Flores, NTT; Kenali Taman Nasional Komodo

Pulau Flores dan sekitarnya seperti Pulau Lembata, Adonara, Solor, dan Komodo, dikenal kaya dengan obyek wisata yang unik, dan bernilai tinggi. Empat obyek wisata di antaranya sudah dikenal hingga mancanegara, yakni biawak raksasa komodo di Komodo, taman laut Riung, danau berwarna Kelimutu, dan perburuan paus kotaklema di Lamalera.

Obyek-obyek wisata tadi berada dalam satu lintas tujuan wisata nasional, yakni Bali dan Senggigih di Lombok (Nusa Tenggara Barat). Meski demikian, obyek wisata di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) tadi belum dikelola secara maksimal. Belum bernilai ekonomis bagi daerah dan penduduknya, serta sepi kunjungan wisata.

Kiprah wisata di Flores terputus, tidak hanya dari arah barat (Bali dan Lombok), tetapi juga daratan pulau itu sendiri. Flores yang kini meliputi tujuh kabupaten, termasuk Lembata, belum memiliki payung bersama dalam mengelola pariwisatanya. Mereka masih asyik berjuang sendiri-sendiri.

Tidak dapat disangkal, biawak raksasa komodo yang menghuni kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) di Manggarai Barat, ujung barat Pulau Flores, adalah kekhasan Indonesia. Biawak dari zaman prasejarah ini masih hidup hingga di zaman modern seperti sekarang ini, dan menjadi daya tarik satu-satunya yang dimiliki dunia saat ini.

TNK terkenal hingga pelosok dunia karena menyimpan dua objek wisata berdaya tarik tinggi. Selain kadal raksasa komodo tadi, juga bentangan kawasan perairannya yang kaya berbagai jenis biota lautnya.

Biawak komodo (Varanus komodoensis)—reptil darat terbesar di dunia—di TNK hidup menyebar di Pulau Komodo, Rinca, dan Gilimotang. Sekitar 2.000-an ekor reptil ini disebut ora oleh masyarakat setempat dan termasuk binatang pemakan bangkai dan terkadang kanibal. Mangsa yang sekaligus menjadi makanannya adalah rusa, babi hutan, kerbau dan kuda liar.

Kekuatan lain dari TNK adalah kekayaan kandungan air lautnya. Kawasan laut TNK seluas 132.572 hektar, memiliki kandungan biota tergolong kaya di dunia. Hasil penelitian bahkan menyebutkan terumbu karang dalam kawasan TNK sebagai terindah di dunia karena bentuk dan warnanya beraneka. Terumbu karangnya terdiri dari 260 jenis.

Di perairan TNK terdapat lebih dari 1.000 jenis ikan bernilai ekonomis tinggi, seperti kerapu dan ikan napoleon (Chelinus undulatus), jenis ikan langka yang menjadi hidangan bergengsi di China.

Perairan TNK juga merupakan tempat berlindung dan bertelur berbagai jenis ikan karang, penyu hijau dan penyu sisik. Perairan yang sama merupakan jalur lintasan sekitar 10 jenis paus, enam jenis lumba-lumba dan ”ikan duyung” dugong.

Setelah mengunjungi TNK biasanya perjalanan wisata di Flores akan dilanjutkan antara lain menuju Riung di Kabupaten Ngada. Selain memiliki perairan laut yang jernih, pulau kelelawar Ontoloe, serta pulau-pula berpasir putih, Riung juga menyimpan potensi taman laut yang indah.

Perjalanan wisata ke kawasan Pulau Flores terasa tidak lengkap jika wisatawan tidak menyempatkan diri mengunjungi danau berwarna Kelimutu di Ende. Obyek wisata yang satu ini menyimpan misteri alam yang tiada duanya karena warnanya berubah-ubah dari waktu ke waktu.

Danau ”ajaib” itu ditemukan oleh Van Suchtelen, pegawai pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1915. Danau vulkanik itu dianggap ajaib atau misterius karena warna ketiga danau itu berubah-ubah, seiring dengan perjalanan waktu. Awalnya, Kelimutu memiliki tiga danau masing- masing berwarna merah, putih, dan biru. Selalu berubah-ubah dalam setiap waktu, dan pada medio Oktober ini, dua dari tiga danau itu berwarna coklat, lainnya hijau. (rn)

Flores Nusaku

Tampak deretan pegunungan terjal, tidak beraturan, dan sulit untuk dilalui. Itulah kesan pertama saat memandang daratan pulau Flores. Sekalipun demikian kenyataannya gunung-gunung ini menyimpan banyak hal mengagumkan, baik itu kawah-kawah gunung apinya maupun desa-desa tradisional dengan beragam kerajinan tenun ikatnya . Pulau Flores sudah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit pada abad ke-14. Posisinya cukup strategis karena menjadi jalur lintasan perdagangan kayu cendana dari pulau Timor ke Cina dan ke India.

Hal ini membuat kerajaan Gowa, kerajaan Ternate, Bangsa Portugis dan Belanda berebut untuk menguasai pulau yang panjangnya 375 km ini. Para pendatang ini berusaha menanamkan pengaruhnya di wilayah pesisir, tetapi hanya sedikit yang dapat menyentuh daerah pedalaman karena terhalang oleh deretan pegunungan terjal tidak beraturan. Kini bagian dalam Flores sudah lebih mudah dicapai dengan adanya jalan yang naik-turun membelah gunung dan berkelok-kelok. Salah satu hal yang unik di daerah pedalaman ini adalah kepercayaan tradisional yang tetap berakar kuat pada masyarakat penghuninya. Untuk melihat pedalaman Flores kita dapat memulai perjalanan dari Labuan Bajo. Kota kecil yang dulunya merupakan pemukiman nelayan ini sekarang berkembang menjadi tempat wisata karena berfungsi sebagai pintu gerbang utama menuju Pulau Komodo. Berbagai fasilitas akomodasi dan restoran tersedia cukup lengkap di kota ini. Di samping itu, Labuan Bajo juga dapat dicapai dengan menggunakan alat transportasi penerbangan dari Denpasar.

Setelah mengunjungi pulau Komodo, sebagian wisatawan, terutama wisatawan dari Eropa, melanjutkan kegiatan dengan menjelajahi pedalaman Flores. Ruteng merupakan daerah tujuan pertama yang dapat ditempuh sekitar 4 jam melalui perjalanan darat dari Labuan Bajo. Kota yang didominasi oleh suku Manggarai ini berada di pusat kawasan Manggarai, pada kaki gunung dengan hamparan persawahan di sekelilingnya. Tidak jauh dari Ruteng wisatawan dapat mengunjungi perkampungan tradisional dengan rumah adatnya yang unik dan melihat suasana indah dan alami di danau Ranamese. Setelah bermalam di sebuah hotel kecil di Ruteng, pada pagi hari wisatawan dapat mendaki Gunung Poco Ranaka (2.140 meter) dengan menggunakan kendaraan bermotor, sambil menikmati pemandangan spektakuler. Atraksi menarik lainnya adalah pertunjukan tarian ‘Caci’, yaitu pertarungan antara dua lelaki dalam kostum tradisional; yang seorang bersenjata cambuk sebagai penyerang dan seorang lainnya menggunakan perisai untuk bertahan. Persinggahan berikutnya adalah Bajawa dengan jarak tempuh 5 jam perjalanan dari Ruteng. Kota berudara sejuk ini, berada pada ketinggian 1.100 meter di atas permukaan laut, dikelilingi oleh gunung-gunung api.

Bajawa merupakan pusat dari kawasan Ngada yang dihuni oleh suku Ngada, salah satu suku paling tradisional di Flores. Banyak kampung-kampung tradisional yang dapat dijumpai di sini, diantaranya adalah kampung Bena. Kampung yang berlokasi tidak jauh di Bajawa ini masih memiliki rumah-rumah tradisional lengkap dengan bebatuan megalitnya. Selain itu barang kerajinan tenun ikat menarik dan unik juga dapat diperoleh di Bena. Banyak wisatawan Eropa yang mengunjungi tempat ini sehingga fasilitas akomodasi dan restoran tersedia cukup baik di Bajawa.

Jika ingin selingan untuk melihat pantai pasir putih maka Riung adalah tempatnya. Hanya 2,5 jam perjalanan dari Bajawa, wisatawan dapat bermalam di kota kecil di pesisir utara Flores ini. Berbagai aktivitas dapat dilakukan di sini seperti berperahu menikmati keindahan pulau-pulau kecil, mengamati kawanan kalong atau ber snorkeling melihat keindahan terumbu karang. Dari Riung perjalanan dilanjutkan menuju kota Ende – yang memakan waktu selama 4 jam, lalu ke Moni dengan jarak tempuh selama 2 jam. Desa Moni adalah pintu gerbang menuju kawah tiga warna Kelimutu yang sangat terkenal. Untuk mencapainya, Anda dapat naik kendaraan sampai mendekati kawah lalu diteruskan berjalan kaki menanjak sekitar 1 kilometer. Setelah itu para wisatawan dapat melihat bentangan alam menakjubkan dari kawah Kelimutu. Penjelajahan di pulau Flores ini berakhir di kota terbesar di pulau ini yaitu Maumere yang dapat dicapai sekitar 4 jam dari Moni. Di kota ini, para wisatawan dapat bersentuhan kembali dengan dunia modern.

Sumber : http://johncarlosthena.blog.friendster.com

Photo : http://foto.detik.com