu seperti Saron pada permainan instrumen keras.

Gabungan antara Slenthem dan Gender merupa¬kan kombinasi yang saling mendukung, karena nada¬-nada pada tema Guru Lagu masih jelas yang disulam dengan permainan Gender pada variasi dari tema.

Di dalam permainan Gamelan lengkap Slenthem bertindak sebagai pemain nada pokok yang menjadi patokan untuk instrumen-instrumen lainnya. Bentuk Slenthem serupa dengan Gender akan tetapi dengan bilah lebih besar dan bambu resonator yang lebih besar pula.

Cara memainkan Slenthem ialah dengan satu pemukul serupa dengan pemukul untuk Gender, sedangkan tangan yang lain bergerak seiring untuk meredam bilah yang baru saja dipukul.

Gambang
Satu-satunya instrumen Idiophone yang bilahnya dibuat dari kayu ialah Gambang. Instrumen ini tidak mempergunakan bambu sebagai resonator dan sumpilan di bawah bilah, akan tetapi dipasang begitu saja pada badan Gambang seperti pada Xylophone, sehingga suaranya sangat terbatas dan dimasukkan di dalam kelompok instrumen lembut. Bilah-bilah kayu ini dibuat dari kayu "Selangkin" atau "Sembiri" atau kadang-kadang dibuat dari kayu "Gembuk" dan disusun pada jarak 3 oktaf. Suara Gembang ini tidak perlu diredarn oleh karena produksi suaranya yang idak keras.


Gambang

Permainan Gambang ini dilakukan di dalam gerakan "paraiel" dan campuran dengan "counterpoint", pemain Gambang mengikuti Guru Lagu yang dimainkan Slenthem sehingga permainan bersama menjadi lebih kaya disulam oleh Gender dan Siter.

Selain Gambang kayu ini sebelumnya juga pernah ada Gambang logam yang disebut "Gambang Gangsa" yang hanya dipergunakan pada pagelaran Gamelan untuk menghormat Raja.

Ketuk dan Kenong
Ketuk dan Kenong merupakan rangkaian instru¬men yang saling mendukung di dalam memainkan rit¬mis jarak pendek dan ritmis jarak panjang. Kedua ins¬trumen ini hampir serupa bentuknya hanya Ketuk lebih kecil dari pada Kenong dan nada Ketuk juga lebih tinggi dari pada Kenong.


Kenong

Permainan Ketuk dan Kenong ini digambarkan sebagai rangkaian beat pokok dan singkopasi, sedangkan di antara singkopasi ini masih ada pukulan singkopasi oleh Kempul.

Oleh karena aksen pada musik Gamelan ini pada beat terakhir, maka permainan singkopasi ini tidak menjadi aksen tertunda seperti pada musik Barat, sehingga cukup sulit bagi kelompok ini untuk tetap pada beat pada kalimat empat dan delapan birama di dalam gerakan yang cukup padat.

Kempul dan Gong
Dua instrumen ini bertindak sebagai titik aksen di dalam kalimat Gending. Pada Kempul ialah aksen kalimat pendek, sedangkan Gong merupakan penentu aksen kalimat besar.

Kedua instrumen ini penempatannya pada satu garis dan digantungkan pada Gayor-kayu penggantung Gong dan Kempul bersama-sama merupakan kelompok, Gong Ageng, Kempul dan Suwukan.

Seorang pemain Gong menggunakan dua pemukul, untuk Gong Ageng dengan pemukul yang berkepala besar dan untuk Kempul dan Gong lainnya dengan pemukul yang berkepala lebih kecil.

Sebuah Gong Ageng dapat berdiameter 90 cm sampai 1 m dan mempunyai berat sampai 190 kg sampai 100 kg. Gong Ageng memiliki sonoritas bulat dan memiliki sejumlah overtone, sehingga dapat digu¬nakan sebagai penutup-penutup kalimat beberapa patet.

Dengan frekquensi bawah mencapai 30 getaran, maka sebuah Gong dapat menutup kalimat-kalimat Gending dengan suara bulat dan getaran lebar sehingga pendengar dapat mengadaptasi overtone yang timbul untuk beberapa patet.

(bersambung)

Sumber :
Prabowo Praharyawan, 1995/1996 “Proses Pembuatan Gamelan” Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Proyek Pengembangan Media Kebudayaan.