Sistem Pemerintahan Kerajaan Gowa

oleh

Kerajaan-kerajaan seperti: Luwu, Bone, Wajo dan Gowa mempunyai susunan pemerintahan sendiri-sendiri. Susunan pemerintahan kerajaan-kerajaan itu berbeda-beda dan tidak sama keadaannya. Kerajaan Gowa diperintah oleh seorang raja yang disebut Sombaya. Selain dari raja Gowa yang pertama, tahta Kerajaan Gowa tidak pernah diduduki oleh seorang wanita. Raja Gowa yang pertama disebut “Tumanurung“, artinya orang yang turun dari langit atau ka¬yangan. Menurut cerita yang tersebut dalam buku Sejarah Gowa, Tumanurung turun dari langit. Karena baginda turun di daerah Tamalate di Gowa, maka baginda sering pula disebut Tumanurunga ri Tamalate, artinya orang yang turun di Tamalate. Jadi sungguh¬pun raja Gowa yang pertama adalah seorang wanita, namun setelah baginda wafat, tidak pernah lagi tahta Kerajaan Gowa diduduki oleh seorang wanita. Rupanya sejak itu seorang wanita tidak dapat menduduki tahta Kerajaan Gowa.
Lain halnya di Kerajaan Luwu atau di Kerajaan Bone. Seorang wanita dapat dan berhak menduduki tahta Kerajaan. Demikianlah misalnya Kerajaan Bone mengenal beberapa orang raja atau raja pe¬rempuan yang terkenal di dalam sejarah. Kita sebutkan antara lain: We Banrigau Daeng Marowa Arung Majang (ratu Bone yang keempat), we Tenrituppu Matinroe ri Sidenreng (ratu Bone yang kesepuluh), Batari Toja Arung Timurung, I Maning Aru Data Matinroe ri Kassi (raja Bone ke-25) dan Basse Kajuara Palaengngi Passempe.
Seorang raja Gowa yang paling dikehendaki dan yang paling memenuhi syarat, adalah yang disebut Karaeng Ti’no (Karaeng = raja, Ti’no = masak atau matang) . Karaeng Ti’no di Gowa ialah seorang yang baik ayah maupun Ibunya berdarah bangsawan tertinggi dan harus seorang keturunan langsung dari Tumanurunga ri Tamalate (Ratu atau raja Gowa yang pertama).
Raja Gowa mempunyai kekuasaan yang mutlak (absolut). Betapa mutlaknya kekuasaan raja Gowa dapatlah kita gambarkan pada sebuah kalimat dalam bahasa Makassar : “ Makkanama’ Numammio’” yang artinya : “Aku berkata dan engkau mengiyakan”. Maksudnya, Aku bertitah dan engkau hanya mengiyakan saja. Jadi segala titah atau perintah raja Gowa harus ditaati dan dipatuhi. Segala kata-kata raja Gowa harus dilaksanakan, tidak boleh dibantah sedikit pun. Begitu mutlaknya ke¬kuasaan seorang raja Gowa.
Seperti dikatakan tadi, calon raja Gowa yang paling disenangi dan yang paling memenuhi syarat ialah apa yang disebut seorang dari golongan atau tingkatan “karaeng ti’no” artinya baik ayah ibunya adalah berdarah bangsawan tertinggi dan seorang keturunan langsung dan Tumanurunga ri Tamalate, raja Gowa yang pertama.Calon atau putera raja yang demikian itu disebut “ana Pattola” artinya “anak pengganti raja” (mattola = mengganti, menggantikan; pattola = pengganti).
Ada dua macam atau dua cara pelantikan raja Gowa yang pertama disebut “Nilanti’ (dilantik) dan yang kedua disebut “nitogasa” (ditugaskan). Jikalau calon raja itu seorang karaeng Ti’no, anak pattola sejati, maka ia akan “nilanti”. Akan tetapi jikalau calon raja itu bukan seorang Karaeng Ti’no, bukan anak pattola sejati, maka ia hanya “nitogasa”.
Upacara penobatan raja Gowa yang disebut “nilanti” dilakukan di tamalate. Upacara ini dilakukan di atas sebuah batu yang menurut riwayat adalah tempat Tumanurunga turun dari langit. Upacara pelantikan yang disebut “nitogasa” dilakukan di depan istana saja. Tentu saja upacara “nilanti” lazimnya lebih megah, meriah dan lebih besar sifatnya dari pada upacara “nitogasa”.
Dalam menjalankan pemerintahan raja Gowa dibantu oleh beberapa orang pembesar atau pejabat kerajaan, antara lain: :
1. Pabbicara butta. Arti sebenamya, ialah juru bicara tanah atau juru bicara negeri.
2. Tumailalalang Towa (tu = orang; ilalang = dalam; towa = tua).
3. Tumailalang-Iolo (Tu = orang; ilalang = dalam; lolo = muda).
Di samping itu raja Gowa dibantu oleh sebuah lembaga “perwakilan rakyat” yang disebut “Bate Salapanga” (bate = panji, bendera; salapang = sembilan). Jadi bate salapanga berarti pemegang bendera atau pembawa panji yang sembilan orang. Mula-mula lembaga ini disebut “Kasuwiang Salapanga” (kasuwiang = mengabdi; salapang = sembilan). Jadi kasuwiang salapanga berati pengabdi yang sembilan orang. Lembaga “kasuwiang salapanga” yang kemudian menjadi “bate salapanga” ini memang terdiri atas sembilan orang anggota.
Keterangan lebih lanjut tentang para pembantu raja ini sebagai berikut:
1. Pabbicara butta
Adalah orang kedua sesudah raja Gowa. Jadi jabatan pabbicara butta dapat disamakan dengan perdana menteri, mahapatih atau mangkubumi Kerajaan Gowa. Seperti kita ketahui di dalam Sejarah Gowa, pada masa pemerin¬tahan raja Gowa yang ke-9 bemama Tumapa’risi Kallonna, Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo disatupadukan kembali. Penyatuan kedua Kerajaan itu dikuatkan oleh ucapan sumpah raja-raja dan para pem¬besar kedua kerajaan itu. Sumpah itu di dalam bahasa Makasar ber¬bunyi: “Ia Iannamo Tau Ampassi Ewai Gowa-Tallo Iamo Nacalla Re¬wata”. artinya: “Siapa-siapa saja yang mengadudomba Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo, maka orang itu akan dikutuk oleh dewata”.
Sejak itulah Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo, terutama dalam hubungan keluar, merupakan satu kerajaan yang bersatu. Betapa kokoh¬nya perpaduan antara kedua kerajaan bersaudara itu dapat kita lihat dalam ungkapan bahasa Makasar: “Rua Karaeng Se’re Ata”, artinya: “Dua raja namun satu hamba”. Maksudnya, dua raja memerintah atas rakyat yang tetap satu. Sejak itu pulalah raja Tallo dan keturunan pengganti baginda pada lazimnya diangkat menjadi pabbicara butta atau mangkubumi Kerajaan Gowa.
Pabbicara butta atau mangkubumi Kerajaan Gowa yang merangkap menjadi raja Tallo dan yang terkenal di dalam sejarah, antara lain ialah:
a. Karaeng Matoaya
Terkenal dengan nama dan gelar Sultan Abdullah Awalul Islam Tumenanga ri Agamana. la adalah raja dl Sulawesi Selatan yang mula-mula sekali memeluk agama Islam. Yang mengislamkan ialah Khatib Tunggal Abdul Makmur yang juga lebih dikenal oleh orang-orang di Sulawesi-Selatan dengan gelarnya Dato ri Bandang.
Ada tiga orang yang terkenal sebagai penyebar agama Islam di Sulawesi Selatan. Yang pertama ialah Khatib Tunggal alias Dato’ ri Bandang. la bersama dua orang temannya lagi, yakni Khatib Sulai¬man yang juga terkenal dengan gelarnya Dato’ ri Patimang dan Khatib Bungsu yang kemudian terkenal pula dengan gelarnya Dato’ ri Tiro karena ia wafat di Desa Tiro. Khatib Tunggal alias Dato’ ri Bandang ini adalah seorang ulama yang berasal dari Kota Tengah di Minangkabau (Sumatra Barat). Oleh karena itu ia diberi gelar Dato’. Gelar ini berasal dari gelar orang-orang Minangkabau “Datuk”.
Karaeng Matoaya memeluk agama Islam pada tanggal 9 Jumadil awal tahun 1014 Hijrah atau tanggal 22 September 1605. Oleh ka¬rena baginda adalah raja yang mula-mula sekali memeluk agama Islam di Sulawesi Selatan, maka baginda mendapat gelar Sultan Abdullah Awalul Islam. Ia terkenal sangat taat pada agamanya (agama Islam). Oleh karena itu, setelah ia wafat pada tanggal 10 Oktober 1636 di Tallo, mendapat gelar Anumerta Tumenanga ri Agamana, artinya: raja atau orang yang wafat dalam agamanya. Ada juga yang menyebut Tumenanga ri Tappa’na, artinya raja atau orang yang wafat dalam kepercayaannya. Ialah yang berjasa mengajak kemenakannya yakni Sultan Alauddin raja Gowa yang ke-14 untuk masuk agama Islam.
Tidak lama kemudian agama Islam telah menjadi agama keraja¬an di Gowa. Sembahyang Jum’at yang pertama di Tallo diadakan pada tanggal 9 Nopember 1607 atau tanggal 19 bulan Rajab, tahun 1016 Hijriah. Setelah Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo menjadi Kerajaan Islam dan raja-rajanya telah memperoleh gelar sultan, kedua Kerajaan itu menjadi pusat penyebaran agama Islam di seluruh daerah Sulawesi Selatan. Dalam hal ini Karaeng Matoaya ,alias Sultan Abdullah Awwalul Islam, raja Tallo yarng ke-6, merangkap sebagai tumabbicara butta Kerajaan Gowa, sangat besar sekali jasanya.
b. Karaeng Pattingalloang,
Raja Tallo yang ke-8 yang menjabat pula sebagai pabbicara butta Kerajaan Gowa pada zaman pemerintah¬an raja Gowa yang ke-15 bernama Sultan Muhammad Said Tumenanga ri Papambatunna.
Karaeng Pattingaloang terkenal sebagai seorang yang cendekia dan menguasai serta mahir berbahasa beberapa bahasa asing. Karaeng Pattingaloang terkenal pula dengan nama dan gelar baginda Sultan Mahmud Tumenanga ri Bontobiraeng.
Pabbicara butta biasa pula menjadi wali dan pemangku raja jikalau putra. mahkota atau raja masih belum mencapai usia untuk me¬megang sendiri tampuk pemerintahan. Pabbicara butta mempunyai pengaruh dan kekuasaan yang besar sekali. Jikalau raja belum men¬capai usia dewasa, maka pabbicara buttalah yang memerintah atas nama raja Gowa. Pada rnulanya jabatan pabbicara butta diadakan ka¬rena putra mahkota atau raja Gowa masih belum dewasa. Kemudian jabatan pabbicara butta tetap ada meskipun raja sudah dewasa dan memegang sendiri pemerintahan. Tugas pabbicara butta di dalam ba¬hasa Makasar sering pula disebut “MabbaIigau” artinya membantu (raja Gowa) memerintah atau pasangan dalam memerintah. Demi¬kianlah sejak dari batara Gowa menjadi raja Gowa ke-7 dan Karaeng Loe ri Sero menjadi raja Tallo yang pertama raja-raja Tallo selalu menjadi Baligau (patih) raja Gowa.
2. Tumailalang Towa.
la adalah seorang pejabat atau pembesar kerajaan yang menyampaikan dan meneruskan segala perintah raja Gowa kepada bate salapanga, kepada para kepala distrik atau kepala wilayah, kepada para bate anak karaeng dan lain-lain. la menjaga pula agar supaya segala perintah raja Gowa dilaksanakan sungguh-sungguh. Ia sering pula memimpin sidang-sidang yang diadakan untuk membicarakan soal-soal yang sangat penting sifatnya. Tumailalang towalah yang menyampaIkan kepada sidang tersebut segala kehendak dan titah raja Gowa. Segala keputusan, saran-saran atau pesan-pesan raja Gowa disampaikan oleh tumailalang towa.
3. Tumailalang Lolo.
Pejabat atau pembesar kerajaan ini selalu berada di dekat raja Gowa. Beliau inilah yang menerima usul-usul dan permohonan untuk disampaikan kepada raja Gowa. Ia menerus¬kan segala perintah raja Gowa mengenai soal-soal rumah tangga is¬tana. Di dalam masa perang beliau sering bekerja bersama dengan panglima pasukan-pasukan Kerajaan Gowa yang disebut “anrong¬guru-lompona-tumak-kajannangnganga”. Mereka sering membicarakan dan merencanakan segala soal yang bersangkut-paut dengan soal peperangan.
Jabatan tumailalang towa dan tumailalang lolo diangkat dan di¬pecat oleh raja Gowa. Ada juga yang mengatakan bahwa tumailalang towa dan tumailalang lolo yang menghubungkan secara timbal balik antara pemerintah atau raja Gowa dan rakyat Gowa yang diwakili oleh bate salapanga.
Dahulu kedua fungsi itu dipegang oleh pacallaya, lalu oleh Tumailalang (orang yang di dalam). Jadi mula-mula tumailalang yang menggantikan kedudukan paccallaya hanya ada satu orang saja. Kemudian dijadikan dua orang, yakni tumailalang towa dan tumai¬lala lolo. Fungsinya pun dipecah menjadi dua,
yakni : Hubungan dari raja Gowa ke bate salapanga dipegang oleh tumailalang towa se¬dang hubungan dari batesalapanga ke raja Gowa harus melalui tu¬mailalang lolo. Jadi dengan demikian bate salapanga dapat disamakan .dengan parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat.
4. Bate Salapanga.
Seperti yang sudah dikatakan tadi, lembaga Ini terdiri dari sembilan orang anggota. Tiap anggota bate salapanga adalah kepala pemerintahan di wilayah yang merupakan federasi Gowa. Dahulu Gowa merupakan suatu federasi yang terdiri dari sembilan buah negeri atau daerah. Tiap-tiap negeri atau daerah itu di kepalai oleh seorang penguasa yang merupakan raja kecil. Sembilan orang penguasa itulah yang mula-mula menjadi anggota Hadat Gowa yang disebut Bate Salapanga. Ketua dari bate salapanga disebut pacallaya.
Menurut Sejarah Gowa, dahulu sebelum ada raja di Gowa, Gowa terdiri atas sembilan buah negeri atau daerah yang masing-masing dikepalai oleh seorang penguasa. Mereka ini merupakan raja-raja kecil di kesembilan negeri itu.
Negeri-negeri itu ialah:
Tombolo’, Lakiung, Saumata, Parang-Parang, Data’, Agang Je’ne’, Bisei, KalIi’ atau KaIling dan Sero’.
Kemudian kesembilan penguasa atau raja-raja keeil itu membentuk sebuah gabungan atau federasi. Gabungan ini diketuai oleh seorang pejabat yang disebut paccallaya. Beliau inilah yang bertindak sebagai ketua pemerintahan gabungan atau federasi Gowa. Paccallaya ini merupakan “ketua dewan” yang terdiri dari penguasa-penguasa yang bergabung itu. Paccallaya juga sering bertindak sebagai hakim tertinggi, apabila terjadi sengketa atau pertentangan di antara penguasa-penguasa yang bergabung dalam federasi Gowa itu. Penguasa-penguasa itu berdiri sendiri dan bebas mengatur pemerintahan di dalam daerahnya masing-masing.
Entah berapa lamanya pemerintahan gabungan itu berjalan. Pada suatu waktu paccallaya dan penguasa-penguasa atau raja-raja kecil itu masyguI. Mereka tidak mempunyai seorang raja. Tetapi mereka juga tidak mau memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi raja Gowa.
Tidak lama kemudian terdengarlah berita bahwa di sebuah tem¬pat lain di Gowa ada seorang putri yang turun dari kayangan. Maka paccallaya bersama kesembilan orang penguasa atau raja-raja kecil itu pun berangkat menuju ke tempat tersebut. Berita itu ternyata benar. Paccallaya dan kesembilan orang penguasa itu menemukan seorang wanita yang cantik. Wanita itu memakai sebuah kalung emas yang sangat indah buatannya. Siapa nama dan dari mana asal wanita cantik itu tidak diketahui. Hanya dikatakan bahwa wanita itu turun dari kayangan. Kemudian wanita itu dinamakan Tumanurunga, artinya orang yang turun dari langit.
Syahdan maka diangkatlah tumanurunga menjadi raja Gowa yang pertama. Dengan diangkatnya tumanurunga menjadi raja Gowa, maka kedudukan kesembilan orang penguasa itu mengalami perobahan. Kekuasaan mereka beralih dan jatuh ke tangan tumanurunga selaku raja atas seluruh daerah Gowa. Kemudian mereka hanya merupakan “kasuwiang salapanga“. Artinya pengabdi yang sembilan orang. Jadi mereka merupakan sembilan orang kepala negeri yang wajib berbakti atau mengabdi kepada raja Gowa. Kemudian lembaga kasuwiang salapanga ini berubah menjadi “bate salapanga“, artinya sembilan orang pemegang bendera atau pembawa panji. Kesembilan orang inilah yang kemudian menjadi anggota Hadat Sembilan kerajaan Gowa.
Adapun lembaga bate salapanga ini sudah kerap kali mengalami perubahan. Susunannya tidak lagi sarna dengan yang kita sebutkan di atas tadi. Demikianlah misalnya di sekitar tahun 1900 bate salapanga terdiri atas: Gallarang Mangngasa, Gallarang Tombolo, Gallarang Saumata, Gallarang Sudiang, Gallarang Paccellekang, Karaeng Pattallassang, Karaeng Bontomanai, Karaeng Manuju dan Karaeng Borisallo.
Bentuk pemerintahan Kerajaan Gowa di bawah pimpinan Tumanurung, yakni raja Gowa yang pertama, mengandung unsur-unsur demokrasi yang terbatas. Antara raja Gowa yang pertama (tumanurung) di satu pihak dan paccallaya bersama kasuwiang salapanga di lain pihak ada dibuat sebuah ikrar atau perjanjian. Dalam perjanjian itu disebutkan tentang pembagian tugas dan batas-batas wewenang antara raja yang memerintah di satu pihak dan rakyat yang di perin¬tah yang diwakili oleh kasuwiang salapanga di lain pihak.
Dalam ikrar atau perjanjian yang dibuat antara raja Gowa yang pertama dan kasuwiang salapanga itu dapat dilihat dengan jelas bahwa pada mulanya pemerintahan Kerajaan Gowa mengandung unsur-unsur demokrasi yang terbatas. Akan tetapi lambat-laun unsur-unsur demokrasinya menjadi kabur dan unsur-unsur Kerajaan mutlak (absolute monar¬chie) makin lama makin menonjol. Raja seolah-olah menguasai seluruh hidup dan matinya rakyat. Kehendak raja Gowa adalah undang-undang dan tidak boleh dibantah.
Memang benar ada lembaga perwakilan rakyat yang disebut kasuwiang salapanga atau bate salapanga, akan tetapi lembaga ini tidak mempunyai arti yang lebih dari pada apa yang disebut dewan atau majelis sembilan orang untuk memilih raja. Para anggota bate salapanga itu tidak mempunyai wewenang untuk membuat undang¬-undang atau peraturan-peraturan. Mereka tidak mempunyai wewe¬nang untuk menjalankan pernerintahan di seluruh kerajaan. Mereka harus taat dan menjalankan segala perintah raja. Bahkan kemudian mereka pun tidak lagi merupakan badan penasehat. Raja memerintah secara mutlak. Sabda baginda merupakan undang-undang yang harus ditaati dan dilaksanakan.
Selain jabatan-jabatan yang telah disebutkan tadi, ada lagi beberapa jabatan penting dalam susunan pemerintahan Kerajaan Gowa yang perlu juga disebutkan di sini, antara lain:
Anrong-guru-Lompona tumak-kajannangnganga.
Dia inilah yang menjadi panglima pasukan-pasukan Kerajaan Gowa pada masa ada perang. Pada masa damai beliau ditugaskan menjaga agar orang-orang mentaati dan melaksanakan segala perintah raja Gowa. Jikalau ada orang yang membangkang dan dianggap perlu mempergunakan tin¬dakan kekerasan, maka itu adalah tugas karaeng tumakajannangngang. Ia bertugas menumpas pemberontakan dan memberantas pengacau-pengacau yang mengganggu keamanan dalam negeri Kerajaan Gowa. Ia juga bertugas menjaga keamanan pribadi raja Gowa dan keluarga baginda.
Di bawah anrong-guru-Lompona tumak-kajannangnganga ada lagi jabatan yang disebut “Lomo- tumak-kajannangnganga”. Sebagai wakil atau pengganti panglima perang ia meneruskan segala perintah ka¬raeng tumakajannangnganga kepada para bawahannya yang disebut anronggurunna tumakkajannangnganga. Kemudian ada lagi jabatan penting sebagai pemimpin pasukan yakni
Anrong-Guru-Lompona tu Bontoalaka.
Ia adalah pemimpin tertinggi pasukan-pasukan orang-orang Bontoala. Perlu diketahui bahwa Bontoala adalah sebuah kampung di bagian timur Kota Makasar atau Ujung Pandang. Kampung ini merupakan tempat tinggal orang-orang tawanan perang yang kemudian dimerdekakan dan menjadi rakyat atau warga Kerajaan Gowa. Mereka ini kemudian mempunyai seorang kepala atau pemimpin sendiri yang disebut Karaeng Bontoala (karaeng = raja). Seperti yang akan kita ketahui pula nanti, setelah peperangan antara Kerajaan Gowa dan VOC berakhir, maka Kampung Bontoala diduduki oleh Aru Palakka. Di sinilah Aru Palakka tinggal dan kemudian juga wafat. Oleh karena itu pulalah maka Aru Palakka memperoleh gelar anumerta “matinrowe ri Bontoala” artinya yang tidur (yang wafat) di Kampung Bontoala.
Di bawah karaeng bontoala atau anrong-guru-lompona tu bontoalaka ada lagi pemimpin-pemimpin orang-orang Bontoala yang disebut anrong-gurunna tu bontoalaka.
Bate-Anak-Karaeng.
Mula-mula daerah kekuasaan “bate anak karaeng” merupakan daerah-daerah yang bebas dan berdiri sendiri. Kemudian daerah-daerah ini dikalahkan dan menjadi daerah takluk Kerajaan Gowa, lalu daerah-daerah itu dihadiahkan oleh raja Gowa kepada salah seorang “anak karaeng” atau anak raja/anak bangsawan yang mungkin dianggap berjasa. “Anak karaeng” inilah yang menjadi raja kecil atau penguasa di daerah “bate-anak-karaeng” itu. Semua orang di daerah itu harus tunduk dan melaksanakan segala perintah “anak karaeng” yang men¬dapat hadiah dari raja Gowa itu. Lazimnya mereka yang memperoleh daerah “bate-anak-karaeng” itu masih berkeluarga dekat juga dengan raja yang berkuasa. Oleh karena itu maka tidaklah terlalu menghe¬rankan jikalau di dalam upacara-upacara adat yang resmi para “bate-anak-karaeng” ini didudukkan di tempat yang terhormat. Bahkan sering di tempat yang lebih tinggi tingkatnya dari pada para anggota bate salapanga.
Sabannara
Atau syahbandar merupakan pula jabatan yang cukup penting di dalam Kerajaan Gowa yang merupakan Kerajaan maritim. Sabannara membantu raja mengurus soal keluar masuknya perahu¬perahu di pelabuhan Kerajaan. Sabannara ini rnengurus soal pemasukan uang pajak bea dan cukai. Selain itu sabannara sering ditugaskan mengurus soal pemasukan uang untuk harta kekayaan raja sendiri. Dahulu Kerajaan Gowa mempunyai dua orang sabannara, yakni Sabannara Towa dan Sabannara Lolo. Pangkat sabannara biasanya dijabat oleh se¬orang bangsawan, keturunan atau keluarga raja. Bahkan semua jabat¬an penting yang sudah kami sebutkan tadi, sedapat rnungkin dijabat oleh orang-orang bangsawan keluarga raja.
Soal-soal agama, perwakilan dan lain-lainnya diurus oleh syara’ yang dikepalai oleh seorang qadhi. Ia dibantu oleh pegawai-pegawai atau petugas-petugas syara’ seperti : imam, khatib, bilal, doja dan lain-lain.
Selain jabatan-jabatan yang sudah disebutkan tadi, masih ada lagi beberapa pangkat atau jabatan yang patut disebutkan pula di sini antara lain: karaeng, gallarang, anrong guru, jannang, pabbicara, matowa dan lain-lain. Mereka ini biasanya mengepalai pemerintahan sebuah wilayah atau daerah.
http://gowakingdom.wordpress.com/2008/12/06/sistem-pemerintahan-kerajaan-gowa-
"Saduran Lontarak Bilangnganna Gowa-Tallo (catatan Kerajaan)"

Sumber: http://www.wacananusantara.org