Sifat dan Karakter Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (Pendekatan Pengelolaan Objek dan Daya Tarik Wisata Alam)

Oleh: Abdul Razak

Abstrak
Dalam pengelolaan kepariwisataan alam (Ekoturisme) secara umum, Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) Alam, memberikan makna penting bagi kesinambungan suatu kawasan wisata, disamping sarana dan prasarana pendukung, serta publikasinya.

Kejelian didalam melihat potensi wisata amatlah penting agar tercipta keragaman ODTW alam di suatu kawasan, serta mengemasnya menjadi ODTW alam yang unggul, dan menarik untuk dikunjungi wisatawan. Penanganan ODTW alam memerlukan keseriusan pihak pengelola kawasan wisata, baik didalam menggali potensi ODTW alam yang ada maunpun upaya pengelolaannya. Dalam pengelolaan ODTW alam, maka pemahaman sifat atau karakteristik ODTW alam diperlukan guna mencari bentuk pengelolaan yang tepat.

Dukungan multi stakeholder terkait didalam penyusunan RIPPOW (Rencana Induk Pembangunan Pariwisata dan Objek Wisata), sangat diperlukan didalam pengelolaan kepariwisataan alam secara berkelanjutan, agar dicapai fungsi manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan.

I. Pendahuluan
Pemerintah telah mencanangkan tahun 2008 sebagai tahun kunjungan wisata Indonesia 2008 (Visit Indonesian Year 2008), bertemakan “100 tahun kebangkitan nasional”. Menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI, Jero Wacik pemerintah telah menyiapkan lebih dari 100 event seni budaya, dalam rangka mennyambut tahun kunjungan wisata ini (Sumber: Liputan 6, SCTV, 2008).

Konsep tahun kunjungan wisata ini, dapat dijadikan momen refleksi bagi pengelolaan kapariwisataan kita, telah seberapa jauh kemajuan kepariwisataan yang telah dicapai, untuk menyusun strategi pencapaian tujuan selanjutnya. Apakah sudah sustainable pengelolaan pariwisata di Indonesia, dengan berbagai potensi yang ada.

Selama empat dasawarsa pembangunan nasional, kebijakan kepariwisataan telah mengalami perubahan yang signifikan. Awalnya, pariwisata dipandang sebagai kegiatan pembangunan yang berbasiskan kebudayaan, kemudian sebagai salah satu andalan sektor ekonomi terutama bagi peningkatan penerimaan devisa.

Terakhir, sejak tahun 1999 sampai sekarang pariwisata dikembalikan pada konsep semula sebagai program pembangunan sosial budaya. Perubahan kebijakan tersebut telah membawa implikasi luas, baik pada kegiatan kepariwisataan itu sendiri, maupun bagi pengelolaan lingkungan alam, sosial dan budaya sebagai sumber daya yang menjadi andalan utama dalam kegiatan pariwisata. (Adriwijaya,2007).

Alam Indonesia dengan biodiversitas yang tinggi, merupakan potensi yang tidak ternilai di dalam kepariwisataan alam. “Ngarai Sianok” di Bukit Tinggi (Sumatera Barat) yang berpadu dengan objek sejarah “Jam Gadang”. Keragaman yang hayati yang terkandung pada TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat) dan masih banyak lagi situs wisata yang cukup mengagumkan di negara kita.


Objek Wisata Alam Gunung Kerinci, Prov. Jambi

Biodiversitas yang tinggi juga dibarengi dengan keragaman budaya dengan banyaknya situs-situs budaya yang terletak hampir merata di seluruh wilayah kita. Mulai dari wisata religi Masjid Raya Banda Aceh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sampai kemegahan Candi Borobudur yang menjadi satu dari tujuh keajaiban dunia, yang disetarakan dengan masjid Taj Mahal di India dan Menara Miring Pisa di Italia.


Objek Wisata Budaya Candi Borobudur, Prov. Jawa Tengah

Banyak sekali ODTW (Objek dan Daya Tarik Wisata) yang dapat kita tawarkan kepada dunia, mulai dari ODTW budaya seperti Candi Borobudur, wisata agro di Batu, Malang, wisata bahari di taman laut Bunaken, wisata alam di kawasan konservasi, semuanya menunggu untuk dikelola bagi peningkatan devisa. Namun keindahan alam Indonesia sampai saat ini dirasakan belum maksimal dikelola, seperti Candi Muaro Jambi (Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi) yang terkesan tidak terawat, Danau Sipin di Kotamadya Jambi, Provinsi Jambi, dengan nilai mamfaat hanya baru untuk budidaya perikanan, padahal sangat bagus untuk daya tarik wisata. Dengan kata lain fenomena alam yang ada di negara kita kontribusinya hanya terbatas pada bidang-bidang tertentu saja.

Penggalian potensi wisata juga belum terasa geliatnya. Mungkin pemerintah masih berkutat dengan pengelolaan sumberdaya alam yang bersifat instan seperti bahan tambang, hutan, minyak dan lain-lain, yang cepat menghasilkan devisa. padahal potensi alam Indonesia tidaknya dari sumberdaya alamnya saja, namun karakter bentangan alamnya juga dapat dijadikan sumber devisa. Pengelola ODTW tidak sepenuhnya siap serta memiliki kemampuan yang cukup dalam hal pengeloaan ODTW untuk menjadi suatu tujujan wisata yang menarik, nyaman serta berkesan bagi wisatawannya. Bahkan tak jarang dijumpai pengelola objek wisata yang kurang profesional. (Andrist, 2007).

Profesionalisme dalam pengelolaan ODTW dapat diartikan bahwa pengelola tidak hanya memperhatikan keuntungan ekonomi sesaat, namun keberlanjutan usaha. Tidak jarang suatu ODTW alam maupun buatan hanya dapat bertahan hanya dalam waktu singkat, karena eksploitasi yang berlebihan, yang secara tidak sengaja dilakukan seperti pembangunan sarana pendukung ODTW telah merusak lingkungan. Alhasil adalah selebaran yang dipromosikan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi nyata dilapangan, disaat wisatawan datang mengunjungi.

Taman Laut Bunaken, Provinsi. Sulawesi Utara

Potensi ODTW yang masih terpendam ini menunggu seluruh komponen yang tertarik untuk menggalinya, sehingga mempunyai nilai tambah dari sektor lain misalnya sektor kepariwisataan. Selain dapat meningkatkan devisa, juga mempunyai imbas bagi masyarakat di sekitar ODTW yang bersangkutan. Masyarakat sekitar objek wisata Danau Maninjau, dan Taman Laut Bunaken, misalnya selain memperoleh pendapatan sebagai nelayan, mereka juga akan memperoleh pendapatan tambahan dari jasa transportasi bagi para wisatawan yang datang berkunjung, belum lagi jasa penginapan dan lain-lain.

Hal yang perlu dicermati adalah bagaimana mengemas ODTW tersebut dalam suatu konsep kepariwisataan yang komprehensif, dan berkelanjutan. Dalam rangka membuat suatu rancangan pengelolaan ODTW yang tepat, maka pemahaman akan sifat dan karakteristik suatu ODTW sangat diperlukan, agar terdapat keterpaduan terkait rancangan lokasi, tata waktu, aksesibilitas, dan rancangan pendukung lainnya.


Kombinasi danau dan bentangan alami, Danau Maninjau (Prov. Sumater Barat)

Melihat peluang kepariwisataan alam di Indonesia, dirasakan perlu untuk melakukan kajian pemahaman sifat dan karakter ODTW secara umum dan khususnya ODTW alam oleh semua pihak, sehingga dapat dilakukan pengelolaan ODTW alam secara maksimal. Pemahaman akan sifat dan karakter ODTW alam akan membawa dampak yang signifikan mulai dari perencanaan, pengelolaan serta upaya-upaya menggali potensi. Negara kita yang memiliki ODTW alam merupakan salah satu peluang didalam pengembangan kepariwisataan alam.

II. Konsep Ekowisata (Wisata Alam)
Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang dikenal dengan Ekowisata, dimana saat ini ada kecenderungan semakin banyak wisatawan yang mengunjungi objek berbasis alam dan budaya penduduk lokal (Fandeli, 2002), merupakan peluang besar bagi negara kita dengan potensi alam yang luar biasa ini.

Wisatawan cenderung beralih kepada alam dibandingkan pola-pola wisata buatan yang mereka rasakan telah jenuh dan kurang menantang.

Menurut The International Ecotourism Society (2002) dalam Subadra (2007) mendifinisikan ekowisata sebagai berikut: Ecotourism is “responsible travel to natural areas that conserves the environment and sustains the well-being of local people.” Dari definisi ini, disebutkan bahwa ekowisata merupakan perjalanan wisata yang berbasiskan alam yang mana dalam kegiatannya sangat tergantung kepada alam, sehingga lingkungan, ekosistem, dan kerifan-kearifan lokal yang ada di dalamnya harus dilestarikan keberadaanya.

Dalam perkembangan kepariwisataa secara umum, muncul pula istilah sustainable tourism atau “wisata berkelanjutan”. Wisata berkelanjutan dipandang sebagai suatu langkah untuk mengelola semua sumber daya yang secara sosial dan ekonomi dapat dipenuhi dengan memelihara integritas budaya, proses-proses ekologi yang mendasar, keragaman hayati, dan unsur-unsur pendukung kehidupan lainnya” (Urquico, 1998 dalam Santoso, 2003). Konsep wisata yang berbasis ekologi atau yang lebih dikenal dengan Ekowisata (Fandeli 1998, Nasikun 1999 dalam Fandeli 2000), dilatarbelakangi dengan perubahan pasar global yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada negara-negara asal wisatawan dan memiliki ekspektasi yang lebih mendalam dan lebih berkualitas dalam melakukan perjalanan wisata. Konsep wisata ini disebut wisata minat khusus (Fandeli, 2000). Wisatawan minat khusus umumnya memiliki intelektual yang lebih tinggi dan pemahaman serta kepekaan terhadap etika, moralitas dan nilai-nilai tertentu, sehingga bentuk wisata ini adalah pencarian pengalaman baru (Hall dan Weitler,1992) dalam (Fendeli, 2000 ; 34).

Secara umum basis pengembangan wisata minat khusus meliputi (Fandeli, 2000 ; 37)
1. Aspek alam seperti flora, fauna, fisik geologi, vulkanologi, hidrologi, hutan alam atau taman nasional.

2. Objek dan daya tarik wisata budaya yang meliputi budaya peninggalan sejarah dan budaya kehidupan masyarakat. Potensi ini selanjutnya dapat dikemas dalam bentuk wisata budaya peninggalan sejarah, wisata pedesaan dan sebagainya dimana wisatawan memiliki minat untuk terlibat langsung dan berinteraksi dengan budaya masyarakat setempat serta belajar berbagai hal dari aspek-aspek budaya yang ada.

Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam yang alami maupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan partisipatif yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya. Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama yaitu; keberlangsungan alam atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam kehidupan sosial masyarakat. Jadi, kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal (Khan, 2003).

Konsep ekowisata telah dikembangkan sejak era tahun 80-an, sebagai pencarian jawaban dari upaya meminimalkan dampak negatif bagi kelestarian keanekaragaman hayati, yang diakibatkan oleh kegiatan pariwisata. Konsep ekowisata sebenarnya bermaksud untuk menyatukan dan menyeimbangkan beberapa konflik secara objektif: dengan menetapkan ketentuan dalam berwisata; melindungi sumber daya alam dan budaya; serta menghasilkan keuntungan dalam bidang ekonomi untuk masyarakat lokal.

Dampak positifnya dari kegiatan ekowisata antara lain menambah sumber penghasilan dan devisa negara, menyediakan kesempatan kerja dan usaha, mendorong perkembangan usaha-usaha baru, dan diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat maupun wisatawan tentang konservasi sumber daya alam, (Dephut, 2008). Selain itu dampak sosial bagi masyarakat sekitar juga berdampak seperti yang dikemukakan Suhanda (2003), bahwa konsep ekowisata yang terdiri dari komponen pelestarian lingkungan (alam dan budaya), peningkatan partisipasi masyarakat, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal, telah diperkenalkan dan dikembangkan dengan sukses di banyak negara berkembang. Pengembangan ini selalu konsisten dengan dua prinsip dasar yaitu memberi keuntungan ekonomi langsung kepada masyarakat lokal serta turut and il dalam pelestarian alam.

Drumm (2002) dalam Suhanda (2003) menyatakan bahwa ada enam keuntungan dalam implementasi kegiatan ekowisata yaitu:
1. Memberikan nilai ekonomi dalam kegiatan ekosistem di dalam lingkungan yang dijadikan sebagai obyek wisata;
2. Menghasilkan keuntungan secara langsung untuk pelestarian lingkungan;
3. Memberikan keuntungan secara langsung dan tidak langsung bagi para stakeholders;
4. Membangun konstituensi untuk konservasi secara lokal, nasional dan internasional;
5. Mempromosikan penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan; dan
6. Mengurangi ancaman terhadap kenekaragaman hayati yang ada di obyek wisata tersebut.

III. Sifat atau Karakter Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) Alam
Menurut Fandeli (1999), dalam Fandeli (2000), sifat dan karakter kepariwisataan alam terkait dengan ODTW Alam antara lain ;
1. In Situ ; ODTW alam hanya dapat dinikmati secara utuh dan sempurna di ekosistemnya. Pemindahan objek ke ex situ akan menyebabkan terjadinya perubahan objek dan atraksinya. Pada umumnya wisatawan kurang puas apabila tidak mendapatkan sesuatu secara utuh dan apa adanya.

2. Perishable ; suatu gejala atau proses ekosistem hanya terjadi pada waktu tertentu. Gejala atau proses alam ini berulang dalam kurun waktu tertentu, kadang siklusnya beberapa tahun bahkan ada puluhan tahun atau ratusan tahun. ODTW alam yang demikian membutuhkan pengkajian dan pencermatan secara mendalam untuk dipasarkan.

3. Non Recoverable ; suatu ekosistem alam mempunyai sifat dan perilaku pemulihan yang tidak sama. Pemulihan secara alami sangat tergantung dari faktor dalam (genotype) dan faktor luar (phenotype). Pemulihan secara alami terjadi dalam waktu panjang, bahkan ada sesuatu objek yang hampir tak terpulihkan, bila ada perubahan. Untuk mempercepat pemulihan biasanya dibutuhkan tenaga dan dana yang sangat besar, apabila upaya ini berhasil tetapi tidak akan sama dengan kondisi semula.

4. Non Substitutable ; didalam suatu daerah atau mungkin kawasan terdapat banyak objek alam, jarang sekali yang memiliki kemiripan yang sama.

Pengelolaaan ODTW alam dengan sifat dan karakter In Situ, cenderung memiliki daya tarik tersendiri. ODTW alam ini biasanya mempunyai keterikatan yang kuat dengan habitat (ekosistem asli). Kita dapat melihat Onta di kebun binatang “Gembira Loka” Yogyakarta, namun kita akan merasa lebih puas jika datang ke habitatnya di benua Afrika. Kita akan merasa lebih puas melihat gadjah seperti di Suaka Marga Satwa “Tesso Nilo”, Provinsi Riau. Karena selain atraksinya, ekosistem alami juga dapat kita nikmati. Pengelolaan dengan pendekatan ekosistem inilah sebenarnya yang perlu dilakukan dalam rangka pelestarian sifat ODTW alam secara In Situ.

Muntahan lahar dan awan panas dari kawah gunung Merapi di tahun 2006 sampai 2007 merupakan momen yang menarik juga untuk dijadikan ODTW alam. Momen ini jarang terjadi dan dalam kurun waktu yang lama. Terlepas dari fenomena tersebut merupakan suatu bencana alam, namun tantangan bagi kita untuk mengemasnya sehingga memberikan nilai kemanfaatan terhadap sifat ODTW alam yang Perisable ini.

Sifat dan karakter ODTW alam yang Non Recoverable membawa konsekwensi bahwa di dalam pengelolaan ODTW alam hendaknya diperhatikan betul permasalahan daya dukung ODTW alam tersebut. Di sinlah perlunya pengelolaan yang berimbang antara tujuan ekonomi dan lingkungan alam ODTW tersebut. Jika pengelolaannya melebihi daya dukung baik sarana maupun jumlah pengunjung, maka akan terjadi perubahan ekosistem, akan sulit untuk diperbaiki, bagaimanapun usaha perbaikan itu tidak akan bisa mengembalikan kepada ekosistem yang asli. Upaya yang ideal adalah menjaga keseimbangan ekosistem tersebut agar tidak melebihi daya dukung lingkungan ODTW alam bersangkutan.

IV. Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata Alam di Indonesia
Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) yang dimiliki Indonesia, antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan dan keaslian budaya tradisional, keindahan bentang alam, gejala alam, peninggalan sejarah/budaya yang secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat, (Dephut,2008). Mega biodiversitas yang ada di Indonesia dan menjadi ODTW alam yang menarik salah satunya adalah keragaman tipe ekosistem hutan yang membentuk suatu tipe flora dan fauna serta bentangan alam (topografi) yang unik. (Fandeli, 2002). Keseluruhan potensi ODTW alam yang ada merupakan sumber daya ekonomi yang bernilai tinggi dan sekaligus merupakan media pendidikan dan pelestarian lingkungan.

Dalam rangka menemukenali dan mengembangkan ODTWA perlu segera dilaksanakan inventarisasi terhadap potensi nasional ODTWA secara bertahap sesuai prioritas dengan memperhatikan nilai keunggulan saing dan keunggulan banding, kekhasan obyek, kebijaksanaan pengembangan serta ketersediaan dana dan tenaga.

Di sektor kehutanan ODTW alam dikawasan konservasi yang berpotensi untuk dikembangkan seperti tersaji pada tabel 1

Tabel 1. Data Jumlah dan luasan kawasan konservasi tahun 2006.

No.

Kawasan

Jlh (Unit)

Luasan (Ha)

Ket.

1.

Cagar Alam

241

4.524.848,93

2.

Suaka Marga Satwa

71

5.004.629,74

3.

Taman Wisata Alam

104

269.215,86

4.

Taman Buru

15

226.200,69

5.

Taman Nasional

*

12.330.204,61

6.

Taman Hutan Raya

21

347.427,34

Sumber : Buku Statistik Kehutanan tahun 2006 (Dephut, 2008) Keterangan : * jumlah Taman Nasional tidak tersaji.

Dari jumlah dan luasan kawasan koonservasi di atas dapat dibayangkan betapa banyak potensi ODTW alam yang dapat dikembangkan. Seperti ODTW alam yang terdapat di Taman Nasional “Kutai” di Provinsi Kutai Timur mempunyai ODTW alam yang cukup banyak antara lain ; Pantai Teluk Lombok dan Teluk Perancis, Goa Ampanas Pangadan dan Goa Mardua, Pantai Teluk Kaba, Pantai Tanjung Bara, Pulau Birah-birahan dan Mata Air Sekerat (Pemprov. Kutai Timur, 2008). Dalam satu unit pengelolaan taman nasional saja telah ada beberapa ODTW alam, sehingga dapat diperkirakan jumlah ODTW yang bisa kita pasarkan dari seluruh kawasan konservasi yang ada di Indonesia.

Tahap awal yang perlu dilakukan adalah menganalisa keseluruhan dari potensi ODTW alam yang ada dalam bentuk kegiatan inventarisasi. Selanjutnya data-data tersebut dapat ditawarkan kepada pihak investor yang beminat untuk mengelola. Di sinilah pelibatan pihak swasta dirasakan cukup diperlukan. Memang di satu sisi privatisasi kurang efektif dalam peningkatan ekonomi, namun kenyataan yang ada pengelolaan yang dilakukan pemerintah terutama yang terkait dengan pengelolaan jasa lingkungan dirasakan kurang efektif dalam penambahan devisa, justru cenderung merugi. Mengapa kita tidak mengalihkan privatisasi pengelolaan pariwisata ini ke pihak swasta yang dirasakan lebih profesional dalam me-menej suatu inventasi. Namun di negara kita justru sumber daya alam strategis justru dikelola oleh swasta.

V. Pengelolaan Objek dan Daya Tarik Wisata Alam
Setelah mengetahui dan memahami karakter dan sifat dari ODWT alam, maka barulah dapat disusun suatu kajian pengelolaan wisata alam dengan melibatkan semua pihak terkait. Pemahaman ekowisata juga tidak hanya terfokus pada ODTW, namun juga aspek lain yang memerlukan kajian seperti, daya dukung lingkungan wisata. Semuanya dipadukan dalam suatu rancangan yang disebut RIPPOW (Rencana Induk Pengelolaan dan Pengembangan Objek Wisata). Azas kemanfaatan dari ODTW alam dapat tercapai melalui pengelolaan dan pengusahaan yang benar dan terkoordinasi, baik lintas sektoral maupun swasta yang berkaitan dengan pengembangan kegiatan ekowisata, misalnya kepariwisataan, biro perjalanan, pemerintah daerah, lingkungan hidup, dan lembaga swadaya masyarakat (Dephut,2008).

Kesuksesan pengembangan ekowisata sangat ditentukan oleh peran dari masing-masing pelaku ekowisata yaitu; industri pariwisata, wisatawan, masyarakat lokal, pemerintah dan instansi non pemerintah, dan akademisi. Para pelaku ekowisata mempunyai peran dan karakter tersendiri yaitu(France, 1997 dalam Suhanda, 2003).:

1. Industri pariwisata yang mengoperasikan ekowisata merupakan industri pariwisata yang peduli terhadap pentingnya pelestarian alam dan keberlanjutan pariwisata dan mempromosikan serta menjual program wisata yang berhubungan dengan flora, fauna, dan alam.

2. Wisatawannya merupakan wisatawan yang peduli terhadap lingkungan.

3. Masyarakat lokal dilibatkan dalam perencanaan, penerapan danpengawasan pembangunan, dan pengevaluasian pembangunan.

4. Pemerintah berperan dalam pembuatan peraturan-peraturan yang mengatur tentang pembangunan fasilitas ekowisata agar tidak terjadi eksploitasi terhadap lingkungan yang berlebihan.

5. Akademisi bertugas untuk mengkaji tentang pengertian ekowisata dan mengadakan penelitian untuk menguji apakah prinsip-prinsi yang dituangkan dalam pengertian ekowisata sudah diterapkan dalam prakteknya. Pembangunan ekowisata yang berkelanjutan dapat berhasil apabila karakter atau peran yang dimiliki oleh masing-masing pelaku ekowisata dimainkan sesuai dengan perannya, bekerjasama secara holistik di antara para stakeholders, memperdalam pengertian dan kesadaran terhadap pelestarian alam, dan menjamin keberlanjutan kegiatan ekowisata tersebut.

Dalam pengelolaan ODTW alam, terdapat beberapa faktor yang mempengaruh i kesu ksesan pengelolaan nya diantaranya finansial, pemasaran produk serta aspek koordinasi. Murkana (1997) menyebutkan Faktor utama yang menjadi persoalan dalam pengembangan objek dan daya tarik wisata pada umumnya terkendala pada aspek finansial. Biasanya investor bersedia menginvestasikan modalnya untuk pengembangan objek dan daya tarik wisata yang mempunyai potensi untuk dikembangkan.

Analogi terkait aspek finansial ini dapat dilihat bahwa pemerintah telah menyiapkan alokasi dana untuk promosi Tahun kunjungan wisata 2008 sebesar Rp. 150 milyar (dari usulan 200 milyar). Nilai ini lebih kecil dari alokasi kegiatan pariwisata di Malaysia sekitar Rp. 800 milyar. Meskipun demikian ujar Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI Jero Wacik, dengan alokasi dana yang tersedia “bertekad” untuk mampu menarik kunjungan wisatawan mancanegara sedikitnya tujuh juta orang (Antara News, 2007). Kata-kata ini mungkin mengingatkan kita pada awal¬awal perjuangan bangsa kita dengan hanya bermodalkan bambu runcing, namun dengan “tekad” mampu meraih kejayaan. Sama juga halnya dengan modal yang sedikit, namun mempunyai target yang terlalu tinggi. Permasalahan juga tidak hanya pada aspek promosi, tapi juga kesiapan dari ODTW yang ada didalam menyambut kehadiran para wisatawan. Ibarat orang membuat suatu hajatan, setelah disebarkan undangan, ternyata sesampai ditempat “acara” tidak ada hidangan ataupun kegiatan yang berkaitan seperti yang ditulis pada undangan.

Tantangan yang umum dihadapi dalam bidang ekowisata antara lain: pertama, soal pemasaran yang tentunya terkait dengan jejaring atau kemitraan dengan pelaku wisata lain; kedua, kualitas SDM dalam pengelolaan kegiatan ekowisata di tingkat desa atau akar rumput (grass root); ketiga, yang tak kalah penting adalah menjaga keselarasan antara misi peningkatan taraf sosial-ekonomi masyarakat lokal dengan pelestarian sumber daya hayati, (santoso, 2003). Sementara itu Dephut, (2008) menambahkan bahwa kendala dalam pengembangan ODTW alam berkaitan dengan Instrumen kebijaksanaan dalam pemanfaatan dan pengembangan fungsi kawasan untuk mendukung potensi ODTW alam, Efektifitas fungsi dan peran ODTW alam ditinjau dari aspek koordinasi instansi terkait, kapasitas institusi dan kemampuan SDM dalam pengelolaan ODTW alam di kawasan hutan, serta mekanisme peran serta masyarakat dalam pengembangan pariwisata alam.

Strategi pengembangan ODTW alam meliputi pengembangan (Dephut, 2008):
1. Aspek Perencanaan Pembangunan ODTW alam yang antara lain mencakup sistem perencanaan kawasan, penataan ruang (tata ruang wilayah), standarisasi, identifikasi potensi, koordinasi lintas sektoral, pendanaan, dan sistem informasi ODTW alam.

2. Aspek Kelembagaan meliputi pemanfaatan dan peningkatan kapasitas institusi, sebagai mekanisme yang dapat mengaturberbagai kepentingan, secara operasional merupakan organisasi dengan SDM dan PP yang sesuai dan memiliki efisiensi tinggi.

3. Aspek Sarana dan Prasarana yang memiliki dua sisi kepentingan, yaitu (1) alat memenuhi kebutuhan pariwisata alam, (2) sebagai pengendalian dalam rangka memel ihara keseimbangan lingkungan, pembangunan sarana dan prasarana dapat meningkatkan daya dukung sehingga upaya pemanfaatan dapat dilakukan secara optimal.

4. Aspek Pengelolaan, yaitu dengan mengembangkan profesionalisme dan pola pengelolaan ODTWA yang siap mendukung kegiatan pariwisata alam dan mampu memanfaatkan potensi ODTWA secara lestari.

5. Aspek Pengusahaan yang memberi kesempatan dan mengatur pemanfaatan ODTWA untuk tujuan pariwisata yang bersifat komersial kepada pihak ketiga dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat.

6. Aspek Pemasaran dengan mempergunakan teknologi tinggi dan bekerja sama dengan berbagai pihak baik dalam negeri maupun luar negeri.

7. Aspek Peran Serta Masyarakat melalui kesempatan-kesempatan usaha sehingga ikut membantu meningkatkan kesejahteraan masyara kat.

8. Aspek Penelitian dan Pengembangan yang meliputi aspek fisik lingkungan, dan sosial ekonomi dari ODTWA. Diharapkan nantinya mampu menyediakan informasi bagi pengembangan dan pembangunan kawasan, kebijaksanaan dan arahan pemanfaatan ODTWA.

Sebagai implemetasi dari kebijakan tersebut diatas untuk kegiatan pengembangan ODTW alam, mungkin dapat mengacu pada point-point tindak lanjut yang dihasilkan “Lokalatih Nasional” yang dilaksanakan di Bogor dan di Taman Nasional Halimun Salak, tahun 2005 tentang Strategi Pengembangan Produk dan Promosi Ekowisata Daerah untuk Menembus Pasar Uni Eropa sebagai berikut (Ditjen PHKA, 2005) ;

1. Pelaksanaan lokalatih regional tentang strategi pengembangan Ekowisata.
2. Membentuk suatu wadah jaringan bersama.
3. Melakukan aksi promosi pemasaran antara lain ; Publikasi, (web site, sales call/road show, dan pendistribusian brosur) serta Berpartisipasi pada event Travel Mart yang sesuai dengan kebutuhan pasar

Pada tahun 2003, Departemen Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) mengadakan perjanjian kerjasama dengan Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (Association of Indonesian Tour and Travel Agency/ASITA). Nota kesepakatan tentang promosi dan pemasaran obyek dan daya tarik wisata alam di taman nasional, taman wisata alam, suaka margasatwa dan taman buru (Dephut, 2003)

Meminjam kata-kata “kebablasan” oleh Ashrama, (2003) tentang pengelolaan ODTW di Bali yang menceritakan bahwa dengan alasan untuk menunjang kegiatan pariwisata, maka dibukalah akses seluas¬luasnya, sehingga tanpa disadari telah mengenyampingkan nilai-nilai budaya yang ada. Demikian pula dengan pengelolaan ODTW alam dengan sifat dan karakteristik yang khas dan cukup rentan terhadap perubahan, maka didalam pengelolaannya harus sangat dipertimbangkan aspek lingkungan, disamping sarana pendukung. Kemasan ODTW yang hendaknya diciptakan adalah perpaduan kondisi alami dan teknologi sebagai sarana pendukung untuk pelestarian kondisi alami tersebut.

Suhanda (2003) menyatakan pengembangan ekowisata juga tidak bisa terlepas dari dampak-dampak negatif seperti; tertekannya ekosistem yang ada di obyek ekowisata apabila dikunjungi wisatawan dalam jumlah yang banyak dan konflik kepentingan antara pengelola atau operator ekowisata dengan masyarakat lokal terutama mengenai pembagian keuntungan dan aksesibilitas. Untuk mengantisipasi dampak negatif dari pengembangan wisata, perlu pendekatan daya dukung dalam pengelolaan ekowisata sesuai dengan batas-batas kewajaran.
VI. Kesimpulan
Kelimpahan keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia telah melahirkan potensi-potensi ODTW alam dan merupakan modal dasar bagi pengembangan ekowisata.

Salah satu strategi pengembangan ekowisata yang perlu dikaji adalah pemahaman akan sifat dan karakteristik Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) Alam.

Rancangan terpadu RIPPOW sangat diperlukan dalam pengelolaan ODTW alam secara berkesinambungan, guna menjaga efektifitas pembangunan pariwisata.

Konsep Ekowisata adalah tercapainya keseimbangan pencapaian tujuan yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan, yakni peningkatan devisa, terpeliharanya nilai-nilai budaya dan kondisi lingkungan.
Daftar Pustaka
Andris, Joko.2007. Eksploitasi Pariwisata BerlebihanDownload www.anggadaindonesia. blogspot.com

Antara News. 2007. Dana Promosi Pariwisata Indonesia Rp150 Miliar. Download .www.antara.co.id

Ashrama, Berata. 2003. Mengkritisi Penanggung Jawab Produk Wisata Bali. Download www.Balipost.co.id

Ardiwidjaja, Roby.2007. Meniliki Kebijakan Pembangunan Wisata Download www.Dieny-yusuf.com

Ditjen PHKA. 2005. Strategi Pengembangan Produk dan Promosi Ekowisata Daerah untuk Menembus Pasar Uni Eropa. Lokalatih Nasional,2005. Bogor. Download www.ditjenphka.go.id

Dephut. 2003. Ditjen PHKA Jalin Kerjasama Dengan Asita. Siaran Pers. Download Www.Dephut.Go.Id

Dephut 2008. Kemungkinan Meningkatkan Ekowisata. Download Www.Dephut.Go.Id

Dephut. 2008. Buku Statistik Kehutanan tahun 2006. Download www.dephut.go.id

Fandeli,Chafid dkk. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan UGM kerjasama dengan Unit KSDA Daerah Istimewa Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset.Yogyakarta.

Fandeli,Chafid. 2002. Perencanaan Kepariwisataan Alam. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Yogyakarta

Kutai Timur. 2008. Taman Nasional Kutai. Download.www.kutaitimur.go.id

Santoso. 2003 Pengembangan Ukm Berbasis Ekowisata. Download Www.Pnm.Co.id

Subadra, I Nengah. 2007. Ekowisata Sebagai Wahana Pelestarian Alam. Bali Tourism Wacth. Download. www.subadra.wordpress.com

Suhandi, Ary S.2003. Ekowisata, Peluang dan Tantangan. Download www.dieny-yusuf.com

Sumber :heterometrus.files.wordpress.com
Foto :

David Johnstone
Ferdins
Teeje

Gynaf