Mengunjungi Situs Kota Cina di Dasar Danau Siombak

Oleh Muhammad Tazli

Tahun 1986 pasukan bekho (excavator) mengobrak-abrik lahan yang kini dinamakan Danau Siombak, Kelurahan Paya Pasir, Medan Marelan, Medan, Sumatra Utara. Areal yang awalnya lahan pertanian milik warga dalam waktu singkat jadi kubangan air raksasa. Kerukan tanah di areal itulah yang digunakan untuk penimbunan Jalan Tol Belmera yang memanjang dari Belawan hingga Tanjung Morawa. Seiring berjalannya pengerukan lahan Siombak, mulailah terungkaplah legenda yang selalu menjadi pengantar tidur bocah-bocah di daerah ini.

Cerita dari mulut ke mulut tentang kejayaan Kota Tua Cina di kawasan itu pun mulai terbukti. Di areal pengerukan material lumpur pada ke dalaman lima meter banyak ditemukan peninggalan barang-barang kuno. Cerita tentang Kota Cina adalah kerajaan yang makmur dan terdapat pelabuhan internasional yang dihuni imigran Cina pun, tak bisa disangkal. Menurut legenda, Kota Tua Cina hancur setelah menerima kutukan. Kota yang menurut legenda seluas 25 hektar itu terkubur setelah kepah (sejenis kerang) menyerang kota itu.

Dalam pengerukan kawasan Siombak ditemukan barang-barang peninggalan dengan aksara Cina dari tahun 800 Masehi, seperti piring, guci patung Dewa Siwa dan koin yang bertuliskan tahun 800 M. Salah satu yang masih tersisa adalah bangunan kelenteng tua yang berada di semak-semak, dekat pemukiman warga. Menurut berbagai sumber, bangunan itu peninggalan abad ke-11 Masehi. Ketika itu, banyak ditemukan benda-benda kuno. Sejak saat itulah, warga tak berhenti mencari benda-benda kuno. Para pencari kerang pun berprofesi ganda. Mencari kerang sambil mencari harta karun. Tak jarang pula mereka mendapat hasilnya, yang paling banyak adalah penemuan keramik kuno.

Dari data Balai Arkeologi Medan, benda-benda kuno yang ditemukan di kawasan itu antara lain Arca Buddha besar, Arca Laksmi, fragmen keramik dan bata dari masa Dinasti Sung dan Yuan, batu pahatan merupakan batuan beku yang berbentuk prisma segi empat dengan ukuran tinggi 50 cm, lebar atas 30 cm, lebar bawah 40 cm dan tebal 23 cm, dan lain-lain. Sebagian keramik yang ditemukan di Paya Pasir diperkirakan berasal dari Dinasti Yuan (abad 13-14 Masehi) dan Dinasti Sung (abad akhir abad 10-13 Masehi). Sedangkan koin mata uang berasal dari masa Dinasti Tang (abad 10 Masehi) dan Dinasti Sung (abad 11 Masehi).

Benda-benda itu kini disimpan di Museum Negeri Sumut, sebagian masih berada di tangan warga. Tak Cuma itu, beberapa tahun lalu seorang warga Ismail, menemukan bangkai perahu yang panjangnya 30 meter. Perahu itu bukan perahun nelayan, dilihat dari ukurannya diperkirakan perahu niaga. Perahu tersebut hingga kini masih terkubur di dasar Danau Siombak, dan belum ada upaya untuk mengangkatnya. Hingga sekarang, pemerintah belum mempedulikan tentang sejarah kota Cina ini, sehingga tak ada penelitian yang dilakukan untuk mengetahui situs sejarah tersebut.

Syahrul Idrus, tokoh masyarakat setempat mengatakan, hendaknya pemerintah merekonstruksi ulang, bangunan rumah penduduk ditata sedemikian rupa. Menjadikan Danau Siombak ini sebagai wisata budaya. Digarap secara serius, untuk bisa menghasilkan aset yang menjadi pemasukan untuk Pemko juga nantinya. Namun jangan sampai pembangunan mengabaikan warga. Kalau kita berpikir, alangkah sayangnya perahu tua yang diduga digunakan untuk menyeberangi Selat Malaka itu dibiarkan saja tertimbun di dasar danau.

Beberapa waktu lalu, investor Malaysia bahkan sudah memagari lokasi ini, penduduk tidak lagi bisa sembarangan di lokasi ini. Menurut pengakuan mereka, lahan ini telah dijual seharga Rp 2 miliar. Namun sekarang prosesnya tertunda karena keadaan mantan Wali Kota, Abdillah, yang sekarang ditahan. Warga begitu tertekan ketika pihak pengelola, mulai memagari lokasi ini. Mereka yang lahir di sini, seakan tak mempunyai kuasa apa-apa terhadap kampung halamannya sendiri.

Satirnya, jika Anda ingin tahu lebih jelas tentang sejarah Kota Cina ini, Anda bisa pergi ke Prancis, bisa jadi di museumnya lebih jelas gambaran sejarah tentang Kota Cina ini, karena beberapa barang penemuan telah dijual warga kepada turis Prancis yang ternyata lebih peduli dibanding masyarakat Indonesia sendiri.

Sumber :http://www.hariansumutpos.com