Mbah Surip

Riwayat Singkat
“Sekali berarti//Sudah itu mati”.

Demikianlah untaian sebait puisi karya Chairil Anwar yang dapat dikaitkan dengan kehidupan seniman fenomenal yang bernama Mbah Surip. Setidaknya, hal itu tergambar dari kehidupan Mbah Surip yang berjuang dalam dunia seni musik selama 20 tahun dalam 'kesunyian' popularitas dan kekurangan rezeki. Namun, di saat popularitasnya melangit dan perengkuhan rezeki yang menggunung, tiba-tiba saja ia dijemput oleh sang maut.

Pria yang bernama asli Urip Ahmad Ariyanto ini lahir di Mojokerto[1], Jawa Timur, pada tanggal 5 Mei 1957. Ia adalah anak keempat dari tujuh bersaudara pasangan Ibu Rasminah dan Bapak Soekotjo. Saudara-saudara kandung Mbah Surip diantaranya adalah: Takul Matrawi, Semiati, Senen Subandi, Suharti, Zualikah, dan Zaelani.

Sejak kecil Mbah Surip sudah dikenal sebagai anak yang mandiri. Ia bahkan terkadang bekerja dengan menjadi pedagang asongan, berjualan es lilin dan bahkan kacang goreng dengan berkeliling kampung untuk membantu perekonomian orang tuanya yang hanya berprofesi sebagai pedagang kikil.

Bakat seni Mbah Surip mulai tampak ketika ia bersekolah di Sekolah Teknik (ST) Pasna Wiyata pada tahun 1974. Waktu itu ia sudah mulai suka bernyanyi dan bahkan mulai menciptakan lagu-lagu yang berlirik unik dan lucu. Bahkan, pada saat melanjutkan ke STM Brawijaya pada tahun 1977, Mbah Surip sudah tidak dapat lagi dipisahkan dengan gitarnya. Setiap hari, Mbah Surip selalu duduk sambil bermain gitar dan bernyanyi.

Ada suatu kisah unik dan menarik mengenai gitar kesayangan Mbah Surip yang selalu “digendongnya ke mana-mana”. Kisah tersebut berawal ketika Mbah Surip ingin sekali memiliki sebuah gitar, namun tidak mempunyai uang untuk membelinya. Hal ini membuat Mbah Surip harus memutar otak agar apa yang diinginkannya itu dapat terwujud. Ia kemudian membuat sebuah gitar sendiri yang bentuknya lain daripada yang lain, yaitu kotak.

Pada tahun 1979, bersama gitar kotak kesayangannya itu Mbah Surip hijrah ke Ibukota Jakarta. Di sana ia bekerja sebagai makelar tiket bioskop untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, karena penghasilan sebagai makelar tiket tidak mencukupi, maka pria yang pernah berkuliah di jurusan Teknik Mesin Universitas Sunan Giri Cabang Mojokerto tersebut kemudian beralih profesi sebagai pengebor minyak dan penambang berlian hingga ke beberapa negara, seperti: Kanada, Texas, Yordania, dan California.

Walau beberapa kali berganti profesi pria yang telah dikarunai empat orang anak itu masih tetap menggeluti dunia seni musik yang sangat ia cintai. Bahkan, sejak tahun 1997 ia telah menelurkan beberapa buah album, yaitu: Ijo Royo-royo (1997), Indonesia I (1998), Reformasi (1998), Tak Gendong (2003), dan Barang Baru (2004).

Sebagai catatan, album-album tersebut kurang laku di pasaran. Dan, baru pada tahun 2009, lewat singlenya yang bertajuk Tak Gendong, nama Mbah Surip tiba-tiba melesat bak meteor. Ia tidak hanya dikenal oleh kalangan seniman saja, melainkan juga oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.

Menurut Mbah Surip, lagu yang berlirik dan beraransemen sederhana itu ia ciptakan pada tahun 1983 saat masih bekerja di Amerika. Walau terkesan sederhana, lagu tersebut adalah ungkapan Mbah Surip yang ingin “belajar salah”. “Belajar Salah” bukan bermaksud untuk belajar mencuri, berbohong, atau menipu, melainkan merupakan sebuah sindiran Mbah Surip bagi orang-orang yang selalu merasa benar sendiri tanpa menghiraukan orang lain.

Namun sayang, sebelum dapat menikmati seluruh hasil dari kesuksesannya itu, pria yang bergelar doktorandus, insinyur dan MBA ini lebih dahulu dipanggil oleh Sang Penciptanya. Mbah Surip terkena serangan jantung secara mendadak ketika sedang beristirahat di rumah komedian Mamiek Prakoso. Dia sempat dibawa ke Rumah Sakit Dik Pusdikkes, Jakarta Timur, sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir pada pukul 10.00 WIB, tanggal 4 Agustus 2009. Kepergian Mbah Surip tidak hanya meninggalkan duka bagi kaum kerabatnya, melainkan juga bagi sebagian besar bangsa Indonesia. I love you full Mbah Surip. (pepeng)

Image: http://mepow.wordpress.com

Sumber:
http://www.mediaindonesia.com
http://www.tempointeraktif.com
http://newspaper.pikiran-rakyat.com


[1] Mbah Surip dilahirkan di rumah berukuran 3,5 X 12 meter yang terletak di Jln. Magersari Gang Buntu 12 RT 3 RW 2 Kelurahan Magersari, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto.