Danau Kapeta, Kini menjadi Sumber Air Minum

Danau Kapeta terletak diatas Gunung Kapeta, Kecamatan Siau Barat Selatan. Walaupun disebut dengan nama Danau Kapeta, tapi tidak ada akses jalan dari Kampung Kapeta menuju ke lokasi Danau. Kalaupun ada, anda harus mencari rute sendiri di sela-sela perkebunan pala milik warga.


Akses ke Danau Kapeta tersedia justru dari Kampung Mburake (berbatasan dengan Kampung Biau). Akses jalan tersebut ada karena kini Danau Kapeta telah dijadikan sebagai Sumber Air Minum. Dari Danau ini dibuatlah saluran air yang cukup besar untuk diteruskan di bak penampungan PDAM di Kampung Mburake. Dan sampai tulisan ini dibuat, proyek yang menelan anggaran milyaran rupiah dari dana pusat tersebut telah berfungsi. Kini, masyarakat dibeberapa Kampung telah bisa menikmati air bersih yang berasal dari Danau Kapeta.


Danau Kapeta, sebenarnya adalah sebuah danau yang berukuran kecil. Sumber airnya sendiri berasal dari mata air. Dasar danau sendiri merupakan lumpur, hasil dari endapan tumbuhan pohon sagu yang menggelilingi sekitar danau. Dulu, menurut penuturan tua-tua kampung, pohon sagu yang tumbuh di sekitar danau tersebut tidak boleh sembarang diambil. Harus mendapat ijin dari kolonial Belanda yang berkuasa pada waktu itu. Tetapi kini masyarakat bisa mengambilnya dengan bebas. Menurut pengamatan kami, yang berkunjung ke danau beberapa waktu lalu, justru keberadaan pohon sagu tersebut mengancam kelangsung danau. Karena menurut penuturan Ferdinand Kansile yang menjadi guide kami, semakin lama pohon sagu tersebut semakin mempersempit areal danau.


Dari segi visual, Danau Kapeta belum layak untuk dijadikan sebagai objek wisata. Bukan hanya karena tidak tersedia sama sekali fasilitas penunjang disana, tetapi juga keberadaan lingkungan sekitarnya yang tidak unik. Namun dari segi ilmiah, mungkin Danau Kapeta bisa jadikan sebagai salah satu objek ekowisata. Sebab, menurut catatan, di Danau Kapeta inilah, terdapat Burung Celepuk Siau (sejenis Burung Hantu) yang sangat langka. Bernama latin Otus siaoensis, burung ini sudah tidak pernah terlihat lagi sejak 140 tahun lalu. Sehingga masuk dalam kategori keterancaman tertinggi, kritis, critically endangered.


Namun menurut keterangan Ferry Djemi Buol, salah seorang tokoh masyarakat di Kampung Kapeta, penduduk setempat pernah beberapa tahun lalu sempat menangkap burung ini. Tetapi apakah burung tangkapan tersebut merupakan Celepuk Siau, perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam lagi. Paling tidak, dengan dijadikannya Danau Kapeta sebagai sumber air bersih, menjadikan danau ini akan terpelihara. Dengan demikian, habitat tempat Celepuk Siau hidup, yang dikhawatirkan oleh pemerhati lingkungan dunia akan habis, masih menyimpan harapan untuk dijaga.


Sumber : http://sitaro.wordpress.com