Keris bertuah keris pusaka,
Keris ditempa berkeluk empat.
Susur sejarah kita merdeka,
Hormat bersama janji sepakat.
Lebih dari 1324 tahun yang lalu, di belahan barat Nusantara ada sebuah kerajaan bangsa Melayu yang cukup disegani oleh kerajaan-kerajaan tetangganya, yaitu Sriwijaya. Kerajaan ini menguasai jalur-jalur perdagangan penting di Nusantara. Armadanya berlalu-lalang di wilayah perairan Asia Tenggara. Terinspirasi dengan kejayaan kerajaan tersebut, pada tahun 1930-an Abdul Hadi Hassan seorang pengajar Maktab Melayu Melaka, dalam bukunya yang berjudul Sejarah Alam Melayu mencetuskan ide terbentuknya Negara Melayu Raya atau Negara Indonesia Raya. Ide ini kemudian diteruskan oleh kelompok politikus muda Ibrahim Haji Yaacob, Pemimpin Kesatuan Muda Melayu.
Janiji Perdana Menteri Jepang Koiso, pada 7 September 1944 untuk memberi kemerdekaan kepada Indonesia, telah memberi peluang kepada Ibrahim dan kawan-kawannya untuk merdeka bersama-sama dengan Indonesia. Keinginan ini belum disetujui oleh pemerintah pendudukan Jepang. Namun pada akhirnya disetujui karena kemerdekaan Tanah Melayu bukan sebagai satu unit negara yang tersendiri, tetapi merupakan bagian dari Indonesia Raya dengan Indonesia sebagai pemimpinnya.
Indonesia Raya atau Melayu Raya menurut konsep Ibrahim dkk merupakan satu negara rumpun bangsa Melayu yang meliputi seluruh daerah Kepulauan Melayu (Nusantara) dan Asia Tenggara termasuk Filipina. Alasannya, karena ada persamaan yang jelas dalam empat aspek, yaitu daerah, darah, kebudayaan, dan bahasa. Persamaan-persamaan inilah yang menjadikan bangsa ini menjadi bangsa Melayu
Pertemuan Taiping
Mungkin banyak orang Indonesia yang tidak mengetahui bahwa pada tanggal 13 Agustus 1945 Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta singgah di Taiping (Perak, Malaysia) dalam perjalanannya kembali ke tanah air dari lawatannya ke Saigon (Vietnam). Mereka ke Taiping untuk “bertemu” dengan tokoh pemuda Melayu Ibrahim Haji Yaacob dan Dr. Burhanuddin. Pertemuan yang diatur oleh pejabat administrasi militer Jepang untuk daerah jajahannya, dihadiri oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mayor Jenderal Umezu, Dr. Burhanuddin, dan Ibrahim Haji Yaacob.
Apa yang dibicarakan dalam pertemuan itu, adalah mengenai pembentukan negara Indonesia Raya atau Melayu Raya. Ibrahim menganggap penting pertemuannya dengan Soekarno karena sesuai dengan rencana Jepang untuk memerdekakan Tanah Melayu di bawah Indonesia. Dalam pertemuan yang berlangsung selama 45 menit di bandara Taiping, Ibrahim menjelaskan bahwa Soekarno sangat gembira dengan kehendaknya. Dengan menggenggam erat tangan Ibrahim, Soekarno mau supaya mereka “membentuk sebuah negara ibu pertiwi bagi rumpun bangsa Indonesia”. Benarkah?
Puak Melayu
Melayu dalam perwujudannya mempunyai tiga konsep yang masing-masing mengacu pada bentuk yang berbeda, yakni ras sebagai suatu ciri-ciri fisik secara biologi yang membedakannya dengan ras lain dengan ciri-ciri fisik dari kelompok lain; suku- bangsa sebagai suatu jatidiri yang lebih mengacu pada ciri-ciri fisik, gaya bicara yang pada akhirnya sebagai perwujudan dalam tingkat sosial dengan dasar askriptif dan kemudian kebudayaan yang mengacu pada model-model dan cara memahami serta menginterpretasi lingkungan yang kemudian dipakai untuk mendorong terwujudnya kelakuan dan benda-benda budaya.
Ketiga konsep ini menjadi satu dalam memahami apa yang disebut sebagai orang Melayu, dan tentunya penjabaran masing-masing konsep serta keterkaitannya satu dengan lainnya akan sangat berbeda-beda keluasannya. Seperti bila bicara Melayu secara ras, maka yang terjadi akan melewati areal kesuku-bangsaan Melayu itu sendiri karena melibatkan suku-suku bangsa lainnya seperti Minangkabau, Batak, Jawa, Sunda sebagai paparan daerah ras. Sedangkan bila mengacu atau berbicara Melayu secara suku-bangsa maka yang terdeteksi adalah adanya pengelompokan-pengelompokan jatidiri Melayu ini yang didasari pada informasi yang didapat dari interaksi kelompok-kelompok tersebut dengan suku bangsa lainnya, seperti adanya suku-bangsa Melayu di Sumatera dan Kalimantan. Kesemua informasi tersebut didapat dari serentetan hubungan dengan suku-bangsa lainnya di daerah-daerah setempat. Apabila berbicara Melayu secara kebudayaan maka akan tampak perbedaan-perbedaan yang besar antara satu kelompok Melayu dengan kelompok Melayu lainnya, karena masing-masing kelompok berada dan hidup dalam lingkungan alam, sosial dan binaan yang berbeda-beda.
Kelompok Melayu yang berada di daerah Jambi, lebih banyak bersentuhan dengan kelompok Kubu, sehingga mempunyai model-model yang berbeda dengan kelompok-kelompok Melayu yang bersentuhan dengan kelompok Sakai, atau kelompok Minangkabau, dsb. Pada umumnya kelompok-kelompok Melayu ini dimana pun mereka tinggal akan selalu diidentikkan dengan Islam. Seperti Melayu sama dengan Islam di daerah Sakai, atau Islam sama dengan Melayu di daerah Kubu (Warsi), Islam sama dengan Melayu di Kalimantan Timur dst.
Bila ditelusuri persebaran orang Melayu secara suku-bangsa maka akan dapat dilihat dari model-model mitologi yang menyertainya yang dapat dijadikan acuan kesuku-bangsaan tentang penguasaan wilayah dimana kelompok tersebut menetap dan tinggal. Dari mitologi yang ada maka bisa tergambarkan kapan dan sampai dimana batas-batas kesuku-bangsaan Melayu tersebut ada dan kelompok mana yang menjadi ‘tetangga’nya. Mitos dan kosmos merupakan fokus dalam suatu kegiatan ritus yang dilakukan oleh anggota masyarakat yang melingkupi kehidupan manusia sebagai mahluk sosial, bagaimana cara manusia memahami diri mereka, keberadaannya sebagai anggota masyarakat dan di dunia sebagai satu kesatuan. Hasil pemahaman manusia terhadap alam sekitarnya dimanifestasikan kedalam kehidupan sosial dan berusaha menjelaskan dan menciptakan pembenaran keadaannya sebagai masyarakat, baik bentuk asal maupun cara kehidupannya. Hasil pemahaman tersebut biasanya dimanifestasikan dalam bentuk cerita yang diinformasikan dari orang ke orang.
Kalau ditelusuri persebaran puak Melayu dengan ras Mongoloid dari sisi rumpun bahasa di Nusantara, maka cakupannya seluruh Nusantara dari Sabang sampai Merauke. Khusus untuk Irian, cakupan puak Melayu hanya ada di daerah pesisir pantai utara di bekas wilayah Kesultanan Tidore. Sementara itu di kawasan pedalaman Irian didiami oleh suku-suku bangsa dari ras Austromelanesid.
Wilayah Rumpun Bahasa Austronesia
Memang, kalau kita memandang Republik Indonesia dari sisi ras, maka Irian tidak termasuk dalam Republik Indonesia. Isu inilah yang dihembuskan Belanda untuk memecah belah. Dalam usahanya mempertahankan Irian, Belanda menyatakan bahwa suku-suku di Irian bukan suku Melayu yang menjadi asal usul orang Indonesia. Secara etnik dan budaya suku-suku di Irian berasal dari suku Melanesia. Karena itu Irian tidak bisa diserahkan kepada Republik Indonesia.
Alasan tersebut dapat dikatakan mengada-ada karena sejak 1828 Irian yang pada waktu itu bernama Nieuw Guinea sudah menjadi bagian dari Nederlansch Indiƫ dengan nama Residentie Nieuw Guinea. Apalagi sejak tahun 1927 Boven Digoel (kawasan berawa-rawa di Nieuw Guinea) dijadikan tempat pembuangan para pejuang kemerdekaan.
Angan-angan Abdul Hadi Hasan yang kemudian diteruskan oleh Ibrahim Haji Yaacob dkk kalau sampai terjadi sangat merugikan Indonesia. Di satu pihak memang wilayah Indonesia sampai ke wilayah yang sekarang menjadi Malaysia dan Filipina, tetapi boleh jadi Nusatenggara, sebagian Maluku, dan Irian Jaya tidak termasuk Indonesia. Ketiga wilayah tersebut tidak dimukimi oleh orang-orang Melayu ras Mongoloid. Padahal Irian Jaya merupakan wilayah yang kaya akan sumberdaya alam, baik tambang maupun hutan. Untunglah para pendiri bangsa Indonesia tidak merespon keinginan mereka, dan Indonesia diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 beberapa hari kemudian setelah pertemuan Taiping dengan wilayahnya bekas wilayah Nederlansch Indiƫ.
(Sumber tulisan:, http://indoarchaeology.com)