Candi Roro Jongrang

Dekat kota Yogyakarta terdapat sebuah candi Hindu yang indah, yang diperkirakan dibangun pada abad kesembilan Masehi. Karena terletak di desa Prambanan, maka candi ini disebut candi Prambanan[1]. Namun demikian candi tersebut juga disebut candi Lara Jonggrang, sebuah nama yang diambil dari legenda Lara Jonggrang/Rara Jonggrang dan Bandung Bondowoso.

Rakai Pikatan - suami Sri Kahulunan (Pramodawardani)- mungkin sekali mengusahakan pembangunan Candi Lara Jonggrang tersebut. Dalam sebuah prasasti tahun 856, yang dikeluarkan oleh Dyah Lokapala/Rakai Kayuwangi segera setelah Rakai Pikatan turun dari tahta, terdapat penjelasan mengenai kelompok candi agama Siwa yang sesuai benar dengan keadaan kelompok Candi Lara Jonggrang. Demikian pula dalam Kitab Ramayana yang diperkirakan dihimpun pada abad 9 terdapat keterangan serupa. Nama Rakai Pikatan, yang digores dengan cat, terdapat pada salah satu candi kelompok tersebut[2].

Menurut legenda yang sampai saat ini masih sering dituturkan masyarakat setempat, tersebutlah seorang raja yang bernama Prabu Baka. Raja tersebut bertahta di istana yang terletak di Gunung Baka, sekitar 2 km di selatan Prambanan. Raja ini, meskipun besar kekuasaannya, karena sudah takdirnya, dapat dikalahkan oleh Raja Pengging.

Prabu Baka meninggal di medan perang. Konon kemenangan Raja Pengging itu karena dibantu oleh orang sakti yang bernama Bandawasa yang juga terkenal bernama Bandung Bandawasa karena dia mempunyai senjata sakti yang bernama Bandung.

Atas persetujuan Raja Pengging, Bandung Bandawasa menempati Istana Prambanan. Di situ dia terpesona oleh Rara Jonggrang, puteri almarhum Prabu Baka, yang cantik. Bandung Bandawasa lantas meminang Rara Jonggrang untuk dijadikan isterinya[3].

Atas pinangan itu, Rara Jonggrang menjadi serba salah. Antara menolak dan takut jika menolak. Tetapi akhirnya timbul siasat untuk dengan halus menolak dengan cara mengulur waktu, kalau memungkinkan. Rara Jonggrang mengajukan permintaan bahwa Bandung Bandawasa baru dapat mengawininya asalkan syarat-syaratnya dipenuhi, yaitu membuatkan seribu candi dan dua buah sumur yang harus selesai seluruhnya dalam waktu semalam. Bandung Bandawasa, yang merasa yakin akan kemampuannya, menyanggupi meskipun semula agak keberatan.

Bandung Bandawasa segera meminta bantuan ayahnya sendiri, orang sakti yang mempunyai balatentara roh-roh halus. Lalu pada hari yang sudah ditentukan, Bandung Bandawasa beserta pengikutnya dan roh-roh halus mulai membangun candi yang jumlahnya banyak itu. Sangat mengherankan cara dan kecepatan mereka bekerja. Sesudah jam empat pagi hanya tinggal lima buah candi yang harus disiapkan. Di samping itu sumurnya pun sudah hampir selesai.

Seluruh penghuni Istana Prambanan menjadi bingung karena mereka yakin bahwa semua syarat Rara Jonggrang akan dapat dipenuhi oleh Bandung Bandawasa. Setelah berpikir, mereka pun menemukan cara. Gadis-gadis segera dibangunkan dan disuruh menumbuk padi di lesung serta menaburkan bunga yang harum baunya. Mendengar bunyi lesung dan mencium bau bunga-bungaan yang harum, roh-roh halus menghentikan pekerjaan karena mereka mengira bahwa hari sudah siang. Pembuatan candi terhenti dan jumlah candi kurang sebuah. Apa hendak dikata, roh halus tak mungkin bekerja lagi dan tanpa bantuan mereka tidak mungkin Bandung Bandawasa menyelesaikannya sendiri.

Bandung Bandawasa menyelidiki penyebab kejadian itu. Akhirnya ia mengetahui kecurangan Rara Jonggrang. Dengan perasaan marah dan kecewa, ia mendatanginya tetapi Rara Jonggrang tetap bersikukuh meminta syaratnya untuk membangun 1.000 candi dipenuhi.

Permintaan itu menimbulkan kemarahan Bandung Bandawasa. “Kurang satu, tambahnya engkau sendiri”. Demikian ucapan Bandung Bandawasa dengan nada sangat marah. Setelah Bandung Bandawsa mengeluarkan kata-kata itu, Rara Jonggrang pun langsung berubah menjadi arca, untuk melengkapi sebuah arca yang belum terselesaikan. Para gadis di sekitar Prambanan pun juga dikutuk oleh Bandung Bandawasa. Mereka disumpahi tidak akan ada orang yang mau memperisteri mereka sampai mereka menjadi perawan tua.

Arca yang dianggap sebagai penjelmaan dari Rara Jonggrang, yang berwujud Dewi Durga, terdapat dalam ruang candi yang besar yang sampai sekarang dinamakan candi Lara Jonggrang. Sementara itu candi-candi lain yang ada di dekatnya disebut Candi Sewu yang artinya seribu.

Pelajaran yang patut disimak dalam cerita Rara Jonggrang adalah :

  • Legenda Roro Jonggrang mengisahkan ketidaksukaan seorang wanita untuk menerima nasib. Ia berusaha menolak nasib atau dengan kata lain berusaha memperbaiki nasib dengan menggunakan akalnya yang didasarkan pada fenomena alam (bahwa pergantian malam dengan siang selalu ada tanda-tandanya dan tanda-tanda itulah yang direkayasa sehingga seolah-olah telah terjadi pergantian malam menjadi siang). Walaupun akhirnya ia menjadi patung namun itulah mungkin jalan yang terbaik baginya agar tidak kawin dengan laki-laki yang akan memaksakan kehendaknya.
  • Ada kabar burung di masyarakat bahwa kutukan Bandung Bandawasa atas perempuan sekitar Prambanan berlaku dengan kenyataan bahwa banyak perempuan di sana yang menjadi perawan tua. Tentunya hal ini perlu diteliti / dibuktikan. Kalaupun terjadi tentunya bukan karena “kutukan” itu yang berlaku tetapi karena manusianya terpengaruh oleh kutukan itu atau tidak ada usaha untuk merubah kutuk itu (kalau memang ada) agar yang menakutkan ini tidak terjadi.

Referensi :

  • Soekmono, 1993. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia II. Penerbit Kanisius, Jakarta
  • Soetarno, 1988. Aneka Candi Kuno di Indonesia. Dahara Prize. Semarang.
  • www jawapalace org , 2004
Sumber : http://wanitanusantara.blog.plasa.com
Photo : http://awidyarso65.files.wordpress.com