Menarik Wisatawan Timur Tengah

Oleh Samuel Oktora

Kawasan Timur Tengah kini menjadi perhatian besar sekaligus juga pasar potensial bagi pariwisata Indonesia, selain Asia dan Eropa. Apalagi, dengan terjadinya krisis global yang memukul negara-negara besar, seperti AS dan kawasan Eropa, akhir tahun lalu.

Indonesia pun mengarahkan pandangannya ke Timur Tengah untuk berpromosi. Tujuannya jelas, yaitu mendatangkan sebanyak-banyaknya wisatawan Timur Tengah ke Indonesia.

Momen penting, seperti pameran produk pariwisata internasional yang diikuti 2.100 peserta dari 69 negara di 6 benua dan Arabian Travel Market (ATM) pada 5-8 Mei 2009, pun tidak dilewatkan. ATM digelar di Dubai International Convention and Exhibition Centre, Dubai, Uni Emirat Arab.

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) RI mengikuti pameran itu dengan mengikutsertakan 32 pelaku pariwisata dari sektor swasta. Mereka adalah pengelola vila dan perhotelan, biro perjalanan, organisasi profesi perhotelan restoran dan pariwisata, serta Dinas Pariwisata DKI Jakarta, maupun Jawa Timur.

Paviliun Indonesia dalam pameran ATM pun dibuat semenarik mungkin dengan desain terkesan keren. Tempat yang luas dengan pencahayaan terang benderang serta penataan meja kursi yang apik untuk peserta pameran (exhibitor), pembeli (buyer), maupun pengunjung (visitor) bertransaksi. Luas paviliun Indonesia 195 meter persegi dengan biaya sewa sekitar Rp 1,1 miliar dan biaya pembuatannya sebesar Rp 800 juta.

Pilihan Indonesia mengarahkan pandangan ke kawasan Timur Tengah bukan tanpa alasan meski dari 10 negara sasaran untuk pariwisata Indonesia tahun 2009, kawasan Timur Tengah masih berada di urutan ke-10 alias paling bontot setelah Singapura, Malaysia, Jepang, Eropa, Korea Selatan, Australia, China, Filipina, dan India.

Sebagai contoh, jumlah wisatawan Timur Tengah pada tahun 2008 hanya berkisar 50.000 orang. Jumlah itu amat jauh di bawah Singapura sebanyak 1.200.000 orang dengan pembelanjaan rata-rata 1.178 dollar AS per wisatawan selama kurang dari seminggu.

Jumlah kunjungan wisatawan dari Timur Tengah ke Indonesia pun menunjukkan tren peningkatan sekitar 25 persen pada tahun 2008. Terbanyak di antaranya dari Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

Senior Manager The Samaya Seminyak Bali Johanes W Makatita menyatakan, tren pengunjung meningkat, terutama dari luar negeri, termasuk dari Timur Tengah. Ia memberi contoh tamu hotelnya selama Januari-Maret 2009 mencapai 987 orang (naik sekitar 34 persen) jika dibandingkan periode yang sama tahun 2008 yang hanya 650 orang.

Tingkat hunian di vila dengan tarif paling tinggi 1.450 dollar AS atau sekitar Rp 14.500.000 per hari itu pun meningkat. Meski di tengah krisis global, pihak The Samaya tidak menurunkan tarif.

”Orang-orang Timur Tengah juga tergolong high spender, berdaya beli tinggi. Mereka biasa membayar secara tunai, tidak menggunakan kartu kredit, sehingga perputaran uangnya cepat,” kata Johanes.

Senior Manager Marintur Indonesia Anthon Johanes DL, yang telah melakukan promosi ke Timur Tengah selama 11 tahun ini, menyatakan, pasar Timur Tengah amat menguntungkan.

”Dua tahun lalu saja saya mendapatkan Rp 5,5 miliar hanya dari kunjungan keluarga Yang Mulia Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum (Wakil Presiden, Perdana Menteri Uni Emirat Arab, dan Raja Dubai) ke Indonesia,” kata Anthon.

Meski produk-produk pariwisata Indonesia memiliki prospek yang bagus, yang disayangkan, promosi kurang optimal. Kegencaran promosi Indonesia di kawasan Asia Tenggara saja masih kalah dengan negara tetangga Malaysia. Bahkan, jumlah kunjungan wisatawan dari Timur Tengah lebih besar tersedot ke negara dengan slogan pariwisata Truly Asia itu, termasuk ke Singapura maupun Thailand.

Anggaran

Berdasarkan data Depbudpar RI, anggaran Pemerintah Indonesia untuk promosi tahun 2007 cuma 15 juta dollar AS. Alokasi anggaran itu amat kecil jika dibandingkan dengan Malaysia 100 juta dollar AS, Singapura 90 juta dollar AS, dan Thailand 85 juta dollar AS.

Jumlah kunjungan wisatawan ke Malaysia pun begitu besar hingga 20,97 juta orang dan penerimaan devisa 14,04 miliar dollar AS. Adapun jumlah wisatawan ke Indonesia tahun 2007 jauh di bawah Malaysia, hanya sebanyak 5,51 juta orang dengan penerimaan devisa 5,35 miliar dollar AS. Jumlah wisatawan Timur Tengah yang ke Indonesia tahun 2008 sebanyak 264.000 orang. Jumlah itu hanya seperlima dari jumlah wisatawan Timur Tengah yang berkunjung ke Malaysia tahun yang sama.

Director (UAE, Gulf & Iran) Malaysia Tourism Promotion Board Tuan Razali Tuan Omar menyatakan, promosi gencar- gencaran Malaysia Truly Asia mulai dilakukan tahun 1999, terutama lewat jaringan televisi CNN dan BBC. Tahun 2002 Malaysia mulai masuk ke pasar Timur Tengah.

”Pemerintah Malaysia mendukung penuh untuk anggaran promosi pariwisata sebab sektor pariwisata mendatangkan penerimaan devisa terbesar kedua setelah industri. Bahkan, anggaran promosi pariwisata sebesar 100 juta dollar AS dirasakan masih kurang. Promosi amat penting dan harus dilakukan terus-menerus untuk menunjukkan bahwa pariwisata Malaysia berkelas dunia dan selalu ada di mata dan telinga dunia,” kata Razali.

Direktur Promosi Luar Negeri Departemen Kebudayaan dan Pariwisata I Gde Pitana menyatakan, soal promosi memang Indonesia menghadapi kendala berupa keterbatasan anggaran.

”Dari sekian banyak negara di Timur Tengah, yang menjadi prioritas promosi pun hanya tujuh negara, yakni Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Iran, Irak, Qatar, Oman, dan Kuwait,” kata Pitana.

Pitana juga mencontohkan, dalam beriklan di CNN harus dikeluarkan uang sekitar Rp 75 juta untuk tayangan berdurasi 40 detik. Oleh sebab itu, promosi yang dilakukan tidak terfokus pada media televisi yang biayanya relatif mahal, melainkan juga media cetak maupun media luar ruang, seperti papan iklan (billboard).

Kendala lain, Director of Sales Le Grandeur Mangga Dua Jakarta Jamal Muhamad mengingatkan, Indonesia memang harus lebih gencar berpromosi di kawasan Timur Tengah. Promosi harus secara kontinu dan berkesinambungan, terutama untuk mengokohkan citra Indonesia sebagai surga pariwisata dunia.

Pasalnya, Indonesia, seperti di Dubai, lebih dikenal sebagai negara yang kerap dilanda bencana karena sering muncul pemberitaannya di CNN. Selain itu juga, Indonesia dikenal sebagai pengirim TKI. Berbeda dengan Malaysia yang sering muncul iklannya, Malaysia Truly Asia.

Sementara itu, Ketua DPD Asosiasi Agen Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) DKI Jakarta Herna P Danuningrat menyayangkan, dalam konteks otonomi daerah terkesan kurang tanggap untuk promosi pariwisata, terutama baik dari pemerintah kabupaten/kota maupun provinsi.

”Jangan disalahkan kalau seolah-olah yang dijual produk pariwisata Indonesia hanya Jakarta, Jawa Barat, dan Bali. Kita lihat saja pada pameran ini, dari 33 provinsi berapa banyak pemda yang ikut? Hanya DKI Jakarta dan Jawa Timur, mana pelaku pariwisata dari NTB, NTT, Papua, dan daerah lain? Padahal, untuk menjual pariwisata daerah, pemda dan pelaku pariwisata setempat yang tahu betul secara teknis,” kata Herna di Paviliun Indonesia saat hari terakhir ATM 2009.

Herna juga menyarankan, faktor penerbangan langsung dari negara sasaran ke Indonesia amat penting. Untuk itu, maskapai Garuda harus lebih meningkatkan frekuensi penerbangan ke Timur Tengah, tidak hanya sekali sehari ke Arab Saudi. Penerbangan Garuda ke Arab Saudi pun banyak dipenuhi TKI.

Yang tak kalah penting, Pemerintah Indonesia juga harus kreatif. Salah satu faktor arus wisatawan kuat ke Malaysia karena di negara itu tidak mengenakan pelayanan visa saat kedatangan (visa on arrival). Selain itu, untuk paket wisata 7 hari, pihak Malaysia bisa memberikan 2 hari gratis. Di Thailand, bagi wisatawan yang berbelanja dapat potongan atau keringanan pajak sekitar 7 persen melalui tax refund. Pengembalian pajak itu akan diberikan saat wisatawan di bandara hendak kembali ke negaranya.

Potensi pariwisata Indonesia begitu besar, tersebar di 33 provinsi. Namun, sangat disayangkan kalau produk yang siap dijual ke level internasional hanya dari segelintir provinsi.

Sumber: http://travel.kompas.com