Ciamis Menyimpan Beragam Tinggalan Purba


KABUPATEN Ciamis mempunyai potensi arkeologis yang cukup beragam. Keanekaragaman potensi tersebut mencakup tinggalan kepurbakalaan dari masa prasejarah hingga masa pengaruh Islam. Dari masa prasejarah dikenal adanya situs-situs yang berada di kawasan Rancah dan Tambaksari. Sedangkan dari masa sejarah tercatat adanya situs Astanagede Kawali dan Karangkamulyan peninggalan masa Kerajaan Sunda, serta situs Jambansari yang merupakan makam Bupati Ciamis pertama dan kerabatnya.

Baru-baru ini telah ditemukan tinggalan arkeologis di situs Kertabumi. Situs ini berada di Dusun Bundar, Desa Kertabumi, Kecamatan Cijeungjing. Letaknya kira-kira 8 km timur kota Ciamis, atau 3 km timur laut stasiun kereta api Bojong di tepi jalan raya propinsi yang menghubungkan kota Ciamis dan Banjar. Transportasi umum yang dapat digunakan untuk menuju situs berupa ojek yang banyak mangkal di depan stasiun Bojong. Kawasan Kertabumi diapit oleh dua buah sungai besar yaitu Sungai Cileueur dan Cimuntur.

Sebagaimana tinggalan purbakala pada umumnya, kawasan Kertabumi juga dikaitkan dengan legenda. Menurut Bapak Djadja Sukardja, Budayawan Ciamis, berdirinya kota Banjar bermula dari Kerajaan Galuh Kertabumi yang didirikan oleh salah seorang putri raja Galuh Maharaja Prabu Sanghyang Cipta yang berkedudukan di Salawe/Cimaragas. Putri yang bernama Tanduran Ageung tersebut menikah dengan Rangga Permana putra Prabu Geusan Ulun dari Sumedang Larang. Mereka kemudian mendirikan kerajaan Galuh Kertabumi di tepi sungai di daerah Muntur, dengan rajanya bergelar Prabu Dimuntur. Pusat kerajaannya berada di Gunung Susuru. Pada masa raja ke III yang bergelar Singaperbangsa I, pusat kerajaan dipindahkan ke Banjar Patroman yang berada di Desa Banjar Kolot sekarang.

Sehubungan dengan legenda yang berkembang, terdapat 2 buah makam kuna yaitu Makam Dewi Tanduran Ageung (Tanduran Sari) dan Komplek Makam Prabu Dimuntur. Makam Dewi Tanduran Ageung (Tanduran Sari) berada di Dusun Bundar, Desa Kertabumi. Oleh masyarakat setempat lokasi tersebut dinamakan Bojong Gandu atau bekas pasar. Sekeliling makam ditanami pohon angsana, yang berfungsi sebagai pembatas areal makam. Jirat makam dibentuk dengan susunan bongkahan batuan beku andesit. Makam berorientasi arah utara-selatan.

Makam kuna yang lain adalah Komplek Makam Prabu Dimuntur yang terletak di Dusun Sukamulya, Desa Kertabumi. Komplek makam menempati bagian teratas sebuah bukit kecil yang dikelilingi persawahan penduduk. Di sebelah barat bukit kecil itu mengalir Sungai Cimuntur. Salah satu jenis pohon yang tumbuh di lokasi tersebut adalah pohon bungur yang sudah cukup tua berada di sebelah utara makam. Pada saat ini pohon bungur tersebut terbelit oleh akar pohon Kiara. Menurut penuturan Pak Eman (juru kunci ketujuh) pohon Bungur tersebut ditanam oleh Prabu Dimuntur pada waktu beliau membuka lahan di komplek makam dan di sekitarnya.

Komplek Makam terdiri dari 2 bagian. Bagian I terletak di sebelah barat. Disini terdapat makam penasihat kerajaan yang bernama Kiai Dimuntur/Walangsungsang/Mbah Enggang Jaya. Nisan makam ditandai gundukan batu. Bagian kedua yang merupakan bagian utama terbagi lagi menjadi 2 teras. Pada teras pertama terdapat makam anak Prabu Dimuntur yang bernama Dalem Turgina. Sedangkan pada teras yang kedua terbagi 3 buah makam, yaitu Prabu Dimuntur di sebelah timur dan istrinya yang bernama Dewi Tanduran Gagang di sebelah barat. Makam ke tiga berada di sebelah selatan makam Prabu Dimuntur, yaitu makam anak Prabu Dimuntur yang disebut Dalem Bujang, yang meninggal sebelum sempat diberi nama.

Tinggalan arkeologis lain yang terdapat di kawasan Kertabumi berupa bangunan berundak, Gua, dan Sumur batu. Untuk mencapai lokasi bangunan berundak harus melalui celah sempit yang diapit oleh 2 sungai Cimuntur dan Cileueur. Daerah ini disebut Genteng. Selanjutnya sampailah ke lokasi yang disebut Gunung Susuru.

Gunung Susuru merupakan daerah paling selatan Desa Kertabumi. Di lokasi ini terdapat 3 buah bangunan berundak, yang biasa disebut punden. Punden I berada di ujung timurlaut Gunung Susuru. Punden II berada di sebelah baratdaya punden I. Sedangkan punden ke III menempati bagian baratdaya Gunung Susuru. Pada teras teratas dari masing-masing bangunan berundak terdapat sebuah batu datar. Teras-teras bangunan berundak ini dibatasi oleh susunan batu. Batu datar pada punden III telah pecah menjadi 6 bagian.

Pada tebing Gunung Susuru terdapat 5 gua. Dari bentuk fisiknya, gua-gua tersebut pada umumnya merupakan artificial caves (gua buatan) yang ditoreh pada tebing gunung di tepian Sungai Cimuntur dan Cileueur, dengan kemiringan lereng 75o. Pada beberapa gua terdapat temuan berupa tembikar, dan fosil gigi manusia serta hewan. Temuan tersebut menunjukkan bahwa gua tersebut pernah dihuni oleh manusia pada masa lalu.

Pada tepi Sungai Cimuntur di perbatasan Desa Kertabumi dan Desa Danasari, terdapat sebongkah batu berlubang yang oleh masyarakat disebut Sumur batu. Lubang tersebut berdiameter +-50 cm, dipahat pada bagian ceruk di tengah batu. Permukaan lubang selalu dipenuhi air sungai. Pada jaman dahulu masyarakat mempercayai bahwa air tersebut dapat mengobati berbagai penyakit dan tidak pernah mengering walaupun di musim kemarau. Oleh karena itu disebut sumur batu.

Tinggalan-tinggalan arkeologis didukung legenda dan potensi alam yang menarik, saat ini menunggu penanganan. Potensi tersebut dapat dikembangkan menjadi aset wisata daerah. (Endang Widyastuti)(Balai Arkeologi Bandung/Proyek Pemanfaatan Kebudayaan)

Sumber :
ww.pelita.or.id/baca.php?id=3406
http://st282399.sitekno.com
Photo : http://1.bp.blogspot.com