Geguritan Udiatmika Carita

Oleh : Tim Wacana Nusantara

Kesusasteraan bercorak Panji sukar ditentukan kapan tercipta dan penyebarannya. Poerbatjaraka memberikan bukti dari segi bahasa bahwa dalam cerita-cerita Panji, bahasa yang digunakan bukanlah bahasa Jawa kuno (seperti yang dikatakan oleh C.C. Berg), melainkan bahasa Jawa tengahan. Poerbatjaraka menunjukkan bukti bahwa dalam keseluruhan cerita Panji yang dikarang sekarang, baik yang ada di Jawa maupun yang ada di Bali, memakai tembang macapat (macapat verse) atau tembang tengahan (tengahan verse). Hal ini menunjukkan bahwa, ketika ditulis cerita Panji yang pertama, orang tidak lagi menggunakan wirama India yang tradisional itu.

Poerbatjaraka menyatakan bahwa berdasarkan isi dalam cerita Panji, nama tempat yang disebutkan mempunyai persamaan dengan yang ada dalam kitab Pararaton. Nama para pelaku dalam cerita Panji juga menampakkan persamaan dengan kitab Pararaton. Sebagai bukti, dinyatakan bahwa dalam cerita-cerita Panji dapat ditemukan nama-nama seperti lembu (sapi), kebo (kerbau), jaran, undahan, kuda (semuanya berarti kuda) yang hal ini dapat pula ditemukan pada piagam Hayam Wuruk dan Negara Kertagama.

Pernyataan Poerbatjaraka tersebut saling mendukung dengan pernyataan Th. Pegeaud yang menempatkan kesusastraan Panji ke dalam zaman Jawa Bali, yaitu hasil kesusastraan antara tahun 1500, Berdasarkan sejarah tradisi Jawa, pada tarikh itu, Raja Majapahit yang terakhir telah melarikan diri ke Bali karena terdesak oleh pemeluk agama Islam. Oleh karena itu, kesusastraan yang mereka bawa ke Bali mendapat tempat dan dapat berkembang dengan baik.

Geguritan Udiatmika Carita atau Geguritan Jae Jekuh merupakan geguritan bertema Panji yang berasal dari Bali. Dalam geguritan ini ditemukan pengembaraan Raden Mantri atau Raden Darmika yang ditinggalkan oleh isterinya, Dyah Udiatmika. Keperdian Dyah Udiatmika disebabkan oleh fitnah Dyah Gerong, istri Raden Darmika. Selama pengembaraannya, Raden Mantri atau Raden Darmika mengalami penderitaan, di antaranya disiksa oleh penduduk kampung karena disangka pencuri. Raden Darmika dalam upaya mencari istrinya banyak mendapat kesaktiak dari Pendeta Subudi. Selanjutnya sampailah Raden Darmika ke Negeri Mayura. Di tempat ini ia bertemu dengan Dyah Udiatmika. Akhirnya, setelah melalui perjuangan melawan tentara raksasa yang menyerang Negeri Mayura, Raden Darmika berhasil memboyong kembali Dyah Darmika dan sekaligus menikahi Dyah Smaratajun.

Berdasarkan isi cerita, dapat diketahui bahwa Geguritan Udiatmika Carita bertemakan ajaran hidup bagi seorang putra mahkota agar kelak bijaksana dalam memegang dan mengendalikan tampuk pemerintahan. Untuk lebih jelas, dapat disimak kutipan berikut ini.

Raden Mantri lalu rebah,
Setiap orang yang datang menyepaknya,
Ia telentang di tanah,
Dan orang-orang yang menyiksa itu lalu
Memaki-maki (1991: 148)

Dari kutipan tersebut dapat dihayati betapa besari penderitaan yang dialami oleh Raden Darmika dalam upaya mencari istrinya. Penduduk desa mengira bahwa ia adalah pencuri yang selama ini meresahkan penduduk tersebut. Di samping mengalami penderitaan dan cobaan yang lain, Raden Darmika dan pengiringnya, Pagag dan Pageg menyamar menjadi dukun dan penjual bunga.

Jangan kurang berhati-hati Tuanku,
Setelah sampai maupun selama di perjalanan,
Jalannya sebagai penyamar,
Pagag Pageg agar mengiringkannya,
Yang lain menjual bunga,
Berpakaian sebagai seorang wanita,
Agar Tuanku tidak dikenal,
Sebagai dukun sampai di istana itu,
Sambil Tuanku menjual bunga,
Pasti beliau akan dilihat,
Tuanku putri beliau sakit,
Mengenangkan bagian raja (1991: 275)

Dengan penyamaran tersebut mereka berharap dapat bertemu dengan Dyah Udiatmika, istri Raden Darmika, yang saat ini sedang berada di istana raja siluman bernama Durgasmala. Motif penyamaran dalam rangka menemukan istri yang dilakukan oleh Raden Darmika dan penyamaran untuk menemukan suami yang dilakukan oleh Dyah Udiatmika merupakan salah satu ciri khas dalam pola cerita Panji. Dalam upayanya melepaskan diri dari cengkeraman raja siluman Durgarmala, Udiatmika dengan pertolongan Candrasih menyamar menjasi deorang laki-laki.

Candrasih kembali berkata: “Carilah jalan
Dengan menyamar, tidak akan salah anak
Cantik, sekarang pikirkanlah ptung ini
Agar orang yang mengerjakannya tertarik.” (1991:310).

Penyamaran tersebut berhasil menipudaya Raja Durgasmala, yang kemudian justru terpesona kepada patung yang ditinggalkan oleh Udiatmika, sehingga Udiatmika dapat melarikan diri dengan menaiki kuda putih yang sudah dipersiapkan oleh Raden Darmika. Akhirnya Raden Darmika dan Dyah Udiatmika dapat berkumpul kembali dengan bahagia.

Referensi
Bagus, I Gusti Ngurah. 1991. Geguritan Udiatmika Carita. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1994. Khasanah Budaya Nusantara V. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sumber : http://www.wacananusantara.org/2/156/geguritan-udiatmika-carita