Sebelah Utara berbatas dengan Kec. Natal Kab. Madina Prop. Sumatera Utara
Sebelah Selatan berbatas dengan Nagari Parit
Sebelah Timur berbatas dengan Nagari desa Baru dan Nagari Silaping
Sebelah Barat berbatas dengan Samudera
Tetapi beberapa sumber menyebutkan bahwa batas nagari Air Bangis itu adalah :
Sebelah selatan sampai kedaerah pada daerah Ujuang Batu Kuduang (Ujung Sikabau)
Sebelah utara sampai kedaerah dengan Durian ditakuak rajo ( Teluk Sinatal Gadang)
Sebelah timur sampai kedaerah Rimbo tak Baacek (Daerah Sumatera Utara)
Sebelah Barat samapi di Ombak Nan Badabua (Pulau Pinia-Nias)
Nagari Air Bangis adalah sebuah nagari terbuka dan sangat pluralistik-heterogen yang terdiri dari enam buah suku diantaranya adalah:
Suku Malayu (Suku Raja) dengan beberapa pimpinan yaitu Rang Tuo Rajo, Dt. Bandaro, Dt. Magek Tigarang dan Dt. Mudo.
Suku Tanjung dengan pimpinan Dt. Rajo Amat
Sikumbang dengan pimpinan Dt. Rajo Mau
Chaniago beberapa pimpinan Dt. Rajo Sampono & Dt. Tan Maliputi.
Mandahiling (lubis-Sumut) yang dipimpin oeh Dt. Rajo Todung
Jambak yang dipimpin oleh Dt. Rangkayo Mardeso.
Sejarah & Perkembangan Nagari Air Bangis
Kerajaan Indrapura
Sama halnya dengan Nagari Punggasan, dipercaya juga bahwa yang mendirikan kerajaan Indrapura adalah juga Inyiak Dubalang Pak Labah yang turun dari Alam Surambi Sungai Pagu. Kerajaan Indrapura adalah sebuah kerajaan yang memainkan peranan penting dalam sejarah Minangkabau yang terletak diujung wilayah Minangkabau arah ke Bengkulu (Selebar) yang saat ini secara administratif tergabung kedalam wilayah Kab. Pesisir Selatan. Kerajaan ini kemudian menjadi kerajaan yang makmur sampai kemudian berbagai interfensi datang dari Aceh, VOC, Inggris, yang mana pergulatan kepentingan perdagangan ketiga eksponen tersebut ikut menentukan perjalanan kerajaan Indrapura.
Sebagai daerah rantau dari kerajaan Minang Kabau, kerajaan Indrapura diperintah oleh sultan-sultan, dimana salah satunya adalah Sultan Mohammadsyah yang memerintah sekitar tahun 1663-1687. Sultan Mohammadsyah memerintah ketika berumur sangat muda sekali. Untuk sementara diangkatlah ayahnya yang bernama Sultan Muzafarsyahsebagai pejabat sementara selama selama sultam mohammadsyah belum dewasa.
Dibawah pemerintahan Sultan Muzafarsyah, kerajaan Indrapura selalu berada dalam keadaan goyah. Hal ini diakibatkan karena Sultan Muzafarsyah sangat haus kekuasaan, dibenci rakyat dan sangat berpihak kepada VOC. Pada tahun 1687, pemberontakan rakyat berkobar, sehingga memaksa Sultan Mohammadsyah lari ke Majunta untuk minta perlindungan Inggris (EIC). Sedangkan pemerintahan kerajaan Indrapura kemudian dipimpin oleh sepupunya, seorang wanita yang bernama Tuanku Puti. Akhirnya Tuanku Puti digantikan kedudukannya oleh saudaranya Sultan Mansyursyah yang mendapatkan legitimasi dari VOC. Ketika Sultan Mansyursyah meninggal, ia digantikan oleh cucunya yang masih kecil yang bergelar Sultan Pesisir.
Tanggal 6 Juni 1701 kantor VOC diserbu rakyat dan semua pegawainya terbunuh. Sebagai balasannya, belanda melakukan pembantaian besar-besaran. Semua yang hidup kemudian melarikan diri keluar dari Indrapura termasuk raja dan keluarganya. Ketika keadaan mulai pulih, VOC kembali mengangkat Sultan Pesisir sebagai raja Indrapura.
Antara tahun 1792-1824, kerajaan Indrapura tidak henti-hentinya dilada pemberontakan rakyat. Raja dan keluarganya melarikan diri ke Muko-Muko, terus ke Bengkulu untuk meminta perlindungan kepada Inggris. Pada tanggal 6 Desember 1825, Ahmadsyah, keturunan terakhir raja Indrapura diangkat oleh pemerintahan kolonial Belanda sebagai Regen Indrapura dengan diberikan kekuasaan yang sangat kecil. Sesudah Ahmadsyah, tidak ada lagi pengangkatan raja-raja di Indrapura dan otomatis sejak saat itu, kerajaan Indrapura habis.
Kelahiran dan Perkembangan Air Bangis
Kemelut politik dan pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di Kerajaan Indrapura dekade abad XVII (1600-1700), merupakan salah satu penyebab perpindahan beberapa kelompok keluarga raja Indrapura dalam mencari daerah-daerah yang aman. Salah satu rombongan yang berpindah tersebut dipimpin oleh Urang Kayo Lanang Bisai. Ekspedisi ini kemudian sampai ke teluk Air Bangis kemudian memudiki sungai untuk mencari daerah pemukiman.
Rombongan Urang Kayo Lanang Bisai dalam perjalanannya memudiki sungai Air Bangis kemudian bertemu dengan salah satu rombongan penduduk yang bermaksud sama, yang dipimpin oleh Naruhum yang berasal dari daerah Padang Lawas yang saat ini terletak di Kab. Tapanuli Selatan Prop. Sumatera Utara. Naruhum di daerah asalnya berkedudukan sebagai “Natoras”, seorang cerdik pandai penasehat raja. Setelah beberapa waktu rombongan tersebut bermukim didaerah yang dinamakan dengan Koto Labu. Seiring dengan perjalanan waktu, kampung Koto Labu semakin berkembang dibawah kepemimpinan Urang Kayo Lanang Bisai yang dibantu oleh dua orang penghulu yaitu; Dt. Bandaharo dan Dt. Magek Tigarang.
Urang Kayo Lanang Bisai, selama beberapa waktu memerintah Koto Labu tanpa pendamping hidup. Kemudian berdasarkan usulan dari Naruhum, untuk melanjutkan keturunan yang nantinya diharapkan kembali menjadi pimpinan di Koto Labu, maka dicarilah pasangan hidup untuk Urang Kayo Lanang Bisai. Akhirnya terpilihlah seorang putri Raja Kotanopan (Namora Pandai Bosi). Dalam upacara perkawinannya, putri tersebut kemudian diberi nama Puti Reno Bulan. Perkawinan kedua orang inilah yang kemudian melahirkan raja-raja Air Bangis.
Dari perkawinan antara Urang Kayo Lanang Bisai dengan Puti
Urang Kayo Lanang Bisai kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Urang Kayo Indra Bangsawan. Dalam pemerintahannya, kerajaan diperluas dan pusat kerajaan dipindahkan kedaerah Bunga Tanjung. Sehingga Urang Kayo Indra Bangsawan kemudian diberi gelar Urang Kayo Bunga Tanjung I.
Urang Kayo Bungo Tanjung kemudian digantikan oleh ponakannya yang bergelar Urang kayo Batuah. Urang Kayo Batuah kemudian digantikan oleh adiknya yang bernama Urang Kayo Maharajo Indra. Dalam pemerintahan Urang Kayo Maharajo Indra, kemakmuran rakyat mencapai tingkat yang sangat berarti. Sehingga kemudian Urang Kayo Maharajo Indra diberi gelar Urang Kayo Bunga Tanjung II.
Urang Kayo Maharajo Indra digantikan oleh Urang kayo Hitam. Pada masa pemerintahannya, pusat kerajaan kemudian dipindahkan lebih dekat kepantai. Istana raja kemudian dibangun di Bukit Limau Kaca.
Urang Kayo Hitam digantikan oleh adiknya yang bergelar Tuangku Batuah Sikarib Imamul Salim, seorang raja yang sekaligus ahli agama Islam. Seiring dengan itu, gelar Urang Kayo kemudian berubah menjadi Tuangku. Tuangku Batuah Sikarib Imamul Salim digantikan oleh Tuangku Manangah. Tuanku Manangah digantikan oleh adiknya yang bergelar Tuangku Panjang Sisungut, seorang raja gagah perkasa, ahli perang.
Tuangku Panjang Sisungut digantikan oleh Tuangku Mudo yang memindahkan pusat kerajaan berikut dengan istana kedaerah Koto IX. Pada masa pemerintahan Tuangku Mudo inilah terjadi Perang Paderi. Dimana bersama dengan pemerintahan kolonial Belanda, Tuanku Mudo bertahan dari serangan kaum Paderi.
Tuangku Mudo digantikan oleh adiknya yang bergelar Tuangku Rajo Mudo. Karena fitnah dari urang sumandonya yang menyebutkan bahwa Tuangku Rajo Mudo akan melawan Belanda, maka kemudian Tuangku Rajo Mudo dibuang ke Padang. Sebagai penggantinya, diangkatlah seorang keturunan raja yang masih kecil bernama Syarif Muhammad gelar Tuangku Ketek. Menjelang dewasa, pemerintahan Air bangis dijalankan oleh ayahnya yang bernama Ali Akbar gelar Sutan Ibrahim. Sedikit demi sedikit, kekuasaan raja dikebiri oleh Belanda. Sehingga ketika Syarif Muhammad gelar Tuangku Ketek mulai memerintah, kedudukannya hanyalah sebagai Tuangku Laras saja (tahun 1850) dengan kekuasaan terbatas pada wilayah Air Bangis saja. Sedangkan daerah Batahan melepaskan diri dan membentuk nagari sendiri. Berdasarkan Stb No. 321 tahun 1913, jabatan Kepala Laras dihapus dan Syarif Muhammad gelar Tuangku Ketek diberikan hak pensiun. Dehingga kemudian ia dikenal dengan gelar Tuangku Laras Pensiun.
Syarif Muhammad gelar Tuangku Ketek digantikan oleh Hidayatsyah gelar Tuangku Mudo dengan kedudukan sebagai Kepala Nagari selama 5 tahun. Beliau kemudian digantikan oleh saudara sepupunya yang bernama Abdullah Kala‘an gelar Tuangku Rajo Mudo sebagai Kepala Nagari dengan masa jabatan 1917 s/d 1943. Pada masa pendudukan Jepang, Abdullah Kala‘an gelar Tuangku Rajo Mudo digantikan oleh Sutan Balia gelar Tuangku Sutan yang dilantik Jepang sebagai Kepala Nagari (sancho).
Pada masa kemerdekaan, jabatan Kepala Nagari berubah menjadi jabatan Wali Nagari. Setelah diadakan pemilihan oleh rakyat Air Bangis, maka terpilihlah Sutan Balia gelar Tuangku Sutan sebagai Wali Nagari pertama. Diangkat berdasarkan SK Residen Sumatera Tengah No. 7/46-DPN tanggal 26 November 1946 jo. No. 25/47 tanggal 12 April 1947.
Pada perkembangan selanjutnya, Wali Nagari yang Memerintah Air Bangis tidaklah selalu dari keturunan raja saja. Akan tetapi sudah ada yang berasal dari kalangan kaum cerdik cendikia. Sedangkan keturunan raja-raja Air Bangis, lebih dikenal sebagai Pucuk Adat Negari Air Bangis. Beberapa Wali Nagari yang pernah memerintah Air Bangis adalah sebagai berikut:
Abdullah Kala‘an
H. St. Balia
A. Mizlan
Syaripul
Rahmatsyah
Darulkutni
Abidin Mu‘in
Amas Dt. Rajo Sampono
Khaidir
Ruslin St. Batuah
Mursal Dt. Magek Tagarang
Waisur (pjs)
Amirbakran (pjs)
Yusman Yahya (pjs)
Sukra Tanjung (pjs)
Anwar Sutan Mudo
Amirsyah
Mahiruddin
Ahralsyah.
Pada saat pemerintahan bernagari tersebut, nagari Air Bangis terbagi atas beberapa jorong sebagai pemerintahan langsung dibawah nagari. Jorong-jorong tersebut diantaranya adalah :
Jorong Silawai Timur
Jorong Silawai Tengah
Jorong Bungo Tanjuang
Jorong Pasar Pekan
Jorong Pasar Baru
Jorong Pasar Saok
Jorong Kampung
Jorong Pasar Satu
Jorong Pulau Panjang
Setelah keluarnya UU 5 tahun 1979 yang merubah bentuk pemerintahan bernagari menjadi pemerintahan berdesa-desa maka Nagari Air Bangis pun berubah menjadi desa-desa. Jorong-Jorong yang ada di Nagari Air Bangis berubah menjadi desa-desa diantaranya:
Desa Pasar Baru
Desa Desa Koto jambua
Kampung Padang
Desa Koto Sambilan
Desa Silawai
Desa pulau Panjang
Seiring dengan itu, keluar pula Perda No. 13 tahun 1983 tentang Kerapatan Adat Nagari. Maka untuk menghindari dualisme kekuasaan antara keturunan raja yang bertindak selaku Pucuk Adat Nagari Air Bangis dengan jabatan
Ednarsyah, Bsc Rangkayo Tanjung (Ketua)
Rusdar Ruslan Dt. Rajo Amai (Wakil)
Khairman Dt. Bandaro (Sekretaris/Manti)
Mailizar Dt. Tan Malenggang (Sekretaris/Manti)
Asdarsyah Rang Tuo Rajo (Bendahara)
Urusan Perdamaian & Sengketa Adat
Syafrizal B Dt. Rangkayo Mardeso (Ketua)
Ust. Zyafri Ahmad. BA (Anggota)
Namlisman Dt. Rajo Sampono (Anggota)
Urusan Pembinaan & Pengembangan Adat
Zalsyafrinas Dt. Mudo (Ketua)
Dahlia Dt. Tan Maliputi (Anggota)
Auzir Mantan Dt. Sampono (Anggota)
Urusan Kekayaan Nagari
Afrizal Dt. Rajo Mau (Ketua)
Yudi Fendra Dt. Magek Tagarang (Anggota)
Syafridal Dahlan (Anggota)
Urusan Peningkatan Kesejahteraan Nagari
Basrul Hendri Dt. Rajo Todung (Ketua)
Syafrinal Rangkayo Saramo (Anggota)
Asril Sidi Rajo (Anggota)
Urusan Pembangunan Nagari
Yuheldy Rangkayo Basa (Ketua)
Rosfan Yatim (Anggota)
Yuharlis (Anggota)
Struktur Pemerintahan Adat
Pucuk Adat/Daulat Rajo kenagarian Air Bangis yang berasal dari keturunan raja-raja yang memerintah Air Bangis sejak dahulu kala, secara langsung menjabat sebagai ketua KAN Air Bangis. Secara ekplisit dengan adanya Pucuk Adat, Nagari Air Bangis termasuk kedalam stelsel adat Koto Piliang. Dimana fungsi Pucuk Adat disini menjalankan fungsi pengukuhan/penetapan. Jika dalam suatu rapat ninik mamak sudah melahirkan suatu kesepakatan, maka Pucuk Adat kemudian menetapkan keputusan rapat tersebut. Apabila keputusan yang sudah dikukuhkan tersebut ingin dirubah, maka haruslah dilakukan dalam suatu rapat bersama pula.
Keterangan:
A. Panghulu Nan Barampek Didalam
Penghulu Nan Barampek Didalam berfungsi sebagai kelompok pemikir dan perencana pembangunan dalam Nagari Air Bangis yang setiap waktu berkewajiban memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada Pucuk Adat
1. Datuk Bandaharo :
Datuk Bandaharo, diibaratkan sebagai cermin yang tak kunjung kabur, palito nan tak kunjung lindok, arif bijaksana, pandangannya jauh kedepanyang berharga dalam sidang Kerapatan Nagari. Dia bergelar Imam Sagalo Basa; Dalam struktur Pemerintahan Modern sekarang ini, bisa diibaratkan : Perdana menteri.
2. Datuk Magek Tagarang :
Datuk Magek Tagarang adalah Amban Paruik Peti Bagauang; nan mamacik anak kunci nan tau di emas, perak, nan tau di beras/padi. Dalam struktur pemerintahan modern sekarang ini diibaratkan seperti Mentri Keuangan.
3. Datuk Mudo :
Datuk Mudo bertugas sebagai pemberi penerangan dan memberikan penjelasan dalam sidang kerapatan, kepada khalayak ramai, sehubungan dengan kebijaksanaan yang telah diambil. Dalam Pemerintahan Modern diibaratkan sebagai mentri Penerangan atau Protokoler.
4. Datuk Rajo Mau :
Datuk Rajo Mau bertugas mengatur dan menjaga keamanan dan ketertiban dalam negeri. Seorang yang gagah dan pemberani yang dalam adat disebutkan-panateh unak nan bajalin, panguduang batang tabulingkang. Dialah yang berhak memukul tabuh larangan, untuk memberitahukan kepada umum tentang peristiwa-peristiwa yang menyangkut dengan hal-hal yang khas yang terjadi. Seperti : Nagari menghadapi serangan dari musuh, keadaan bahaya, keamanan yang terganggu dll.
Tiga Panghulu; Datuk Bandaharo, Datuk Magek Tagarang, dan Datuk Mudo adalah yang datang dari Indra Pura sama-sama suku Melayu, yaitu suku dari Urang Kayo Bungo Tanjung, dan masih tergolong keluarganya. Datuk Rajo Mau, dari suku Sikumbang, berasal dari Tanah Darek.
B. Panghulu Nan Barampek Di Lua
1. Datuk Rajo Sampono :
Datuk Rajo Sampono adalah yang dituakan didalam kelompok yang barampek dilua, bergelar ANDIKO BASA. Dalam upacara adat yang khas didampingi oleh dua orang Panghulu yaitu; Datuk Tan Malenggang, dan Datuk Tan Maliputi, sebagai tali nan bapilin tigo, sehingga kedudukan sebagai yang dituakan didalam nan barampek dilua itu semakin kokoh. Untuk Kanagarian Air Bangis padanya diberikan daerah Pasar Satu. Menurut sejarah seorang Panghulu bersuku Caniago berasal dari Pasaman (Parit Batu atau Simpang Empat sekarang) yang bergelar Datuk Rajo Alam.
2. Datuk Rajo Amat :
Datuk Rajo Amat berasal dari Pariaman, suku Tanjung yang kalau diusut daerah asalnya masih ada hubungan dengan Datuk Rajo Hitam seorang Ninik Mamak /Panghulu Adat di Pasar Pariaman. Sebagai seorang yang berasal dari turunan Panghulu, kepadanya diberikan wilayah untuk dikuasainya sebagai kepala Pemerintahan yaitu Pasar Dua.
3. Datuk Rangkayo Basa :
Datuk Rangkayo Basa berasal dari Rao Mapattunggul, suku Mandailing, juga seorang Panghulu dari kampung asalnya. Kepadanya diberikan Pasar Tiga, sebagai wilayah yang harus dipimpinnya.
4. Datuk Rajo Todung :
Datuk Rajo Todung berasal dari Mandailing, marga/suku Lubis, yang di Air Bangis ditukar dengan suku Mandailing. Kepadanya diberikan Pasar Empat, sebagai wilayah untuk dipimpinnya sebagai Kepala Pemerintahan Wilayah itu.
Selanjutnya mengenai Panghulu yang lain, menurut sepanjang adat dapat dijelaskan usulnya sebagai berikut :
1. Rangkayo Saramo :
Rangkayo Saramo bersuku Caniago, berasal dari Simpang Garagahan Lubuk Basung. Di kampung asal gelar persukuannya juga Rangkayo Saramo.
2. Rangkayo Mardeso :
Rangkayo Mardeso, bersuku Jambak, berasal dari Tiku adalah turunan dari seorang Panghulu Adat Tiku dengan gelar Rangkayo Basa.
3. Sidi Rajo :
Sidi Rajo berasal dari Tanah Darek, diangkat jadi Panghulu karena termasuk seorang yang cerdas dan banyak memberikan pandangan yang baik dan berharga untuk pemerintahan Nagari.
4. Datuk Tan Malenggang :
Datuk Tan Malenggang, bersuku Mandahiling, berasal dari Kuamang, Seberang air, Rao Mapat Tunggul, termasuk keluarga dari Datuk rajo Kuamang, pucuk adat ditempat tersebut.
5. Datuk Tan Maliputi :
Datuk Tan Maliputi, berasal dari Bawan, antara Panti Lubuk Sikaping.
6. Rangkayo Saramo, Rangkayo Mardeso :
Rangkayo Saramo, Rangkayo Mardeso dahulunya tempat Sumando Rajo (Pucuk adat) dan sesudah lahir anak-anak, yang pertama diberikan kedudukan sebagai Panghulu dalam kaumnya bersama-sama dengan Sidi Rajo dinamakan Induak nan Babariah dan dimasukkan ke dalam kelompok Nan Barampek di dalam.
7. Datuk Tan Malenggang dan Datuk Tan Maliputi :
Datuk Tan Malenggang dan Datuk Tan Maliputi sebagai pendamping Datuk Rajo Sampano dalam menghadapi pemerinahan sehari-hari, maupun dalam sidang-sidang kerapatan Adat, berpangkat Panghulu dan menjadi ninik mamak dalam kaumnya.
Disamping itu juga termasuk anggota Kerapatan Adat Nagari (KAN) adalah Imam, Khatib dan bilal yang akan memberikan fatwa-fatwa dalam bidang Agama Islam baik di dalam maupun di luar Kerapatan Nagari.
a. Imam diambil dari keluarga Pucuk Adat.
b. Khatib diambil dari keluarga Datuk Rajo Sampono.
c. Bilal diambil dari kelurga Datuk Tan Malenggang.
Selain dari orang-orang yang tersebut di atas, Susunan Kerapatan Adat Nagari (KAN) dilengkapi pula dengan dua orang Basa, yaitu:
1. Rajo Lenggang dari Patibubur sebagai yang dituakan dalam adat wilayah tersebut.
Dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh dua orang penghulu yaitu:
a. Dt. Rajo Manggadang, sebagai penghulu bukit
b. Dt. Rajo Manguyang, sebagai penghulu lembah
2. Datuk Rajo Idin, dari Silawai bersama dengan orang tuo Silawai yang daerahnya memegang urusan Adat.
Kalau Nagari Air Bangis diibaratkan sebagai ; SEEKOR BURUNG : maka Patibubuo adalah sayap yang lebar, dan Silawai adalah Ekor yang rindang.
Pluralisme & Heterogenitas Nagari Air Bangis.
Nagari Air Bangis adalah nagari yang sangat plural dan heterogen. Tidak hanya saat ini nagari air Bangis yang didatangi oleh pendatang. Tetapi sejak dahulu kala nagari Air Bangis sudah merupakan pusat perdagangan sebagaimana layaknya daerah-daerah pesisir pantai lainnya. Perkawinan penduduk asli dengan pendatang kemudian melahirkan keturunan yang kemudian menetap di Nagari Air Bangis. Meskipun demikian, dari data-data yang didapat dilapangan semua pendatang secara sadar menundukkan diri kepada hukum adat Minangkabau. Seperti marga Lubis yang kemudian menjadi Suku Mandahiling di Nagari Air Bangis. Kemudian seiring dengan perjalanan waktu, keturunan-keturunan dari pembauran masyarakat Air Bangis tersebut melebur diri kedalam tatanan adat yang sangat unik sekali.
Keterbukaan Nagari Air Bangis terhadap pendatang tercermin dalam ketentuan adat yang sudah berlaku sejak dulu sekali. Menurut Adat yang berlaku di Nagari Air Bangis dikenal satu konsep yaitu :
“Dagang Darat Basandaran,
Dagang Laut batambatan”
Artinya, setiap anak dagang (pendatang) yang datang ke Nagari Air Bangis, sudah ada tempat dimana ia akan berlindung ( tepatan), sehingga dengan demikian tidak akan ada anak dagang yang akan terlantar. Asalkan dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh tepatannya tersebut. Atau secara umum disebutkan dengan istilah “Datang Tampak Muka, Pulang Tampak Punggung”.
Dibawah ini dijelaskan penghulu/ninik mamak yang dibebankan tugas untuk menampung anak dagang yang datang ke Nagari Air Bangis, berdasarkan asal dari anak dagang tersebut.
Noninik Mamak/Penghulu Tetandaerah Asal Anak Dagang
Pucuk AdatPulau Sumatera kecuali yang berasal dari Minangkabau & Aceh
Dt. BandaroBandar X/Kab. Pesisir Selatan
Dt. Magek TagarangHanya untuk kaumnya
Dt. MudoAceh
Dt. Rajo MauHanya untuk kaumnya
Dt. Rajo SamponoPasaman
Dt. Rajo AmatTiku-Pariaman kecuali yang bersuku Jambak
Dt. Rangkayo BasaRao, Mapat & Tunggul, kecuali yang bersal dari kuamang-Seberang Air
Dt. Rajo TodungMandahiling-Tapanuli Selatan
Rangkayo SeramoHanya untuk kaumnya yang berasal dari Simpang Garagahan
Rangkayo MardesoHanya untuk kaumnya bersuku Jambak dari Tiku-Pariaman
Sidi RajoTanah Darek/Luhak Nan Tigo/Minangkabau pedalaman
Dt. Tan MalenggangHanya untuk kaumnya yang datang dari Kuamang
Dt. Tan MaliputiHanya untuk kaumnya
Bahkan dari keterangan yang didapat dilapangan, disebutkanlah bahwa salah seorang nenek moyang salah satu kaum asli Air Bangis adalah seorang wanita yang bersal dari daratan cina. Ketika terjadi kerusuhan dan peperangan di daerah Singkuang, suatu daerah dekat Natal Kab. Madina Prop Sumatera Utara. Raja Singkuang meminta bantuan kepada raja Air Bangis. Oleh raja Air Bangis dikirimlah seorang panglima yang bernama Tan Pahlawan yang berasal dari daerah Rao. Atas andil panglima ini, kerusuhan dan peperangan dapat dimenangkan oleh raja Singkuang. Sebagai tanda terima kasih, maka di berikanlah seorang perempuan cina yang bernama Lim Bin Shi untuk diperistrinya. Keturunan ini kemudian berkembang dan menetap di daerah Air Bangis.
Kearifan Masyarakat Nelayan Tradisional Masyarakat Nelayan Tradisionil Air Bangis dalam Mengelola SDA Kelautan
III. 1. Sejarah Terbentuknya Komunitas Nelayan Air Bangis
Membicarakan sejarah terbentuknya komunitas nelayan Air Bangis, adalah merupakan kesulitan tersendiri dan merupakan pekerjaan yang sangat tidak mudah. Sebab belum ada satupun pemahaman yang sama ditingkat ahli dan tidak ada satupun literatur yang membicarakan hal ini. Namun demikian jika ditelusuri dari sejarah Minangkabau dan sejarah Air bangis sendiri, sedikit banyak dapat kita simpulkan.
Daerah pesisir secara umum, tidak hanya Air Bangis sejak dahulu kala, adalah merupakan daerah perdagangan yang sering kali di disinggahi oleh pedagang-pedagang. Jika diperhatikan dari perkembangan penyebaran penduduk di Air Bangis dalam sejarah nagari tersebut, maka secara eksplisit pada saat pemerintahan Urang kayo Hitam, pusat kerajaan kemudian dipindahkan lebih dekat kepantai. Istana raja kemudian dibangun di Bukit Limau Kaca. Artinya, jauh sebelum kepindahan pusat kerajaan tersebut. Komunitas nelayan di Air Bangis sudah lebih dulu terbentuk.
Seiring dengan perkembangan peradaban, perjalanan waktu dan perobahan teknologi, terjadi juga perkembangan jenis-jenis alat tangkap. Terkhir, ketika live in dilakukan, komunitas nelayan Air Bangis menggunakan alat-alat tangkap sebagai berikut:
1. Bagan
Adalah kapal kayu dengan panjang ± 15 m dan lebar ± 3 m. Menggunakan mesin disel yang biasa dipakai oleh truk Fuso yang telah dimodifikasi sedemikian rupa. Pada sisi-sisi bagan terdapat kayu-kayu penyeimbang (cadik) yang sekaligus merupakan tempat jaring di ikat. Penangkapan ikan dilakukan dengan bantuan cahaya lampu yang ditempatkan disekeliling body bagan. Ketika ikan-ikan sudah tertarik untuk mendekat, maka disaat itu jaring dijatuhkan. Dewasa ini, alat pendeteksi ikan yang digunakan pada Bagan, sudah memakai alat deteksi yang memakai gelombang elektronik (Sonar). Menurut keterangan masyarakat, di Air Bangis saat ini terdapat ± 150 buah Bagan dimana harga dari sebuah bagan adalah ± Rp. 100.000,-. Ikan-ikan hasil tangkapan ikan biasanya dijual dalam keadaan hidup maupun dalam keadaan kering, setelah diolah dipengeringan ikan.
Dalam beroperasi, Bagan sangat tergantung kepada musim. Di Air Bangis musim penangkapan ikan tersebut dikenal atas dua musim yaitu musim kelam dan musim terang. Hitungan musim kelam dan musim terang tersebut mengikuti arah rotasi bulan. Artinya ketika bulan muncul pada beberapa waktu tertentu dan cahayanya terang, maka Bagan tidak beroperasi. Karena alat bantu pengumpul ikan berupa lampu-lampu, tidak akan berguna. Perhitungan waktu antara musim kelam dan musim terang adalah mengikuti penanggalan bulan Arab. Secara garis besarnya, dalam setiap bulan, musim gelap kira-kira 3 minggu dan musim terang kira-kira 1 minggu (6 hari). Dalam pengetahuan nelayan Air Bangis, secara umum musim terang dimana ada bulan purnama adalah sekitar tanggal 13, 14, 15, dan 16 setiap bulannya. Sedangkan musim gelap adalah mulai tanggal 18 sampai dengan tanggal 12 bulan depannya. Selama bulan kelamlah Bagan dapat beroperasi. Sementara hari-hari dibulan terang, dimamfaatkan untuk memperbaiki alat tangkap.
Bagan memperkerjakan ± 10 s/d 15 orang ABK dengan tugas tugas tertentu dan dengan strata tertentu. Tatacara penggajian dan pembagian hasil dilakukan dengan cara musyawarah. Setiap hari para ABK bagan mendapatkan sejumlah uang dari pengusaha Bagan. Guna uang tersebut adalah untuk kebutuhan harian para ABK ke Laut. Atau diistilahkan untuk pembeli rokok dan supermi. Tetapi yang diberikan uang rokok dan supermie tersebut hanyalah ABK tetap di Bagan tersebut. Jumlah uang harian tersebut rata-rata Rp. 20.000,-. Pembagian hasil keseluruhan dilakukan pada saat mulainya musim terang atau sekali musim kelam. Dimana perhitungannya adalah hasil bersih selama musim tangkap/musim kelam/selama bagan beroperasi dibagi dua. Setengah dari hasil tersebut untuk pengusaha Bagan, sedangkan setengannya lagi dibagi rata terhadap seluruh ABK tetap. Disamping itu kedudukan seseorang dalam sebuah bagan, juga ikut menentukan hasil yang didapatkannya selama bagan beroperasi atau sekali musim kelam. Hal ini disebabkan karena adanya bonus-bonus yang diberikan oleh pengusaha bagan kepada orang-orang yang mempunyai jabatan tertentu. Pada beberapa pengusaha bagan, meskipun bagan tidak beroperasi, ABK tetap bagan miliknya tetap digaji atau tetap diberikan uang rokok dan uang supermi. Hal ini dimaksudkan untuk membantu kehidupan para ABK. Setiap Bagan setelah beroperasi setiap harinya selalu menepi kepantai. Hal ini dilakukan jika daerah tempat Bagan tersebut menagkap ikan, tidak begitu jauh dari daerah Air Bangis. Artinya, setiap jam 16.00 Wib Bagan berangkat dan kira-kira jam 10.00 Wib besok paginya sudah merapat lagi. Setiap malamnya, rata-rata ABK Bagan menjatuhkan jaring sebanyak dua kali untuk menangkap ikan yang sudah berkumpul disekeliling bagan. Biasanya penjatuhan jaring dilakukan pada waktu tengah malam. Pembagian jabatan tersebut adalah:
2. Tungganai Bagan
Tungganai Bagan adalah merupakan jabatan tertinggi disebuah bagan. Tungganai Bagan merupakan wakil dari pemilik bagan dalam menjalankan usahanya. Tungaganai Bagan berhak untuk menjual ikan hasil tangkapan dilautan dan berhak untuk menentukan, kemana arah penangkapan ikan akan dilakukan. Dalam pembagian hasil tangkapan sekali musim kelam, Tungganai Bagan mendapatkan bagian yang sama dengan ABK lainnya. Tetapi disamping itu, Tungganai Bagan juga mendapatkan bonus dari pengusaha Bagan.
3. Apik Tungganai
Apik Tungganai adalah merupakan wakil dari Tungganai Bagan. Dalam perekrutannya, Apik Tungganai ditunjuk oleh Tungganai Bagan yang bersangkutan. Disamping bertugas sebagai wakil dari Tungganai Payang, perekrutan seorang Apik Tungganai juga dimaksudkan sebagai salah satu upaya kaderisasi, untuk melahirkan Tungganai-Tungganai yang baru. Dalam pembagian hasil tangkap, Apik Tungganai juga mendapatkan bonus lain, disamping persentase hasil yang sama dengan ABK lain. Tetapi bonus tersebut diberikan oleh Tungganai, bukan oleh pengusaha Bagan.
4. Kepala Kamar Mesin
Jabatan Kepala Kamar Mesin (KKM) adalah jabatan yang cukup fital dalam sebuah Bagan. Karena KKM yang langsung bertanggungjawab atas kelancaran operasi Bagan. Dalam pembagian hasil, KKM mendapatkan bonus tambahan dari pengusaha Bagan disamping persentase yang sama dengan ABK lain.
5. ABK Lain
Para ABK lain untuk secara umum bertugas membantu kelancaran operasi Bagan. Ketika teknologi yang digunakan pada Bagan sudah mulai berkembang, tugas-tugas ABK semakin ringan. Kalau dulu pekerjaan para ABK juga termasuk menarik jaring yang sudah dipenuhi ikan, sekarang tugas tersebut sudah diambil alih oleh mesin. Tugas-tugas lain diantaranya adalah untuk mengumpulkan dan memilih ikan yang sudah tertangkap. Dalam pembagian hasil, ABK hanyalah mendapatkan dari hasil pembagian rata sekali musim tangkap/musim kelam
6. ABK Honor
ABK Honor adalah ABK/pekerja yang tidak tetap pada sebuah Bagan. Kehadirannya untuk bekerja, tergantung kepada kemauan mereka. Gaji yang didapat, disesuaikan dengan hasil tangkapan pada hari ketika ia bekerja. ABK Honor, tidak mendapatkan bagian dari pembagian hasil akhir musim tangkap/musim kelam. Demikian juga ABK Honor tidak mendapatkan bonus-bonus.
7. Boat Ts
Adalah sebuah kapal kayu dengan panjang ± 10 m dengan lebar ± 2m. Dilengkapi dengan mesin Yanmark/mesin yang biasa dipakai pada mollen (pengaduk semen) yang telah dimodifikasi. Alat tangkap ikan yang digunakan adalah berupa Jaring Benam, jaring udang atau jaring suaso. Pada bot Ts, ABK yang mengoperasikannya paling banyak 4 orang dan paling sedikit 3 orang. Masing-masing ABK mempunyai tugas sendiri-sendiri. Jaring ditebar ketika Bot Ts dalam keadaaan mundur. Satu orang ABK bertugas menebar jaring, satu orang bertugas untuk mengarahkan Baot Ts dengan menggunakan dayung dan yang lainnya bertugas sebagai nakoda. Boat Ts beroperasi sejak sore hari sampai jam 09.00 Wib setiap harinya. Iakn hasil tangkapan, bisa dijual langsung kepada pedagang-pedagan pengumpul yang langsung menyambangi kelautan ataupun dijual sendiri ke TPI.
8. Perahu Layar
Perahu Layar tidak menggunakan tenaga pendorong mesin, tetapi menggunakan layar untuk bergerak. Disamping itu pada saat-saat tertentu juga menggunakan dayung. Alat tangkap yang digunakan adalah Jaring hanyut, jaring udang atau pukat ular. ABK yang mengoperasikan perahu layar ini paling banyak dua orang. Jaring ditebar seiring dengan gerakan perahu. Kemudian ketika jaring hendak diangkat, jangkar dibuang kelaut.
9. Boat Mesin Tempel
Boat mesin tempel menggunakan mesin berkekuatan 15 s/d 25 PK. Boat ini tidak digunakan untuk menangkap ikan. Tetapi digunakan oleh orang-orang yang berprofesi sebagai pedagang ikan. Biasanya pedagang ikan ini mendatangi bagan-bagan untuk mengumpulkan ikan dan setelah itu dijual ke TPI setempat. Para pedagang ikan ini mulai beroperasi sejak jam 04.00 Wib dini hari sampai siang besoknya.
10. Perahu Dayung
Perahu dayung digunakan oleh pedagang-pedagang ikan yang tidak memiliki Boat Tempel dalam usahanya mengumpulkan ikan. Kemudian setelah ikan terkumpul, ikan-ikan tersebut kemudian dijual ke TPI.
Kearifan Lokal Komunitas Nelayan Air Bangis Dalam Mengelola SDA Kelautan.
Sebenarnya, jika lebih jauh melihat kehidupan masyarakat nelayan Air Bangis, tidak hanya dari sisi alat tangkap diatas, ternyata sangat sulit untuk mengklaim bahwa masyarakat nelayan Air Bangis adalah nelayan tradisional. Jadi judul diatas cendrung membingungkan. Ketika kita klaim bahwa masyarakat nelayan Air Bangis adalah komunitas nelayan tradisional, maka kita akan berhadapan dengan fakta-fakta bahwa jika dibandingkan dengan komunitas nelayan lainnya. Komunitas nelayan Air Bangis hampir bisa dikatakan paling maju.
Secara umum terlihat bahwa masyarakat Nelayan Air Bangis adalah masyarakat yang saat ini berada pada posisi transisi. Ketika pencarian terhadap kearifan tradisional dilakukan, yang tertinggal hanyalah cerita tentang masa lalu. Tetapi bekas-bekas kearifan tersebut sampai saat ini masih ada.
Dulu dalam pengelolaan SDA Kelautan di Air Bangis, wilayah pantai diurus oleh seorang pimpinan nelayan yang diberi nama Tuo Pasir. Tetapi, seiring dengan perkembangan alat tangkap. Struktur pengurusan pasirpun hilang. Dulu, Tuo Pasir berperan dalam menentukan kapan waktu turun kelaut. Alat tangkap yang digunakan pada saat itu adalah Pukat Tepi. Pukat ditebar kelaut halaman Air Bangis dan kemudian setelah beberapa waktu pukat ditarik ketepi secara gotong royong. Saat turun menebar pukat pada setiap mulai musim tangkap, ditentukan oleh Tuo Pasir dengan diikuti oleh upacara-upacara adat kelautan tertentu.
Sementara itu, untuk daerah tangkapan diatur sedemikan rupa. Mulai dari tepi pantai Air Bangis sampai ke tengah laut. Masing-masing nelayan yang memakai alat tangkap yang masing-masingnya juga berbeda, saling hormat-menghormati terhadap wilayah tangkap masing-masing. Kearifan inilah yang menyebabkan tidak terjadinya konflik diantara mereka.
Daerah laut yang paling dekat kepantai merupakan wilayah tangkap nelayan yang memakai alat tangkap Pukek Tapi. Sampai kebatas kemampuan Pukat Tepi, dari titik tersebutlah dimulai wilayah tangkap nelayan yang memakai alat tangkap Jala. Pada titik batas kemampuan alat tangkap Jala, dititik itulah dimulai wilayah tangkap bagi nelayan yang memakai alat tangkap pancing. Sedangkan wilayah tangkap nelayan yang memakai alat bantu lampu sebagai penarik perhatian ikan (cikal-bakal Bagan) adalah didaerah laut sekitar pulau-pulau.
Satu hal yang lebih menarik, ternyata dulu di tengah-tengah masyarakat nelayan Air Bangis ada satu ketentuan yang menentukan bahwa panjang Pukat antara satu nelayan dengan nelayan yang lainnya, harus sama. Misalnya disepakati panjang pukat adalah 30 M. Maka semua nelayan harus mengikuti. Jika tidak, maka pukat yang lebih panjang harus dipotong. Dilapangan didapatkan keterangan bahwa insiden pemotongan pukat yang lebih panjang tersebut pernah dilakukan.
Dalam konteks terkini, kearifan tradisional masih membekas pada komunitas nelayan Air Bangis. Tetapi tidak begitu kuat berlaku. Jabatan Tuo Pasir sudah hilang sejak beberapa dekade belakangan. Dikalangan nelayan Air Bangis yang berprofesi sebagai pedagang pengumpul ikan, ada suatu pemahaman dan kearifan yang selalu dijaga. Wilayah pengumpulan ikan bagi pedagang yang memakai Boat Tempel atau kendaraan air bermesin lainnya adalah didaerah laut diluar pulau-pulau Air Bangis. Sedangkan dilaut halaman yang dekat kepantai merupakan wilayah pedagang pengumpul yang memakai kendaraan air tak bermesin seperti sampan dan perahu lainnya. Sedangkan daerah tepi adalah wilayah bagi pedagang pengumpul yang tidak mengumpulkan ikan kelaut. Setelah itu barulah pedagang yang bukan berasal dari Air Bangis, boleh melakukan pembelian. Artinya, pedagang pengumpul yang bukan penduduk Air Bangis, tidak boleh langsung melakukan pembelian ketengah laut.
Aktualisasi Konsep “Kalauik Babungo Karang”, Dalam Pengelolaan SDA Kelautan di Nagari Air Bangis.
Dalam pelaksaan konsep “Kalauik Babungo Karang” dikenallah apa yang diistilahkan dengan Hak Dacing pengeluaran ubur-ubur gantung kemudi. Hak Dacing adalah cukai terhadap barang-barang yang keluar masuk dari pelabuhan. Raja didaerah pesisir diizinkan oleh Raja Alam Minangkabau untuk memungut hak tersebut. Untuk barang-barang impor dikenakan cukai sebanyak 10 % untuk sejumlah barang. Perhitungan cukai adalah satu potong barang untuk setiap sepuluh potong barang. Seperti itu juga untuk barang-barang ekspor.
Ubur-ubur gantung kemudi maksudnya, adalah bagi semua kapal yang memiliki jangkar, apabila ketika merapat jangkar dijatuhkan atau tali penambat kapal sudah ditambatkan didermaga setempat, maka pada saat itu pula raja berhak untuk memungut pajak pelabuhan. Pemungutan pajak ini dilakukan oleh orang yang ditunjuk oleh raja/syahbandar.
Sama halnya dengan aktualisasi konsep babungo karang di Punggasan, berbagai kebijakan pemerintah sejak dulu, sedikit demi sedikit mengkebiri hak-hak tersebut. Sebagai daerah pesisir yang dalam sejarahnya banyak mendapatkan interfensi dari daerah lain. Nagari Air Bangis tidak dapat menghindarkan diri dari hal tersebut. Sehingga ketentuan yang mengatur tentang hak penghulu/raja memungut pajak termasuk kedalam salah satu item yang mendapat pengaruh yang sanagt besar.
Dimulai sejak VOC, hak-hak raja/penghulu di Nagari Air Bangis sedikit demi sedikit mulai dikurangi. Sampai akhirnya kekuasaan para ninik mamak di Kanagarian Air Bangis menjadi sangat tidak berarti. Mareka kemudian diposisikan menjadi pegawai yang tidak menentukan. Hal ini terjadi ketika nagari Air Bangis dibawah pemerintahan Syarif Muhammad gelar Tuanku Ketek. Dimana kedudukannya hanyalah sebagai Tuanku Laras, dibawah kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda. Dan terakhir diberikan hak pensiun ketika pemerintahan berlaras dihapus berdasarkan Stb No. 321 tahun 1913. Sehingga beliau digelari Tuanku laras Pensiun.
Keterangan yang didapat dilapangan, dulu di Nagari Air
Terakhir, ketika reformasi bergulir dan pemerintah menghembuskan nafas Otoda, para pemuka masyarakat dan KAN Air Bangis, mendapatkan salah satu sumber pemasukan bagi pembangunan nagari dari PT. SSS, perusahaan HPH yang beroperasi diwilayahnya. Berdasarkan persetujuan yang dibuat, Nagari Air Bangis mendapatkan kompensasi dari PT.
SS sebanyak Rp. 500.000.000,- (
Keterlibatan Kaum Perempuan Dalam Pengelolaan SDA Kelautan di Nagari Air Bangis
Tidak seperti halnya yang terjadi didaerah Punggasan, kaum ibu diNagari Air Bangis tidak menunjukkan peranan yang cukup berarti dalam pengelolaan SDA Kelautan khususnya maupun dalam penentuan kebijakn-kebijakan publik lainnya.
Jika kita lihat susunan pengurus KAN Kenagarian Air Bangis, tidak satupun kaum perempuan yang terlibat. Peranan yang dimainkan oleh fungsionaris “Bundo Kanduang” disini tidak kelihatan sebagaimana layaknya didaerah-daerah/nagari-nagari lain dalam wilayah Minangkabau.
Demikian juga dalam pengelolaan SDA Kelautan. Dari pengamatan dilapangan terlihat bahwa ketergantungan kaum perempuan terhadap kaum laki-laki sangat jelas sekali terlihat. Kaum ibu-ibu nelayan hanya mempunyai penghasilan yang berasal dari suami mereka yang bekerja kelaut. Meskipun sebagian kecil kaum ibu tersebut membuka warung-warung kecil dirumah-rumah mereka, namun persentasenya tidak begitu besar.
Dalam produksi-produksi ikan kering memang terlihat adanya keterlibatan kaum perempuan. Tetapi dari keterangan yang didapat dilapangan, menunjukkan bahwa yang bekerja pada sektor industri ikan kering tersesebut lebih banyak yang berstatus janda. Keterlibatan merekapun disebabkan karena tidak adanya suami mereka yang akan menafkahi. Sebagian kecil terlihat para gadis-gadis nelayan juga terlihat ikut terlibat dalam industri ikan kering tersebut. Tetapi jika dibandingkan dengan daerah Punggasan, persentase/kuantitas mereka tidak begitu besar.
Sumber : my.opera.com
Photo : http://files.myopera.com