Peranan Pemerintah Daerah dalam Pengembangan Kawasan Pariwisata Kota Batu Malang

Oleh: Jay`s

Pendahuluan
Latar Belakang
Pengembangan kawasan pariwisata merupakan bagian kegiatan ekonomi yang multi dimensional yang tidak hanya mempunyai tujuan akhir berupa output ekonomi atau nilai finansial yang diperoleh tetapi juga menyangkut persoalan sosial, agama, budaya dan keamanan yang bahkan menjadi ruh pariwisata untuk dieksploitasi menjadi daya tarik wiasata yang mempunyai daya jual tinggi. Pariwisata berkembang menjadi industri pariwisata yang melibatkan kepentingan berbagai pihak (Sphillone, J. James, 1994) yang bahkan antar daerah atau antar negara.

Di sisi lain pengembangan pariwisata berada pada area tatanan wilayah administrasi Pemerintahan Daerah yang memiliki otoritas dan otonomi daerah yang mempunyai implikasi luas terhadap pengembangan pariwisata. Dalam pengembangan potensi wisata akan terjadi saling ketergantungan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Tiga daerah kawasan wisata Malang Raya yaitu Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu merupakan salah satu daerah wisata di Provinsi Jawa Timur yang memiliki berbagai kesamaan dan keunikan potensi Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW). Potensi unggulan yang tersebar di ketiga daerah tersebut dapat dilakukan pengembangan melalui kerjasama antar ketiga daerah dengan melakukan kesepahaman paket regulasi dan program kegiatan untuk pengembangan ODTW serta berbagai deversifikasi kerjasama lain. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan model kerjasama yang paling mendukung pengembangan kepariwisataan dalam kawasan Malang Raya.

Permasalahan
Pengelolaan sektor pariwisata secara sendiri-sendiri oleh daerah karena alasan kewenangan dan kepentingan daerah merupakan penyekatan terhadap pengembangan ODTW yang justru akan mendegradasi serta memarginalkan pengembangan sektor pariwisata. Untuk itu diperlukan pola jaringan kerjasama antar daerah. Dalam pengembangan kawasan pariwisata Malang Raya permasalahan yang perlu dicari solusinya dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana model kerjasama dalam pengembangan ODTW?
2. Bagaimana peran masing-masing pihak yang terlibat dalam kerjasama?
3. Dukungan dan hambatan yang dihadapi dalam penyelenggaraan kerjasama pengembangan ODTW Malang Raya?

Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Mendeskripsikan pengembangan ODTW kawasan Malang Raya, peran yang dilakukan pihak terlibat, dukungan dan hambatan yang dihadapi serta pengaruh eksternalitas terhadap prospek pengembangan ODTW antar daerah.

2. Dapat ditemukan dan dirumuskan model jaringan kerjasama pengembangan ODTW antar ketiga daerah (Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu) sebagai masukan baik kepada Gubernur Jawa Timur maupun kepada Kabupaten/ Kota yang bersangkutan.

Metode Penelitian
Penelitian tentang Model Kerjasama Antar Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Wisata menggunakan metode kualitatif dan deskriptif analitis evaluatif dengan menggunakan pendekatan reprospektif dan prospektif (Poerwanto, 2002). Pendekatan reprospektif untuk melakukan evalusi kelebihan dan kelemahan pengembangan kawasan pariwisata antardaerah sedangkan pendekatan prospektif digunakan untuk pengembangan model kerjasama antarkelembagaan, antardaerah maupun antarpelaku bisnis pariwisata.

Pengumpulan data primer dilakukan melaui observasi dan wawancara dengan para informan yang dipilih secara purposiv, yaitu pejabat lembaga pemerintah yang terintegrasi dan memiliki kewenangan dalam pengembangan kawasan pariwisata, para pelaku bisnis pariwisata serta masyarakat atau penduduk yang berdomisili dalam kawasan sebagai sarana pariwisata. Sedangkan data sekunder berupa dokumen resmi kelembagaan, kepustakaan serta referensi lain yang ada kaitannya dengan penelitian kepariwisataan. Sedangkan analisis data menggunakan analisis kualitatif dengan metode analisis domain dan analisis taksonomis.

Tinjauan Pustaka
Dimensi Pengembangan Pariwisata
Sebagai suatu bidang pembangunan, pariwisata dikembangkan melalui berbagai dimensi sehingga terjadi keseimbangan pembangunan serta pencapaian sasaran yang optimal. Dimensi pengembangan tersebut adalah:

1. Dimensi Pengembangan Produk Pariwisata
2. Dimensi Pengembangan Pemasaran Pariwisata
3. Dimensi Pengembangan Sumber Daya Manusia Pariwisata dan Peran serta Masyarakat
4. Dimensi Pengembangan Regulasi Pariwisata
5. Dimensi Pengembangan Kelembagaan Pariwisata
6. Dimensi Pengembangan Lingkungan Pariwisata
7. Dimensi Pengembangan Ekonomi Pariwisata

Konsep Pengelolaan dan Pengembangan ODTW
Pariwisata yang diharapkan menjadi sub sektor andalan dalam menyelesaikan krisis ekonomi, harus diarahkan kepada kesiapan menghadapi era liberalisasi. Keunggulan pariwisata adalah karena pariwisata sudah menjadi bagian dari peradaban manusia (growth within civilization). Seperti halnya pembangunan pada umumnya, keberhasilan pembangunan pariwisata bergantung pada keterpaduan sektor-sektor terkait (linked sectors) dan wilayah-wilayah pengembangan terkait (linked regions) serta keterlibatan pihak-pihak tertentu (stakeholders) secara sinergis. Sehingga kinerja kepariwisataan juga merupakan potret dari kinerja antar-sektor, antar wilayah dan antar-stakeholder secara simultan.

Model Kerjasama Antar Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Wisata
Pengembangan kawasan wisata merupakan salah satu konsep pengembangan jaringan. Baiquni, 2004, memberikan konsep tentang jaringan antar kota: Kota dengan segala fasilitas dan keunggulan teknologi serta aksesibilitas, menjadi jaringan global, jaringan bisnis yang mengglobal memanfaatkan jaringan informasi untuk menentukan keputusan investasi, pilihan industri yang akan dibangun berdasarkan kecenderungan selera konsumen individual . Maka untuk menangkap selera konsumen yang dimanifestasikan melalui selera pasar pariwisata akan memaksa pelaku bisnis pariwisata mengembangkan suatu konsep jaringan serta kerjasama antar jaringan.

Untuk menyiasati keterbatasan kemandirian dalam menampung selera konsumen diperlukan rekayasa jaringan agar memiliki kemampuan mempengaruhi dalam sekala luas dan hal tersebut merupakan kewenangan publik. Pola pengembangan jaringan pariwisata nantinya akan diperlukan kerjasama antar jaringan baik disektor publik, yaitu antar Pemerintah Daerah maupun sektor swasta sebagai pelaku bisnis pariwisata.

Kondisi pola perilaku dalam jaringan pariwisata memiliki kemiripan dengan konsep pola perilaku sosial yang diungkapkan oleh Sunyoto Usman maupun Veithch & Arkkelin. Dijelaskan bahwa: pola perilaku sosial yang ditunjukkan oleh masyarakat dipengaruhi oleh karakteristik dan kualitas lingkungan, demikian pula sebaliknya perilaku sosial berkaitan dengan lingkungan seberapa jauh lingkungan tersebut mempengaruhi arah perasaan .

Karakteristik dan kualitas lingkungan ini selanjutnya akan dapat mempengaruhi ODTW dari suatu kawasan pariwisata yang dikembangkan. Konsep kualitas dan karakteristik lingkungan memiliki makna yang luas dan kebijakan pemerintah juga dapat dimaknai sebagai lingkungan yang mempengaruhi pengembangan suatu kawasan pariwisata.

Pengembangan terhadap suatu kawasan pariwisata yang didalamnya melibatkan berbagai pemain pariwisata, menurut Salah Wahab merupakan bentuk interaksi pemasaran pariwisata terhadap pasar wisata. Aplikasi yang dilakukan para pelaku pariwisata meliputi pasar wisata, pasar wisata budaya, pasar wisata konvensi, pasar wisata utama dan kondisi hari libur (Salah Wahab, 1992). Pelaku pariwisata ini dapat berkembang kepada pemerintah sebagai pelaku pariwisata sekaligus menjadi pemegang kewenangan regulasi maupun bentuk kebijakan lain dalam pengembangan pariwisata.

Hasil Penelitian dan Pembahasan Peta Potensi Pariwisata Malang Raya
1. Potensi ODTW Kabupaten Malang
Kabupaten Malang memiliki 37 obyek dan daya tarik wisata alam, wisata budaya maupun wisata belanja yang sudah terkelola dengan baik, meliputi: Pantai Balekambang, Pantai Ngliyep, Taman Hutan Rakyat R. Soeryo, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Air Terjun Coban Rondo, Air Terjun Coban Pelangi, Pantai Sendang Biru, Pantai Modangan, Pantai Jonggring Saloka Dharmo, Pantai Sempu, Pesarean Gunung Kawi, Agrowisata, Agro Teh Wonosari, Wisata Agro Balai Pengkajian Pertanian (BPTP), Padepokan Seni Mangun Darmo, Padepokan Seni Asmoro Bangun, Taman Burung Jeru, Bendungan Selorejo, Bendungan Karangkates, Kolam Kromoleo, Taman Rekreasi Sengkaling, Taman Rekreasi Wendit, Pemandian Dewi Sri, Pemandian Ken Dedes, Pemandian Metro, Pemandian Sumber Waras, Candi Singosari, Arca Dwarapala, Tratap Sewu, Candi Jago/ Jajaghu, Candi Badut, Stupa Sumberawan, Petilasan Watu Gede, Arca Ganesha, Watu Lawang dan Petik Laut Pantai Sendang Biru, Suran di pantai Balekambang dan Labuhan Maulud di Pantai Ngeliyep. Kabupaten Malang memiliki 13 Hotel Melati dan 16 Rumah Makan sebagai pendukung kepariwisataan.

2. Potensi ODTW Kota Malang
Kota Malang memiliki sebuah obyek dan daya tarik wisata alam yang sudah terkelola dengan baik dan 9 obyek dan daya tarik wisata budaya. Obyek dan Daya Tarik Wisata tersebut adalah: Brantas Arum jeram, Museum Brawijaya, Candi Badut, Klenteng En An Kiong, Makam Ki Ageng Gribig, Taman Wisata Tugu I, Pasar Wisata Tugu II, Pasar Burung dan Pasar Bunga, Sentra Industri Keramik Dinoyo, Sentra Industri Tempe Sanan, Taman Rekreasi Kota (Tareko), Matos (Malang Town Square).

Usaha perjalanan wisata di Kota Malang sebanyak 15 biro perjalanan wisata, 6 cabang dan 9 agen. Usaha akomodasi di Kota Malang terdiri atas 4 buah hotel bintang 3, sebuah hotel bintang 2, dan sebuah hotel bintang 1, serta 47 buah hotel Melati. Sedangkan sarana wisata lainnya adalah sebuah Restaurant dan 37 Rumah Makan.

3. Potensi ODTW Kota Batu
Kota Batu memiliki obyek dan daya tarik wisata agro dan obyek dan daya tarik wisata budaya. Obyek dan Daya Tarik Wisata Agro adalah Wisata Agro Kusuma Hotel dan Wisata Agro Iptek Lolit Jeruk Tlekung.

ODTW lainnya yaitu wisata Dirgantara dengan kegiatan olah raga Gantole (kawasan Gunung Banyak), wisata sejarah (Candi Songgoriti dan patung Ganesha peninggalan Kerajaan Singosari), wisata goa di kawasan wisata Cangar, wisata ritual (Klenteng, Masjid An-Nur, Gereja Jago dan Wihara), wisata budaya, wisata kesehatan, wisata bunga, desa Sidomulyo dan Punten, sentra industri kerajinan dan makanan kecil.

Usaha akomodasi di Kota Batu 1 buah hotel bintang 4, 3 buah hotel bintang 3, 1 buah hotel bintang 2, dan 3 buah hotel bintang 1 serta 50 buah hotel melati.

4. Kondisi dan Beberapa Kasus ODTW di Kawasan Malang Raya
a. Konsep Tareko (Taman Rekreasi Kota Untuk Mengubah Budaya Masyarakat).
Pembangunan tareko berawal dari ide untuk konservasi daerah aliran sungai yang terletak di belakang gedung Pemerintah Kota Malang yang dipakai oleh penduduk sebagai kegiatan MCK. Untuk mengubah perilaku penduduk dilakukan pembangunan dan pengembangan taman kota sebagai arena rekreasi dari golongan masyarakat bawah (grass root), yang dilengkapi pula dengan pembangunan jogging track dan taman unggas. Saat ini tareko menjdi ODTW yang berkembang dan dikunjungi oleh masyarakat Malang dan luar Kota Malang, dan sebagai sarana rekreasi dikenakan tarif masuk.

b. Konflik Kepentingan Dalam Pengelolaan Taman Rekreasi Wendit
Tahun 1980 sampai 1990, Wendit merupakan salah satu ODTW yang pernah menjadi ikon pariwisata Kabupaten Malang dengan objek situs makam pendiri Wendit dengan kera-kera liar dalam areal lokasi kurang lebih 9 hektar. Dalam kawasan Wendit terdapat sumber mata air yang selain dimanfaatkan untuk kolam pemandian Wendit juga dikelola oleh pihak PD. Jasa Yasa Kabupaten Malang sebagai bahan baku Perusahaan Air Minum Kabupaten Malang dan Kota Malang. Saat ini pada kenyataannya kawasan rekreasi Wendit tidak dapat dipertahankan menjadi salah satu ikon pariwisata Kabupaten Malang karena taman rekreasi tersebut kondisinya sangat memprihatinkan yang ditandai dengan tingkat kedatangan pengunjung yang semakin hari semakin sepi dan kondisi fasilitas pendukung tidak terawat. Tidak terawatnya taman rekreasi Wendit disamping karena ketiadaan anggaran perbaikan dan perawatan juga terjadi konflik kepentingan dalam pengelolaan kawasan Wendit antara pihak manajemen taman rekreasi Wendit dan PD. Jasa Yasa dalam pemanfaatan sumber air Wendit.

c. Kasus Hak Pengelolaan Taman Rekreasi Songgoriti
Taman rekreasi Songgoriti berdiri sejak 1973 dan dikelola BUMD dibawah PD. Jasa Yasa Kabupaten Malang. Setelah Kota Batu menjadi daerah otonom, Kota Batu memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangganya termasuk pengelolaan taman rekreasi Songgoriti yang ada di wilayah Kota Batu. Polemik kepemilikan Songgoriti berdampak pada pemberian ijin pengelolaan Songgoriti yang sebelumnya dikeluarkan oleh Kabupaten Malang termasuk ijin HO. Dengan habisnya masa berlakunya ijin HO kawasan wisata Songgoriti maka ijin tersebut harus diperbaharui. Ijin HO yang baru menjadi kewenangan Kota Batu, dan pada kenyataannya sampai saat ini Kota Batu tidak mau mengeluarkan ijin HO untuk pengelolaan Songgoriti, dan sebagai konsekuensinya taman Songgoriti tidak dapat beroperasi.

Kondisi Dukungan Pihak-Pihak Terkait
1. Peran Kebijakan Pengembangan Pariwisata
Secara umum kebijakan pengembangan pariwisata Malang Raya merupakan bagian dari kebijakan pengembangan pariwisata Jawa Timur. Berdasarkan Undang-undang no. 25 tahun 2004 tentang Perencanaan Nasional diisyaratkan bahwa daerah memiliki kewenangan dalam pembangunan daerah termasuk pembangunan dan pengembangan pariwisata yang secara hirarkis harus berada dalam kerangka perencanaan skala propinsi dan nasional. Provinsi Jawa Timur memiliki potensi besar dibidang pariwisata. Kebijakan pengembangan pariwisata di Malang Raya meliputi kebijakan pengembangan pariwisata yang dilakukan masing-masing institusi pemerintah Kabupaten Malang, Kota Malang, maupun Kota Batu yang dituangkan dalam bentuk produk hukum daerah masing-masing. Namun berdasarkan data di lapangan berbagai kebijakan pengembangan pariwisata tersebut belum tertuang dalam bentuk dokumen bersama, maupun dalam bentuk Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA). Yang ada barulah produk-produk hukum pengembangan kepariwisataan yang bersifat parsial dan sering berubah-ubah (inkosisten).

2. Implementasi Kerjasama Pengembangan Pariwisata Malang Raya
Dalam implementasi pengembangan pariwisata antar daerah di kawasan Malang Raya dapat dilihat kondisi sebagai berikut:

• Belum adanya dokumen resmi tentang kerjasama pengembangan kawasan pariwisata Malang Raya, hal tersebut dapat diketahui dari RIPPDA Kabupaten Malang 1995-2005 maupun draft RIPPDA yang baru sama sekali tidak menyinggung pengembangan pariwisata kawasan Malang Raya, bahkan untuk pemerintah Kota Malang dan pemerintah Kota Batu sama sekali belum mempunyai/ memproses RIPPDA.

• Kerjasama pengembangan pariwisata antar daerah di Malang Raya pada umumnya masih bersifat wacana dan konsep yang telah dipahami bahwa kerjasama dalam rangka pengembangan pariwisata akan berpengaruh terhadap pengembangan ekonomi masing-masing daerah. Akan tetapi realisasi dari wacana tersebut belum pernah ada dalam bentuk kerjasama yang konkret.

• Kebijakan antar Pemerintah Daerah tidak konsisten dan bersifat parsial hal tersebut dibuktikan dari diskresi kebijakan yang dilakukan antar ketiga Kepala Daerah, yaitu Bupati Malang, Walikota Malang, dan Walikota Batu tentang pengembangan dan komersialisasi lapangan udara Abdurrahman Saleh, serta pembangunan lintas timur Malang Raya. Kesepakatan yang pernah dibuat telah berubah dikarenakan tendensi kepentingan yang tidak sama antar Pemerintah Daerah. Sedangkan kebijakan yang bersifat parsial dapat dilihat dari kerjasama pemanfaatan sumber air Wendit untuk kepentingan PD. Jasa Tirta Kota Malang melalui PD. Jaya Yasa Kabupaten Malang. Pihak pengelola Wendit merasa tidak mendapatkan keuntungan sama sekali dari kerjasama tersebut karena pendapatan pemanfaatan sumber air hanya masuk kas pemerintah Kabupaten Malang dan pemerintah Kota Malang. Hal tersebut menyebabkan taman rekreasi tidak memproleh pembagian keuntungan dan menyebabkan taman rekreasi tersebut tidak terurus.

• Kurangnya pemahaman antar instansi tentang kerjasama pengembangan wisata Malang Raya dan berdasar pengamatan hanya dipahami sebatas wacana kerjasama untuk mengembangkan pariwisata antar daerah. Sebagai contoh tidak dapat beroperasinya kawasan rekreasi Songgoriti, karena tingginya ego-kepentingan masing-masing pihak. Kerjasama masih terkendala egoisme daerah dan egoisme instansi. Ide maupun ajakan untuk melakukan kerjasama pengembangan pariwisata yang ditawarkan salah satu Pemerintah Daerah dikawasan Malang Raya tidak pernah dapat dilaksanakan.

3. Dukungan Peran Masyarakat dalam Pengembangan Pariwisata Antar Daerah
Secara umum keterlibatan masyarakat dalam bentuk dukungan terhadap proses kerjasama antar daerah dalam pengembangan pariwisata belum nampak dan belum pernah dilakukan. Selain kecilnya dukungan keterlibatan masyarakat lokal di lintas batas antar daerah dan masyarakat lokal di lokasi pengembangan ODTW, Pemerintah Daerah kurang melakukan upaya pengembangan pariwisata dengan melibatkan community base masyarakat sekitar lokasi ODTW, misalnya:

• Rencana pembangunan kawasan Junrejo yang merupakan wilayah lintas batas antara Kabupaten Malang dan Kota Batu sebagai sentra industri kerajinan dan industri makanan kecil dan rencana pembangunan miniatur objek wisata dunia hingga saat ini belum ada tindak pembicaraan maupun fasilitasi dari kedua Pemerintah Daerah tersebut.

• Pengelolaan kawasan ODTW taman rekreasi Wendit tidak mendasarkan pada aspek community base karena masyarakat dari luar Wendit yang justru menguasai usaha-usaha di lokasi taman rekreasi tersebut.

• Perkembangan perkampungan Sanan yang semakin hari bertambah padat sebagai usaha industri tempe dan kripik tempe yang berkembang karena kemauan community base telah menjadi problem lingkungan hidup tersendiri. Hingga saat ini upaya yang dilakukan oleh pemerintah Kota Malang terhadap perkembangan industri tempe dan kripik tempe di Sanan baru sebatas pemberian modal dan pelatihan, sedangkan upaya untuk melakukan penataan wilayah sentra industri tempe dan kripik tempe menjadi sentra wisata belanja yang lebih menarik dan ramah lingkungan belum dilakukan.

Model Kerjasama Pengembangan Kawasan Wisata Malang Raya
Untuk mewujudkan kerjasama pengembangan kawasan wisata Malang Raya secara nyata perlu diketahui peta kebutuhan kerjasama pengembangan pariwisata antar daerah yang meliputi:

1. Komitmen bersama dari masing-masing daerah untuk membangun kerjasama yang sinergis dalam pengembangan ODTW agar lebih optimal dan saling menjaga konsistensi kerjasama, serta adanya pemahaman kerangka pikir yang sama antar instansi, antar eksekutif dan legislatif masing-masing daerah maupun kesamaan pikir antar instansi, eksekutif dan legislatif antar daerah yang melakukan kerjasama, serta masyarakat daerah yang menjadi stakeholder dalam pengembangan kawasan wisata.

2. Kesepakatan kerjasama hendaknya diikuti dengan kebijakan riil dari masing-masing daerah yang terdokumentasi secara resmi dalam RIPPDA masing-masing daerah dan RIPPDA bersama, serta tindakan konkret untuk mengimplementasikan kerjasama. Dan hal tersebut akan terwujud jika ditunjang dengan adanya usaha efektif untuk mengubah paradigma semangat ego-sektoral dan ego-kedaerahan menjadi paradigma kebersamaan.

3. Dalam segala tindakan dan kegiatan agar selalu mengikutsertakan peran serta masyarakat untuk mendapat dukungan luas dari masyarakat antar daerah dalam proses pengambilan kebijakan maupun dalam pelaksanaan kerjasama pengembangan kawasan pariwisata antar daerah.

4. Adanya diskresi kebijakan yang tepat dari lembaga yang berwenang melakukakan koordinasi ditingkat propinsi.

5. Untuk mengakomodasi akselerasi proses kerjasama pengembangan kawasan pariwisata antar daerah, perlu dibangun forum jaringan komunikasi daerah dan antar daerah hingga tingkat desa yang melibatkan masyarakat, LSM, pejabat pemerintah, dan anggota DPRD dalam rangka membangun kesepahaman terhadap urgensitas pengembangan kawasan pariwisata melalui kerjasama antar daerah.

Di sisi lain dibutuhkan mekanisme kontrol yang transparan yang melibatkan berbagai stake holder sehingga diketahui segala eksternalitas dari sisi ekonomi, sosial budaya sebagai konsekuensi dilakukannya kerjasama.

Eksternalitas Prospek Pengembangan Kawasan Wisata Melalui Model Jaringan Kerjasama Antar Daerah

Terdapat 3 eksternalitas prospektif yang diharapkan berdampak positif dari pengembangan jaringan kerjasama di kawasan Malang Raya: Pertama, sebagai sarana pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal maupun antar daerah dengan pengembangan paket-paket wisata yang memiliki prospektif terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat kearah pengembangan paket wisata yang berada pada wilayah lintas batas antar daerah yang menjadi tujuan wisata. Kedua, sebagai sarana meredam konflik kepentingan antar daerah dimana konflik kepentingan antar daerah di Malang Raya masih merupakan permasalahan sampai saat ini dan belum mendapat penyelesaian dengan baik. Melalui kerjasama berbagai kepentingan untuk pengembangan pariwisata tersebut dapat diwadahi dalam suatu forum dengan nomenklatur badan atau apa saja untuk kepentingan bersama dengan difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Ketiga, sebagai sarana mekanisme efisiensi dalam mengembangkan sektor pariwisata antar daerah dengan cara mengalihkan pengembangan sektor pariwisata yang bukan unggulan untuk kepentingan sektor lain yang lebih urgen dan lebih murah biayanya.

Kesimpulan
Malang Raya merupakan ikon dalam pengembangan kawasan wisata antara Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu yang pada kenyataannya kerjasama tersebut masih merupakan wacana dan belum terealisasi secara konkret dengan indikator belum adanya dokumen resmi adanya kebijakan kerjasama tersebut dan kebijakan pengembangan pariwisata masih bersifat parsial pada masing-masing daerah. Hal tersebut terkendala karena ego-sektoral dan ego-kepentingan dari masing-masing daerah dan ketiadaan dukungan politik baik dari eksekutif dan legislatif.

Daftar Pustaka
Anonimous, Laporan Penelitian Kawasan JOGLOSEMAR (Jogyakarta, Sola dan Semarang) Tahun 1999, Yogyakarta.

Anonimous, 1991. Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional , Paradiptia, Jakarta.

Anonimous, Pariwisata Jawa Timur Dalam Angka 2003 Dinas Pariwisata Propinsi Jawa Timur, Surabaya.

Baiquni, M, 2004, Membangun Pusat-pusat Pinggiran : Otonomi di Negara Kepulauan , ASPEK, IDEAS, Yogyakarta.

Dahrendorf, Raft, 1986, Konflik dan Konflik Dalam Masyarakat Industri, Sebuah analisa kritik, Edisi Indonesia, CV. Rajawali, Jakarta.

Dalimunthe, Gaga Bhakta, 2001, Ketegangan Kepentingan Pemerintah, Pengusaha dan Masyarakat Lokal Dalam Pembangunan Pariwisata: Studi Kasus Tentang Konflik Sosial Penertiban Asongan di Kawasan Taman Wisata Candi Borobudur, Jawa Tengah , UGM, Yogyakarta.

Gogin, L. Malcom, et.al., O Tole Jr., 1990, Implementation Thepry and Practice. To Word a Third Generation , Scott, Foresman and Company.

Inskeep, Edward, 1991, Tourism Planning, an integrated and sustainable approach , Van Nostrand Reinhold.

Kabupaten Malang Dalam Angka tahun 2003

Kota Malang Dalam Angka Tahun 2003

Kota Batu Dalam Angka Tahun 2003

Meter, Donald., S Van & Carl E.Van Horn., 1975, The Policy Implementation Process: A Conceptual Frame Work, Beverly Hills, Sage Publication Inc.

Panuju, Bambang., 1999, Pengadaan Perumahan Kota dengan Peranserta Masyarakat Berpenghasilan Rendah , Alumni, Bandung.

Poerwanto, 2002, Dampak Pengembangan Obyek Pariwisata Pantai Pasir Putih Situbondo Terhadap Kesempatan Kerja Jurnal Nasional Pariwisata , Vol.2, No.2, Desember.

Pariwisata Kota Batu, Dinas Pariwisata: Pesona Kota Batu Jawa Timur, 2004.

Robby, 2001, Wisata Alam, Buku Pedoman Identifikasi, Pengembangan, Pengelolaan, Pemeliharaan, Pemasaran Obyek Wisata Alam , Yayasan Buenavita, Bogor.

Spillone, J. James, 1994, Pariwisata Indonesia Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan , Kanisius, Yogyakarta.

Usman, Sunyoto., Konsep-konsep Dasar Sosiologi , Fisipol UGM, Yogyakarta, 1993.

Wahab, Salah, ed., 1992, Pemasaran Pariwisata , PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Sumber :jayinsanpariwisata.blogspot.com