Kesenian Tarling


Kesenian Tarling dikenal sebagai suatu kesenian daerah Cirebon. Kesenian ini termasuk seni campuran antara musik dan drama. Pada awalnya, Tarling merupakan suatu kesenian yang dimaksudkan untuk mengisi waktu Luang atau menghibur pada saat-saat berkumpul. Sesuai dengan namanya Tarling menggunakan alat-alat musik berupa gitar dan suling (seruling), kemudian ditambah dengan alat-alat seperti kendang dan dog-dog. Sebagai kelengkapan pembantu dalam suatu pergelaran, para pemainnya memakai kostum, terutama kostum untuk bodor atau badut dan kostum wanita. Dalam suatu pergelaran biasanya menggunakan pentas atau panggung (stage), namun tanpa panggung pun mereka dapat bermain asal ada pembatas antara pemain dan penonton. Para pemain Tarling tradisional duduk bersila, seperti penabuh gamelan.

Pemain Tarling dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu:
-para pemain atau penabuh;
-dalang; dan
-tokoh penampil/pelakon yang sedang dipergelarkan.

Dalang, pemimpin dalam suatu pergelaran, juga berperan sebagai narator suatu lakon dengan gaya pantun yang diiringi instrumen musik untuk mengantar adegan-adegan yang diperankan para pemain. Dalang biasanya mengenakan pakaian perempuan dengan tutup kepala yang disebut kerudung (tiung) dan suaranya pun menirukan suara perempuan.

Latar Belakang Sejarah
Pada awal tahun 1950-an, daerah Cirebon mengalami kesulitan mendapatkan perangkat Gamelan yang sempurna. Hal ini menjadi suatu masa yang dapat dikatakan suram bagi masyarakat Cirebon, karena seperti kita ketahui bahwa suatu masyarakat selalu memiliki pranata untuk rekreasi dan hiburan. Dalam menghadapi masa tersebut, ada seorang pemuda di daerah Bedulan mencoba membuat gamelan dan logam. Akan tetapi hasilnya kurang memuaskan, kemudian ada sekelompok pemuda lain yang juga mencoba menghibur diri pada saat senggang, dengan alat musik Gitar. Lantas mereka mencoba untuk memainkannya, akan tetapi nada dan alat musik tersebut diatonis, sedangkan mereka hanya mengenal nada pentatonis.

Ada seseorang yang bernama Jayana mencoba untuk mengubah nada gitar dengan satu stelan yang disebut mol, hal ini untuk dapat diselaraskan dengan musik tradisional yang bernada pentatonis. Setelah diubah stelannya, dirasakan telah ditemukan nada untuk membawa lagu Kiser Kedongdong. Adapun larasnya disebut Prawa, lebih tinggi satu tingkat dari nada Salendro, dengan petikan gitar pada gamelan. Gitar dipetik dengan patokan pancer, laras, gong, kembali ke pancer, laras, dan seterusnya.

Permainan musik barn tersebut, berkembang menjadi suatu jenis hiburan yang cukup digemari masyarakat. Dalam memainkannya lebih bersifat senda gurau di antara pemain, dengan duringi musik diselingi cerita-cerita dan lawakan. Banyak warga masyarakat yang menaruh perhatian terhadap jenis pennainan musik ini, dan banyak juga yang sengaja mengundang untuk suatu pergelaran.

Pertunjukan kesenian ini, menjadi populer dengan sebutan Melodi Kota Udang, yang kemudian dilengkapi dengan alat musik suling, dan dipopulerkan oleh seorang seniman yang dikenal dengan nama Dudalelena. Jenis musik ini disesuaikan dengan musik keroncong, bersama salah seorang anggotanya yang bernama Kamas (almarhum). Setelah dimasukkan laras suling yang dirasakan cukup dominan, maka kesenian ini sesuai dengan alat musik yang dominan yaitu gitar dan suling, dinamakan tarling; akronim dari gitar dan suling.

Pada perkembangan selanjutnya, seorang tokoh kebudayaan di daerah Cirebon bernama Salana, mendirikan group yang dinamai Nada Budaya. Bersama seorang temannya, Sunarto Martaatmadja, mencoba mengkombinasikan Tailing dengan satu cerita atau lakon, karena dirasakan tarling sangat monoton. Dengan masuknya unsur drama yang sebelumnya hanya dimainkan oleh pemusik kecapi, maka pemain Tarling menjadi terdiri atas: dua pemain gitar (dobelan) dengan satu gitar melodi, satu pemain keblukan (tuktukan), satu pemain kecrek, dan satu pemain suling, disebut nayaga.

Pada saat itu drama Tarling yang dikenal adalah, Kiser Daidah dan Bayem dadap. Adapun dalam penampilannya didukung oleh pemain figur atau para pelaku, dua orang sinden, seorang dalang, dan seorang atau lebih adalah pelawak (bodor).

Dewasa ini salah satu group Tarling yang sangat populer adalah group Putra Sengkala dengan tokoh pimpinannya H. Duladjid. Corak Tarling yang dibawakan adalah Dangdut dengan alasan bahwa dangdut lebih diminati oleh masyarakat. Menurut tokoh Tarling tradisional, aliran yang dibawakan oleh Duladjid lebih cocok disebut musik Dangdut.

Berdasarkan perkembangan sejarah dan asal-usulnya, Tarling merupakan suatu ekspresi budaya masyarakat bawah (nelayan), bukan budaya keraton. Dengan demikian Tailing Iebih cepat tumbuh dan berkembang di sekitar pantai Utara Cirebon dan Indramayu.

Perkembangan Tarling
Dalam perkembangannya Tarling selalu mengalami banyak perubahan, bahkan sekarang Tarling telah cenderung berubah menjadi suatu jenis musik yang bercorak "Dangdut dan Orkes Gambus". Tarling jenis ini, pergelarannya hanya vokalis terutama penyanyi wanita. Bagi seorang tokoh Tarling tradisional, hal ini disebut sebagai tindakan senimannya yang sudah meninggalkan "PAKEM". Sekarang, Kesenian Tarling cenderung mengarah kepada fungsi hiburan semata. Lain daripada itu, pemain Tarling atau seniman Tarling sudah mengarah kepada profesionalisme; artinya kesenian tersebut dijadikan mata pencaharian utama. Adapun sebelumnya Tailing tradisional dimainkan oleh para seniman yang mempuriyai profesi atau mata pencaharian utama sebagai nelayan, petani, buruh, dan sebagainya.

Sebagai suatu sarana hiburan, Kesenian Tailing merupakan salah satu hiburan masyarakat yang cukup bergengsi. Apabila dalam suatu hajatan tidak mempergelarkan Tarling, masyarakat menganggap hajatan tersebut kurang meriah. Sebaliknya apabila seseorang sedang melaksanakan hajatan dengan mementaskan hiburan Tarling, orang tersebut dianggap orang terhormat atau memiliki gengsi dan status sosial tinggi.

Sumber : LP Edisi 16/Desember 1998 ISSN 0854-7475 Kesenian Daerah Di Jawa Barat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung.

Photo : http://img.youtube.com