Makna Filosofis Tradisi Saro-Saro dan Joko Kaha serta Sajian Makanan Adat Ternate

Oleh : Haji Alauddin Haji Abdullatif

Saro-saro adalah suatu bentuk doa atau permintaan yang sifatnya ritual dan mengandung makna filosofis dalam tradisi kehidupan masyarakat Ternate. Joko Kaha atau “injak tanah” adalah ssalah satu jenis bentuk tradisi orang Ternate untuk melakukan ritual menginjak tanah pertama kali. Sedangkan Makan Adat adalah sebuah acara makan bersama menurut tradisi dan tata cara adat yang yang dilakukan sejak ratusan tahun lalu.

Permintaan atau doa yang tertuang dalam bentuk pangan dan disuguhkan pada kedua mempelai ini disampaikan oleh ibu-ibu dari saudara ibu dan saudara ayah dari kedua mempelai yang dalam bahasa Ternate disebut : Yaya se Goa (adat seatorang). Karena Yaya se Goa dari saudara ibu dan ayah dari kedua mempelai; pertama-tama turut bertanggung jawab sebelum dan sesudah pelaksanaan perkawinan ini dan kedua adalah awal perkenalan dan per.ialinan kekeluargaan dari kedua mempelai.

Bentuk Pangan (Saro-Saro) dalam upacara perkawinan.
Bahan-bahan dalam bentuk pangan lengkap dalam suatu upacara Saro-Saro sebuah perkawinan terdiri dari :

Bubur Sirikaya :
Terbuat darii telur ayam, gula, santan kelapa dan sari daun pandan. Pengertian filosofinya; Sirikaya yang manis rasanya lembut dan enak rasanya seperti manisnya budi pekerti yang diharapkan dari kedua mempelai.

Kobo (Ketupat Kerbau) :
Berjumlah empat buah atau tiga buah.
Pengertian filosofinya; Binatang kerbau yang kuat, rajin dan setia diharapkan menjadi sifat sang suami yang memikul tanggung jawab atas bahtera rumah tangganya.

Nanasi (Ketupat Nanas) :
Berjumlah empat atau tiga buah.
Buah nenas yang lekuknya bertatahkan rapi dan berartistik megah yang di atasnya berada mahkota, memiliki kulitnya yang tebal, memiliki duri, dan isinya yang sangat enak ini diharapkan menjadi sifat sang isteri yan setia menjaga rumah tangga, tahan dari godaan dan setia kepada sang suami.

Jaha (Pali-Pali) yang terdiri dari sepuluh potong terpampang dan tersusun rapi di atas sebuah piring yang melambangkan kekuatan armada laut Ternate pada masa lampau yang selalu siaga siap tempur untuk mempertahankan kedaulatan negerinya.

Bubur Kacang Hijau (Gule-gule Tamelo) yang disajikan melambangkan kekayaan hasil pertanian masyarakat Ternate yang melimpah.

Ikan dan Terong yang diletakkan dalam sebuah piring dan kepala ika dan tangkai terong menghadap ke kepala meja (arah penganten). Ikan dan terong ini melambangkan kehidupan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat adat Ternate. Ikan dan Terong ini biasanya disajikan dalam 4 jenis bumbu yang biasanya disebut dengan ; Doda Bonci, Doda Rica, Doda Acar dan Doda Kecap.

Boboto (sering juga disebut Boto-boto) sebanyak 4 buah mengandung makna bahwa pada awal mula masyarakat di pulau Ternate dibawah kuasa empat Momole, sehinga di dalam satu paket makanan adat tersebut disajikan untuk empat orang, tidak boleh lebih atau tida boleh kurang.

Agi, (Sop Gulai) yang melambangkan kekayaan laut yang melimpah.

Setelah saro-saro ini dilaksanakan, menyusul acara selanjutnya adalah Joko Kaha atau Injak Tanal yang juga mengandung filosofi tersendiri, yakni :

Segenggam Rumput Fartago yang diletakan di atas sebuah piring yang melambangkan bumi dan tumbuh-tumbuhan di Moloku Kie Raha ini dijamah dan dijelajahi kedua mempelai.

Sebotol Air yang disiramkan pada kaki mempelai melambangkan air, sungai dan laut di Moloku Kie Raha pun dijelajahi oleh kedua mempelai.

Pupulak yaitu beras yang diberi warna : putih, kuning, merah dan hijau yang melambangkan bermacam suku bangsa yang ada di Moloku Kie Raha, semoga menjadi sahabat dan kenalan bagi kedua mempelai.

Setelah kedua acara ini selesai bagi kedua mempelai. Ibu-ibu atau Yaya se Goa disuguhkan makanan adat yang terdiri dari jenis-jenis makanan tersebut di atas.

Bentuk dan Jenis bahan Saro-Saro untuk acara Cukur rambut Bayi, Sunatan dan Khatam Qur`an.
Saro-Saro untuk acara cukur rambut bayi, sunatan anak hanya disuguhkan bahan-bahan saro-saro seperti di bawah ini :

Bubur Sirikaya.
Ketupat Kobo.
Ketupat Nanasi.

Dan disertai bahan-bahan untuk Joko Kaha, seperti :

Rumput Fartago.
Sebotol Air Murni.
Beras Pupulak.

Adapun peralatan untuk cukur rambut bayi :

Pisau cukur atau Gunting rambut.
Cermin dan Sisir.

Air kelapa muda yang masih berada dalam buah kelapa muda yang telah dihiasi warna-warni.

Minyak wangi.
Sedangkan penganan untuk pelaksanaan cukuran rambut bayi atau sunatan anak, disuguhkan setelah para undangan yang terdiri dari keluarga, tetangga, imam-imam, dan pemuka adat tersebut selesai membacakan tahlil dan doa sukuran barulah disuguhkan makanan atatau kue-kue adat.

Tujuan diadakan saro-saro pada si bayi dan si anak pada vaktu cukuran rambut dan sunatan, jika sekiranya si bayi atau si anak itu setelah dewasa pada proses perkawinannya (oleh karena kawin lari atau lainnya) sehingga tidak diadakan saro-saro sudah tidak menjadi masalah lagi (karena beban adat) karena mereka telah melalui proses saro-saro sewaktu masih bayi atau anak.

Bahan pangan pada Saro-Saro untuk acara Khatam Qur`an, terdiri dari :
Satu pohon
Umbi Jahe (dari daun batang hingga akar) yang diletakan dalam sebuah cangkir berisi gula pasir.

Tebu yang diukir dan dihiasi bentuk burung, kapal terbang terakit rapi dalam beberapa bentuk rakitan.

Buah Jeruk yang disusun rapi dalam beberapa bentuk rakitan .
Buah Delima tersusun rapi dalam beberapa bentuk rakitan
Pinang dan Sirih tercanang pada suatu rakitan dalam beberapa buah rakitan, dan
Batangan Rokok yang juga disusun dalam bentuk beberapa rakitan.

Setelah si anak baru Khatam Alquran dilaksanakan pembacaan ayat suci Al-Qur`an di depan para undangan yang hadir dan setelah selesai disertai dengan doa lalu si anak yang bersangkutan disaro dengan menyuguhkan jahe yang bergula pasir itu untuk dikunyah yang bersangkutan. Pengertiannya; rasa pedasnya jahe adalah rasa si anak sewaktu ditempa dalam mempelajari membaca Al-Qur`an, namun setelah khatam perasaan si anak tersebut seperti gula tebu. Buah jeruk dan buah delima adalah juga gambaran perasaan si anak tersebut. Sedangkan pinang, sirih dan rokok adalah kesukaan orang tua.

Setelah si anak tersebut disaro dengan jahe dan gula, maka dibacalah doa selamat. Kemudian tebu, jeruk, delima, pinang, sirih dan rokok dibagi-bagikan oleh para pelaksana khatam Quran itu kepada undangan yan hadir termasuk kepada penonton yang turut menyaksikan jalannya acara tersebut. Kemudian setelah itu barulah para pelaksana undangan dan tamu disuguhkan dengan makanan adat sesuai keadaan pelaksanaan khatam.

Demikianlah sekedar penjelasan pelaksanaan saro-saro di kalangan masyarakat adat Ternate, khususnya (pada klan Soa-Sio, Sangaji, Heku dan Cim)

Catatan : Empat buah Kobo dan empat buah Ketupat Nanas untuk Soa Sio dan Sangaji. serta tiga buah Kobo dan tiga buah Nanas untuk Heku dan Cim.

Sumber : busranto.blogspot.com