Gayus Siagian (Budayawan)

Riwayat singkat

Gayus Siagian dilahirkan pada 5 Oktober 1920 di Balige Tapanuli Utara. Ia merupakananak ke empat dari 12 bersaudara. Ayahnya bernama Raja Dani Siagian, seorang Kepala Negeri daerah Janji Maria di Balige.

Ali Round adalah julukan yang diberikan oleh Satyagraha Hoerip kepada Gayus Siagian. Sebutan ini sangat tepat sebab ia dapat sekaligus bekerja di tiga bidang, yaitu wartawan, budayawan dan kritikus film. Dan kenangan yang tidak dapat dilupakan oleh sahabatnya, adalah ketika berlangsungnya Simposium sastra di FS UI awal tahun 1950. Pada kesempatan itu sebagai pemrasaran ia meletakan gelar “Paus Sastra” bagi kritikus HB Jassin.

Selain Satyagraha Hoerip, Sitor Situmorang yang juga seorang sastrawan kondang berpendapat bahwa Gayus Siagian adalah generasi yang melahirkan manusia all round, yaitu wartawan sekaligus seniman. Gayus Siagian tercatat sebagai wartawan film pertama yang berusaha mendekati dan mengamati pertumbuhan film di Indonesia serta sekaligus wartawan yang giat dalam bidang kebudayaan dengan ruang lingkup sosio kultural.

Berangkat dari pendidikan yang diperolehnya, sebagai tamatan AMS sastra Barat pada tahun 1941 di Yogyakarta, Gayus pun mulai meniti kariernya. Pada Tahun 1946 ia aktif di bidang kewartawanan dan kebudayaan, bahkan ia sempat memimpin beberapa Koran dan majalah di Jakrta dan Yogyakarta.

Di samping itu ia juga menjadi koresponden luar negeri menulis scenario dan kritik-kritik film, membuat cerita pendek, menulis beberapa buah buku, serta menterjemaahkan beberapa buku sastra Barat.

Sebelum aktivitas tersebut dilakukannya, pada tahun 1938 ia telah aktif dalam organisasi kepemudaan dan ketika itu menjadi anggota Pemuda Mandala. Tahun 1945 ia menjadi anggota Angkatan Pemuda Indonesia (API) dan pada kesempatan yang sama ia menjadi ketua Harian Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN).

Pada tahun 1957 gayus pernah menjadi dosen di Universitas Gamaliel ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia) dan pada Akademi Cinematografi (LPKJ).

Tahun 1956-1964 Gayus Siagian menjabat Sekjen Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN). Tahun 1978 ia menjadi anggota DPRGR/MPRS dari unsur seniman/budayawan. Tahun 1968-1972 ia menjabat sebagai wakil ketua Dewam Kesenian Yakarta. Tahun 1972-1973 menjabat sebagai anggota Badan Sensor Film (BSF) dan Dewan Film Nasional (DFN). Tahun 1975 Gayus dipercaya sebagai anggota juri Festival Asia (FFA) di Jakarta dan Taipeh. Tahun 1973, 1978, 1979 Gayus dipercaya sebagai anggota juri Festival Film Indonesia (FFI).

Karier kewartawanannya dimuali Sejas tahun 1946. Dengan bekerja sebagai wartawan “Mingguan”, “Harian Patriot”, dan majalah “Arena” di Yogyakarta. Pada tahun 1947-1948 Gayus Siagian menjadi Pemimpin Umum/Redaksi di harian “Patriot” menggantikan Usmar Ismail yang telah selesai masa jabatannya.

Tahun 1949-1950 Gayus menjadi pemimpin redaksi harian “Warta Indonesia” dan “Lembaran Minggu”. Tahun 1956 ia menjadi corresponden Far Eastern Film New (Tokio). Tahun 1958 ia menjadi wakil direksi “Zulú Indonesia” dan redaksi majalah “Warta Dunia”.

Tahun 1950 Gayus memulai langkah awal di dunia perfilman. Pada waktu ia mendapat desempatan sebagai kepala bagian skenario dan publivaty di PT Perfini (Perusahaan Perfilman Nasional Indonesia). Adapun judul film yang ditangani ketika itu hádala Enam Jam di yogya, Crisis, Embun, Terimalah Laguku, dan Een Indonesische in Holland.

Tugas yang diemban oleh Gayus sebagai skenario film ternyata mendapat keberuntungan dimana pada tahun 1952-1953 ia mendapat undangan untuk memoerdalam pengetahuannya di bidang perfilman dan kebudayaan di harvard University USA.

Ketika Dewan Kesenian Yakarta menyelenggarakan acara ceramah film di TIM pada tanggal 2 Juni 1977 tokoh old crack, ini mengomentari tentang perfilman Indonesia, ia mengatakan bahwa sangan sulit menentukan tema “mencari wajah film Nasional”, hal ini disebabkan film hádala sifat yang universal dari cabang seni yang paling muda sehingga lebih sulit mencari ciri-ciri nasionalitas pada film daripada seni lukis tradicional atau wajah lukisan Tiongkok.

Di bidang teater, selain melatih para pemainnya, gayus juga banyak menulis dan menterjemaahkan nazca-naskah sandiwara khususnya yang bertemakan agama Kristen. Sebagai seorang penulis ia sudah banyak menyusun beberapa buku seperti judul buku apakah Bacaan Cabal, Yakarta Guide, Have a Good Trip, Sejarah Film Indonesia, Wasiat Bung karno dan buku perpisahan.

Di camping menulis buku, ia ja juga banyak menterjemaahkan buku sastra asing, seperti Kembali ke Banten aslinya karya Carlos Rumolo, Ratapan tanah Air aslinya karya Alan Paton, Gerhana aslinya karya Tahúr Koestler, Hilang dalam Taupan aslinya karya Víctor Hugo, Seharí Dalam Hidup Ivan Denis Ovich aslinya karya Alexander Solzhznitsin dan Wanita Dari Paris aslinya karya H. Begur.

Demikianlah Gayus menekuni ketiga jenis profesinya yang mana ketiga jenis pekerjaan tersebut saling mendukung untuk meningkatkan prestasinya.

Penyakit komplikasi ginjal dan jantung yang selama ini diderita oleh Gayus siagian telah menghantarkannya untuk pergi selam-lamanya. Ia meninggal pada hari Selasa tanggal 10 Februari 1981 di Rumah Sakit Bikini Yakarta dalam usia 60 tahun.

Kepergian Gayus membuat banyak orang merasa cedí terutama sahabat dekatnya Sangay merasa kehilangan, istimewa sabatina yang bekerja di mas media, tokoh budaza dan para kritikus film. Di ketiga bidang inilah yang mejadikan gayus terrenal. Ia meninggalkan seorang istri dan seorang anak laki-laki bernama Harry Siagian kini menetap di Jalan Sumenep No. 8 Jakarta Pusat.(Espita Riama)

Daftar Bacaan

  1. Kompas, 11 Februari 1981
  2. Berita Buana 11 Februari 1981
  3. harian angkatan Bersenjata 11 Februari 1981
  4. Harian angkatan Bersenajata 16 Juli 1977
  5. Yudha Sport Film 8 Juni 1974
  6. Yudha Sport Film 23 Maret 1974

Sumber:
Ibrahim, Muchtaruddin, dkk. 1999. Ensiklopedi Tokoh Kebudayaan IV. Jakarta. Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan