RONGGENG BUGIS Sebuah Karya Seni Unik Yang Multi Kultur

Oleh : Drh. H.R. Bambang Irianto, BA

Ronggeng Bugis adalah satu jenis kesenian tradisional Cirebon. Merupakan seni pertunujukan rakyat untuk menghibur penonton dengan tarian dan ekspresi penuh dengan kejenakaan, mengundang tawa bagi yang menyaksikannya. Ronggeng Bugis dikenal juga dengan nama Tari Telik Sandi. Secara harfiah nama kesenian ini terdiri dari dua kata yaitu ronggeng dan bugis. Secara umum pengertian ronggeng adalah penari wanita atau tondak primadona sebagai teman menari, misalnya pada Tari Tayub. Di Cirebon ada juga seni pertunjukan rakyat yang penarinya adalah monyet yang disebut dengan ronggeng kethek (ledek munyuk), tarian monyet yang jenaka yang meniru gerak-gerik manusia. Namun yang dimaksud ronggeng dalam Ronggeng Bugis ini adalah penari pria yang berbusana wanita. Yang dimaksud dengan busana wanita disini pun bukanlah busana dengan tata rias yang cantik, akan tetapi lebih mendekati kepada busana mirip badut yang mengundang gelak tawa.

Pada wayang Cirebon, ada sebuah wayang dengan tipe sepasukan prajurit perang yang disebut Krodhan Bugis yang maknanya adalah sepasukan prajurit Bugis yang menakutkan bagi musuh. Kata Bugis juga berarti makanan khas tradisional berwarna hijau, yang terbuat dari ketan dan enten (kelapa yang diberi gula jawa) berbentuk seperti nagasari/pipis. Makanan ini teman koci, sehingga disebut bugis koci. Makanan ini merupakan kuliner Cirebon yang menyertai upacara-upacara adat Cirebon atau kenduri. Pengertian bugis disini adalah nama salah satu suku bangsa di negeri kita yang mendiami daerah Sulawesi Selatan dan sekitarnya. Dengan Demikaian, pengertian Ronggeng Bugis adalah ronggeng yang berasal dari Bugis.

Pada saat Pangeran Walangsungsang Cakrabuana membuka Cirebon pada Tahun 1448 Masehi, jumlah warga masyarakat yang tela menjadi pribumi di Cirebon sebanyak 346 orang, dengan perincian 196 orang Sunda, 16 orang Sumatera, 4 orang Semenanjung Malaya, 3 orang dari Siam (Thailand), 11 orang Arab, 6 orang dari Cina, 106 orang dari Jawa, 2 orang dari India dan 2 orang dari Iran.

Pada tahun 1482 Masehi, Sunan Gunung Jati menyatakan kemerdekaan negara Cirebon, yang terlepas dari kekuasaan Maharaja Pakuan Pajajaran. Pada saat itulah negara Cirebon mempunyai sepasukan Telik Sandi (prajurit Sandi Yuda) yang melakukan kegiatan spionase di wilayah Pajajaran untuk mengetahui reaksi dari pernyataan kedaulatan penuh Negara Islam Cirebon. Pasukan telik sandi ini adalah pasukan yang anggo yang terdiri dari orang-orang yang berani, bermental kuat, cerdas serta pandai menyamar. Menurut sumber tradisi lisan, dalam perjalan waktu yang panjang, kerajaan Cirebon dibantu oleh prajurit-prajurit Bugis, baik di era Galuh, masa Portugis, maupun masa Kolonial.

Mekanisme Pertunjukan
Waditra yang dipakai
Kelenang,
Gong kecil, Kendang, Kecil, Kecrek

Oleh Sanggar Sekar Pandan waditra ditambah dengan saron. Ronggeng Bugis dikatagorikan kesenian ider-ideran/iring-iringan/heleran, yang biasa dipakai sebagai peserta pawai keliling kota, namun bisa juga ditampilkan pada panggung yang terbatas.

Kostum dan Tata Rias
Wajah penari dirias secara jenaka, memakai gelungan kecil dan bunga. Kostum terdiri dari kebaya berwarna menyala, terkadang memakai rompi dan kain batik dodot yang diikat dengan stagen. Atau menggunakan variasi lain dengan penampilan yang mencolok yang mengundang gelak tawa.

Sanggar Sekar Pandan pernah menampilkan kostum ibu hamil tua yang atraktif. Pada kesempatan lain gelungan kecil tidak difiksasi secara kuat, sehingga gelungan rambut tersebut terjatuh yang mengundang senyum lebar penonton.

Jalannya Pertunjukan
Apabila dilakukan pada panggung pertunjukan diawali dengan terlalu kurang lebih selama 5 menit. Penari keluar pada penampilan pertama gerak tarinya lincah dan dinamis, semua anggota tubuh termasuk mata, mulut dan rambut digerakan dengan lucu dan didominasi oleh gerak mengintai dan mengawasi. Apabila telah dianggap cukup waktunya, maka pertunjukan diakhiri dengan gerak tari berjalan. Penari Telik Sandi biasa ditarikan oleh minimum 4 orang bahkan bisa sampai belasan orang. Namun setiap individu penari bisa melakukan improvisasi gerak sesuai dengan gaya masing-masing.

Tuntunan untuk penonton
Ronggeng Bugis/Telik Sandi mempunyai pitutur sinandi terkandung suatu ajaran luhur bahwa kita hendaknya hidup sederhana, panarima, berkarya, ulet dan waspada Ronggeng Bugis yang dikembangkan di Cirebon, bersifat islami, memiliki kepewiraan. Tariini bukan untuk menonjolkan identitas yang tidak jelas secara kelamin/gender yaitu antara laki-laki dengan perempuan atau banci, akan tetapi heroisme keperwiraan yang penuh dengan resiko namun dikemas dengan cerdas dalam bentuk telik sandi/spionase. Menurut sebagian pendapat lisan, pasukan Telik Sandi ini dipimpin oleh panglima wanita yang cantik, cerdas dan gagah perkasa, yaitu Nyi Mas gandasari yang berasal dari Kerajaan aceh, murid Ki Sela Pandan, pendiri Cirebon.

Pengembangan
Ronggeng Bugis sebelunya kurang dikenal oleh masyarakat. Pada awal dekade tahun 1990 setelah Ronggeng Bugis diajarkan di Keraton Kacirebonan oleh Bapak Handoyo dengan dukungan Pangeran Yusuf Dendabrata, maka Ronggeng Bugis mulai lebih dikenal oleh masyarakat. Ronggeng Bugis dikembangkan terutama pada Festival Keraton Nusantara berikutnya tarian ini juga selalu diikutsertakan I tahun 1994 di Yogyakarta. Pada even festival keraton nusantara berikutnya tarian ini juga selalu diikutsetakan. Tarian ini juga dibawakan oleh duta budaya Pramuka STAIN Cirebon ke berbagai daerah seperti pada tanggal 22 – 30 September 2002 di Lampung Selatan, 23 – 31 Agustus di Kepulauan Seribu, tahun 2008 ke Palembang dan yang ter-up to date, tari ini dipertunujukan pada festival di Jambi, tanggal sebelas Juni 2009 dibawah bimbingan Sanggar Kebon Kangkung dan Sanggar Sekar Pandan. Tari ini sering dimodutifikasi, dipertunukan, ditarikan, di :

1. kabupaten Cirebon : Kecamatan Plumbon : Sanggar Pring Gading, Tokoh : Handoyo, Tono, dan Yno; Kecamatan Klangenan : Desa Bojong, tokoh : Riwan; Kecamatan Gunung Jati : Desa Buyut, tokoh : Wadi dan Senin; Kecamatan Weru: Desa Pangkalan.

2. Kota Cirebon : Sangar Sekar Pandan, tokoh : Elang Heri Komara Hadi, Sanggar Bagja Mulya, Sanggar Kebon Kangkung.

3. Sanggar Sekar Pandan selama belasan tahun mengajarkan Ronggeng Bugis di sekolah-sekolah dasar maupan lanjutan di Kota Cirebon.

Animo Masyarakat
Masyarakat sangat tertarik dengan kesenian Ronggeng Bugis, baik dewasa maupun anak-anak, sangat senang melihat tarian yang jenaka ini.

Kesimpulan dan Saran
Ronggeng Bugis adalah suatu kesenian yang unik dan menarik, yang masih eksis sampai sekarang dan akan tetap eksis apabila menarik minat penonton. Untuk itu diperlukan tindakan inovatif pada pengemasan Ronggeng Bugis serta pengayaan tata gerak tarinya agar tidak membosankan.

Daftar Pustaka
Disbudpar Kabupaten Cirebon, 2001, Himpunan deskripsiKesenian Daerah Cirebon
Sudjana, T.D., TD 1987, Naskah Negara Kerta Bumi, alih bahasa, alih aksara, Cirebon
Widan, Dadan, 2002, Sunan Gunung Jati (antara Fiksi dan Fakta) Pebunuhan Islamdengan Pendekatan Struktural dan Kultural, Humaniora Press, Bandung
Nara Sumber : Elang Heri Komarahadi (Sanggar Sekar Pandan)

Curiculum Vitae

Nama : Drh. R. Bambang Irianto, BA
Jabatan : Penata Budaya Keraton Kacirebonan
Tempat/Tanggal Lahir : Cirebon, 17 Februari 1958

Riwayat Pendidikan : Tahun Kelulusan
1. SDN. Pengampon I Cirebon 1970
2. SMPN I Cirebon 1973
3. SMAN 2 Cirebon 1976
4. Institut Dakwah Masjid Syuhada (IDMS) Yogyakarta (Sarjana Muda) 1984
5. Fakultas Kedokteran Hewan UGM Yogyakarta (Strata I) 1986
6. Pendidikan Dokter Hewan UGM Yogyakarta (Profesi) 1987

Riwayat Pekerjaan :
Dokter Hewan Koperasi Susu Warga Mulya DIY 1988
Pegawai Negeri Sipil Dinas Peternakan Kabupaten Cirebon (1993-1997)
Pasktisi Dokter Hewan tahun 1988 – sekarang

Riwayat Kegiatan :

  1. Wakil Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Cabang Jawa Barat IV (1992-2008).
  2. Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Cabang Jawa Barat III (2008-2012).
  3. Pengurus Badan Koordinasi Taman Kanak-kanak Al-Quran, Taman Pendidikan Wilayah Cirebon (1992 – sekarang)
  4. Pengurus Islamic Centre Kota Cirebon (2005-2010)
  5. Penata Budaya Keraton Kacirebonan (1991- sekarang)
  6. Wakil Ketua Koperasi Mina Jaya Bahari Gebang Kabupaten Cirebon 2004 – sekarang)
  7. Ketua Sanggar Kebon Kangkung (1991 – sekarang)
  8. Ketua Pusat Konservasi dan Pemanfaatan Naskah Klasik Cirebon (2008 – 2016)
  9. Pembina yayasan Pesambangan Jati (2009)
  10. Penulis.

Sumber :
Makalah disampaikan dalam ”Workshop dan Festival Kesenian Tradisional” dalam rangka Pekan Budaya Seni dan Film di Keraton Kasepuhan Cirebon tanggal 18 Juni 2009, yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film.

Photo : http://www.fotografer.net