Pantai Logending, 8 km selatan Gua Jatijajar, atau 53 km dari
Pantai wisatanya cukup luas, apalagi saat ini sudah bebas pandangan, dengan dilarangnya mendirikan warung-warung di sentral pandangan. Sehingga para wisatawan bisa lebih asyik menikmati pemandangan yang ada tanpa terganggu pandangan yang kurang sedap. Selain pantainya yang cukup lapang, para wisatawan juga bisa menikmati indahnya muara sungai Bodo, dengan perahu-perahu pesiar yang disediakan para nelayan setempat. Dengan perahu-perahu tradisional, maupun perahu tempel, kita bisa menelusuri muara sungan Bodo yang merupakan pemisah antara wilayah Kabupaten Kebumen dengan Kabupaten Cilacap. Selain air sungai Bodo yang tenang, rimbunnya pohon-pohon playau di tepian sungai, serta lebatnya hutan jati milik perhutani, menambah indahnya pemandangan.
Wisata Alam dan Bumi Perkemahan
Kondisi pantai Logending sangat menawan, meskipun sampai saat ini bisa dikatakan belum dikelola secara intensif, serta belum adanya pihak luar yang ikut campur tangan menanganinya, namun sudah mengundang banyak wisatawan termasuk wisatawan mancanegara.
Biasanya, bagi pencinta alam maupun wisatawan yang baru melakukan kegiatan giri wana rely, ataupun kegiatan penelitian seputar kawasan obyek wisata dan hutan setempat, selanjutnya mereka tetap berada di pantai Logending dengan mendirikan tenda-tenda perekemahan pada malam harinya. Karena di lokasi obyek wisata Logending ini, oleh Perum Perhutani disediakan lokasi untuk perkemahan. Dari sisi lain yang menarik obyek wisata dan bumi perkemahan Pantai Logending ini, dan saat ini belum diketahui secara luas adalah, terdapat tanaman yang tergolong langka. Tanaman langka yang jarang ditemui di Jawa maupun di luar Jawa, saat ini tumbuh sangat subur dan sudah besar-besar. Tepatnya berada di lokasi wana wisata setempat, yaitu pohon Mahoni Afrika. Dari sangat langkanya di daerah lain, Logending ini sering dijadikan obyek penelitian oleh berbagai pakar dan mahasiswa yang berkait erat dengan tumbuh-tumbuhan, khususnya di lingkungan Perum Perhutani. Saat ini, di tempat itu pula dijadikan lokasi pembitian Mahoni Afrika yang selanjutnya akan dikembangkan di berbagai wilayah Jawa ini.
Sarana dan Fasilitas
Ketenangan
Bagi pengunjung obyek wisata Pantai Logending Ayah, pihak pengelola selalu siap siaga membantu memberikan perlindungan. Selain setiap pengunjung diasuransikan melalui Jasa Raharja yang pembayaran preminya diserahkan dalam karcis masuk, para petugas sebelumnya selalu memberikan penyuluhan kepada pengunjung, berkait dengan kondisi obyek wisata yang ada, tanpa mengurangi kebebasan mereka menikmati keindahan obyek wisata. Keamanan dan ketenangan pengunjung lebih terjamin, karena ditunjang dengan keramah-tamahan penduduk sekitar obyek yang banyak melakukan aktifitasnya di kawasan obyek itu sendiri.
Kenang-kenangan
Sebagai obyek wisata yang berada di sekitar hutan dan pantai yang di huni oleh penduduk, dengan sebagian besar sebagai nelayan dan pengrajin gula kelapa, dari kondisi alamnya itu sendiri, keindahannya tidak bakal bisa dilupakan sepanjang zaman. Bagi pengunjung yang menginginkan souvenir, baik itu makanan khas berupa grobi, gula kelapa, maupun ikan hasil tangkapan para nelayan, juga tersedia aneka souvenir berupa kerajinan anyaman-anyaman pandan, kerajinan kece dan sebagainya. Untuk mendapatkan souvenir cukup mudah, karena toko-toko souvenir letaknya berada di lokasi parkir, berjajar dengan rumah sederhana yang murah, meriah, namum penuh gizi, karena banyak menyediakan ikan segar.
Riwayat Singkat
Sejak zaman pendudukan Belanda dan berkepentingan Jepang di Indonesia, Pantai Logending sudah merupakan tempat pesiar (plesiran). Seperti di tuturkan Sastro (60), juru kunci makan Selo Kabut yang diyakini oleh penduduk setempat sebagai makan Ki Ajar Tonggo. Ki Ajar Tonggo adalah seorang pintar yang mukim di Pantai Ayah, saat Ayah dikuasai dan diperintah oleh Adipati Suronegoro dan Kartonegoro I. Dan pada saat Jepang menduduki Indonesia, wilayah Ayah, rupanya merupakan salah satu tempat strategis yang dijadikan tempat pengintaian dan pos penjagaan, hal itu bisa dibuktikan dengan masih adanya peninggalan bangunan semacam benteng, baik di tepi pantai, maupun di atas pengunungan Gajah. Menurut penduduk setempat, bangunan-bangunan tadi merupakan tempat pengintaian untuk mengetahui tentara-tentara musuh dari arah barat, yaitu dari arah Cilacap dan Nusakambangan dengan mempergunakan perahu. Begitu pula, saat terjadi pergolakan revolusi di tahun 48 - 50, kawasan hutan setempat dijadikan tempat pelarian dan persembunyian tentara-tentara pejuang. namun sampai saat ini belum ada data yang menunjukkan, bahwa di kawasan itu dijadikan markas.
Photo : http://www.indonesiapariwisata.com