Musik rancak khas Sunda, terdengar membahana di sebuah arena pertandingan, dengan nyawa taruhannya. Adu domba. Kepala dengan kepala saling beradu. Adu kekuatan menyingkirkan lawan. Jika perlu, memukul lawan hingga tewas bersimbah darah.
Domba Priangan atau orang kerap menyebutnya Domba Garut yang banyak dijumpai di tanah Pasundan ini, bagi kalangan peternak domba, punya arti besar. Berbeda dengan jenis domba umumnya, Domba Garut merupakan hasil persilangan 3 jenis domba.
Domba lokal, domba Merino dan domba ekor gemuk asal Afrika Selatan. Berbadan kekar, leher besar dan kuat. Ciri lain, tanduknya besar berbentuk spiral dengan pangkal tanduk hampir bersatu. Panjang bulunya hingga mencapai 10 centimeter. Warnanya putih, hitam, coklat, atau campuran ketiganya.
Khusus domba pejantan, punya naluri berkelahi yang tinggi. Karena itu, selain diternak domba pejantan, sesuai dengan postur tubuhnya yang besar dan kokoh, seringkali dijadikan pula domba aduan. Untuk mencetak keturunan domba kualitas unggul ini, bibit bobot dan bebet domba betina diperhatikan betul.
"Kalo untuk cari kambing unggulan, adu tangkasnya bagus, kita akan cari bibit yang baik. Bibit, bobot bebetnya harus betul-betul dikuasai. Jadi dikatakan ada 1 biang cetak".
Sejak usia muda, pejantan kualitas unggul, telah dipersiapkan sebagai domba aduan. Perawatannya sangat diperhatikan, seperti kebersihan, kesehatan fisik, serta pemberian makanannya. Minimal 2 kali seminggu dimandikan, serta dicukur bulunya. Ini untuk menghindari serangan penyakit kulit. Begitu pula dengan kukunya, dibentuk sesuai selera pemilik.
"Yang paling pokok persiapan fisik untuk bertanding ini karena mungkin lawan kita yang akan datang tidak sembarangan kambing. Sudah mempersiapkan kambing yang baik, yah minimal kita untuk mengimbangilah".
Sama halnya manusia, domba-domba ini juga dilatih lari dan berenang, untuk mendapatkan otot tubuh yang kuat. Secara rutin, domba aduan juga dilatih adu ketangkasan dalam berkelahi.
Sehari-harinya, domba yang dipersiapkan untuk aduan, asupan makanan yang diberikan, bervariasi. Mulai dari rumput, labu siam, wortel, ampas tahu, hingga singkong yang sangat bagus untuk tenaga. Beberapa hari menjelang adu domba, biasanya diberi telor mentah.
Sesungguhnya tak sulit merawat domba aduan, hanya dibutuhkan ketelatenan. Perawatan yang baik serta kontinyu, bisa menghasilkan domba pejantan siap adu dengan bobot bisa mencapai 140-an kilogram. Seperti domba-domba pejantan ini, setiap saat siap untuk diadu, mempertaruhkan nyawa di lapangan.
Lapangan bola di sebuah kawasan wisata Gunung Salak Endah, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pagi itu ramai dikunjungi orang. Mereka ingin menonton pertarungan seru yang akan digelar sesaat lagi. Adu domba, kesenian khas masyarakat Sunda yang sudah ada semenjak jaman kerajaan Sunda berdiri, ratusan tahun silam.
Di tempat yang sama, puluhan domba berasal dari Cianjur, Sukabumi, Garut, Tasikmalaya dan Kabupaten Bandung, lengkap dengan pakaian kebesaran masing-masing, tengah menanti saat-saat menegangkan. Beradu ketangkasan melawan domba lain yang sebanding berat tubuh dan usianya. Domba-domba ini sejak kecil memang telah dipersiapkan untuk menjadi domba aduan. Siap bertarung dilapangan sampai mati.
Hari itu sungguh istimewa. Tari-tarian tradisional khas Sunda dipertontonkan sebagai pembuka acara. Untuk memeriahkan suasana, sejumlah domba pilihan diarak keliling lapangan, unjuk kekuatan dan kegagahan tubuhnya. Mengawali pertandingan, dua ekor domba jantan tengah dipersiapkan. Begitu bertatap muka, secara naluri, mereka langsung berkelahi.
Kepala beradu dengan kepala. Disinilah harga diri domba dipertaruhkan. Domba yang keluar sebagai juara, harga jualnya akan melonjak tinggi, hingga 2-3 kali lipat dari harga awal. Jika harga awal sekitar 3 atau 5 juta rupiah, maka nantinya sang pemenang harga jualnya bisa mencapai 10 juta rupiah.
Domba-domba aduan ini terbagi dalam beberapa kategori. Kategori A, B dan C. Masing-masing kategori terbagi lagi dalam 3 kelas. Seperti kelas A, terdiri dari A utama atau raja, menengah dan kelas 3. Begitu pula dengan kategori B dan C terbagi lagi dalam 3 kelas. Domba yang masuk kategori A, memiliki berat badan lebih dari 100 kilogram. Sedang kelas B, berat badannya antara 60 sampai 70 kilogram. Kurang dari itu, termasuk kelas C.
Pertandingannya itu sendiri, ada 2 macam, berdasarkan berat badan atau usia. Untuk pertandingan antar kategori, domba kategori B utama, boleh melawan kategori A menengah atau A kelas 3, namun tidak diperbolehkan melawan domba raja, karena tak seimbang kekuatannya. Dari segi usia, domba yang siap diadu telah cukup umur, atau minimal giginya rontok 4 atau 6 buah.
Di ajang adu domba ini, ada seorang wasit yang memimpin jalannya pertandingan. Wasit tak boleh lengah sedikitpun, sebab wasitlah yang mengetahui dan menentukan sampai dimana kekuatan domba yang tengah beradu ini.
Seperti pertandingan tinju, benturan-benturan antar kepala domba dinilai sebagai pukulan baik, mematikan atau tidak. Begitu pula langkah maju mundur dan hentakan kakinya saat berlari menyerang lawan. Semakin jauh langkah mundur yang dibuat, semakin kuat benturan kepalanya. Ini akan mendapat nilai tinggi. Keberanian domba di arena bertandingan, juga dinilai. Disini juri berperan.
Selain wasit dan juri, juga ada 2 orang pendamping, yang akan mendampingi domba peserta selama pertarungan berlangsung. Tugas pendamping tak kalah penting. Bagai seorang montir, jika domba asuhannya mengalami luka atau letak tanduknya bergeser, dialah yang harus memperbaiki.
Pertandingan baru setengah jalan. Seekor domba milik Haji Maksum asal Sukabumi, tak berdaya lagi mengalahkan lawannya. Monster namanya. Padahal telah berulang kali menang dalam arena adu domba. Di kalangan peserta adu domba, beredar kepercayaan, bahwa setiap kali akan melaksanakan adu domba, sebaiknya diawali dengan penyembelihan seekor domba untuk selametan. Sayangnya, pertandingan kali ini, luput melaksanakan hal tersebut.
Namun diluar unsur kepercayaan yang beredar, berlaku peraturan, bagi domba yang kalah bertarung hingga di ujung maut, harus direlakan untuk disembelih.
Hampir setiap bulan,di wilayah Jawa Barat, dijumpai ajang serupa, adu domba. Di Kabupaten Bogor sendiri, adu domba ini sudah menjadi agenda pariwisata.
"Kegiatan ini dilaksanakan setiap bulan yah dan sudah masuk kalender pariwisata di Kabupaten Bogor. Sehingga dengan demikian, minat masyarakat terhadap pariwisata, juga disamping itu merupakan hiburan. Kegiatan ini bagian daripada seni budaya ktia di daerah sini. dan kegiatan ini tidak ada unsur judi, terus terang saja ini sifatnya hanya hiburan semata".
Penyelenggaraan acara seperti ini memang lebih bersifat mempererat hubungan antara sesama peternak domba, saling bertukar ilmu cara beternak domba yang baik dan sekedar menyalurkan hobi. Apapun tujuannya, kesenian khas Pasundan ini merupakan arena hiburan murah meriah bagi warga sekitar arena pertandingan.(Idh)
Sumber : http://cimag.multiply.com
Foto : http://halidahmed.files.wordpress.com
Domba Priangan atau orang kerap menyebutnya Domba Garut yang banyak dijumpai di tanah Pasundan ini, bagi kalangan peternak domba, punya arti besar. Berbeda dengan jenis domba umumnya, Domba Garut merupakan hasil persilangan 3 jenis domba.
Domba lokal, domba Merino dan domba ekor gemuk asal Afrika Selatan. Berbadan kekar, leher besar dan kuat. Ciri lain, tanduknya besar berbentuk spiral dengan pangkal tanduk hampir bersatu. Panjang bulunya hingga mencapai 10 centimeter. Warnanya putih, hitam, coklat, atau campuran ketiganya.
Khusus domba pejantan, punya naluri berkelahi yang tinggi. Karena itu, selain diternak domba pejantan, sesuai dengan postur tubuhnya yang besar dan kokoh, seringkali dijadikan pula domba aduan. Untuk mencetak keturunan domba kualitas unggul ini, bibit bobot dan bebet domba betina diperhatikan betul.
"Kalo untuk cari kambing unggulan, adu tangkasnya bagus, kita akan cari bibit yang baik. Bibit, bobot bebetnya harus betul-betul dikuasai. Jadi dikatakan ada 1 biang cetak".
Sejak usia muda, pejantan kualitas unggul, telah dipersiapkan sebagai domba aduan. Perawatannya sangat diperhatikan, seperti kebersihan, kesehatan fisik, serta pemberian makanannya. Minimal 2 kali seminggu dimandikan, serta dicukur bulunya. Ini untuk menghindari serangan penyakit kulit. Begitu pula dengan kukunya, dibentuk sesuai selera pemilik.
"Yang paling pokok persiapan fisik untuk bertanding ini karena mungkin lawan kita yang akan datang tidak sembarangan kambing. Sudah mempersiapkan kambing yang baik, yah minimal kita untuk mengimbangilah".
Sama halnya manusia, domba-domba ini juga dilatih lari dan berenang, untuk mendapatkan otot tubuh yang kuat. Secara rutin, domba aduan juga dilatih adu ketangkasan dalam berkelahi.
Sehari-harinya, domba yang dipersiapkan untuk aduan, asupan makanan yang diberikan, bervariasi. Mulai dari rumput, labu siam, wortel, ampas tahu, hingga singkong yang sangat bagus untuk tenaga. Beberapa hari menjelang adu domba, biasanya diberi telor mentah.
Sesungguhnya tak sulit merawat domba aduan, hanya dibutuhkan ketelatenan. Perawatan yang baik serta kontinyu, bisa menghasilkan domba pejantan siap adu dengan bobot bisa mencapai 140-an kilogram. Seperti domba-domba pejantan ini, setiap saat siap untuk diadu, mempertaruhkan nyawa di lapangan.
Lapangan bola di sebuah kawasan wisata Gunung Salak Endah, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pagi itu ramai dikunjungi orang. Mereka ingin menonton pertarungan seru yang akan digelar sesaat lagi. Adu domba, kesenian khas masyarakat Sunda yang sudah ada semenjak jaman kerajaan Sunda berdiri, ratusan tahun silam.
Di tempat yang sama, puluhan domba berasal dari Cianjur, Sukabumi, Garut, Tasikmalaya dan Kabupaten Bandung, lengkap dengan pakaian kebesaran masing-masing, tengah menanti saat-saat menegangkan. Beradu ketangkasan melawan domba lain yang sebanding berat tubuh dan usianya. Domba-domba ini sejak kecil memang telah dipersiapkan untuk menjadi domba aduan. Siap bertarung dilapangan sampai mati.
Hari itu sungguh istimewa. Tari-tarian tradisional khas Sunda dipertontonkan sebagai pembuka acara. Untuk memeriahkan suasana, sejumlah domba pilihan diarak keliling lapangan, unjuk kekuatan dan kegagahan tubuhnya. Mengawali pertandingan, dua ekor domba jantan tengah dipersiapkan. Begitu bertatap muka, secara naluri, mereka langsung berkelahi.
Kepala beradu dengan kepala. Disinilah harga diri domba dipertaruhkan. Domba yang keluar sebagai juara, harga jualnya akan melonjak tinggi, hingga 2-3 kali lipat dari harga awal. Jika harga awal sekitar 3 atau 5 juta rupiah, maka nantinya sang pemenang harga jualnya bisa mencapai 10 juta rupiah.
Domba-domba aduan ini terbagi dalam beberapa kategori. Kategori A, B dan C. Masing-masing kategori terbagi lagi dalam 3 kelas. Seperti kelas A, terdiri dari A utama atau raja, menengah dan kelas 3. Begitu pula dengan kategori B dan C terbagi lagi dalam 3 kelas. Domba yang masuk kategori A, memiliki berat badan lebih dari 100 kilogram. Sedang kelas B, berat badannya antara 60 sampai 70 kilogram. Kurang dari itu, termasuk kelas C.
Pertandingannya itu sendiri, ada 2 macam, berdasarkan berat badan atau usia. Untuk pertandingan antar kategori, domba kategori B utama, boleh melawan kategori A menengah atau A kelas 3, namun tidak diperbolehkan melawan domba raja, karena tak seimbang kekuatannya. Dari segi usia, domba yang siap diadu telah cukup umur, atau minimal giginya rontok 4 atau 6 buah.
Di ajang adu domba ini, ada seorang wasit yang memimpin jalannya pertandingan. Wasit tak boleh lengah sedikitpun, sebab wasitlah yang mengetahui dan menentukan sampai dimana kekuatan domba yang tengah beradu ini.
Seperti pertandingan tinju, benturan-benturan antar kepala domba dinilai sebagai pukulan baik, mematikan atau tidak. Begitu pula langkah maju mundur dan hentakan kakinya saat berlari menyerang lawan. Semakin jauh langkah mundur yang dibuat, semakin kuat benturan kepalanya. Ini akan mendapat nilai tinggi. Keberanian domba di arena bertandingan, juga dinilai. Disini juri berperan.
Selain wasit dan juri, juga ada 2 orang pendamping, yang akan mendampingi domba peserta selama pertarungan berlangsung. Tugas pendamping tak kalah penting. Bagai seorang montir, jika domba asuhannya mengalami luka atau letak tanduknya bergeser, dialah yang harus memperbaiki.
Pertandingan baru setengah jalan. Seekor domba milik Haji Maksum asal Sukabumi, tak berdaya lagi mengalahkan lawannya. Monster namanya. Padahal telah berulang kali menang dalam arena adu domba. Di kalangan peserta adu domba, beredar kepercayaan, bahwa setiap kali akan melaksanakan adu domba, sebaiknya diawali dengan penyembelihan seekor domba untuk selametan. Sayangnya, pertandingan kali ini, luput melaksanakan hal tersebut.
Namun diluar unsur kepercayaan yang beredar, berlaku peraturan, bagi domba yang kalah bertarung hingga di ujung maut, harus direlakan untuk disembelih.
Hampir setiap bulan,di wilayah Jawa Barat, dijumpai ajang serupa, adu domba. Di Kabupaten Bogor sendiri, adu domba ini sudah menjadi agenda pariwisata.
"Kegiatan ini dilaksanakan setiap bulan yah dan sudah masuk kalender pariwisata di Kabupaten Bogor. Sehingga dengan demikian, minat masyarakat terhadap pariwisata, juga disamping itu merupakan hiburan. Kegiatan ini bagian daripada seni budaya ktia di daerah sini. dan kegiatan ini tidak ada unsur judi, terus terang saja ini sifatnya hanya hiburan semata".
Penyelenggaraan acara seperti ini memang lebih bersifat mempererat hubungan antara sesama peternak domba, saling bertukar ilmu cara beternak domba yang baik dan sekedar menyalurkan hobi. Apapun tujuannya, kesenian khas Pasundan ini merupakan arena hiburan murah meriah bagi warga sekitar arena pertandingan.(Idh)
Sumber : http://cimag.multiply.com
Foto : http://halidahmed.files.wordpress.com