Ziarah ke Makam Raden Saleh

Oleh Back

"Pada hari Minggoe tanggal 25 April djam 6 pagi matinja Raden Saleh diiringi oleh banjak toean-toean ambtenaar, kandjeng toean assistant, toean Boetmy dan lain-lain toean tanah, hadji-hadji, satoe koempoelan baris bangsa Islam baik jang ada pangkat jang tiada berpangkat dan orang Djawa, sampe anak-anak Djawa dari Landbouwshool semoea anter itoe mait ke koeboer. Penghoeloe-penghoeloe, kiai-kai dan orang-orang alim soedah joega ikoet anter. Itoe orang-orang Selam dan Djawa dan apa lagi itoe jang alim-alim soedah njanji sepandjang djalan dengan soeara jang sedih,.awlloh hoema salim, awlloh sajidina Moehammad Rasoeloellah." (Koran Java Bode, terbitan 25 April 1880).

JIKA kebetulan jalan-jalan ke Kota Bogor, cobalah menyempatkan diri "berziarah" ke makam Raden Saleh. Ya, Raden Saleh yang dimaksud adalah maestro seni lukis terbesar, yang pernah dimiliki bangsa ini. Seorang pelukis beraliran naturalis, yang karya-karyanya pernah mengguncang jagad seni lukis pada abad ke-19. Pelukis yang beberapa karyanya mampu menerobos museum-museum seni ternama di dunia, seperti Museum Louvre di Paris (Prancis) dan Rijkmuseum di Amsterdam (Belanda). Pelukis yang selembar lukisannya berjudul "The Deer Hunt" terjual Rp 5,5 miliar di Balai Lelang Christie`s Singapura pada 31 Maret 1996.

Berbeda dengan nama besar dan reputasinya yang menginternasional dan mengharumkan nama bangsa, tempat peristirahatan terakhir sang maestro relatif sederhana. Lokasinya bukan di kompleks pemakaman elite atau khusus para pahlawan kusuma bangsa, melainkan di atas tanah wakaf keluarga Raden Panoeripan, asal Majalengka. Persis berada di tengah-tengah permukiman penduduk di Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, makam Raden Saleh memang nyaris terlupakan.

Untuk mencapai lokasi makam Raden Saleh tak terlalu sulit. Bisa menggunakan kendaraan pribadi atau umum, baik angkutan kota (angkot) maupun taksi. Jika menggunakan kendaraan angkutan umum, bisa naik angkot 06 atau 13 dari terminal Baranangsiang dan turun di depan Bogor Trade Mall (dulu Ramayana). Lalu diteruskan dengan angkot 04 ke arah Rancamaya, turun di depan Gang Apu, Bondongan. Gang Apu persis berseberangan dengan Gang Makam Raden Saleh, yang menjadi akses masuk ke lokasi makam dan berjarak sekitar tiga puluh meter dari mulut gang.

Kompleks makam Raden Saleh termasuk dalam salah satu situs budaya, yang dilindungi dan diberi nama Saung Budaya Raden Saleh dan berada di bawah pengawasan BPP Purbakala Serang. Pembangunan saung di atas lahan seluas empat ratus meter persegi itu didanai oleh Galeri Nasional dengan menghabiskan biaya Rp 100 juta. Peresmiannya dilakukan pada 30 April 2008, bertepatan dengan peringatan dua ratus tahun Raden Saleh.

Di kompleks tersebut, makam Raden Saleh tak sendirian. Selain berdampingan dengan makam istrinya, Raden Ayu Danuredjo, makam Raden Saleh juga ditemani oleh beberapa makam keluarga Raden Panoeripan. Satu saung juga dibangun, lengkap dengan dua kamar kecil. Pada dinding saung terpasang replika lukisan-lukisan Raden Saleh seperti "Potret Diri," "Berburu Singa," atau "Badai (Kapal Karam)." Sejarah singkat perjalanan Raden Saleh juga tertulis di sana.

Sehari-harinya, kompleks makam Raden Saleh selalu digembok dan baru dibuka jika ada pengunjung. Selanjutnya pengunjung harus melapor ke juru pelihara makam, Isun Sunarya (70), yang juga ketua RW setempat. Tugas Isun bukan hanya memelihara dan membersihkan, membuka, dan mengunci pagar kompleks makam, ia juga bertugas sebagai narasumber. Oleh karena itu, Isun tahu betul bagaimana keseharian kompleks makam tersebut. "Sebagai taman budaya, makam ini termasuk jarang dikunjungi, paling banyak enam orang tiap bulan," ujar pria kelahiran Andir Bandung, yang masih famili dengan keluarga Raden Panoeripan ini.

Menurut Isun, sebagian besar pengunjung adalah pelukis. Mereka biasanya datang untuk melihat dan mencari inspirasi. Salah satu pelukis yang diingat Isun pernah datang ke sana adalah almarhum Basuki Abdullah. "Kalau nggak salah, Basuki Abdullah pernah datang ke sini sebulan sebelum ia meninggal," ujar Isun.

Meski pihaknya tak melarang orang datang ke makam Raden Saleh untuk tujuan selain ziarah, seperti mencari wangsit, Isun sebisa mungkin melarang pengunjung bermalam di kompleks makam tersebut. "Kalau untuk mendoakan sih silakan saja, tetapi kalau lebih dar itu kita larang. Saung ini kan dibangun bukan untuk tiduran, tetapi disediakan agar orang yang ke sini bisa belajar dari karya-karya Raden Saleh," kata pria yang untuk tugasnya sebagai "kuncen" mendapat gaji Rp 300.000,00 per bulan.

Isun berharap, masyarakat bisa memanfaatkan keberadaan Saung Budaya Raden Saleh untuk tujuan lebih positif, seperti belajar melukis atau mengambil pelajaran dari sejarah kehidupan Raden Saleh. Menurut Isun, makam Raden Saleh juga punya potensi besar menjadi salah satu tujuan wisata bagi Pemkot Bogor. "Kompleks ini bisa dijadikan sebagai salah satu andalan tujuan wisata budaya atau ziarah bagi Pemkot Bogor," ujarnya. (Muhtar I.T./"PR")***

Penulis:
Sumber:
http://newspaper.pikiran-rakyat.com