Kehidupan Masyarakat Cigugur (di kaki Gunung Ciremai) yang terdapat di wilayah Kabupaten Kuningan menurut beberapa kalangan memiliki keunikan tertentu. Hal yang menjadi ciri keunikan itu diantaranya adalah berkembangnya kehidupan masyarakat etnik Sunda yang menganut berbagai keyakinan baik agama “umum continental” atau “agama semit” seperti Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Budha dan Hindu serta keyakinan sistem kepercayaan adat atau “agama lokal” atau penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Keanekaragaman keyakinan ini sebagai ciri juga berkembangnya kehidupan masyarakat yang pluralis. Ironisnya, Cigugur adalah sebuah desa dimana mayoritas pengikut Kiyayi Madrais (Pangeran Sadewa Alibasa Kusumawijayadiningrat) tinggal, telah dipuji-puji oleh banyak kalangan, termasuk berbagai media masa (Kompas, Suara Pembaharuan dll) bahkan masyarakat berbagai negara yang pernah berkunjung ke sana, sebagai masyarakat yang corak kerukunan dan toleransi agamanya paling ideal di tanah air. Dalam banyak keluarga di masyarakat Cigugur telah terbiasa kehidupan multi agama untuk masing-masing anggota keluarga tanpa haus mempersoalkan perbedaan keyakinan sebagai sumber pertentangan. Berkaitan dengan hal itu dalam masyarakat Cigugur, hidup suatu komunitas yang memegang teguh tradisi kepercayaan adat Sunda. Salah satu manifestasinya nampak dalam suatu tradisi seremonial ritual adat yang dinamakan dengan Upacara Adat Seren Taun setiap tanggal 22 Rayagung dalam sistem penanggalan Sunda.
Integrasi sosial dari perbedaan keyakinan diantara masyarakat Cigugur dibangun dan dilandasi dari suatu komunikasi budaya etnik Sunda. Anas Saidi (2004) dalam Menekuk Agama Membangun Tahta berpendapat bahwa di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang sedang belajar kembali memahami arti pluralisme, dan agama telah “gagal” menampilkan keampuhannya dalam membuktikan diri atas doktrin unifikasinya, maka fenomena Cigugur dalam tahap tertentu, adalah sebuah “ilham” (penulis lebih sepakat dengan menekankan “ilham kedamaian pluralitas sosial budaya Indonesia”). Hal ini kuat atau erat kaitannya antara ideologi toleransi lokalistik dengan ajaran spritual “Madraisme” yang secara implisit maupun eksplisit dikembangkan oleh masyarakat pendukung upacara Adat Seren Taun tersebut.
Konsepsi adat yang ada dalam sistem nilai masyarakat Cigugur untuk terus menjaga tatanan sosial dan sistem keyakinan yang multi religi itu ditekankan oleh sesepuh masyarakat adat Ciigugur (P.Djatikusumah, cucu dari Pangeran Sadewa Alibasa Kusumawijayaningrat atau “Madrais”) berupa konsepsi nilai “pentingnya menekankan kesamaan “pengertian” dalam kehidupan sosial dan budaya daripada “perbedaan” yang mengarah pada potensi pertentangan dan konflik sosial budaya”. Hal lain juga yang berkaitan dengan pembentukan “nation character” adalah perlunya masyarakat Indonesia (dan masyarakat adat khsususnya) untuk memperjuangkan hak budaya dan kebangsaannya (kesukubangsaannya) yang bersifat universal dan kodrati dalam persepsi konsepsi “tanah adegan”. Selain memperjuangkan hak-hak atas tanah ulayatnya (sebagai konsepsi dari “tanah amparan”). Dengan demikian adanya Upacara Adat Seren Taun di Cigugur, selain sebagai manifestasi ungkapan rasa syukur umat insani yang religius di kalangan masyarakat Sunda dan lainnya, juga memiliki dimensi perspektif lain yang berkaitan dengan aspek kebangsaan terutama dalam menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air Indonesia.
Seren Taun Cigugur tidak hanya menjadi penanda dari eratnya jalinan antar para penduduk setempat, tetapi juga dengan berbagai masyarakat adat, bangsa dan agama atau keyakinan yang berbeda-beda (Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu dan Penghayat Keperyaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa). Keadaaan ini pada kenyataannya tidak hanya melibatkan warga yang tinggal di Cigugur saja, upacara adat tahunan ini juga dipadati oleh warga yang datang dari di Bandung, Sumedang, Garut, Ciawi, Ciamis, Tasik, Cirebon dan daerah Jawa Barat lainnya (bahkan ada yang dari luar Jawa Barat). Mereka bekerja bersama-sama mempersiapkan kelengkapan upacara dan melaksanakan seluruh rangkaian prosesi ritual dengan penuh khidmat dalam suasana gotong royong.
Sumber : http://girimandala.blogspot.com
Sumber : http://girimandala.blogspot.com