Bathing Beauties di Kali Molenvliet


Oleh : Alwi Sahab
Generasi sekarang sudah tidak banyak lagi mengenal Molenvliet. Padahal, sampai awal 1960'an, jalan yang kini bernama Hayam Wuruk dan Gajah Mada di Jakarta Kota lebih dikenal dengan Molenvliet. Kata dalam Belanda yang artinya Molen (kincir) dan vliet (aliran). Karena dulunya sini terdapat kincir angin meniru sistem pengairan di Belanda. Di tengah kedua jalan yang selalu hiruk-pikuk ini terdapat Kali Ciliwung, yang dulunya juga lebih dikenal sebagai kali Molenvliet. Kali ini sendiri merupakan kanal dengan menyedot kali Ciwilung.

Sungai atau kanal ini membujur dari selatan ke utara hingga Pasar Ikan diapit oleh jalan Hayam Wuruk dan Gajah, mulai dari Harmoni hingga Kalibesar. Sampai awal 1950-an, sungai ini masih jernih sehingga menjadi tempat cuci pakaian, mandi dan buang air besar. Bahkan, di antara yang mandi ada yang berbugil ria, sehingga jadi pentas tontonan bathing beauties. Tetapi sekarang sudah demikian kotor, penuh Lumpur dan sampah. Fungsinya sendiri sudah hilang, ketika dibangun sebagai kanal pertengahan abad ke-17 untuk memperlancar arus barang dari selatan ke pusat kota, dan sebaliknya.

Akibat tidak berfungsinya sungai ini, pernah ada sejumlah insinyur mengusulkan ditutup dan ditimbun saja. Guna mengurangi kemacetan lalu lintas di Jl Hayam Wuruk dan Gajah Mada. Kita sengaja mengetengahkannya, karena Banyak yang tidak tahu bahwa sungai tersebut merupakan sungai buatan atau tepatnya sebuah kanal dengan 'menyobek' kali Ciliwung yang dialirkan ke sana. Arsitek dari proyek besar waktu itu, adalah Phoa Beng Gan, seorang kapiten Cina yang dikenal sebagai ahli pengairan.

Seperti diketahui Jan Pieterszoon Coen mendirikan Batavia di atas rawa-rawa. Hingga bila musim hujan daerah itu terendam, airnya susah kering. Dan kota menjadi sarang nyamuk malaria. Banyak orang mati karena penyakit ini. VOC sendiri tidak bisa berbuat apa-apa menghadapinya.

Dalam keadaan demikian, Kapiten Phoa Beng Gan merasa terpanggil. Apalagi korbannya banyak etnis Cina yang saat itu hampir mayoritas di Batavia. Phoa kemudian mengadakan rapat kongkoan (Dewan Tionghoa) yang setuju membiayai penggalian kanal mengingat VOC tidak punya uang.

Penggalian dimulai pada 1624 dari ujung Molenvliet, di depan Harmoni sekarang. Penggalian dipimpin oleh Phoa sendiri. Ia menggunakan tenaga kerja sangat banyak mengingat peralatan untuk penggalian masih sangat sederhana.

Saat penggalian sampai ke Jalan Ketapang, mulai terlihat manfaat pembuatan kanal tersebut. Daerah rawa di sekitarnya menjadi kering, sehingga nyamuk-nyamuk anopheles makin berkurang. Dengan banyaknya rawa mengering, banyak dibangun rumah dan perkebunan. Sedangkan hasil buminya dapat diangkut dengan perahu-perahu melalui kanal tersebut.

Sayangnya, kebahagiaan penduduk Batavia tidak ber¬langsung lama. Karena ketika terjadi bencana kekeringan yang hebat akibat musim panas berkepanjangan, air sungai Molenvliet jadi kering kerontang. Perdagangan dan pertani¬an menjadi mandek total. Tapi, Kapiten Phoa tidak putus asa. Ia pun merencanakan proyek pembuatan kali yang lebih besar yang akan dapat menyalurkan air ke tengah-tengah kota Batavia. Ia mengadakan survei ke daerah lebih selatan yang waktu itu masih hutan belukar, dan banyak binatang buas. Di daerah hutan belukar itu, yang sekarang bernama Pejambon, terdapat sungai Ciliwung yang airnya sangat deras.

Dia pun merencanakan membuat kanal yang akan menghubungkan Sungai Ciliwung dengan Molenvliet. Ketika usulnya disampaikan ke VOC, kebetulan Batavia sedang menghadapi seruan Inggris. AL Inggris memblokade kota, hingga pasokan mesiu untuk mempertahankan kota terhenti. Maka diputuskan proyek penggalian kanal ditambah dengan pembangunan pabrik mesiu.

Pabrik mesiu ini harus didirikan ditempat yang jauh dari pusat kota agar bila terjadi kecelakaan tidak mengganggu penduduk. Tempatnya di Jl Hayam Wuruk, tidak jauh dari pertokoan Harco, Glodok sekarang.

Di samping membangun kanal dan pabrik mesiu, kapiten Phoa juga membangun 'Rumah Sakit Cina' dengan obat-obatan serba lengkap. Lokasinya sekarang di Jl Pejagalan, Jakarta Kota. RS ini kemudian `merana' akibat tersaingi oleh CBZ (kini RS Cipto Mangunkusumo) di Salemba. RS Cina kemudian dibongkar gemeente (dewan kota) karena punya utang verponding selama puluhan tahun. Kemudian, masyarakat Cina mendirikan RS `Jang Seng Ie' yang kini bernama RS Husada di Jl Mangga Besar.

Sedangkan kali Molenvliet, sampai tahun 1950'an sering digelar berbagai atraksi. Seperti pesta perahu (peh cun) di malam hari, diiringi tanjidor clan tarian cokek di mana para siacia dan kongcu saling ngibing, atau joget sekarang ini.

Dari Queen of The East (Koningen Van Oost)

Sumber : http://www.strada.or.id
Foto : http://images.djawatempodoeloe.multiply.com