Mengantar Raja Sumba ke Langit Ketujuh

Oleh Kornelis Kewa Ama

Tujuh gong bertalu di pendapa rumah duka sang Raja Kerajaan Prailiu, Sumba Timur, Tamu Umbu Djaka (1950-2008), Jumat (28/8). Hal itu menjadi tanda prosesi adat pemakaman raja segera digelar. Para undangan dari 60 marga sedaratan Pulau Sumba dan undangan dari luar Sumba berdatangan ke rumah duka dengan mengenakan pakaian adat, tenunan khas Sumba warna hitam. Mereka membawa kerbau, sapi, babi, kain tenun sumba berkualitas, dan beras. Kerbau, sapi, dan kuda dibawa oleh saudara perempuan yang telah menikah, sementara kain dan babi dibawa pihak ipar (keluarga dari istri).

Sumbangan itu akan diperhitungkan saat ada anggota keluarga penyumbang meninggal dunia atau menyelenggarakan pesta. Panitia mencatat jenis barang, ukuran sumbangan, dan nama pembawanya. Total hewan yang dibawa saat itu ada 87 ekor, terdiri dari kuda, kerbau, sapi, dan babi. Selain itu juga ada 213 lembar kain tenun sumba berkualitas. Dari jumlah itu, sebanyak 15 kerbau dan kuda disembelih di tempat upacara untuk memberi makan hadirin. Jenazah raja yang sudah diawetkan dibaringkan di dalam peti kebesaran yang diletakkan di ruang utama istana. Istana berupa rumah panggung dihiasi ukiran adat. Ribuan pelayat berbaris rapi masuk keluar istana bergantian.

Di depan jenazah, mereka mempersembahkan tenun asli sumba dan uang. Adapun sumbangan hewan hanya sampai di depan pintu masuk, kemudian diambil pihak keluarga untuk diikat. Setelah gong dibunyikan, dilakukan pemotongan seekor kuda di depan pintu masuk istana. Semua hewan dipotong oleh Hunga Tamu (52) dari marga (kabihu) Anapura yang ahli memotong hewan. Hunga Tamu hanya sekali menetakkan parang ke leher binatang, tidak boleh lebih. Jika tidak berhasil memotong dalam satu tetakan, harus diupacarakan lagi karena hal itu dianggap pertanda masih ada kesalahan yang belum dimaafkan oleh leluhur.

Persiapan Panjang
Raja Tamu Umbu Djaka meninggal pada 25 April 2008, tetapi dimakamkan pada 29 Agustus 2009. Pemakaman Raja Sumba butuh persiapan matang. Persiapan penguburan Raja Tamu Umbu Djaka butuh waktu setahun karena sangat sulit mencari batu kubur. ”Panitia khusus yang mencari batu sebelumnya diupacarakan di rumah adat dengan mengorbankan seekor kerbau. Jika tidak, lempengan batu yang dibutuhkan akan sulit ditemukan. Harus ada petunjuk khusus dari leluhur mengenai keberadaan batu,” kata penanggung jawab Kerajaan Prailiu, H Wangulangu.

Setiap tahap pembuatan makam harus diupacarakan. Setelah batu dinyatakan layak untuk kuburan raja, sebelum dipahat dibuat upacara adat. Selesai dipahat, batu diupacarakan lagi agar bisa diangkat dan tetap utuh dalam pengangkutan ke lokasi pemakaman. Sejak batu ditemukan, keluarga mulai membentuk panitia dan bermusyawarah mengenai waktu penguburan, berapa anggaran, serta jumlah undangan. Semua harus ada petunjuk dari arwah raja melalui penjaga jenazah. Penjaga jenazah yang berjumlah enam orang adalah orang pilihan yang dipilih berdasarkan petunjuk dari leluhur lewat mimpi serta memiliki hubungan keluarga dengan raja. Selama menjaga jenazah, mereka diberi makanan dan minuman bergizi dan lezat layaknya hidangan untuk raja.

Sebulan sebelum pemakaman, penjaga jenazah yang pada tahun 1900-an disebut ata atau hamba terus menjaga jenazah. Empat ata berdiri di samping jenazah, seorang di antaranya memegang seekor ayam jantan merah yang pada bagian gelambir dan jengger diberi hiasan manik-manik. Ayam merupakan simbol transportasi raja menuju langit ketujuh. Dua orang lagi memegang kuda raja, berdiri persis di depan pintu ruang jenazah dibaringkan. Kuda adalah simbol alat transportasi yang kuat apabila menempuh perjalanan darat. Dua alam baka akan ditempuh sang raja, yakni langit dan bumi.

Orang Sumba yang beragama asli Sumba, yaitu agama Marapu, yakin bahwa arwah orang yang sudah meninggal tidak pergi dari bumi bila penguburan tidak diritualkan.

Kata prailiu atau praikamaru berarti kampung raja. Konon di kampung ini muncul raja-raja terkenal Sumba dengan pengaruh hampir di seluruh daratan Pulau Sumba, bahkan sampai ke pulau sekitar. H Wangulangu, di rumah duka di Waingapu, mengatakan, Raja Tamu Umbu Djaka berasal dari dinasti Praikaraha. Tamu Umbu Djaka berada pada garis keturunan ke-6 dari Raja Tamu Umbu Kahumba. Nenek moyang orang Sumba diyakini berasal dari India, yang menetap di Kampung Wungu atau kampung pertama, Sumba Timur.

Karena Tamu Umbu Djaka sudah masuk Kristen pada tahun 2007, prosesi pemakaman adat dipadukan dengan tradisi Kristen. Prosesi pemakaman diawali dengan ibadah pemakaman yang dipimpin Pendeta Yuliana Ata Embu. Dalam khotbahnya, Yuliana menyebutkan, meski baru menjadi Kristen tahun 2007, sejak tahun 1970-an almarhum sudah memberikan bantuan pada pembangunan sejumlah gereja di Waingapu. Karena sudah beragama Kristen, prosesi adat pemakaman lebih sederhana ketimbang Raja Sumba yang masih beragama Marapu. Tradisi Marapu asli menuntut pengorbanan ribuan ternak. Marapu artinya kepercayaan akan segala kekuatan, yang baik dan yang jahat, termasuk di dalamnya benda-benda purbakala.

Seusai ritual Kristen, ritual adat kebesaran raja dimulai. Lima kerbau dan tiga kuda dipotong di depan pintu istana oleh Hunga Tamu sebelum peti jenazah diangkat. Peti jenazah yang ditutup dengan kain tenun sumba diangkat oleh 10 orang dari marga terdekat menuju tempat pemakaman. Jarak rumah duka dengan kubur batu tempat raja dimakamkan sekitar 40 meter, hanya dipisahkan oleh jalan umum. Di belakang peti berjalan istri dan anak almarhum, diikuti kuda tunggangan yang dihiasi serta para penjaga jenazah.

Jenazah dan para pengiring mengelilingi kuburan sebanyak empat kali. Saat jenazah dimasukkan ke liang lahad, tiga kerbau dan dua kuda dipotong di samping makam sebagai simbol pembersihan dosa. Saat jenazah masuk ke liang lahad, wilayah Kerajaan Prailiu tiba-tiba mendung dan hujan rintik. Hujan yang sama terjadi pada 25 April 2008 saat Tamu Umbu Djaka meninggal. Sesuai kepercayaan, hujan melambangkan kebesaran dan kemakmuran yang ditinggalkan sang raja kepada rakyatnya. Anaknya yang akan menggantikan pun direstui sang ayah.

Sumber : http://cetak.kompas.com