tag:blogger.com,1999:blog-26243591412198249232024-03-18T20:40:39.200-07:00Informasi Wisata dan BudayaUnknownnoreply@blogger.comBlogger2517125tag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-37207124496954573502014-02-19T15:06:00.002-08:002014-02-19T15:06:35.813-08:00Pesona Dieng Wonosobo<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6yLYFiPIGPIahxLHsXILZUxlaBdBQuslovsAFKIzbB1DvUsYXME7XNZgG1iT6VoUVoU0j7A1eXq1JpyhFmODCkWfwMXdMrAMa4k0-0FITANW5XMUU9VQ7dGDzzMPWKTXgXoSRDGJL85k/s1600/paket-wisata-dieng.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6yLYFiPIGPIahxLHsXILZUxlaBdBQuslovsAFKIzbB1DvUsYXME7XNZgG1iT6VoUVoU0j7A1eXq1JpyhFmODCkWfwMXdMrAMa4k0-0FITANW5XMUU9VQ7dGDzzMPWKTXgXoSRDGJL85k/s1600/paket-wisata-dieng.jpg" height="115" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Dataran Tinggi Dieng</b>. <b>Candi Dieng Wonosobo</b>, merupakan kompleks percandian yang sangat luas yang terletak di sebuah dataran tinggi bernama <span style="color: black;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Dieng" target="_blank">Dieng</a></span>.
Dataran tinggi Dieng sendiri sebenarnya merupakan sebuah dataran
vulkanik aktif yang sangat luas, dan bisa dikatakan sebagai gunung
berapi raksasa. Sebagian orang menyebut tempat ini dengan Dieng Plateu,
ada juga yang menyebut Gunung Dieng.<br />
<br />
Daratan tinggi Dieng teletak di sekitar Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten
Banjarnegara, dan berada di sebelah barat Gunung Sindoro dan Gunung
Sumbing. Dieng terletak pada ketinggian sekitar 2.000 meter di atas
permukaan laut. Sebagai gunung vulkanik aktif, dataran tinggi ini juga
memiliki beberapa kawah yang masih sangat aktif yang tersebar di
beberapa tempat dengan jarak yang cukup berjauhan.<br />
<br />
Posisinya yang cukup tinggi membuat suhu udara di kawasan ini sangat
dingin bagi orang Indonesia. Pada siang hari suhu udara pada kisaran
15°-20° Celsius, dan 10°Celcius pada malam hari. Sedangkan pada
bulan-bulan tertentu suhu bisa mencapai 0° Celsius.</div>
<h3 style="text-align: justify;">
Sejarah Candi Dieng Wonosobo - Penemuan Candi Dieng</h3>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://candi.pnri.go.id/jawa_tengah_yogyakarta/dieng/dieng.htm" target="_blank">Candi Dieng</a> adalah sebuah kompleks candi Hindu. Awal ditemukannya kompleks <u>Candi Dieng Wonosobo</u>
terjadi pada sekitar tahun 1814. Diawali ketika seorang tentara Inggris
yang pada waktu itu bermaksud berwisata di kawasan dataran tinggi
Dieng. Secara tidak sengaja dia melihat beberapa bagian atas candi yang
terendam di dalam kubangan air.<br /><br />
Lalu akhirnya pada tahun 1856 dimualilah upaya pengeringan dan
pengerukan areal sekitar kompleks candi. Upaya ini dipimpin oleh seorang
Belanda bernama Van Kinsbergen. Dan berawal dari situlah lalu ditemukan
beberapa bangunan candi yang tersebat di beberapa tempat yang tidak
terlalu jauh. Proses ini kemudian dilanjutkan dengan proses pencatatan
dan pengambilan gambar pada tahun 1864.<br /><br /></div>
<h3 style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;">Sejarah Candi Dieng Wonosobo</span></h3>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Sejarah candi dieng</i> sampai dengan saat ini memang tidak begitu
jelas, karena tidak ada satupun ditemukan bukti tertulis yang
menyebutkan mengenai kapan tepatnya Candi Dieng dibangun. Hanya sebuah
prasasti yang ditemukan di kawasan itu, yang memiliki angka tahun 808
Masehi.<br /><br />
Ada beberapa ahli yang mengatakan bahwa kompleks <b>Candi Dieng</b> dibangun
sekitar abad 8 – 9 Masehi berdasarkan perintah dari para raja pada masa
dinasti Sanjaya. Namun menurut penelitian lanjut, kompleks Candi Dieng
diperkirakan dibangun melalui 2 tahap pembangunan. Tahap pertama
diperkirakan dimulai pada akhir abad ke-7 dan diakhiri pada awal abad
ke-8. Sedangkan pembangunan tahap kedua berlangsung pada pertengahan
abad ke-8 sampai sekitar tahun 780 Masehi.<br /><br /></div>
<h3 style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;">Sejarah Candi Dieng Wonosobo - Kompleks Candi Dieng</span></h3>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Candi Dieng Wonosobo sendiri merupakan sebuah kompleks percandian.
Artinya tidak hanya terdiri dari satu bangunan candi, melainkan terdiri
dari banyak gugusan candi yang tersebar di beberapa lokasi yang agak
berjauhan. Kompleks <b>Candi Dieng</b> Wonosobo secara keseluruhan menempati areal seluas 1.9 x 0,8 kilometer persegi.<br /><br />
Kompleks candi ini terdiri dari 3 kelompok gugusan candi dan 1 buah
candi yang berdiri sendiri. Uniknya semua kelompok candi ini dinamai
berdasarkan tokoh-tokoh pewayangan seperti yang dalam kitab Mahabharata
yaitu Kompleks Candi Gatotkaca, Kompleks Candi Arjuna, Kompleks Candi
Dwarawati, dan satu lagi adalah Candi Bima yang bukan merupakan kelompok
candi (berdiri sendiri).</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan mengunjungi <u>Candi Dieng</u> kita akan mendapat sebuah paket
wisata yang sangat komplit. Karena hanya dengan mengunjungi satu daerah
saja kita bisa melihat berbagai obyek wisata sekaligus. Di dataran Dieng
ini kita akan disuguhi wisata <u>sejarah candi dieng</u> nan indah lengkap dengan sebuah museum.<br />
<br />
Ada pula wisata alam yang menyajikan puluhan danau dan telaga yang
tersebar di area ini. Ada juga puluhan kawah vulkanik aktif yang bisa
kita datangi dan lihat secara langsung. Terdapat pula wisata pegunungan
yang menyuguhkan pemandangan elok dataran tinggi Dieng dengan perkebunan
dan taman bunganya. Dan yang tidak kalah menarik adalah wisata budaya,
yang sering kali menyuguhkan upacara adat Dieng yang sangat langka dan
menarik. Semua itu dibalut dalam sebuah keindahan yang mengiringi sebuah
peninggalan bersejarah yaitu Candi Dieng. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sumber : <a href="http://www.pesonadieng.com/p/dieng.html">www.pesonadieng.com</a></div>
<a name='more'></a>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-21077358544694699962011-08-11T01:10:00.000-07:002011-08-11T01:13:28.096-07:00Komodo Diusulkan Menjadi Ikon Asean<div style="text-align: justify;">Jakarta - Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) akan mengusulkan komodo sebagai salah satu ikon Asean Community 2015 karena menjadi satu-satunya sisa binatang purba di dunia.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">"Komodo bukan hanya milik Indonesia dan Asean, tapi juga warisan dunia karena itu kami akan usulkan dalam forum kepemudaan di kawasan regional maupun internasional agar jadi ikon bersama," kata Ahmad Doli Kurnia, Ketua KNPI, tadi malam.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Dia berbicara ketika menerima 24 pemuda Asean peserta Asean + 3 Inventors Expo 2011 di lobi Trans TV untuk menghadiri Pameran Foto Komodo dan pemutaran film bersama pakar komodo, Putra Sastrawan.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Doli mengatakan di forum internasional sebelumnya yang digelar KNPI pada Febuari lalu yaitu International Youth Forum on Climate Change, pihaknya juga membawa peserta ke Pulau Komodo untuk menyuarakan pelestariannya sebagai binatang yang masih eksis sejak 60 juta tahun lalu dan hanya di Indonesia.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Doli, yang juga wakil ketua World Assembly of Youth (WAY), mengatakan pihaknya menyambut gembira kegiatan yang digagas kantor Menpora dan Universitas Budi Luhur untuk memberdayakan generasi muda Asean melalui hasil kreasi dan inovasi.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">"Menarik sekali ada upaya dari masyarakat sipil Asean untuk membangun kerja sama yang positif dalam pengembangan sumber daya manusia Asean dalam hal peningkatan wawasan dan pemanfaatan tekhnologi tepat guna."</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Menurut Doli, kesadaran pertemuan seperti ini penting untuk membangun komunitas Asean yang lebih kuat dan saling memiliki. Apalagi tugas itu bukan hanya di tangan pemerintah di negara-negara Asean.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Halida Hatta, corporate secretary Trans TV, mengatakan pameran foto komodo karya jurnalis kerjasama dengan Yayasan Komodo Indonesiaku adalah upaya menyuarakan pada dunia dengan keunikan flora dan fauna RI</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">"Keunikan fauna bukan hanya di Pulau Komodo tetapi juga di Garis Wallace yang melalui Kepulauan Melayu antara Kalimantan, Sulawesi, Bali Barat dan Lombok Timur. Program-program TransTV banyak mengenai mengeksplore kekayaan alam Indonesia," tandasnya.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Sementara itu, Linda Islami, dosen yang juga Public Relations Manager Universitas Budiluhur mengatakan Asean+3 Youth Inventors Expo 2011 diikuti perwakilan negara Asean plus China, Jepang dan Korea Selatan.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">"Kegiatan berlangsung 5-9 Juni 2011 di tiga tempat yaitu kampus Universitas Budi Luhur, Museum Asia-Afrika Bandung dan Pusat Penelitian & Pengembangan Tekhnologi Serpong," katanya.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Dua peserta dari Thailand, Azima, tercatat sebagai mahasiswa tamu di Universitas Pakuan, Bogor dan Doan Hai Hoang dari Vietnam yang kuliah di President University Cikarang merasa gembira bisa bergabung dengan peserta dari negaranya masing-masing dalam forum pemuda ini.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">"Membangun komunitas Asean memang harus memperkuat jaringan kerjasama di kalangan pemudanya sehingga jadi komunitas yang kuat.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Di Vietnam, ujarnya, ada sedikitnya 21 investor yang membangun usaha termasuk Grup Ciputra. Entrepreneurship akan menjadi jembatan memperkuat Asean pula.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Sumber: <a href="http://www.bisnis.com/umum/politik/26241-komodo-diusulkan-jadi-ikon-asean">http://www.bisnis.com</a></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-59166777419266602232011-08-11T00:19:00.000-07:002011-08-11T00:21:27.498-07:00Batik Indonesia Dipamerkan di Athena<div style="text-align: justify;">London, Inggris - Pameran Batik bertema "Sebuah Perjalanan Menuju Jantung Seni dan Budaya" digelar Wali Kota Maroussi dan Kepala Pusat Kebudayaan Maroussi mengundang perhatian warga Yunani yang mengawali kegiatan musim panas setiap tahun di Kota Athena .</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Wali Kota Moroussi Giorgios Patoulis dalam sambutan pembukaan pameran yang dihadiri Duta Besar RI untuk Republik Yunani, Ahmad Rusdi, merasa bangga atas pameran barang kerajinan dan seni Indonesia maupun Yunani yang dilakukan di wilayahnya, ujar Sekretaris Kedua KBRI Athena Widya Sinedu kepada Antara London, Selasa.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Wali Kota Giorgios juga menyampaikan apresiasinya dan penghargaan kepada KBRI Athena yang mendukung suksesnya pameran ini, sehingga acara ini dari tahun ke tahun baik dari segi kreatifitas tampilan barang maupun pesertanya terus meningkat.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Pameran yang diadakan dari tanggal 6 Juni hingga 9 Juni mendatang dikunjungi murid, orang tua, pejabat dan warga setempat dengan memamerkan puluhan hasil karya kombinasi tehnik membatik dan seni terapan kontemporer khas Yunani.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Pameran Batik dalam karya seni terapan merupakan salah satu kegiatan yang diselenggarakan secara rutin dengan menampilkan bahan-bahan daur ulang yang disulap menjadi karya seni yang indah.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Duta Besar Ahmad Rusdi, yang merupakan diplomat karier dan putra pengrajin batik asal daerah pesisir Pekalongan merasa kagum dan bangga atas keahlian Ms. Eleni Grafakou, mantan peserta Program Dharmasiswa tahun 2006-2007, yang berhasil mempelajari tehnik membatik di Indonesia selama setahun.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Ms. Eleni Grafakou mendirikan Sekolah Seni bersama orang tuanya yang diikuti ratusan murid dari berbagai usia di Pusat Kursus Seni Terapan di wilayah Maroussi, Athena.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Di hadapan 300 undangan Dubes Ahmad Rusdi secara spontan menyampaikan penghargaan dan sekaligus mengundang Eleni Grafakou, untuk mengunjungi Indonesia kembali dan sekaligus diharapkan dapat menghadiri Kongres Internasional Batik yang diadakan di Jakarta pada akhir tahun .</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Pada kesempatan tersebut Dubes menawarkan program Dharmasiswa bagi para undangan yang hadir untuk dapat memanfaatkan kesempatan belajar seni, tari dan bahasa di Indonesia.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Ia juga mempromosikan kekayaan dan keindahan obyek wisata Indonesia yang sangat menarik dan menakjubkan serta mengajak warga Yunani untuk berkunjung dan melihat Indonesia secara langsung.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Pada kesempatan pameran ini, batik hasil karya Ms. Eleni Grafakou beserta murid-muridnya berupa hiasan dinding, taplak meja, pakaian jadi seperti blouse dan kaos, syal, serta selendang dengan berbagai warna warni yang umumnya bermotif orang, gambar binatang dan ikan serta bernuansa motif kontemporer ditampilkan dengan menarik menarik perhatian pengunjung.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Tampilnya batik di pameran ini juga mendominasi sudut-sudut aula Pusat Kebudayaan Maroussi yang telah disulap menjadi ruang pameran kesenian yang dipadukan dengan hasil karya seni murid lainnya berupa perhiasan, pernak-pernik serta dekorasi untuk rumah tangga dan perkantoran.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Pameran batik yang diprakarsai Ms. Eleni Grafakou dengan mendapat fasilitas dari Walikota Marousi dan didukung KBRI Athena merupakan wujud dan jalinan hubungan yang lebih nyata.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Kegiatan kerja sama seperti ini diharapkan dapat meningkatkan persahabatan antara Indonesia-Yunani dalam bidang Kesenian dan Kebudayaan, sehingga melalui pameran tersebut warga setempat dapat mengenal Indonesia secara lebih dekat.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Beberapa undangan yang hadir pada acara pembukaan tersebut menyatakan pernah berkunjung ke Indonesia dan secara langsung menyampaikan kekaguman atas keragaman seni dan budaya Indonesia, adat istiadat hingga keramahan penduduknya.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Upaya Perwakilan RI di luar negeri dalam meningkatkan citra positif Indonesia sebagai bangsa yang kaya akan seni dan budaya di Yunani terus dilakukan, tidak hanya dengan mempromosikan batik sebagai warisan dunia non-benda yang telah diakui oleh UNESCO, tetapi juga mengenalkan cara mempraktekan ataupun tehnik membatik dengan mendatangkan pengrajin dari Pekalongan.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Pada April lalu, KBRI Athena menyelenggarakan Batik Workshop di Athens School of Fine Arts, diikuti siswa dari Universitas dan kepada Women International Club di Athena, Yunani yang diikuti isteri Duta Besar dan pejabat serta seniman setempat dengan mendapat dukungan Direktur Jenderal Pemasaran Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Sumber: <a href="http://id.custom.yahoo.com/weekend-edition/acara-artikel/article-batik-indonesia-dipamerkan-di-athena-469">http://id.custom.yahoo.com</a></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-8187857100388852682011-08-11T00:06:00.000-07:002011-08-11T00:08:39.234-07:00Ayo, Tonton Festival "Urban Art" di GKJ!<div style="text-align: justify;">Jakarta - Dalam rangka HUT ke-484 DKI, Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) secara rutin menggelar acara bertajuk Jakarta Anniversary Festival. Di tahun IX penyelenggaraannya, Jakarta Anniversary Festival mengambil tema "Urban Art". Acara ini berlangsung dari tanggal 3 Juni hingga 2 Juli 2011. Sebagian besar karya yang meramaikan perhelatan Jakarta Anniversary Festival ini berupa tarian.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">"Tema Urban Art ini akan menyuguhkan beragam kesenian, mulai dari kesenian tradisi, klasik, alternatif, hingga kontemporer," kata Direktur Gedung Kesenian Jakarta Bambang Subekti di Jakarta, Minggu (5/6/2011).</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Sembilan kelompok seniman dan seniwati berjiwa muda akan tampil bergantian sesuai jadwal pertunjukan. Saat pembukaan, 3 Juni 2011, Namarina Youth Dance menawarkan 7 Veils and Dreams yang terinspirasi dari kisah Joko Tarub. Pada hari Minggu (5/6/2011) kemarin, sejumlah mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia yang tergabung dalam kelompok tari Shivanataraja berkolaborasi dengan kelompok musik Kunokini. Sekumpulan anak muda ini menampilkan sederetan tarian tradisional dibalut dengan musik etnik mistik khas Kunokini.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">"Jakarta Anniversary Festival ini merupakan program andalan dari GKJ. Sekaligus ikut meramaikan HUT DKI. Semoga pergelaran ini dapat memberi nuansa dan ekspresi seni yang lebih segar," tutur Bambang.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Selain dua kelompok yang sudah tampil, masih ada tujuh kelompok yang akan meramaikan. Anda tertarik? Berikut ini jadwal pertunjukan Jakarta Anniversary Festival.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;"><ul><li>12 Juni: Ikatan Pengajar dan Pelatih Ballet "LIV’IN"</li><li>15 Juni: Sak Sak Dance Production "Lampan Lahat dan Perempuan Rusuk Dua</li><li>18 Juni: Konser Jazz Shadow Puppets Quartet "Strings Attached Concert Series"</li><li>19 Juni: Tari dan World Music Concert Swargaloka Art & Culture Foundation "Jejak Asa Sang Dewi"</li><li>22 Juni: Bellydance Jakarta "Bahebbik Jakarta-I Love You Jakarta"</li><li>24-25 Juni: Teater Mandiri "T R I K"</li><li>1-2 Juli: Drama Tari "Gandrung Eng Tay" Dedy Lutan Dance Company</li></ul></div><div style="text-align: justify;">Semua pertunjukan ini dimulai pada pukul 20.00 WIB.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Sumber: <a href="http://megapolitan.kompas.com/read/2011/06/06/1053348/Ayo.Tonton.Festival.Urban.Art.di.GKJ">http://megapolitan.kompas.com</a></div> Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-32068123630591016012011-08-10T23:55:00.000-07:002011-08-10T23:56:07.514-07:00Meniru Etos Kerja Keras Orang Korea<div style="text-align: justify;">Jakarta - Masyarakat Korea dikenal suka bekerja keras dan semangat dalam membangun bangsanya. Etos inilah yang bisa kita tiru dan terapkan dalam keseharian. </div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Hal tersebut juga dipelajari para guru SMA/SMK se-Indonesia dalam lokakarya yang dihelat oleh Pusat Studi Korea (Puskor) Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Kepala Puskor, Dr. Novi Kussuji Indrastuti, M.Hum., mengatakan, dalam lokakarya yang digelar hingga 10 Juni mendatang, ke-26 guru dari berbagai daerah mulai dari Riau hingga Sumatera Tenggara ini diajak mengenal budaya Korea, untuk kemudian disampaikan kembali ke anak didik mereka. “Kami mensosisalisasikan kebudayaan Korea sebagai materi dalam lokakarya ini,” katanya seperti dikutip dari situs UGM, Kamis (9/6/2011).</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Penasihat Puskor, Prof. Dr. Siti Chamamah Soeratno, menyatakan, semangat orang Korea yang selalu bekerja keras sangat diperhatikan. “Termasuk seni berpikir, seni bersekolah, dan seni mengajar,” imbuhnya. </div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Kegiatan ini diadakan guna mempererat hubungan kerja bilateral antara Indonesia dan Korea. Pihak Korea Foundation yang diwakili Moon Jae Seung memberikan tanggapan positif terhadap acara rutin ini. “Korea Foundation sangat mendukung kegiatan bagi para guru ini,” katanya.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Lokakarya juga dimeriahkan dengan pentas seni Korea, dibuka dengan penampilan kesenian tradisional Korea, Samulnori dari mahasiswa program studi Korea. Selain itu terdapat beberapa tarian tradisional Korea, yaitu tari Hansam (tari sapu tangan) dan Buche Chum (tari kipas).</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Para guru yang menjadi peserta mengaku sangat antusias mengikuti acara ini. Guru Bimbingan Konseling SMAN 6, Semarang, Siti Saptariningsih dan guru SMAN 1 Balikpapan, misalnya. Mereka berharap dapat mempelajari banyak hal tentang Korea. (Margaret Puspitarini)</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Sumber: <a href="http://kampus.okezone.com/read/2011/06/09/373/466438/meniru-etos-kerja-keras-orang-korea">http://kampus.okezone.com</a></div> Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-28514955276644795412011-08-10T23:20:00.000-07:002011-08-10T23:22:24.051-07:00Asal Usul Burung Moopoo<div style="text-align: justify;">Minahasa yang dahulu dikenal dengan Malesung adalah salah satu nama kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Di kabupaten ini hidup beragam jenis binatang langka dan khas Minahasa. Salah satu binatang khas Minahasa adalah burung moopoo. Konon, burung moopoo ini merupakan jelmaan seorang anak laki-laki. Mengapa anak laki-laki itu menjelma menjadi burung moopoo? Kisahnya dapat Anda ikuti dalam cerita rakyat Asal Usul Burung Moopoo berikut ini.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">* * *</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Alkisah, di sebuah daerah di Minahasa, Sulawesi Utara, hiduplah seorang kakek bersama dengan cucu laki-lakinya yang bernama Nondo. Mereka tinggal di sebuah rumah kecil di tepi hutan lebat. Untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, sang Kakek pergi ke hutan mencari hasil hutan dan menjualnya ke pasar. Sementara Nondo hanya bisa membantu kakeknya memasak dan membersihkan rumah, karena kakinya pincang. Kedua orang tua Nondo meninggal dunia ketika ia masih kecil. Sejak itu, Nondo diasuh oleh kakeknya hingga dewasa.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Setiap hari Nondo selalu bersedih hati. Ia ingin sekali membantu kakeknya mencari kayu bakar di hutan, namun apa daya kakinya tidak mampu berjalan jauh. Ia juga ingin sekali menyaksikan sendiri binatang-binatang yang hidup di hutan sebagaimana yang sering diceritakan oleh kakeknya setiap selesai makan malam.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Setiap kakeknya bercerita, Nondo selalu mendengarkannya dengan penuh perhatian. Ia hanya bisa membayangkan seperti apakah binatang-binatang yang diceritakan kakeknya itu. Ia juga sering bermimpi bertemu dengan binatang-binatang itu. Bahkan, ia kerap menirukan bunyi burung-burung yang diceritakan kakeknya. </div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Pada suatu hari, seperti biasanya, sang Kakek hendak pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">”Kek! Bolehkah Nondo ikut ke hutan bersama Kakek?” pinta Nondo kepada kakeknya.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">”Kamu di rumah saja, Cucuku” jawab sang Kakek.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">”Tapi, Kek! Nondo ingin sekali melihat binatang-binatang yang sering Kakek ceritakan itu.”</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">”Jangan, Cucuku! Bukankah kakimu sedang sakit? Kakek khawatir dengan kesehatanmu.”</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">”Kek! Nondo mohon, izinkanlah Nondo pergi ke hutan bersama Kakek sekali ini saja,” bujuk Nondo sambil merengek-rengek.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Oleh karena kasihan melihat Nondo, akhirnya kakeknya pun mengizinkannya.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">”Baiklah! Kamu boleh ikut bersama Kakek, tapi selesaikan dulu pekerjaan rumahmu,” ujar sang Kakek.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Dengan perasaan senang dan penuh semangat, Nondo segera membersihkan rumah dan memasak untuk makan siang sepulang dari hutan. Beberapa saat kemudian, Nondo telah menyelesaikan pekerjaan rumahnya.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">”Kek! Ayo kita berangkat! Pekerjaan Nondo sudah selesai,” seru Nondo.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">”Ya!” jawab sang Kakek singkat dengan perasaan khawatir.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Setelah itu, berangkatlah mereka ke hutan. Sang Kakek berjalan di depan, sedangkan Nondo mengikutinya dari belakang. Ketika memasuki hutan, Nondo seringkali tertinggal oleh kakeknya, karena selain kakinya pincang, ia juga sering berhenti setiap melihat binatang. Bahkan, ia kerap bermain-main dan menirukan suara binatang yang ditemuinya. Oleh karena keasyikan bermain-main dengan binatang itu, sehingga ia semakin jauh tertinggal oleh kakeknya.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Awalnya Nondo tidak menyadari keadaan itu. Ketika hari menjelang sore, ia baru tersadar jika ia tinggal sendirian di tengah hutan. Hari pun semakin gelap, suasana hutan semakin menyeramkan dengan suara-suara binatang yang menakutkan.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">”Kakek...! Kakek....! Kakek di mana...?” teriak Nondo memanggil kakeknya sambil menangis.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Beberapa kali Nondo berteriak, namun tidak ada jawaban sama sekali. Ia mencoba mencari jalan pulang ke rumah, namun semakin jauh ia berjalan semakin jauh masuk ke tengah hutan. Ia pun bertambah bingung dan tersesat di tengah hutan.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Malam semakin larut, Nondo belum juga menemukan kakeknya. Ia pun semakin takut oleh suara-suara burung yang bersahut-sahutan, seperti burung uwak, kedi-kedi, kakaktua, toin tuenden dan burung hantu. Apalagi ketika ia mendengar suara burung kuow yang keras dan menyeramkan. Ia pun menangis dan berteriak sekeras-kerasnya agar suaranya didengar oleh kakeknya. Namun, usahanya sia-sia, karena tidak mendapat jawaban sama sekali.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Sementara itu sang Kakek menjadi panik ketika menyadari cucunya sudah tidak ada lagi di belakangnya. Ia sangat mengkhawatirkan keadaan cucu kesayangannya itu.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">”Nondo...! Nondo...! Kamu di mana?” teriak sang Kakek.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Beberapa kali pula kakek itu berteriak, namun tidak ada jawaban sama sekali. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk pulang, karena mengira cucunya sudah kembali ke rumah. Namun sesampai di rumah, ia tidak menemukan cucunya. Pada pagi harinya, sang Kakek kembali ke hutan untuk mencari cucunya. Hingga sore hari, ia berkeliling di tengah hutan itu sambil berteriak-teriak memanggil cucunya, namun tidak juga menemukannya. Oleh karena merasa putus asa, akhirnya ia pun kembali ke rumahnya. Dalam perjalanan pulang, ia mendengar suara yang aneh.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">`moo-poo..., moo-poo..., moo-poo….!” terdengar suara burung aneh itu.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">”Suara binatang apakah itu? Sepertinya baru kali ini aku mendengarnya,” gumam Kakek Nondo.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Oleh karena penasaran, kakek itu segera mencari sumber suara aneh itu. Setelah berjalan beberapa langkah, ia pun menemukannya. Ternyata suara itu adalah suara seekor burung yang sedang hinggap di atas pohon. Kakek itu terus berjalan mendekati pohon untuk melihat burung itu lebih dekat.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">”Burung apakah itu? Sudah puluhan tahun aku mencari kayu di hutan ini, tapi aku belum pernah melihat jenis burung seperti itu,” gumamnya.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Sementara burung itu terbang dari satu cabang ke cabang yang lain sambil memerhatikan sang Kakek dan mengeluarkan suara, ”moo-poo”.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Semula kakek Nondo tidak mengerti maksud suara itu. Namun setelah lama memerhatikan suara itu, ia pun mulai menyadari jika burung itu memanggilnya opoku (kakekku). Untuk lebih meyakinkan dirinya, ia kembali mengamati burung itu. Setelah ia amati, rupanya kaki burung itu pincang. Tiba-tiba kakek itu menangis karena teringat cucunya. Ia yakin bahwa burung itu adalah jelmaan cucunya, Nondo. Sesuai dengan suara yang dikeluarkan, maka burung itu diberi nama moopoo. Hingga saat ini, burung moopoo dapat ditemukan di daerah Minahasa, Sulawesi Utara.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">* * *</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Demikian cerita Asal Usul Burung Moopoo dari daerah Minahasa, Sulawesi Utara. Cerita di atas tergolong cerita mitos yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Setidaknya ada dua pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas, yaitu keburukan sifat tidak tahu diri dan suka berperilaku sembrono atau gegabah.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Sifat tidak tahu diri yang dimaksud adalah menyadari kemampuan diri sendiri. Artinya, jika hendak mewujudkan suatu keinginan, sebaiknya terlebih dahulu mengukur kemampuan diri sendiri. Sifat ini tercermin pada sikap Nondo yang memaksakan keinginannya untuk ikut bersama kakeknya ke hutan, padahal kakinya pincang. Sementara sifat suka berperilaku sembrono atau gegabah tercermin pada perilaku sang Kakek yang tidak perhatian terhadap keadaan cucunya yang pincang, sehingga meninggalkannya seorang diri di tengah hutan.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Sumber: </div><div style="text-align: justify;">Sumaraw, Anneke. Cerita Rakyat dari Sulawesi Utara. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.1998.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Sumber Tulisan:</div><div style="text-align: justify;">http://folktalesnusantara.blogspot.com/2009/02/asal-usul-burung-moopoo.html</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-38271752321200706172011-08-10T23:11:00.000-07:002011-08-10T23:12:57.043-07:00Semangka Emas<div style="text-align: justify;">(Cerita Rakyat Melayu Sambas)</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">P ada zaman dahulu kala, di Sambas hiduplah seorang saudagar yang kaya raya. Saudagar tersebut mempunyai dua orang anak laki-laki. Anaknya yang sulung bernama Muzakir, dan yang bungsu bernama Dermawan. Muzakir sangat loba dan kikir. Setiap hari kerjanya hanya mengumpulkan uang saja. Ia tidak perduli kepada orang-orang miskin. Sebaliknya Dermawan sangat berbeda tingkah lakunya. Ia tidak rakus dengan uang dan selalu bersedekah kepada fakir miskin.</div><div style="text-align: justify;">Sebelum meninggal, saudagar tersebut membagi hartanya sama rata kepada kedua anaknya. Maksudnya agar anak-anaknya tidak berbantah dan saling iri, terutama bila ia telah meninggal kelak.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Muzakir langsung membeli peti besi. Uang bagiannya dimasukkan ke dalam peti tersebut, lalu dikuncinya. Bila ada orang miskin datang, bukannnya ia memberi sedekah, melainkan ia tertawa terbahak-bahak melihat orang miskin yang pincang, buta dan lumpuh itu. Bila orang miskin itu tidak mau pergi dari rumahnya, Muzakir memanggil orang gajiannya untuk mengusirnya. Orang-orang miskin kemudian berduyun-duyun datang ke rumah Dermawan.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Dermawan selalu menyambut orang-orang miskin dengan senang hati. Mereka dijamunya makan dan diberi uang karena ia merasa iba melihat orang miskin dan melarat. Lama kelamaan uang Dermawan habis dan ia tidak sanggup lagi membiayai rumahnya yang besar. Ia pun pindah ke rumah yang lebih kecil dan harus bekerja. Gajinya tidak seberapa, sekedar cukup makan saja. Tetapi ia sudah merasa senang dengan hidupnya yang demikian. Muzakir tertawa terbahak-bahak mendengar berita Dermawan yang dianggapnya bodoh itu. Muzakir telah membeli rumah yang lebih bagus dan kebun kelapa yang luas. Tetapi Dermawan tidak menghiraukan tingkah laku abangnya.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Suatu hari Dermawan duduk-duduk melepaskan lelah di pekarangan rumahnya. Tiba-tiba jatuhlah seekor burung pipit di hadapannya. Burung itu mencicit-cicit kesakitan "Kasihan," kata Dermawan. "Sayapmu patah, ya?" lanjut Dermawan seolah-olah ia berbicara dengan burung pipit itu. Ditangkapnya burung tersebut, lalau diperiksanya sayapnya. Benar saja, sayap burung itu patah. "Biar kucoba mengobatimu," katanya. Setelah diobatinya lalu sayap burung itu dibalutnya perlahan-lahan. Kemudian diambilnya beras. Burung pipit itu diberinya makan.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Burung itu menjadi jinak dan tidak takut kepadanya. Beberapa hari kemudian, burung itu telah dapat mengibas-ngibaskan sayapnya, dan sesaat kemudian ia pun terbang. Keesokan harinya ia kembali mengunjungi Dermawan. Di paruhnya ada sebutir biji, dan biji itu diletakkannya di depan Dermawan. Dermawan tertawa melihatnya. Biji itu biji biasa saja. Meskipun demikian, senang juga hatinya menerima pemberian burung itu. Biji itu ditanam di belakang rumahnya.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Tiga hari kemudian tumbuhlah biji itu. Yang tumbuh adalah pohon semangka. Tumbuhan itu dipeliharanya baik-baik sehingga tumbuh dengan subur. Pada mulanya Dermawan menyangka akan banyak buahnya. Tentulah ia akan kenyang makan buah semangka dan selebihnya akan ia sedekahkan. Tetapi aneh, meskipun bunganya banyak, yang menjadi buah hanya satu. Ukuran semangka ini luar biasa besarnya, jauh lebih dari semangka umumnya. Sedap kelihatannya dan harum pula baunya. Setelah masak, Dermawan memetik buah semangka itu. Amboi, bukan main beratnya. Ia terengah-engah mengangkatnya dengan kedua belah tangannya. Setelah diletakkannya di atas meja, lalu diambilnya pisau. Ia membelah semangka itu. Setelah semangka terbelah, betapa kagetnya Dermawan. Isi semangka itu berupa pasir kuning yang bertumpuk di atas meja. Ketika diperhatikannya sungguh-sungguh, nyatalah bahwa pasir itu adalah emas urai murni. Dermawan pun menari-nari karena girangnya. Ia mendengar burung mencicit di luar, terlihat burung pipit yang pernah ditolongnya hinggap di sebuah tonggak. "Terima kasih! Terima kasih!" seru Dermawan. Burung itu pun kemudian terbang tanpa kembali lagi.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Keesokan harinya Dermawan memberli rumah yang bagus dengan pekarangan yang luas sekali. Semua orang miskin yang datang ke rumahnya diberinya makan. Tetapi Dermawan tidak akan jatuh miskin seperti dahulu, karena uangnya amat banyak dan hasil kebunnya melimpah ruah. Rupanya hal ini membuat Muzakir iri hati. Muzakir yang ingin mengetahui rahasia adiknya lalu pergi ke rumah Dermawan. Di sana Dermawan menceritakan secara jujur kepadanya tentang kisahnya.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Mengetahui hal tersebut, MUzakir langsung memerintahkan orang-orang gajiannya mencari burung yang patah kaki atau patah sayapnya di mana-mana. Namun sampai satu minggu lamanya, seekor burung yang demikian pun tak ditemukan. MUzakir sungguh marah dan tidak dapat tidur. Keesokan paginya, Muzakir mendapat akal. Diperintahkannya seorang gajiannya untuk menangkap burung dengan apitan. Tentu saja sayap burung itu menjadi patah. Muzakir kemudian berpura-pura kasihan melihatnya dan membalut luka pada sayap burung. Setelah beberapa hari, burung itu pun sembuh dan dilepaskan terbang. Burung itu pun kembali kepada Muzakir untuk memberikan sebutir biji. Muzakir sungguh gembira.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Biji pemberian burung ditanam Muzakir di tempat yang terbaik di kebunnya. Tumbuh pula pohon semangka yang subur dan berdaun rimbun. Buahnya pun hanya satu, ukurannya lebih besar dari semangka Dermawan. Ketika dipanen, dua orang gajian Muzakir dengan susah payah membawanya ke dalam rumah karena beratnya. Muzakir mengambil parang. Ia sendiri yang akan membelah semangka itu. Baru saja semangka itu terpotong, menyemburlah dari dalam buah itu lumpur hitam bercampur kotoran ke muka Muzakir. Baunya busuk seperti bangkai. Pakaian Muzakir serta permadani di ruangan itu tidak luput dari siraman lumpur dan kotoran yang seperti bubur itu. Muzakir berlari ke jalan raya sambil menjerit-jerit. Orang yang melihatnya dan mencium bau yang busuk itu tertawa terbahak-bahak sambil bertepuk tangan dengan riuhnya.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">diceritakan kembali oleh Hendy Lie</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">(diolah dari Cerita Rakyat dari Kalimantan Barat 2, Syahzaman, PT.Grasindo, 1995)</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Sumber: http://folktalesnusantara.blogspot.com/2009/02/semangka-emas.html</div> Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-27506778959261691182011-08-10T22:28:00.000-07:002011-08-10T22:31:50.810-07:00Gunungan<div style="text-align: justify;">Gunungan adalah wayang berbentuk gambar gunung beserta isinya. Di bawahnya terdapat gambar pintu gerbang yang dijaga oleh dua raksasa yang memegang pedang dan perisai. Itu melambangkan pintu gerbang istana , dan pada waktu dimainkan gunungan dipergunakan sebagai istana. Di sebelah atas gunung terdapat pohon kayu yang dibelit oleh seekor ular naga.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Dalam gunungan tersebut terdapat juga gambar berbagai binatang hutan. Gambar secara keseluruhan menggambarkan keadaan di dalam hutan belantara. Gunungan melambangkan keadaan dunia beserta isinya. Sebelum wayang dimainkan, Gunungan ditancapkan di tengah-tengah layar, condong sedikit ke kanan yang berarti bahwa lakon wayang belum dimulai, bagaikan dunia yang belum beriwayat. Setelah dimainkan, Gunungan dicabut, dijajarkan di sebelah kanan.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Gunungan dipakai juga sebagai tanda akan bergantinya lakon/tahapan cerita. Untuk itu gunungan ditancapkan di tengah-tengah condong ke kiri. Selain itu Gunungan digunakan juga untuk melambangkan api atau angin. Dalam hal ini Gunungan dibalik, di sebaliknya hanya terdapat cat merah-merah, dan warna inilah yang melambangkan api.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Gunungan juga dipergunakan untuk melambangkan hutan rimba, dan dimainkan pada waktu adegan rampogan, tentara yang siap siaga dengan bermacam senjata. Dalam hal ini Gunungan bisa berperan sebagai tanah, hutan rimba, jalanan dan sebagainya, yakni mengikuti dialog dari dalang. Setelah lakon selesai, Gunungan ditancapkan lagi di tengah-tengah layar, melambangkan bahwa cerita sudah tamat.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Gunungan ada dua macam, yaitu Gunungan Gapuran dan Gunungan Blumbangan. Gunungan Blumbangan digubah oleh Sunan Kalijaga dalam zaman Kerajaan Demak. Kemudian pada zaman Kartasura digubah lagi dengan adanya Gunungan Gapuran. Gunungan dalam istilah pewayangan disebut Kayon. Kayon berasal dari kata Kayun. Gunungan mengandung ajaran filsafat yang tinggi, yaitu ajaran mengenai kebijaksanaan. Semua itu mengandung makna bahwa lakon dalam wayang berisikan pelajaran yang tinggi nilainya. Hal ini berarti bahwa pertunjukan wayang juga berisi pertunjukan wayang juga berisi ajaran filsafat yang tinggi.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Sumber: <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Gunungan">http://id.wikipedia.org</a></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-25213782685623836852011-08-10T21:58:00.000-07:002011-08-10T21:59:52.962-07:00Pemko Pekanbaru Usulkan 906 Formasi CPNS<div style="text-align: justify;">Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kota Pekanbaru, Drs H Hermanius MM mengatakan pihaknya mengusulkan 906 formasi CPNS di tahun 2011 ini. Usulan tersebut jauh lebih banyak dari tahun lalu. Hal ini dilakukan mengingat banyaknya kekurangan pegawai dari beberapa satuan kerja (Satker) di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Hermanius memaparkan, dari 906 formasi tersebut, di antaranya untuk tenaga guru sebanyak 548 orang, tenaga kesehatan sebanyak 129 orang dan untuk tenaga teknis sebanyak 229 orang. Jumlah ini lanjutnya, selain untuk mengisi kekosongan posisi para pegawai yang sudah pensiun pada 2011 juga untuk menambah kekurangan jumlah pegawai di beberapa Satker yang ada di lingkungan Pemko Pekanbaru. </div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">"Tahun ini jumlah pegawai yang pensiun sebanyak 203 orang. Sedangkan di tahun 2010 lalu, jumlah pegawai yang pensiun tercatat sebanyak 181 orang," katanya.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Data formasi CPNS 2011 ini tegas Hermanius akan langsung dikirimkan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) dan Badan Kepegawaian Nasional. Terkait apakah nantinya semua formasi yang diusulkan itu akan diterima oleh pusat atau tidak, menurut Hermanius hal tersebut belum bisa diketahui. Karena datanya baru akan bisa diketahui setelah adanya pemberitahuan dari Pusat nantinya.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Di sisi lain, Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, khusus untuk tenaga kesehatan, idealnya masih kekurangan 170 orang. Di antaranya untuk tenaga dokter umum, dan dokter spesialis saat ini masih kekurangan sekitar 20 orang. Karena saat ini katanya, setiap Puskesmas Inap baru memiliki tiga orang dokter umum. Seharusnya setiap Puskesmas rawat inap itu perlu enam orang dokter.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">"Secara tidak langsung ini akan mengganggu kinerja, karena untuk rumah sakit rawat inap itu, yang seharusnya ditangani oleh enam orang dokter terpaksa dilaksanakan oleh tiga orang dokter. Sementara mereka bekerja 24 jam, disinilah letak ketergangguannya," terang Dahril Darwis.(lim/fuz/jpnn)</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Sumber: <a href="http://www.jpnn.com/read/2011/05/27/93314/Pemko-Pekanbaru-Usulkan-906-Formasi-CPNS-">http://www.jpnn.com</a></div> Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-53021742695206100072011-08-10T21:28:00.001-07:002011-08-10T21:28:41.902-07:00Royal Guard Of Honour To Mark His Majesty`s 61st Birthday<div style="text-align: justify;">Thousands gathered at the Taman Haji Sir Muda Omar `Ali Saifuddien early yesterday morning to witness the Ceremonial Royal Guard of Honour Parade to honour His Majesty`s 61st birthday.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">His Majesty`s arrival at the Taman was marked with the beating of the `Hadrah`. Upon arrival, His Majesty was greeted by YAM Pg Lela Cheteria Sahibun Najabah Pg Anak Hj Abdul Aziz followed by the Commander of the Royal Brunei Armed Forces Pehin Datu Lailaraja Major General Dato Paduka Seri Hj Awg Halbi Hj Md Yussof and the Commissioner of Police at the Royal Brunei Police Force Pehin Datu Kerma Setia Dato Paduka Seri Awg Zainuddin bin Jalani.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Accompanying His Majesty were HRH Prince Hj Al-Muhtadee Billah the Crown Prince, HRH Prince Mohamed Bolkiah and HRH Prince Haji Sufri Bolkiah.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">When the Monarch stood at the Royal Dais, the National Anthem was played and 21 shots of the cannon were fired to mark the start of the grand celebration of His Majesty`s 61st birthday.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">His Majesty then inspected the parade, which involved uniformed personnel from the Royal Brunei Armed Forces and the Royal Brunei Police Force.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Several slow and fast marches by the RBAF and RBPF passed the Royal Dais, accompanied with music played by the armed forces and police bands.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">The guard of honour reached its climax when three cheers of the "Daulat" were made by the participants and the crowd. A showcase of Royal Brunei Air Force helicopters and aircraft with 10 helicopters and three fixed-wing aircraft, sliced through the sky, as His Majesty`s loyal subjects looked on while the National Anthem was played signifying the end of the parade.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">The morning parade then followed by the audience and an investiture ceremony where His Majesty accorded honours on outstanding people with meritorious titles and awards at the Istana Nurul Iman. Before that, His Majesty addressed the nation in a much-awaited Royal Titah from the palace`s Throne Room.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Later at night, a state banquet was held followed by a display of fireworks.</div><div style="text-align: justify;">
<br /></div><div style="text-align: justify;">Source: www.brunei-online.com (19 Juli 2007)</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-9359863917688565492011-06-29T05:22:00.000-07:002011-06-29T06:02:32.865-07:00Objek Wisata Kota Medan<div style="text-align: justify; font-family:verdana;"><span style="font-weight: bold;">ISTANA MAIMON</span><br />Istana ini merupakan salah satu objek wisata utama di kota Medan. Istana ini dibangun pada tahun 1888 oleh Sultan Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah memerintah dari tahun 1873-1924. Arsiteknya TH Van Erp bekerja sebagai tentara KNIL. Rancangannya melambangkan Bangunan Tradisional Melayu dan India Muslim, sedangkan gaya arsiteknya perpaduan antara Indonesia, Persia dan Eropa, Dihalaman istana ini terdapat Meriam Puntung yang merupakan bagian dari Legenda Istana Maimon<br /><br /><span style="font-weight: bold;">TUGU GURU PATIMPUS</span><br />Guru Patimpus adalah orang terkenal di Medan. Dia mempunyai sejarah besar sebagai penemu Kota Medan. Berabad-abad yang lalu tepatnya pada tanggal 1 Juli 1560. Guru Patimpus seorang keturunan Raja Singa Maharaja Negeri Bakerah didataran tinggi Karo membangun sebuah perkampungan yang disebut “Medan Putri" lokasi ini berada diantara pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura yang dahulu merupakan transportasi utama. Kampung ini berkembang dengan pesat dan dipercaya sebagai cikal bakal Kesultanan Deli.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">TJONG A FIE</span><br />Rumah Tjong a Fie merupakan gedung bergaya Tiongkok kuno yang sangat fantastis dan dibangun pada tahun 1900, lokasinya terletak dijalan Ahmad Yani (Kesawan). Dia adalah jutawan pertama di Sumatera yang namanya sangat terkenal sampai sekarang walaupun ia sudah wafat pada tahun 1921. Kesukseannya berkat usaha dan hubungan baiknya dengan Sultan Deli dan para pembesar perkebunan tembakau Belanda. Hingga saat ini rumah tersebut masih ditempati keluarga Tjong A Fie.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">KANTOR POS</span><br />Gedung ini wujud sejarah yang sangat menankjubkan selesai dibangun pada tahun 1911oleh arsitek SNUYF, Direktur Jawatan Pekerjaan Umum Belanda untuk Indonesia pada masa itu. Gedung ini merupakan karya besar utama SNUYF. Kantor Pos ini lokasinya persis didepan Hotel Dharma Deli. Saat ini menjadi Kantor pos Pusat di Sumatera Utara.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">MESJID RAYA</span><br />Mesjid ini sebagai Lambang Kota Medan. Mesjid terindah memiliki nilai budaya, sejarah dan terbesar di Sumatera Utara. Mesjid ini dapat menampung 1500 jemaah untuk melaksanakan Sholat setiap hari. Mesjid ini dibangun oleh Sultan Makmun Al Rasyid di desain oleh DENGIMANS dari Belanda dengan gaya Moorish dan berdiri pada tahun 1906. Banyak turis dari berbagai Negara didunia selalu mengunjungi Mesjid ini.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">GEREJA LAMA</span><br />Gereja Immanuel merupakan Gereja tertua di Medan. Lokasinya di jln. Diponegoro yang dibangun pada tahun 1921. Gereja ini masih digunkan oleh umat kristiani untuk kebaktian pada hari minggu dan hari lainnya seperti upacara pernikahan , Misa Natal dan sebagainya. Gereja ini dapat menampung sekitar 500 umat Kristiani untuk mendengarkan kotbah Pendeta. Kita dapat menemukan Gereja tua lainnya dikota Medan tepatnya di Jln. Pemuda yaitu Gereja Roma Katolik dibangun pada tahun 1929. Gereja ini masih digunakan umat katolik pada hari Minggu dan hari lainnya seperti acara pernikahan dan sebagainya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">VIHARA GUNUNG TIMUR</span><br />Vihara Gunung Timur di kenal sebagai Vihara tertua di Kota Medan. Didirikan oleh Umat Budha pada tahun 1962. Umumnya umat Budha bersembahyang ke vihara ini setiap hari. Vihara ini juga untuk acara ritual lainnya dalam Agama Budha seperti memperinati hari Ualng Tahun SIDHARTA GAUTAMA. Biasanya tanggal 4 s/d 15 setiap tahunnya. Perayaan Imlek dan sebagainya<br /><br /><span style="font-weight: bold;">KLENTENG HINDU SHRI MARIMMAN</span><br />Kuil Shri Mariamman merupakan Kuil Hindu tertua di Kota Medan. Dibangun pada tahun 1884 oleh umat Hindu. Kuil ini berada di Jln. Zainul Arifin, umumnya umat Hindu datang untuk bersembahyang di kuil ini setiap pagi. Kuil ini juga digunakan untuk ritual lainnya dalam Agama Hindu seperti Perayaan Depavali, Perayaan Panen Padi dan sebagainnya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">MENARA AIR TITANADI</span><br />Satu lagi cirri Khas kota Medan adalah Bangunan Menara Air yang kini menjadi milik Perusahaan Air Minum Daerah Tirtanadi. Ketika anda akan memasuki kota ini dari arah selatan melalui jalan Sisingamangaraja, anda akan disambut dengan pemandangan puncak menara Tirtanadi sebagai tangki penyimpanan air bersih kebutuhan warga kota sejak jaman Kolonial Belanda sampai sekarang.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">LONSUM</span><br />PT. LONDON SUMATERA INDONESIA, Gedung ini dulunya disebut JULIANA BUILDING pada tahun 1920-an, dan sekarang dihuni oleh PT. London Sumatera Indonesia (Lonsum). Saatdidirikan gedung ini milik Harrison dan Crossfield, sebuah perusahan perkebunan milik Inggris.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">MUSEUM BUKIT BARISAN</span><br />Museum ini dibuka pada tahun 1971. Museum ini adalah merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi dan menyimpan benda-benda sejarah perjuangan ABRI dan Rakyat di Sumatera Utara seperti senjata, obat-obatan dan pakaian seragam yang digunakan pada Perang Kemerdekaan Indonesia melawan pemberontakan pada tahun 1958. Mengunjungi Museum ini dapat membayangkan kehebatan Perjuangan Pahlawan dimasa lalu. Museum initerletak di Jln. Zainul Arifin<br /><br /><span style="font-weight: bold;">MUSEUM SUMATERA UTARA</span><br />Museum ini terletak di Jln. H.M. Jhoni No. 51 Medan. Merupakan Museum terbesar di Sumatera Utara yang berbagai peninggalan Sejarah Budaya Bangsa, Hasil Seni dan Kerajinan dari berbagai Suku di Sumatera Utara. Museum ini dibangun pada tahun 1954 dan diresmikan pada tahun 1982 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Dr. Daoed Yoesoef. Museum ini merupakan salah satu museum terbaik di Indonesia.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">TAMAN BUAYA MEDAN</span><br />Lo Than Mok pemilik 2600 ekor buaya yang memulai pemeliharaan sejak 1959. Taman Buaya ini terletak di kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang, luas ara lebih kurang 2 H, jaraknya sekitar 0 Km dari Pusat kota. Didalam taman ini kita dapat melihat buaya yang baru lahir hingga yang berusia 25 tahun dan sebagain buaya tersebut terlatih dan bias membuat atraksi yang menakjubkan termasuk berbgai atraksi yang anda inginkan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">TUGU JENDRAL AHMAD YANI</span><br />Di inti Kota Medan terdapat sejumlah taman kecil dan besar di jalan Jend. Sudirman dan terdapat Monumen Jend. Ahmad Yani tidak berapa jauh dari taman ini juga ada taman beringin yang terletak ditepi Sungai Babura. dan Taman ini sekarang menjadi Taman Digital setelah diresmikan oleh Bapak Pj.Walikota Medan Drs. Afifuddin Lubis, M.Si<br /><br /><span style="font-weight: bold;">KEBUN BINATANG MEDAN</span><br />Kebun Binatang ini dikelola Pemerintah kota Medan yang berisi berbagai jenis hewan tropis, hewan-hewan mamalia seperti Beruang, Harimau, Singa Gajah, Reptil dan lain-lain. Luas areal sekitar 30 H dan berjarak sekitar 10 Km dari pusat kota. Terletak di jalan Pintu Air IV Kelurahan Simalingkar B Kecamatan Medan Tuntungan, Buka setiap hari pukul 09.00 s/d 17.00 wib.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">RAHMAT WILDLIFE MUSEUM & GALLERY</span><br />Rahmat International Wildlife Galleryn adalah satu-satunya di Asia yang meliki lebih kurang 850 lebih koleksi satwa dari berbagai negara. Telah termasuk Record Book dan menerima penghargaan International dalam bidang konservasi dalam upaya mencegah kepunahan satwa-satwa liar didunia. Di Gallery ini ditampilkan berbagai koleksi satwa liar terkecil hingga terbesar sesuai dengan habitatnya<br /><br /><span style="font-weight: bold;">PEKAN RAYA SUMATERA UTARA</span><br />Pekan Raya Sumatera Utara terletak di Jln. Gatot Subroto sekitar 7 Km dari pusat kota, tepatnya di Gedung Tapian Daya sebagai ajang promosi budaya, Industri dan bisnis. Buka setiap tahun. Berbagai jenis Tarian Tradisional dan Pameran Budaya di Sumatera Utara biasanya ditampilkan pada acara pembukaan pameran.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">DANAU SIOMBAK</span><br />Danau Siombak Indaengas Pulau kecamatan Medan Marelan. Danau ini merupakan danau buatan yang indah, dengan luas area 40 H, jaraknya 15 Km dari pusat kota. Danau ini sangat indah dan dianjurkan untuk dikunjungi. Biasanya danau ini digunakan untuk Festival Kano dan Perahu Tradisional disamping sebagai tempat rekreasi<br /><br /><span style="font-weight: bold;">MERDEKA WALK</span><br />Sebuah pusat jajanan malam yang fantastic dihiasi lampu-lampu hias yang semarak penuh dengan nuansa kuning Melayu, terletak di Lapangan Merdeka dikenal dengan “Merdseka Walkâ€?. Memiliki area cukup luas dibawah pohon-pohon rindang. Kita dapat menikmati bangunan bersejarah dengan keindahan arsitekturnya, ketika kita menikmati makan malam di tempat ini.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">RAMADHAN FAIR</span><br />Ramdhan Fair dilaksanakan setiap tahun pada bulan puasa. Tempat yang bernuansa klasik Islami ini bernama Ramadhan Fair. Terdapat banyak Stand makanan dan minuman, pertunjukkan music dan Budaya Islam. Banyak masyarakat dari kota Medan dan Kabupaten lain di Sumatera Utara juga Wisatawan Internasional selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi Ramadhan Fair ini.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">LEBARAN FAIR</span><br />Lebaran Fair ini dilaksanakan setiap tahun pada saat memasuki Lebaran, Lebaran fair ini selalu dilaksanakan di Gedung Tapian Daya Medan Jln. Gatot Subroto Medan<br /><br /><span style="font-weight: bold;">TAMAN SRI DELI</span><br />Taman Sri Deli ini merupakan Taman Putri-putri Sultan Deli dan Keluarga.<br /><br />Taman Sri Deli, itulah nama yang digunakan masyarakat setempat untuk menyebutkan taman yang berada persis di depan Jalan Mesjid Raya Medan yang sekaligus merangkap kolam di dalamnya.<br /><br />Ada yang menarik dari keberadaan Taman Sri Deli ini, yaitu jajaran pedagang kaki lima yang didominasi oleh pedagang rujak. Rujak yang dikenal dapat menggoyang lidah penikmatnya ini sudah tersohor sampai keluar Sumatera Utara.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">MESJID RAYA LAMA (AL - OSMANI)</span><br />Jalan-jalan ke Pelabuhan Belawan singgah sebentar di Pekan Labuhan, Kalau Anda ingin pengetahuan mari kita tinjau Mesjid Osmani di Labuhan, berjarak sekitar 19 Km dari pusat Kota Medan atau 5 Km dari Kota Pelabuhan Belawan disanalah terdapat mesjid tertua dizaman kerajaan Sultan Deli masa Kepemerintahan Sultan Al Osmani.<br /><br />Melihat bentuk dan keunikkan dari banguna tua yang bertuah itu, mesjid Al Osmani bukanlah sembarang mesjid peninggalan sejarah justru hingga kini mesjid berwarna kuning kehijauan tersebut dikharomahkan sebagai pusat kegiatan Islam seperti tepung tawar keberangkatan haji maupun banyak dimanfaatkan sebagai lokasi acara para calon-calon Legislatif maupun Pilkada yang akan terpilih.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">TAMAN REKREASI MORA INDAH </span><br />Taman Rekreasi Mora Indah,Berada di jalan Sisingamangaraja kilometer 11 kota Medan,Taman Rekreasi Mora Indah ini menyuguhkan keindahan alam kota medan, yang cocok untuk rekreasi bersama keluarga. Pemandangan yang indah dan suasana yang damai, membuat tempat ini selalu ramai di datangi para pengunjung, selain dengan indahnya pemandangan alam, pengunjung dimanjakan dengan berbagai satwa seperti burung, monyet, beruang dan lainnya ataupun permainan anak-anak yang tidak dipungut bayaran untuk digunakan. Bila anda ingin menyewa pondok, anda di kenakan biaya Rp20.000 per pondok, namun kebanyakan para pengunjung cukup membawa alas berupa tikar dari rumahnya. Seperti tempat-tempat rekreasi lainya,tempat ini paling padat pengunjungnya di akhir minggu atau ketika libur anak sekolah tiba.untuk berakhir pekan melepas penat setelah seminggu beraktifitas<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">MESJID GANG BENGKOK</span><br />Bentuk mesjid ini memang bentuknya seperti kelenteng, ada etnis Chinanya, terutama bagian atas. Terus ini juga bentuk stupa, ini seperti candi-candi. Sekilas, ini disebut orang sebagai kelenteng. Sehingga masjid ini memberikan kesan bahwa masjid ini bukan cuma orang islam, tapi juga etnis China atau Tionghoa. Tapi yang jelas ini adalah masjid, bukan kelenteng<br /><br />Kenapa di namakan bengkok, karena dulu di depan masjid ini adalah sebuah gang, belum jalan. Nah, gang ini memang bengkok bentuknya, makanya dinamakanlah masjid Gang Bengkok. Tapi karena kendaraan semakin ramai, maka di buat jalan, nah inilah bengkoknya. Tapi masjid ini juga disebut sebagai masjid lama. Karena ini memang berdiri sejak dulu, ketika Sultan Deli, yaitu Sultan Makmun Al Rasyid naik tahta.<br /><br />Mesjid ini juga menyimpan jejak Melayu pada arsitektur bangunannya. Di plafon mesjid, terdapat umbai- umbai hiasan yang disebut ‘lebah bergantung’. Hiasan ukiran ini dibuat dari kayu papan, berbentuk semacam tirai, dengan warna kuning, khas Melayu.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">GRAHA BUNDA MARIA ANNAI VELANGKANNI (tempat ziarah)</span><br />Pada awalnya tempat itu diperuntukkan bagi umat Katolik Tamil yang ada di Medan akan tetapi dalam perkembangannya semua umat Katolik dapat datang dan berziarah disitu tanpa batas asal-usul ataupun ras karena sesungguhnya tempat itu dipersembahkan bagi seluruh umat Katolik dan jg sebagai objek wisata bagi negara-negara tetangga.<br /><br />Dari alamat yang tertera jelas tempat itu masih didalam kota Medan, yaitu didaerah Medan barat daya di kecamatan Tuntungan, kelurahan Tanjung Selamat, dijalan Sakura 3, dekat perumahan Taman Sakura Indah. Ada cukup kendaraan umum yang melewati jalur itu tetapi jika anda bukan warga Medan sebaiknya naik taksi karena jalannya lumayan jauh dari pusat kota. Itu barangkali termasuk daerah pinggiran karena didaerah itu jalannya relatif sepi, meskipun jalur jalan 2 arah terpisah yang membelah jalan TB Simatupang cukup lebar. Dari jalan ini cari papan billboard besar dipinggir jalan yang menunjukkan lokasi Graha Annai Velangkanni. Dari jalan raya cuma sekitar 150m masuk kedalam gang yang tidak begitu besar. Begitu sampai di pintu gerbangnya yang bagian atasnya dihiasi ornamen rumah tradisional Batak, maka anda akan terpesona oleh arsitektur bangunannya yang bergaya Indo-Mogul, mirip dengan kuil Hindu. Jika baru pertama kali kesitu dan tidak tahu apapun tentang Annai Velangkanni tentu anda akan terheran-heran, bangunan apa itu, seperti yang diungkapkan sopir taksi yang mengantar penulis. Bentuk bangunan yang tidak lazim dan menjulang itu kontras dengan keadaan bangunan sekitarnya sehingga keberadaannya sangat menarik perhatian. Setelah mendekat barulah tampak keistimewaan lainnya, yaitu seluruh bangunannya dipenuhi dengan ornamen dan lukisan baik disebelah dalam maupun diluar. Ini bukan sembarang ornamen karena setiap ornamen punya makna tersendiri sehingga secara keseluruhan bangunannya dipenuhi oleh simbol-simbol yang penuh makna, dan ini dimaksudkan sebagai bagian dari proses sebuah perziarahan. Hal itu diungkapkan sendiri oleh Pastur James Bharata Putra.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sumber :</span><br /><a href="http://www.pemkomedan.go.id/index.php">http://www.pemkomedan.go.id</a><br /><a href="http://mediaswaraindonesia.blogspot.com/2009/11/mesjid-raya-al-osmanidi-kecamatan-medan.html">http://mediaswaraindonesia.blogspot.com</a><br /><a href="http://berita.univpancasila.ac.id/berita-3012-taman-rekreasi-mora-indah.html">http://berita.univpancasila.ac.id</a><br /><a href="http://www.scribd.com/doc/37260193/Sejarah-Mesjid-Gang-Bengkok">http://www.scribd.com</a><br /></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-20988808923122273732011-06-29T04:15:00.000-07:002011-06-29T04:49:35.858-07:00Objek Wisata Kabupaten Simalungun<div style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;"><span style="font-weight: bold;">Kramat Kubah</span><br />Kramat Kubah adalah salah satu tempat keramat untuk bernazar yang dijadikan objek wisata.<br />Disini banyak terdapat macam-macam jenis kera yang hidup secara bebas sebagai penghuni Kramat Kubah.<br /><br />Banyak orang percaya apabila dapat bertemu dengan Raja Kera Penghuni Kramat Kubah maka semua yang diminta atau dinazarkan akan terkabul. Ditempat ini juga terdapat sebuah bangunan Kelenteng kecil tempat orang – orang China menyampaikan niat maupun nazarnya.<br /><br />Kramat Kubah terletak 48 Km dari Pematangsiantar atau 2 Km dari Kota Perdagangan. Fungsi lain dari Kramat Kubah adalah sebagai tempat pelestarian Kera / Monyet sama halnya dengan hutan Sibatu Lintong Sibaganding yang terletak di jalan Lintas Parapat yang memiliki berbagai jenis kera, Siamang, Lutung, dan lain-lain.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Haranggaol</span><br />Haranggaol yang terletak 40 Km dari Parapat berada di tepi Danau Toba. Alamnya yang asri dan masih perawan sangat menarik hati.<br />Saat ini Haranggaol lebih terkenal dengan hasil ikan air tawarnya dibanding dengan daya tarik wisatanya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tigaras </span><br />Tigaras adalah salah satu objek wisata yang menjadi salah satu pilihan di Kabupaten Simalungun. Tigaras terletak di Kecamatan Dolok Pardamean Kabupaten Simalungun, dengan jarak 48 Km dari Kota Pematangsiantar. Dari Tigaras dapat kita nikmati pemandangan Danau Toba dari sudut yang berbeda.<br /><br />Selain Danau Toba, Keindahan yang dapat kita nikmati dari Tigaras juga dapat kita lihat Pulau Samosir dari pinggir danau. Tigaras Juga Memiliki beberapa Hotel yang nyaman dan berada dipinggir danau. Nilai tambah dari Tigaras adalah tempatnya yang masih asri dimana belum begitu banyak pengunjung yang datang sehingga nilai eksotikanya masih terjaga. Penduduknya yang ramah juga menjadi ciri khas dari tempat wisata ini.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Museum Simalungun</span><br />Museum Simalungun adalah bangunan spesipik Simalungun yang menyimpan berbagai benda-benda dan barang-barang purbakala peninggalan Kerajaan-kerajaan di Simalungun. Berbagai koleksi yang ada di Museum Simalungun yang terletak di Pusat kota Pematangsiantar antara lain adalah :<br /><br />1. Peralatan Rumah Tangga seperti :<br />- Parborasan (Tempat menyimpan beras)<br />- Pinggan Pasu (Piring nasi untuk Raja)<br />- Tatabu (Tempat menyimpan air)<br />- Abal-abal (Tempat menyimpan garam)<br />- dsb.<br /><br />2. Peralatan Pertanian seperti :<br />- Wewean (alat memintai tali)<br />- Hudali (Cangkul)<br />- Tajak (Alat membajak tanah)<br />- Agadi (Alat menyadap nira)<br />- dsb.<br /><br />3. Peralatan Perikanan seperti :<br />- Bubu (Penangkap Ikan dari Bambu)<br />- Taduhan (Tempat menyimpan ikan)<br />- Hirang-lurang (Jaring penampung ikan)<br />- Hail (Kail)<br />- dsb.<br /><br />4. Alat-alat Kesenian seperti :<br />- Ogung - Sarunai<br />- Mong-mong - Sordam<br />- Hesek - Arbab<br />- Gondrang - Husapi, dsb.<br /><br />5. Alat-alat perhiasaan, seperti :<br />- Suhul gading (keris)<br />- Raut (pisau)<br />- Gotong (Kopiah laki-laki)<br />- Bajut (Tas Wanita)<br />- Bulang (Tudung Wanita)<br />- Suri-suri (Selendang Wanita)<br />- Gondit (Ikat pinggang pria)<br />- Dorami (Perhiasan Kepala pria)<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sipolha</span><br />Sipolha berada di tepi Danau Toba memiliki keindahan alam dan panorama yang menarik ditambah dengan pantainya yang landai dan indah, berbagai kegiatan dapat dilakukan wisatawan disini antara lain olah raga air, rekreasi dan memancing<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tanjung Unta</span><br />Tanjung Unta yang terletak di tepi Danau Toba dengan bentuk seekor Unta yang sedang beristirahat memiliki teluk yang indah dengan panorama alam yang mengagumkan . Tanjung Unta sebagai beyond Parapat terletak 61 Km dari Pematangsiantar.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Parapat Danau Toba</span><br />Parapat Danau Toba, terletak di tepi Danau Toba dengan jarak 76 Km dari Medan. Beriklim tropis dengan udaranya yang sejuk merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Sumatera Utara dan Kota Parapat sebagai pusat kegiatan setiap diadakan acara penting Pariwisata seperti Pesta Danau Toba.<br /><br />Danau Toba yang terjadi dari letusan gunung Toba, terletak 905m di atas permukaan laut, dengan keliling 295 km, dan luas permukaan air danau ±1.100 km dengan kedalaman maksimum 529m, merupakan danau terbesar di Indonesia.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Parapat</span><br />“Kota turis” Parapat terletak di tepi Danau Toba dengan jarak 45 km dari Pematangsiantar. Beriklim tropis dengan udaranya yang sejuk merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Sumatera Utara. Danau Toba yang terjadi dari letusan Gunung Toba, terletak 905m di atas permukaan laut dengan keliling 294km dan luas permukaan danau 1.100 km² dengan kedalaman maksimum 529 m, merupakan danau terbesar di Indonesia.<br /><br />Perjalanan akan semakin nyaman dengan tersedianya sarana akomodasi hotel. Namun karena jarak tempuh yang jauh memungkinkan banyak wisatawan yang datang dari luar daerah maupun mancanegara enggan berkunjung.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Rumah Bolon</span><br />Rumah Bolon Pematang Purba terletak 54 km dari Pematangsintar, merupakan istana peninggalan Kerajaan Purba yang dibangun pada tahun 1864 oleh Raja Purba ke XII Tuan Rahalim. Terbuat dari kayu keras dengan dinding papan yang unik serta ditopang oleh 20 tiang penyangga. Rumah ini dibangun dengan arsitektur tradisional tanpa mempergunakan paku.<br /><br />Beberapa bangunan di sekitar Rumah Bolon terdiri dari 8 tipe yang memiliki fungsi tersendiri di antaranya adalah: Rumah Bolon yang berfungsi sebagai bangunan induk tempat raja dan keluarganya tinggal; Balei Bolon, tempat mengadakan rapat, Jambur sebagai para tamu menginap; Patanggan Sada, bangunan tempat permaisuri bertenun; Losung adalah tempat wanita menumbuk padi; Uttei Jungga, tempat tinggal panglima dan keluarganya, dan Balei Buttu, tempat para penjaga istana.<br /><br />Raja Purba adalah seorang raja yang sangat terkenal pada zamannya, memiliki 24 istri dan salah satu di antaranya diangkat menjadi istri.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tinggi Raja</span><br />Tinggi Raja merupakan objek wisata cagar alam yang masih asli seluas 176 hektar, memilki sumber air panas berasal dari bukit bukit kecil di daerah itu. Air panas ini mengalir ke sungai Bah Balakbak yang bebatuan dan airnya yang jernih dan sejuk. Di sini dapat dinikmati rekreasi mandi di pertemuan air panas dan air dingin yang sangat nikmat sebagai hasil proses alam. Wisata lain yang dapat dinikmati adalah berburu suara burung, memancing di Bah Kare yang memiliki kekeyaan ikan jagung serta lintas alam. Terletak 80 km dari Pematangsiantar.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Karang Anyer</span><br />Karang Anyer merupakan tempat pemandian yang sangat mengasikkan dengan batu-batu besarnya, di mana airnya bersumber dari umbul besar yang bersih dan jernih terletak 5 km dari Pematangsiantar dan terkenal dengan buah-buahan segar yang dihasilkan di sekitar lokasi pemandian seperti rambutan, salak, durian, mangga dan manggis.<br /><br />Demikian halnya dengan Bapahal yang terletak 30 km dari Pematangsiantar merupakan tempat rekreasi renang yang nyaman dengan airnya yang jernih dan sejuk dikelilingi pohon-pohon yang rindang serta kebun kelapa sawit.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sumber : </span><br /><a href="http://www.simalungunkab.go.id/index.php?option=com_content&view=category&layout=blog&id=71&Itemid=167">http://www.simalungunkab.go.id</a><br /><a href="http://www.silaban.net/2006/06/15/melirik-potensi-wisata-simalungun/">http://www.silaban.net</a><br /></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-32090213141041750392011-06-25T02:20:00.000-07:002011-06-25T02:25:06.566-07:00Wisata Religi Gunung Kawi<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEipHziuKPP97T_Zd7BUoU89yMqPqtL9G_Zc8UNkhgiCQW3YWFbVFFlLuoiGBZQQNQxE0hL_sNi5IOvFw-hK9F2ADJMtSE_hjmKeyvj2nQ7exVatXhpc_xQQpcNX4jCl62nhw2KCFliXHms/s1600/kawi.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEipHziuKPP97T_Zd7BUoU89yMqPqtL9G_Zc8UNkhgiCQW3YWFbVFFlLuoiGBZQQNQxE0hL_sNi5IOvFw-hK9F2ADJMtSE_hjmKeyvj2nQ7exVatXhpc_xQQpcNX4jCl62nhw2KCFliXHms/s400/kawi.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5622085669172809938" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;">Gunung Kawi,terdengar dari nama nya orang pasti sudah mengartikan dengan pesugihan atau mitos mitos klenik lain nya. Gunung Kawi terletak di kabupaten malang,berada di ketinggian 2860m dari permukaan laut. gunung Kawi masih merupakan tempat kunjungan wisata favorit yang sampai saat ini masih banyak di kunjungi wisatawan dari berbagai daerah. Banyak orang yang menganggap,orang orang datang ke Gunung Kawi berkaitan dengan hal hal mistis terutama pesugihan. Padahal tidak semua orang demikian,banyak wisatawan yang datang hanya untuk menikmati keindahan dan kesejukan alam Gunung Kawi saja atau untuk berziarah menyepi ke makam Eyang Djugo dan makam Eyang RM Iman Soedjono. Kedua makam tersebut adalah makam yang istimewa,makam dua orang yang di anggap mempunyai kelebihan atau linuwih. ini terbukti dari banyak nya pengunjung dan peziarah yang datang untuk berziarah di sini. Terlebih pada hari hari tertentu seperti malam senin pahing dan malam jum’at legi banyak peziarah yang datang berduyun duyun ke sini. Tidak hanya dari wilayah malang atau jawa timur saja,tetapi juga dari berbagai daerah di nusantara bahkan sampai mancanegara.Dari latar belakang yang beraneka dan juga dari berbagai etnis banyak datang berduyun duyun ke Gunung Kawi.<br /><br />Gunung Kawi bisa di katakan sebagai “Kota Kecil Di Atas Gunung” atau juga bisa di sebut “Kota Sunyi Di Atas Gunung”. Lalu lalang pengunjung tiada henti nya di setiap hari dari pagi hingga malam,hingga datang pagi lagi. Ramai nya pengunjung di sini adalah salah satu bukti,bahwa daya tarik Wisata Religi Gunung Kawi sangat lah besar. Keberadaan 2 makam yang ada banyak di arti kan dengan kepercayaan kepercayaan mistis oleh sebagian orang. “Ngeri dan Angker” itulah kesan pertama orang orang yang yang mendengar kata Gunung Kawi. Tapi bagi mereka yang sudah sering datang ke Gunung Kawi tidak demikian.<br /><br />Kebanyakan dari orang muslim yang datang ke sini,meyakini bahwa kedua makam tersebut adalah makam “Wali”. Hal ini bisa di bukti kan dengan banyak nya ornamen ornamen islam di sekitar makam dan ada nya mushola di sebelah kiri makam yang di yakini sebagai tempat ibadah Eyang Djugo ( Kyai Zakaria ) dan Eyang RM Iman Soedjono pada masa hidup nya beserta para pengikut nya. 100 neter sebelah selatan makam terdapat masjid besar yaitu Masjid Agung Iman Soedjono. Di masjid ini sering di adakan acara acara besar keagamaan seperti pengajian akbar atau yang lain nya. Pada hari minggu legi malam senin pahing dan kamis kliwon malam jum’at legi selalu di adakan tahlil,dzikir dan pembacaan ayat ayat suci al-quran mulai sebelum matahari terbit hingga tengah hari. Bagi orang muslim yang datang dengan rombongan,masjid ini di jadikan sebagai tempat istirahat setelah perjalanan jauh. Banyak pula dari beberapa Ponpes yang datang melakukan ritual keagamaan nya di sini. Jamaah jamaah pengajian pun setiap minggu banyak yang datang dari berbagai daerah. Tentu nya tujuan mereka adalah untuk berziarah ke makam Eyang Djugo Dan Eyang RM Iman Soedjono dengan sebenar benar nya mendoakan kedua almarhum tersebut yang mereka jadikan teladan.<br /><br />Bagi orang orang yang menganut Aliran Kepercayaan seperti Kejawen atau yang lain nya,kedua tokoh yang di makam kan tersebut di anggap tokoh yang mempunyai ‘linuwih’ sempurna,tokoh yang sudah “Nyawiji”,sudah mencapai tingkatan tertinggi dalam menjalin hubungan dengan Gusti. Atau dalam istilah lain,sudah memahami hakikat ” Manunggaling Kawula Gusti” dan “Sangkan Paraning Dumadi”. Orang orang penganut kepercayaan banyak yang datang melakukan ritual di Gunung Kawi dengan berbagai sarana dan tujuan. Ada yang menginginkan kemakmuran,ketenangan batin atau pun tujuan meneladani kedua tokoh tersebut. Tidak sedikit pula orang yang ingin mendapatkan “Wahyu” agar bisa menjadi orang yang “Linuwih” seperti Eyang Djugo atau Eyang RM man Soedjono. Kebanyakan dari mereka yang melakukan olah spritual di Gunung Kawi merasakan aura atau daya magis yang besar yang sangat menunjang untuk mereka melakukan olah ritual. Suasana hening,damai yang mereka cari,mereka dapat kan di sini.<br /><br />Pengunjung dari etnis tionghoa yang menganut salah satu agama tertentu,mempunyai pendapat lain tentang makam Eyang Djugo dan makam RM Iman soedjono. Mereka menganggap 2 makam tersebut adalah makam tokoh kharismatik yang hidup dengan penuh cinta kasih,welas asih dan mampu memberikan kedamaian. Hingga mereka sangat menghormati dan menjunjung tinggi kedua tokoh tersebut dengan memberi sebutan Thai Lo shu pada Eyang Djugo yang arti nya Guru Besar Tertua Dan Dji Lo Shu pada Eyang RM Iman Soedjono yang berarti Guru Besar Muda/Guru Besar Kedua. Thai Lo Shu dan Dji Lo Shu di anggap tokoh yang mempunyai peranan penting di masyarakat etnis tiong hoa. Beliau berdua mempunyai keistimewaan dalam kehidupan nya dulu yaitu kemampuan untuk melepas kan secara total hawa nafsu dunia atau keterikatan pada duniawi,sanggup melakukan tapa brata memuja Tuhan dengan sempurna di setiap hembusan nafas nya tanpa mengharap apa pun hanya berdoa supaya semua mahkluk di dunia berbahagia. Pencapaian spiritual tertinggi telah beliau berdua dapat kan. Itulah sebab nya banyak warga etnis tionghoa yang datang berziarah ke Gunung Kawi. Untuk beribadah pun di areal makam Eyang Djugo dan Eyang RM Iman Soedjono di sediakan tempat peribadatan bagi pemeluk agama Budha dan Khong hu cu.<br /><br />Tentang mitos pesugihan atau hal hal klenik lain nya,sampai saat ini tidak ada bukti nyata tentang hal tersebut. Mereka yang menganggap Gunung Kawi adalah tempat untuk mencari pesugihan adalah anggapan yang salah yang tidak bisa di buktikan kebenaran nya. Pesugihan indentik dengan ada nya tumbal atau yang lain nya. Nah di Gunung Kawi sampai saat ini tidak pernah ada penyerahan atau permintaan tumbal tumbal. Pesugihan adalah hal musrik yang sangat di benci agama. Dan jika Gunung Kawi adalah tempat mencari pesugihan maka di sini tidak akan mungkin di bangun dan di sediakan tempat tempat peribadatan keagamaan. Dengan kata lain ” Masak tempat pesugihan banyak tempat ibadah?”. Jadi Gunung Kawi sebenar nya adalah tempat untuk mengheningkan pikiran,beribadah dan berdoa,bukan tempat untuk meminta. Bagi mereka yang merasa tujuan nya tercapai setelah berdoa di Gunung Kawi tidak lain karena mereka juga giat berusaha. Mustahil ada nya orang berdoa tanpa berusaha bisa kaya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sumber : </span><a href="http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2011/04/03/wisata-religi-gunung-kawi/">http://wisata.kompasiana.com</a><br /></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-9146400677528897842011-06-25T02:13:00.000-07:002011-06-25T02:17:00.567-07:00Wisata Religi Seribu Kuil<p style="text-align: justify;"><strong>UJUNG</strong> pagoda terlihat indah menyala di balik kokohnya dinding kompleks Grand Palace, Bangkok, Thailand, Kamis 28 April 2011. Matahari terik, panasnya terasa membakar kulit dan keringat spontan mengalir deras membasahi tubuh.</p><p style="text-align: justify;">Barisan pasukan kerajaan berseragam putih hitam dan senjata laras panjang berjalan keluar istana. Satu pesona lain dari Grand Palace yang menarik perhatian wisatawan.</p><p style="text-align: justify;">Mendekati pintu masuk kompleks Grand Palace, biksu-biksu cilik jalan berbaris menuju Wat Phra Kaew (Kuil Emerald Buddha). Kuil suci dan dihormati warga yang dibangun sejak abad ke-14.</p><p style="text-align: justify;">Grand Palace didirikan tahun 1782 dilatarbelakangi keinginan Raja Rama I untuk melestarikan seni dan budaya peninggalan Kerajaan Ayutthaya, sebagai pusat pemerintahan yang dihancurkan Burma tahun 1767.</p><p style="text-align: justify;">Dinding kokoh sepanjang 1.900 meter mengelilingi kompleks Grand Palace di atas lahan seluas 218.000 meter persegi di Pulau Rattanakosin yang dikelilingi kanal-kanal dibangun dengan mengikuti tata letak tradisional kompleks istana di Ayutthaya, salah satunya terlihat pada arah hadap Grand Palace ke utara dengan sungai Chao Phraya mengalir di sisi kirinya. Selama sekitar 150 tahun, Grand Palace merupakan tempat tinggal Raja Thailand.</p><p style="text-align: justify;">Arsitektur dan detail kuil luar biasa indah. Hal itu membuat para pengunjung terkagum-kagum. Tidak kurang 500.000 wisatawan berkunjung ke lokasi ini setiap hari pada puncak musim liburan. Jika beruntung, wisatawan bisa menyaksikan upacara penggantian jubah yang dikenakan patung Emerald Buddha yang dilakukan tiga kali setiap tahun, yaitu saat musim panas, musim hujan, dan musim dingin.</p><p style="text-align: justify;">Wisata religi bisa menjadi daya tarik tersendiri, terutama wisata religi agama Buddha di negara ”Seribu Kuil” tersebut.<strong> (Lucky Pransiska)</strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><span style="font-weight: bold;">Sumber : </span><a href="http://travel.kompas.com/read/2011/06/17/06533823/Wisata.Religi.Seribu.Kuil">http://travel.kompas.com</a><br /></strong> </p>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-91896701912364574092011-06-16T18:56:00.000-07:002011-06-16T19:31:22.606-07:00Sejarah Champa dan Asia Tenggara: Warisan dan Arah Riset yang baru<div style="text-align: justify;">Oleh<span style="font-weight: bold;"> Mohamed Effendy bin Abdul Hamid</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pendahuluan</span><br />Sebuah kerajaan bernama Champa pernah ada di Asia Tenggara. Kerajaan ini menguasai daerah yang sekarang merupakan Vietnam bagian selatan. Salah satu penyebutan pertama tentang Champa dan bangsa Cham dapat ditemukan dalam catatan China seperti catatan dinasti Sung yang menyebutkan bahwa beberapa orang Cham tiba di Hainan dari kota Cham atau “Zhancheng” pada 986 M.[1] Namun, menurut Dr Adam Fong, dalam disertasinya tentang sejarah China Selatan berdasarkan dokumen-dokumen China dari dinasti Sui, bangsa Cham sudah terlibat dalam aktivitas politik dan militer dengan China pada 446 M. Walaupun sesekali terlibat dalam konflik dengan tetangga-tetangganya seperti Khmer dan Annam untuk memperebutkan kontrol atas teritori dan perdagangan yang menguntungkan dengan China, bangsa Cham merupakan pembangun yang terampil dan telah membangun kuil-kuil dan patung-patung yang sangat indah dengan sofistikasi artistik dan arsitektural.<br /><br />Bangsa Cham secara terus menerus terlibat perang dengan Annam. Pada tahun 1365 M, bangsa Cham mengirim sebuah armada besar untuk menyerang Annam tetapi invasi ini dipukul mundur ketika raja Cham yang besar, Che Bong Nga, gugur dalam serangan tersebut.[2] Keruntuhan Champa sebagai sebuah kekuatan politik dan militer dimulai pada tahun 1471 ketika seorang raja yang kuat dari Annam, Raja Le Thanh Tong, membangun sebuah pasukan yang kuat dan menyerbu Cha Ban (Vijaya), pusat politik Champa. Serangan tersebut berhasil dan raja Cham yang bernama Tra Toan tertangkap. Setelah tahun 1471 M, Champa secara perlahan-lahan tidak lagi menjadi kekuatan politik, ekonomi dan militer Asia Tenggara karena Annam mengontrol teritori Champa dan bangsa Cham.<br /><br />Namun, jejak-jejak peradaban Cham seperti kuil-kuil, budaya dan bahasa Cham masih dapat ditemukan di banyak daerah di Vietnam Selatan. Harus dikatakan bahwa komunitas Cham masih ada di Vietnam Selatan dan daerah-daerah lain di seluruh Asia Tenggara seperti Kamboja, Thailand, dan Malaysia. Namun, mayoritas bangsa Cham di dalam komunitas-komunitas ini hidup miskin dan telah kehilangan kedaulatan politiknya. Bangsa Cham pada masa kini ada di Asia Tenggara sebagai sebuah kelompok etnis diaspora.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sumber-sumber Linguistis dan Asia Tenggara tentang Bangsa Cham</span><br />Buku Thurgood “From Ancient Cham and Modern Dialects” berpendapat bahwa ada sebuah hubungan yang erat antara bahasa Aceh dan bahasa Cham sembari mengutip karya-karya yang membandingkan kemiripan antara puisi epik Aceh dengan sajak-sajak berbahasa Cham.[3] Thurgood juga menyebutkan tentang Hikayat Potjuct Muhamat, sebuah puisi epik yang ditulis pada abad ke-17, dan berpendapat bahwa penyusunan beberapa rima tertentu dalam teks tersebut dilakukan pada tahap awal sejarah Aceh paling tidak 800 tahun lalu.[4] Thurgood, dalam sebuah makalah yang disajikan dalam International Conference of Aceh and Indian Ocean Studies yang pertama yang dilaksanakan pada tahun 2007, berpendapat bahwa dua migrasi penutur bahasa Cham, yang terjadi pada tahun 982 M dengan jatuhnya Indrapura, ibukota utara Champa, dan pada tahun 1471 M dengan jatuhnya ibukota selatan Champa, menurut Thurgood sambil mengutip Reid, “sangat sesuai dengan tarikh tertua yang tercatat tentang dinasti Aceh, sebuah tanggal yang ditemukan pada sebuah lonceng China” dan bahwa tarikh China tersebut “setara dengan akhir 1469 atau Januari 1470”.[5]<br /><br />Karya Thurgood adalah karya yang penting karena risetnya menunjukkan bahwa dengan melacak perkembangan linguistik dalam bahasa Aceh dan China maka dimungkinkan untuk merekonstruksi kaitan historis di antara kedua kerajaan tersebut dan yang lebih penting lagi memberikan kepercayaan pada gagasan bahwa Aceh pada mulanya dibangun (dan mungkin juga didirikan) oleh migrasi bangsa Cham ke daerah-daerah Sumatra. Namun, walaupun hubungan linguistik antara Champa dan Aceh telah terbukti, tetapi hanya ada sangat sedikit dokumentasi historis yang dapat memberikan penjelasan tambahan tentang hubungan antara Cham dan Aceh. Satu-satunya penyebutan langsung tentang hubungan antara Cham dan Aceh tercatat dalam Sejarah Melayu atau Malay Annals terutama pada bab 21 yang mengandung deskripsi berikut ini tentang dua pangeran Cham yang melarikan diri dari serbuan Raja Kuchi. [6] (Giao Chi, nama lama untuk Vietnam Utara sekarang): “maka ada dua orang anak raja Cempa, Shah Indera Berma seorang namanya, Shah Pau Ling seorang namanya; keduanya berlepas berperahu dengan orang banyak dan anak isterinya; maka Shah Pau Ling lalu ke Atjeh ialah raja asal Atjeh… Shah Indera Berma lalu ke Melaka…[7]” Pendiri Aceh, menurut Sejarah Melayu, adalah Shah Pau Ling dan kemungkinan besar dia juga membangun keluarga kerajaan pertama Aceh karena sang raja membawa istri-istri dan rombongannya.<br /><br />Sumber-sumber Vietnam seperti Dai Viet Su Ky Toan Thu mengandung sebuah deskripsi tentang serangan Champa pada tahun 1471 M dan menyebutkan larinya salah seorang saudara Tra Toan, raja Cham yang tertangkap dan dieksekusi oleh pasukan Le Thanh Tong: “Bấy giờ, vua đến Mễ Cần, tung binh tiến đánh, chém được hơn 300 thủ cấp, bắt sống hơn 60 tên. Trà Toàn nghe tin em mình thua chạy…” (Terjemahan: Kini, sang raja [Le Thanh Tong] tiba di Me Can [daerah yang sekarang menjadi Quang Ngai] dan terlibat dalam peperangan. Setelah membunuh lebih dari 300 dan menangkap 60 nama, Tra Toan (raja Cham) mendengar dan percaya bahwa adik laki-lakinya telah kalah dalam perang dan melarikan diri)”.[8]<br /><br />Berdasarkan spekulasi, apakah adik laki-laki Tra Toan ini adalah Pau Shah Ling atau Shah Indera Berma yang disebutkan oleh Sejarah Melayu? Tidak ada penyebutan lain tentang adik laki-laki Tra Toan ini dan jelas tidak ada detail lain dalam sumber tersebut yang terkait dengan bangsa Cham yang melarikan diri dari invasi, tetapi yang diberikan oleh Dai Viet Su Ky Toan Thu adalah deskripsi tentang penangkapan dan eksekusi ribuan orang Cham dan pembagian tanah Cham oleh raja Le Thanh Tong.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Manuskrip-manuskrip Cham</span><br />Sumber-sumber sejarah sangat terbatas dalam mengungkapkan tentang hubungan historis antara Aceh dan Champa. Namun, harus dikatakan bahwa memang ada sumber-sumber yang dapat diperiksa untuk mengungkapkan informasi historis tentang Champa. Salah satu sumber untuk riset semacam ini adalah manuskrip-manuskrip Cham. Tugas mengungkapkan data historis dari manuskrip-manuskrip Cham untuk memahami area abu-abu dalam sejarah Asia Tenggara telah dilakukan oleh beberapa sejarawan dan mereka telah menggunakan manuskrip-manuskrip Cham untuk menulis sejarah Champa secara lebih luas. Hal ini dapat dilihat dalam karya-karya Wong Tze Ken, Danny[9], seorang sejarawan dari Malaysia, dan Po Dharma[10], seorang sejarawan beretnis Cham yang tinggal di Malaysia, yang menggunakan informasi dari beberapa manuskrip Cham tertentu seperti Ariya Tuen Phaow, Po Chi Bri dan Ariya Po Ceng. Manuskrip-manuskrip ini mendeskripsikan tentang upaya Vietnam selama akhir abad ke-19 untuk mengasimilasikan bangsa Cham ke dalam budaya Vietnam dan penerapan kebijakan-kebijakan seperti hukum-hukum pajak yang perlahan-lahan menjadikan bangsa Cham tertindas secara ekonomis. Menurut Abdul Karim, seorang Cham Muslim yang melestarikan dan menerjemahkan manuskrip-manuskrip Cham, manuskrip-manuskrip Cham selalu dicurigai oleh otoritas Vietnam karena mengandung beberapa informasi yang mencerminkan tindakan-tindakan keras oleh bangsa Vietnam terhadap bangasa Cham selama abad ke-18 dan ke-19.<br /><br />Hal ini dapat dilihat dalam manuskrip yang menyinggung tentang kebijakan-kebijakan Kaisar Minh Menh pada abad ke-19.[11] Banyak orang Cham yang ditangkap dan manuskrip-manuskrip Cham dibakar dan dihancurkan untuk menghapus kesadaran sejarah dan intelektual bangsa Cham. Tindakan penghancuran yang sama diulangi lagi menyusul kemenangan kaum komunis pada tahun 1975. Menurut Abdul Karim, kaum komunis Vietnam bahkan menggunakan koleksi manuskrip Phanrang Cham Cultural Centre sebagai kayu bakar.[12] Lebih banyak lagi manuskrip yang pada akhirnya dihancurkan.<br /><br />Manuskrip-manuskrip tersebut memberikan perspektif yang menarik dari sudut pandang bangsa Cham tentang penindasan oleh bangsa Vietnam, dan bagaimana bangsa Cham memandang ekspansi dan kontrol yang tak bisa ditawar-tawar oleh orang Vietnam dalam bidang politik, ekonomi, budaya dan sosial. Namun, banyak manuskrip yang telah dihancurkan dan saat ini sedang dilakukan upaya untuk melestarikan manuskrip-manuskrip yang masih ada.<br /><br />Masalah yang ada pada mansukrip-manuskrip semacam itu adalah bahwa sebagian besar dari manuskrip-manuskrip tersebut tidak memiliki tarikh atau bahkan tidak membubuhkan nama pengarang sehingga diabaikan oleh para sejarawan. Menurut Abdul Karim, seorang Cham Muslim peneliti manuskrip-manuskrip Cham, masalahnya menjadi semakin serius karena orang Cham sendiri hanya memiliki sedikit pengetahuan dan sayangnya juga telah lupa tentang sistem penanggalan dan terminologi Cham. Apalagi, menurut Abdul Karim, para penulis Cham lebih suka tetap anonim karena adanya kebijakan-kebijakan represif negara Vietnam. Banyak orang Cham yang takut akan ditangkap jika mereka ketahuan menulis. Manuskrip-manuskrip Cham juga ditulis dengan menggunakan banyak metafor dan analogi. Hal ini menyulitkan pembacaan atas manuskrip-manuskrip Cham sebagai dokumen sejarah yang valid dan akurat oleh para sejarawan. Akhirnya, masalah terbesar pada manuskrip-manuskrip Cham adalah bahwa masyarakat Cham telah berubah. Manuskrip-manuskrip Cham melukiskan tentang sebuah dunia yang pernah ada pada masa lalu; maka informasi yang tersedia dalam manuskrip-manuskrip Cham hanya dapat dibaca tetapi tidak dapat benar-benar dipahami karena konteks budaya dan sosialnya tidak dapat dirujuk. Hal ini membatasi para sejarawan dalam mengungkapkan informasi historis tentang bangsa Cham dan relasi historisnya dengan sejarah Asia Tenggara.<br /><br />Maka, dapat dilihat bahwa mayoritas manuskrip Cham tidak dapat digunakan jika orang menerapkan pendekatan sejarah konvensional, yaitu sejarah saintifik di mana sejarawan mencari fakta-fakta historis dalam dokumen dan memperoleh tarikh dan melakukan verifikasi atas penulis sumber tersebut. Dengan kata lain, para sejarawan ini percaya bahwa “semakin akurat para sejarawan dalam penemuan fakta, maka semakin dekat kita untuk memenuhi diktum Ranke pada abad ke-19, wie es eigentlich gewesen, atau mengetahui sejarah sebagaimana yang memang terjadi. Menghasilkan kebenaran berarti sama dengan menghasilkan fakta.”[13] Mereka membaca manuskrip-manuskrip Cham untuk mengumpulkan fakta-fakta tentang sejarah Cham. Namun, ini hanya akan berarti bahwa orang bisa membaca sebuah fraksi saja dari apa yang tersedia. Mayoritas manuskrip Cham merepresentasikan mitos-mitos, dongeng-dongeng dan analogi-analogi. Maka, tugas untuk menemukan bukti sejarah bagi hubungan antara Aceh dan Cham menjadi sulit karena fakta-fakta historis semakin sulit untuk dihasilkan dari sumber-sumber semacam itu.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kebermanfaatan Sumber-sumber Lokal Asia Tenggara</span><br />Namun, tidak berarti bahwa sumber-sumber seperti mitos, dongeng dan analogi adalah sumber yang tidak berguna. Sumber-sumber ini tidak menawarkan lirikan-lirikan yang menarik tentang kemungkinan hubungan antara Aceh dan Champa. Variasi-variasi Hikayat Aceh boleh jadi mengandung petunjuk dan bahkan detail tentang hubungan antara Aceh dan Champa. Sebuah teks yang disebut Hikayat Raja Jeumpa, sebuah teks Aceh, mengandung istilah-istilah menarik yang harus diperiksa untuk memperoleh informasi tentang Cham dan Aceh.[14] Cerita tersebut menyebutkan tentang “Negeri Jeumpa” yang diperintah oleh Raja Abdulah dan ratunya, Ratna Keumala. Sang ratu melahirkan Siti Geulima dan Raja Jeumpa dan meninggal ketika Raja Jeumpa masih berusia tiga tahun. Raja Jeumpa segera ditabalkan sebagai pewaris tahta. Cerita berlanjut dengan menyebut tentang seorang raja bernama Raja Buang, yang memerintah Kerajaan Darul Aman. Atas anjuran para abdinya untuk menikah, Raja Bujang meminang Siti Geulima dan menikahinya. Raja Bujang menjadi raja Jeumpa dan kerajaannya, Darul Aman, diperintah oleh seorang menteri. Bagian yang paling menarik dari cerita Hikayat Raja Jeumpa adalah penyebutan tentang perang antara Raja Cina dan Negeri Jeumpa. Negeri Jeumpa diserang. Namun, dengan bantuan Po Ni atau Ni Musip Tapa (dalam cerita dilukiskan sebagai seorang wanita suci) dan Raja Kera, Raja Jeumpa berhasil mengalahkan Raja Cina dan merebut kembali wilayahnya.<br /><br />Ada sejumlah aspek yang menarik dalam cerita tersebut. Nama “Jeumpa”, wanita bernama Po Ni, dan perang melawan Raja Cina. Nama Jeumpa dan Champa adalah variasi yang maknanya sama, yaitu kerajaan. Wanita tua yang bernama Po menarik karena “Po” adalah sebuah gelar tua yang digunakan oleh bangsa Cham untuk para penguasa Cham bahkan hingga hari ini. Di antara raja-raja Cham yang terkenal di phanteon Cham, terdapat kuil-kuil Po Klong Garai dan Po Nagar yang didirikan atas nama mereka (kuil-kuil yang dipersembahkan untuk Po Klong Garai dan Po Nagar dapat ditemukan di Vietnam Tengah, masing-masing terletak di Phanrang dan Nhatrang). Tetapi, yang paling menarik adalah penyebutan tentang peperangan dengan Raja Cina di dalam Hikayat tersebut. Kita bertanya-tanya, apakah hal itu menyinggung peperangan melawan Dai Viet? Apalagi, Sejarah Melayu, dalam bab yang mengandung cerita tentang Cham menyebutkan bahwa para pengausa Cham berperang melawan Raja Kuchi karena dia tidak diberi izin untuk menikahi putri Cham, sedangkan dalam Hikayat Raja Jeumpa, perang melawan Raja Cina dimulai ketika dia juga tidak diizinkan untuk menikahi putri Raja Jeumpa. Di dalam cerita-cerita orang Aceh yang lain, seperti dalam cerita Puteri Gombak Emas, penyerbuan negara Gulita Sagob terjadi ketika raja Cina memohon izin untuk menikahi seorang putri yang bernama “Puteri Jambil Emas” ditolak.[15] Walaupun cerita-cerita ini mengandung informasi menarik yang boleh jadi menjadi rujukan tentang pengalaman historis Champa, masih banyak riset yang harus dilakukan tentang Hikayat-hikayat semacam ini dan cerita-cerita lain yang bisa jadi mengandung informasi lebih banyak yang dapat memberikan lebih banyak petunjuk tentang sejarah hubungan antara Cham dan Aceh.<br /><br />Karena sumber-sumber terbatas dan para sejarawan dipaksa untuk memijak daerah perkiraan yang berbahaya, bagaimana mereka mengatasi keterbatasan semacam ini? Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan perbandingan antara kebudayaan tradisional Cham dan Aceh dan praktek-praktek mereka, terutama praktek-praktek istana dan ritual, organisasi sosial dan gaya hidup. Namun, sebelum hal ini dapat dilakukan, kita harus memahami secara spesifik apa saja kebudayaan Cham dan manifestasi-manifestasinya. Hal ini dapat dilakukan karena beberapa aspek kebudayaan Cham yang asli masih ada di Vietnam Tengah terutama di dalam komunitas-komunitas Cham Hindu yang masih mempraktekkan agama tradisional dan budaya Champa. Perbandingan artistik dan arsitektural Cham-Aceh juga dapat dilakukan. Namun, tugas perbandingan ini menjadi semakin sulit dengan adanya fakta bahwa kebudayaan Aceh telah berkembang selama ratusan tahun dengan menyerap pengaruh-pengaruh budaya dari daerah yang “menguburkan” bukti apapun tentang pengaruh-pengaruh Cham. Namun, riset tetap harus dilakukan untuk menilai kemanjuran pendekatan ini. Arkeologi juga dapat diterapkan untuk menemukan kaitan historis antara Aceh dan Champa dan juga pencarian berbagai artefak, seperti lonceng China yang disebutkan oleh Thurgood, untuk memberikan bukti lebih banyak tentang relasi historis Cham-Aceh.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Cham dan Islam</span><br />Bangsa Cham Vietnam dan Kamboja adalah komunitas paling menarik yang ada di Asia Tenggara pada masa kini terutama dalam usaha untuk memahami lebih jauh tentang proses Islamisasi di Asia Tenggara. Harus dikatakan bahwa melacak proses Islamisasi dalam sejarah Asia Tenggara adalah proses yang sulit. Manuskrip-manuskrip Cham adalah sumber-sumber yang penting dan sekaligus menjadi sasaran makalah ini untuk menjelaskan manuskrip-manuskrip Cham sebagai sumber-sumber yang penting bagi studi tentang Islamisasi Cham.<br />Karya-karya yang Penting.<br /><br />Karya penting Manguin yang berjudul “The Introduction of Islam to Champa” menjelaskan tentang pentingnya memahami proses Islamisasi bangsa Cham dan riset tentang komunitas-komunitas Muslim Cham yang ada pada masa kini.[16] Lebih dari sekadar mengeksplorasi berbagai sumber sejarah pra-kolonial yang menyebutkan tentang Cham, Manguin memeriksa ulang isu-isu semacam itu dalam kaitannya dengan perkembangan baru dalam studi Islam di Asia Tenggara. Artikel tersebut ditulis pada tahun 1979 dan mencoba untuk memahami sejarah Islamisasi Cham dan proses-prosesnya. Untungnya, karya ini telah dilengkapi dengan karya-karya seperti karya Po Dharma yang berjudul “Le Panduranga (Campa)-1802 – 1835, yang sangat penting karena mengemukakan sebuah sumber Cham yang menyebutkan tentang peran seorang pemimpin Cham yang datang ke Binh Thuan dari Kelantan pada tahun 1833, bernama “Katip Sumat”, dan mengumpuulkan lagi bangsa Cham dan para pendukungnya dan memberontak melawan Vietnam.[17] Karya Po Dharma, yang ditulis pada tahun 1987, menunjukkan pentingnya memahami sejarah Islamisasi Cham sebagai aktivator tindakan politik dan militer. Yang melengkapi karya Po Dharma adalah artikel yang ditulis oleh Danny Wong Tze Ken berjudul “Vietnam-Champa Relation and the Malay-Islam Regional Network in the 17th – 19th Centuries” yang menekankan jejaring regional Melayu-Islam di Asia Tenggara, yang terutama berpusat di Semenanjung Malaya yang berperan dalam perlawanan Cham atas Vietnam.[18]<br /><br />Selain karya-karya para sejarawan, kontribusi penting juga telah diberikan oleh para antropolog. Rei Nakamura, seorang antropolog yang mempelajari tentang bangsa Cham di Vietnam Selatan, dalam artikelnya yang berjudul “The Cham Muslims in NinhThuan Province, Vietnam” (2008), mencoba memahami prinsip struktur ganda dalam kosmologi Cham yang disebut Awar dan Ahier. Menurut Nakamura, Ahier dan Awar adalah kunci untuk memahami pandangan dunia bangsa Cham (Urang Cham).<br /><br />Bangsa Cham telah menyerap Islam dan hal ini menjadi landasan identitas kelompok yang disebut sebagai “Chami Bani”. Selain Cham Bani, sebenarnya ada dua kelompok lain, misalnya Cham Balamon. Cham Balamon mempraktekkan sebuah bentuk Hinduisme yang sinkretik. Upacara-upacara religius dilakukan dalam kuil-kuil kuno (yang disebut Bimong Po Klong Garai dan Bimong Po Sah Nu). Mereka memiliki tabu untuk tidak memakan daging sapi dan mengkremasi jenazah. Mereka dipimpin oleh pendeta yang disebut “Halau Tamunay Ahier”. Namun, Cham Bani mempraktekkan sebuah bentuk Islam sinkretik dan memuja Po Alwah (Allah) dalam masjid yang mereka sebut sebagai “Thang Muki”. Mereka tidak memakan daging babi dan menguburkan jenazah. Mereka dipimpin oleh seorang pemimpin religius yang bernama “Halau Tamunay Awar”. Cham Bani menyebut Ramadhan sebagai “Ramuwan” yang berlangsung pada saat yang hampir sama dengan Ramadan. Tiga hari sebelum Ramadan, Cham Bani akan melaksanakan beberapa upacara dan mengunjungi makam para leluhur.<br /><br />Karya penting yang lain adalah karya Phillip Taylor yang berjudul “Cham Muslims of the Mekong Delta: Place and Mobility in the Cosmopolitan Periphery”.[19] Dalam karya ini, dia mencoba membahas tentang koherensi kultural, geografis, dan historis dari Cham Muslims di Delta Sungai Mekong melalui pemeriksaan etnografis untuk memahami peran Islam dalam identitas, budaya dan pengalaman material Muslim Cham.[20]<br /><br />Apakah hakikat Islamsiasi Cham sebelum masa itu? Para sarjana Perancis mencoba membahas isu ini karena semakin tertarik dengan komunitas-komunitas Muslim Cham, yang merupakan kawula kolonial mereka. Artikel yang ditulis oleh Marcel Ner “Les Musulmans de l‘Indochine francaise” memberikan deskripsi yang menarik tentang komunitas-komunitas Cham Muslim yang ada di Vietnam dan Kamboja. Datanya dikumpulkan dari komunitas-komunitas Cham Muslim pada bulan April dan Mei 1937 dan memberikan informasi bagi para pejabat Perancis tentang populasi orang Cham Muslim. Studi Durrand tentang Bani Cham Vietnam, yang diterbitkan pada tahun 1901, menawarkan wawasan yang menarik tentang bagaimana konsep-konsep dan ide-ide Islam dilokalisasikan oleh bangsa Cham terutama dalam upacara-upacara keagamaan dan pernikahan komunitas Bani Cham di Phanrang, Vietnam Tengah. Namun, yang paling menarik adalah keterangan Durrand tentang sebuah “manuskrip yang menarik” yang ditemukan di sebuah desa Cham bernama Palei Tanrang, (Vietnam Tengah, Phanrang), di mana dia menerjemahkan ke dalam bahasa Perancis tentang cara bansga Cham melokalisasikan istilah-istilah Islam sepertu Po Uwlwah (Allah), Po Adam (Adam), Patri Maryam (Putri Maria) dan Nobi Mohammat (Nabi Muhammad). Durrand menyimpulkan bahwa bahan-bahan semacam ini menerangkan tentang proses-proses integrasi Islam ke dalam kosmologi lokal Cham.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Cerita tentang Islamisasi Cham</span><br /><span style="font-weight: bold;">Ariya Cam Bani</span><br />Proses integrasi dengan kosmologi lokal Cham, menurut manuskrip-manuskrip Cham, adalah tidak begitu halus. Salah satu manuskrip Cham yang menarik adalah Ariya Cham Bani.[21] Manuskrip ini tidak membubuhkan nama pengarang, tidak bertarikh, dan hal ini umum terjadi pada banyak manuskrip Cham. Ceritanya adalah sebagai berikut:<br /><br />Dulu kala di sebuah desa hiduplah seorang gadis Cham Ahier (Hindu sinkretik, Brahmana), seorang putri kesayangan sebuah keluarga yang sangat konservatif. Pada suatu hari, dia bertemu dengan seorang pemuda Cham Bani (Muslim non-ortodoks) dan jatuh cinta kepada si pemuda. Walaupun ada larangan untuk berhubungan antara Cham Ahier dan Cham Bani, mereka tetap melanjutkan hubungan mereka. Ketika orangtua si gadis mendengar tentang hal itu, mereka mencoba meyakinkan si gadis bahwa seorang gadis Cham Ahier tidak pernah akan dapat menikah dengan seorang laki-laki yang berasal dari kelompok Cham yang berbeda. Hal ini disebabkan karena perikahan antara seorang gadis Cham Ahier dengan seorang pemuda Cham Bani akan mencederai kehormatan silsilah ibu. Si gadis patuh tetapi dia masih mencintai pemuda tersebut dan akhirnya jatuh sakit. Pada suatu hari si gadis memutuskan untuk meninggalkan rumahnya secara diam-diam untuk menemui kekasihnya dan dia melakukan ini berulang-ulang. Akhirnya, orangtua si gadis mendengar bahwa putri mereka masih tetap menjalin hubungan dengan pemuda tersebut dan menjadi begitu marah sehingga mereka memperlakukannya dengan sangat kasar dan mengusirnya dari rumah. Si gadis pergi dan tinggal bersama pemuda itu jauh dari desa. Namun, setelah dia diusir oleh keluarganya, si gadis menjadi murung dan jatuh sakit dan meninggal beberapa hari kemudian. Walaupun putri mereka telah meninggal, orangtuanya tetap tidak mau melakukan apapun terhadapnya. Si pemuda Cham Bani mengatur upacara kremasi menurut adat Cham Ahier. Ketika api pembakaran berkobar, si pemuda melempakan dirinya ke dalam api.<br /><br />Cerita tersebut memunculkan pertanyaan, mengapa si penulis menekankan kesatuan dan cinta antara kelompok-kelompok Cham Hindu dan Muslim dengan tiba-tiba? Apakah ini merupakan sebuah komitmen tentang kecenderungan bansga Cham untuk bercerai berai sebagai bangsa sepanjang sejarah? Apakah ini sebuah indikasi tentang apa yang dipikirkan oleh penulis tentang bagaimana seharusnya kehidupan masyakat Cham? Apakah ini sebuah petunjuk tentang bagaimana bangsa Cham melihat dan memahami peran Islam dan kelompok Muslim dalam masyarakat Cham? Cham Bani yang melemparkan diri ke dalam api dapat dianggap sebagai sebuah simbol perlawanan pada penyimpangan dari norma-norma budaya dan tradisi yang ada yang telah menentukan hubungan antara Cham Ahier dan Cham Awal. Selanjutnya, dari teks tersebut kita dapat menyimpulkan tentang situasi hubungan antara Hindu dan Muslim di Champa, yaitu bahwa mungkin terdapat suatu aspek kekejaman tertentu. Ide tentang co-dependency (saling ketergantungan), cinta dan toleransi juga selalu muncul. Yang lebih penting lagi, dengan cara tertentu, bangsa Cham dapat melawan fragmentasi sosial pada saat-saat tertentu dalam sejarah Cham dan penulis teks ini membuat beberapa pernyataan yang menentang hal tersebut.<br /><br />Mungkin kita tidak akan pernah tahu pada periode sejarah yang mana teks ini ditulis, tetapi dari teks itu kita dapat menyimpulkan bahwa pada suatu saat dalam sejarah, Islam menjadi sebuah aspek dalam identitas etnis bangsa Cham walaupun terdapat juga kelompok-kelompok non-Muslim lain di Vietnam. Tetapi proses itu masih belum diketahui.<br /><br />Dalam sejarah, jelas bahwa perkiraan saja tidak dapat dibenarkan. Teks tersebut tidak dapat diperlakukan sebagai hal yang faktual, tetapi kebenaran tidak hanya terkait dengan bukti faktual. Kebenaran juga terkait dengan kebenaran moral, yang merupakan lapis kebenaran yang lain. Teks ini memiliki banyak lapisan dan yang harus diselidiki adalah apakah yang benar-benar diungkapkan oleh teks ini. Apa sajakah makna-makna, maksud-maksud dan agenda-agenda yang dilapisinya?<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Akayet Um Marup</span><br />Manuskrip lain yang juga menarik adalah Akayet Marup.[22] Pengarang dan tarikh tidak diketahui.<br /><br />Um Marup adalah putra raja Harum Mak. Pada suatu hari, dia meninggalkan istana untuk berburu dan bertemu dengan Po Nabi (Tuan Nabi) dan kalifah Po Ali serta Abukhar Uman Suman. Po Ali mengajarkannya tentang pentingnya Islam dan kesenangan yang akan diperolehnya setelah meninggal. Um Marup kemudian memutuskan untuk meninggalkan tahta dan beralih ke dalam agama Islam agar dapat menikmati kesenangan-kesenangan di surga. Ayah Um Marup yang murka mencoba untuk meyakinkan Um Marup bahwa keinginannya akan menghinakan tradisi para leluhur kerajaan. Namun, Um Marup dibantu oleh Po Nabi dan berhasil mengatasi setiap rintangan yang diberikan oleh ayahnya. Dalam pertempuran terakhir antara Um Marup dan pasukan ayahnya, Um Marup (yang hampir menang) diserang (dengan cara yang licik) dan dibunuh oleh raksasa Kai Glong. Po Nabi dan para malaikat langit kemudian membawa jenazah Um Marup ke tahta Po Aluah. Untuk membalas dendam si pangeran, Po Nabi melancarkan serangan besar terhadap raja Harum Mak. Sang raja kalah dan bersedia beralih agama menjadi Islam, sebagaimana putranya.<br /><br />Ini adalah aspek lain dalam proses Islamsiasi Cham, yaitu bahwa konlik dan kontestasi dengan sistem kekuasaan tradisional agaknya menjadi penanda konversi elit Cham pada titik tertentu dalam sejarah.<br /><br />Adalah menarik untuk menekankan bahwa proses-proses yang sama agaknya juga terjadi pada komunitas Cham Muslim. Selain terintegrasi ke dalam kosmologi dan politik Cham di Vietnam, Islam juga menjadi sebuah sumber aktivasi politik bagi Muslim Cham di Kamboja pada abad ke-17. Menurut Kersten, Muslim Cham dan komunitas pedagang Melayu di Kamboja berpartisipasi dalam sebuah kudeta yang berhasil atas seorang Pangeran Khmer, yang pada tahun 1643 M beralih memeluk Islam dan melakukan sunat. Dia memakai gelar Sultan Ibrahim atau Rama Cul Sas (Raja Rama yang memeluk agama Islam). Karya Kersten selanjutnya menggambarkan aktivitas historis komunitas Muslim Cham di Kamboja. Dia juga menggambarkan tentang peran utama yang dimainkan oleh komunitas Muslim Melayu dan Cham dalam menyebabkan perubahan politik pada abad ke-17 di Kamboja.<br /><br />Bagaimana bangsa Cham mempersepsi Islamisasi dan cerita macam apa yang dimiliki oleh manuskrip-manuskrip Cham yang dapat menerangkan tentang proses Islamisasi? Jelaslah bahwa bangsa Cham memiliki cerita-cerita Islamisasi dan masih diperlukan banyak riset untuk mengungkapkan dan memahaminya. Namun, masalah kepengarangan, pertarikhan, dan ketelitian (kejujuran) manuskrip-manuskrip tetap menjadi rintangan besar untuk menjawab isu-isu penting ini.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Arah Riset pada Masa yang akan Datang: Kemungkinan Metode</span><br />Walaupun tugas ini sulit, saya terdorong oleh upaya yang dilakukan oleh para sejarawan lain untuk menggunakan sumber-sumber tertulis primer lokal dari Asia Tenggara. Karya Drakard, “A Kingdom of Words: Language and Power in Sumatra” terutama menganalisis surat-surat dan segel-segel kerajaan Minangkabau pada abad ke-17 dan ke-18.[23] Yang menarik dari pemeriksaannya adalah Surat Cap. Dia mengungkapkan bahwa genre Surat Cap diambil dari struktur dan warisan historis kuno yang diwariskan oleh Sriwijaya, kerajaan Melayu dan masa kekuasaan Adityawarman, untuk menempa sebuah bahasa kekuasaan yang digunakan oleh para penguasa Minangkabau pada abad ke-17 dan ke-18 di Minangkabau Sumatra.[24] Tekniknya dapat digunakan dalam pembacaan saya tentang manuskrip-manuskrip Cham terutama dalam pemeriksaan atas kata-kata tertentu dan rangkaian kosakata dan makna serta tujuan di baliknya untuk memahami keserupaan konsepsi-konsepsi Cham lokal tentang polis “nagar”, keberlimpahan (abundance) “kaya, lo” dan keagungan “praong” (kekuatan, kebesaran) dan “Rija” (raja).<br /><br />Karya Weiner yang berjudul “Visible and Invinsible Realms: Power, Magic, and Colonial Conquest in Bali” mengungkapkan analisisnya tentang konsepsi ideologis Bali tentang kekuasaan kerajaan berdasarkan sebuah teks kunci Klungkung, Babad Dalem, yang menggugat misinterpretasi kolonial Belanda tentang orang Bali dan memberikan wawasan-wawasan baru tentang hakikat ke-raja-an di Asia Tenggara.[25] Weiner berpendapat bahwa Babad Dalem memberikan wawasan yang berharga tentang konsepsi diri para penguasa Klungkung dan juga tentang bagaimana mereka menciptakan sejarah yang membentuk cara pandang para penguasa Klungkung atas diri mereka sendiri (Weiner:99).[26] Ada beragam bentuk Babad Dalem dan sebagaimana sebagian besar teks prosa Bali, manuskrip-manuskrip ini anonim dan tak bertarikh. Namun, Wiener melakukan pembacaan mendalam atas teks-teks semacam ini dan dengan konsultasi dengan para pendeta dan informan Bali, dia berhasil memperoleh pemahaman yang lebih mendalam dan bernuansa secara kultural tentang bagaimana para penguasa Klungkung memahami kekuasaan. Dengan cara yang sama, teknik analisis Weiner dapat digunakan untuk memahami konsepsi bangsa Cham tentang kekuasaan kerajaan. Dengan konsultasi langsung dengan para tetua Cham di Phanrang, saya akan mencoba memahami kronik-kronik kerajaan Panduranga dan juga teks-teks kunci Cham seperti Ariya Klau Ray (Cerita tentang bertahtanya tiga raja) dan Dalukan Po Klong (Cerita tentang Po Klong) dan juga teks-teks lain yang mengandung cerita-cerita tentang para raja Cham yang penting.<br /><br />“Making Blood White: Historical Transformations in Early Modern Makassar” karya Cummings menganalisis teks-teks sejarah Makassar seperti kronik-kronik kerajaan, genealogi, dan kompilasi adat dan hukum.[27] Dia berpendapat bahwa teks-teks ini merupakan agen-agen perubahan dalam penciptaan suatu pemahaman yang baru tentang masa lalu untuk melegitimasi kekuasaan para penguasa Makassar. Cara Cummings membaca manuskrip-manuskrip Makassar penting, di mana membaca di istana Gowa memberinya pemahaman yang lebih baik tentang bahan dan dipandu oleh putra dari penasehat terakhir penguasa Gowa. Dengan cara yang sama, saya akan membaca manuskrip-manuskrip Cham di sejumlah tempat kunci seperti masjid Brahamana/Muslim sinkretik Cham yang bernama “Thang Muki” dan berbagai kuil Cham penting lain di Phanrang seperti Bimong Po Klong Garai, Bimong Po Rome dan Bimong Po Nagar (di Nha Trang) untuk memperoleh pembacaan yang bernuansa secara kultural atas manuskrip-manuskrip Cham.<br /><br />Para sejarawan dari bidang-bidang sejarah yang lain juga telah memperlihatkan keberhasilan dalam mengatasi keterbatasan sumber-sumber tertulis primer. Yang terkemuka adalah karya Inga Clendinnen “Ambivalent Conquests: Maya and Spaniard in Yucatan, 1517 – 1570”, yang berpendapat bahwa pemahaman bangsa Maya tentang sejarah memberikan mereka sebuah ketahanan kultural yang luar biasa dan memungkinkan mereka untuk mempertahankan elemen-elemen tertentu dari tatanan tradisional mereka.[28] Dia mendukung argumennya dengan menerapkan pengamatan etnografis dan secara cermat menangani bukti pemeriksaan untuk membahas Buku Chilam Balam, sebuah teks Maya yang penting. Menurut Clendimen, “Buku Chilam Balam adalah benda hidup bagi orang-orang Maya perdesaan. Isi dan bentuknya memperlihatkan pemahaman orang Maya tentang ‘pengetahuan‘ dan bagaimana cara untuk mencapainya”. Selanjutnya, menurutnya, “akan tampak bahwa seolah-olah model esensialnya diturunkan dari dedikasi yang kokoh atas pengamatan yang cermat dan pencatatan pergerakan di langit yang membentuk landasan bagi sistem makna dan mode ekspresi bansga Maya”.[29] Yang dilakukan oleh Clendimen adalah bahwa untuk memahami teks Maya juga harus memahami kosmologi Maya. Dalam analisis saya tentang manuskrip-mansukrip Cham, saya akan mengintegrasikan pemahaman kosmologis Maya terutama prinsip struktur ganda bangsa Cham di Phanrang yang bernama Ahier Awal, yang menurut Rie Nakamura, seorang antropolog terkemuka dalam bidang Cham, menyampaikan petunjuk-petunjuk penting tentang cara orang Cham memandang etnisitas mereka dan tempat mereka di dunia.<br /><br />Memahami lebih lanjut tentang landasan historis dari dunia kosmologis Cham adalah juga merupakan pendekatan untuk memahami mansukrip-manuskrip ini karena akan memungkinkan pembacaan mendalam atas manuskrip-manuskrip Cham untuk menyingkapkan tentang bagaimana bangsa Cham memahami konsep-konsep dan istilah-istilah yang penting untuk memberikan struktur (structuring) kosmologi Cham. Selain manuskrip-manuskrip Cham, sebuah studi tentang ritual dan perayaan Cham juga penting untuk memahami bagaimana bangsa Cham memanfaatkan pengetahuan kosmologis dalam mereafirmasi (menegaskan ulang) pengertian mereka tentang keterkaitan historis dengan tanah dan kekuasaan yang dikandungnya dan juga keberlanjutan praktek-praktek tersebut hingga hari ini.<br /><br />Yang juga penting adalah studi tentang “lanskap-lanskap mental” di mana konsep-konsep ini diingat, dipahami dan memperoleh potensi dan makna yang lebih besar bagi bangsa Cham. Dam (binuk), kuil (bimong), dan kubur-kubur serta situs-situs kuno di mana bangsa Cham bertempur dan mati dalam peperangan mereka melawan bangsa Vietnam (Urang Yuen). Tempat-tempat ini selanjutnya menegaskan perasaan keterhubungan bangsa Cham dengan “Nagar Cham” (negara Cham) dan sebagai “Urang Cham” (bangsa Cham) dan upacara-upacara serta festival-festival ini mengintensifkan dan menghasilkan ulang pengertian bangsa Cham tentang diri mereka sendiri sepanjang sejarah.<br /><br />Sumber-sumber Perancis, Melayu, dan Vietnam harus dikonsultasi karena memberikan kontekstualisasi sejarah atas manuskrip-manuskrip Cham dan diharapkan bahwa melalui pemahaman atas landasan historis bagi dunia kosmologis Cham, pertanyaan-pertanyaan penting seperti proses Islamisasi bangsa Cham, hubungan antara Cham dengan dunia Melayu dalam sejarah dan bagaimana bangsa Cham memahami dan mempersepsi bangsa Vietnam dalam sejarah akan dapat dipahami dengan nuansa yang lebih luas.<br /><br />Sebagai kesimpulan, sang sejarawan harus teguh berdiri di hadapan tantangan untuk memperoleh bahan kesejarahan yang lebih banyak agar dapat menjelaskan dengan lebih baik tentang relasi antara Cham dengan Asia Tenggara. Alasan bagi kecilnya kemajuan yang diperoleh oleh sejarawan dalam mengungkapkan bukti adalah semata-mata karena kurangnya sumber-sumber historis dan riset tentang sumber-sumber tersebut. Para linguis telah menunjukkan adanya hubungan antara Champa dan Aceh. Sekarang saatnya bagai sejarawan untuk melakukan hal yang sama.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Bibliografi:</span><br />• Abd. Rahman al, Ahmadi. Alam Melayu : Sejarah Dan Kebudayaan Campa. Cet. 1. ed, Siri Kebudayaan Kebangsaan. Kuala Lumpur<br />• [Paris]: Kementerian Kebudayaan dan Pelancongan ;<br />• Ecole Française d‘Extrême-Orient, 1988.<br />• ———. Syair Siti Zubaidah Perang China : Perspektif Sejarah. Cet. 1. ed. Kuala Lumpur: Perpustakaan Negara Malaysia, 1994.<br />• ———. Tamadun Rumpun Budaya Melayu. Cet. 2. ed, Siri Pemikiran Tokoh. Kuala Lumpur: Kementerian Kebudayaan, Kesenian dan Warisan Malaysia, 2004.<br />• Boisselier, Jean. La Statuaire Du Champa : Recherches Sur Les Cultes Et L‘iconographie, Publications De L‘école Française D‘extrême-Orient. Paris: Ecole française d‘Extrême-Orient, 1963.<br />• Cooke, Nola, and Tana Li. Water Frontier : Commerce and the Chinese in the Lower Mekong Region, 1750-1880, World Social Change. Singapore<br />• Lanham, MD: Singapore University Press ; Rowman & Littlefield, 2004.<br />• Cummings, William. Making Blood White: Historical Transformations in Early Modern Makassar. University of Hawaii Press, 2002.<br />• Clendinnen, Inga . Ambivalent Conquests: Maya and Spaniard in Yucatan, 1517 – 1570 Cambridge University Press, 1989<br />• Corfield, Justin J. The History of Vietnam, The Greenwood Histories of the Modern Nations,. Westport, Conn.: Greenwood Press, 2008.<br />• Drakard, Jane. A Kingdom of Words: Language and Power in Sumatra. Oxford University Press, USA, 1999<br />• Dutton, George Edson. The Tây Son Uprising : Society and Rebellion in Eighteenth-Century Vietnam, Southeast Asia--Politics, Meaning, and Memory. Honolulu: University of Hawai‘i Press, 2006.<br />• Guillon, Emmanuel, and Tom White. Hindu-Buddhist Art of Vietnam : Treasures from Champa. Trumbull, Conn.: Weatherhill, 2001.<br />• Hardy, Andrew, Mauro Cucarzi, Patrizia Zolese, and École française d‘Extrême-Orient. Champa and the Archaeology of M*Y S*N (Vietnam). Singapore: NUS Press, 2009.<br />• International Office of Campa., and University of California Berkeley. Center for Southeast Asia Studies. Le Camp*a Et Le Monde Malais : Actes De La Conférence Internationale Sur Le Camp*a Et Le Monde Malais, Publications Du Centre D‘histoire Et Civilisations De La Péninsule Indochinoise. Paris: Centre d‘histoire et civilisations de la Péninsule indochinoise, 1991.<br />• Københavns universitet. Socio-kulturelle institut Campa Danmark. Actes Du Séminaire Sur Le Campa, Travaux Du Centre D‘histoire Et Civilisations De La Péninsule Indochinoise. Paris: Centre d‘histoire et civilisations de la péninsule indochinoise, 1988.<br />• Lafont, Pierre-Bernard. Le Campa : Géographie, Population, Histoire. Paris: Indes savantes, 2007.<br />• Li, Tana. ""The Inner Region" : A Social and Economic History of Nguyen Vietnam in the Seventeenth and Eighteenth Centuries." Thesis (Ph D ), Australian National University, Sept., 1992., 1992.<br />• Li, Tana, and Cornell University. Southeast Asia Program. Nguy*Äen Cochinchina : Southern Vietnam in the Seventeenth and Eighteenth Centuries, Studies on Southeast Asia. Ithaca, N.Y.: Southeast Asia Program Publications, 1998.<br />• Li, Tana, Anthony Reid, Australian National University. Economic History of Southeast Asia Project., and Institute of Southeast Asian Studies. ASEAN Economic Research Unit. Southern Vietnam under the Nguyen : Documents on the Economic History of Cochinchina (Dang Trong), 1602-1777, Data Paper Series. Sources for the Economic History of Southeast Asia. Canberra<br />• Singapore: Economic History of Southeast Asia Project, Research School of Pacific Studies<br />• ASEAN Economic Research Unit, Institute of Southeast Asian Studies, 1993.<br />• Majumdar, R. C. Ancient Indian Colonies in the Far East, Punjab Oriental (Sanskrit) Series. Lahore,: The Punjab Sanskrit book depot, 1927.<br />• ———. Champa : History & Culture of an Indian Colonial Kingdom in the Far East, 2nd-16th Century A.D. Delhi: Gian Pub. House, 1985.<br />• ———. Champa : History & Culture of an Indian Colonial Kingdom in the Far East, 2nd-16th Century A.D. Delhi: : Gian Publishing House, 1985.<br />• Maspero, Georges, and Walter E. J. Tips. The Champa Kingdom : The History of an Extinct Vietnamese Culture. Bangkok, Thailand: White Lotus Press, 2002.<br />• Mus, Paul. India Seen from the East : Indian and Indigenous Cults in Champa, Monash Papers on Southeast Asia. Cheltenham, Victoria: Centre of Southeast Asian Studies, Monash University, 1975.<br />• Ngô, V. an Doanh. Van Hóa Champa. Hà Nòi: Van hóa - thông tin, 1994.<br />• Ngô, Van Doanh, and Vien Nghiên cuu Dông Nam Á (Vietnam). Champa Ancient Towers : Reality & Legend. Hanoi: The gioi, 2002.<br />• O‘Reilly, Dougald J. W. Early Civilizations of Southeast Asia, Archaeology of Southeast Asia. Lanham: AltaMira Press, 2007.<br />• Po, Dharma. Le Panduranga (Campa), 1802-1835 : Ses Rapports Avec Le Vietnam. 2 vols, Publications De L‘école Française D‘extrême-Orient. Paris: École française d‘Extrême-Orient, 1987.<br />• Po, Dharma, Gérard Moussay, and Karim Abdul. Akayet Dowa Mano = Hikayat Dowa Mano, Koleksi Manuskrip Melayu Campa = Collection Des Manuscrits Cam. Kuala Lumpur: Perpustakaan Negara Malaysia dengan kerjasama Ecole française d‘Extrême-Orient, 1998.<br />• Po, Dharma, Gérard Moussay, Karim Abdul, Perpustakaan Negara Malaysia., and École française d‘Extrême-Orient. Akayet Inra Patra = Hikayat Inra Patra, Koleksi Manuskrip Melayu Campa = Collection Des Manuscrits Cam. Kuala Lumpur: Perpustakaan Negara Malaysia dengan kerjasama l‘Ecole fran*caise d‘Extrême-Orient, 1997.<br />• Reid, Anthony. Charting the Shape of Early Modern Southeast Asia. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2000.<br />• Sharma, J. C. Hindu Temples in Vietnam. New Delhi: The Offsetters (Publication Division), 1997.<br />• Stern, Philippe. L‘art Du Champa (Ancien Annam) Et Son Évolution, Ministère De L‘éducation Nationale. Publication Du Musée Guimet. Etudes Et Documents D‘art Et D‘archéologie. Paris: Imprimé par Douladoure a Toulouse en vente a la Librairie d‘Amérique et d‘Orient Adrien-Maisonneuve, 1942.<br />• Thurgood, Graham. From Ancient Cham to Modern Dialects : Two Thousand Years of Language Contact and Change, Oceanic Linguistics Special Publication. Honolulu: University of Hawai‘i Press, 1999.<br />• Tran, Ky Phuong. Unique Vestiges of Cham Civilization. Hanoi: Thee Gioi Publishers, 2000.<br />• ———. Vestiges of Champa Civilization. 3rd ed, Guidebook. Hà Nòi: The Gioi Publishers, 2004.<br />• Tran, Nhung Tuyet, and Anthony Reid. Viet Nam : Borderless Histories, New Perspectives in Southeast Asian Studies. Madison: University of Wisconsin Press, 2006.<br />• Trsan, Ky Phuong, and National University of Singapore. Asia Research Institute. "Cultural Resource and Heritage Issues of Historic Champa States Champa Origins, Reconfirmed Nomenclatures and Preservation of Sites." Singapore: Asia Research Institute, National University of Singapore, 2007.<br />• Thurgood, Graham, “First International Conference of Aceh and Indian Ocean Studies Organized by Asia Research Institute”, National University of Singapore &Rehabilitation and Construction Executing Agency for Aceh and Nias (BRR), Banda Aceh, Indonesia 24 – 27 February 2007 The Historical Place of Acehnese:The Known and the Unknown<br />• Vickery, Michael, and National University of Singapore. Asia Research Institute. "Champa Revised." Singapore: Asia Research Institute, National University of Singapore, 2005.<br />• Weiner, Margaret. Visible and Invinsible Realms: Power, Magic, and Colonial Conquest in Bali University Of Chicago Press, 1995<br />• Wade, Geoff, and National University of Singapore. Asia Research Institute. "Champa in the Song Hui-Yao a Draft Translation." Singapore: Asia Research Institute, National University of Singapore, 2005.<br />• Wang, Gungwu, and Chin-Keong Ng. Maritime China in Transition 1750-1850, South China and Maritime Asia,. Wiesbaden: Harrassowitz Verlag, 2004.<br />• Ysa, Osman, and Documentation Center of Cambodia. The Cham Rebellion : Survivors‘ Stories from the Villages, Documentation Series (Documentation Center of Cambodia). Phnom Penh, Cambodia: Documentation Center of Cambodia, 2006.<br />• ———. Oukoubah : Justice for the Cham Muslims under the Democratic Kampuchea Regime, [Documentation Series / Documentation Center of Cambodia. Phnom Penh: Documentation Center of Cambodia, 2002.<br />• Zéphir, Thierry, Pierre Baptiste, and Musée Guimet (Paris France). Trésors D‘art Du Vietnam : La Sculpture Du Champa, Ve-Xve Siècles. Paris: Réunion des musées nationaux : Musée des arts asiatiques Guimet, 2005.<br />__________<br />Mohamed Effendy bin Abdul Hamid, Kandidat Doktor Sejarah pada Jurusan Sejarah University of Hawaii at Manoa.<br /><br /><br />[1] Graham Thurgood, From Ancient Cham to Modern Dialects: Two Thousand Years of Language Contact and Change, Oceanic Linguistics Special Publication, No. 28 (Honolulu: University of Hawaii Press, 1999), p.2.<br /><br />[2] Georges Maspero and Walter E. J. Tips, The Champa Kingdom: The History of an Extinct Vietnamese Culture (Bangkok, Thailand: White Lotus Press, 2002).<br /><br />[3] Thurgood, From Ancient Cham to Modern Dialects: Two Thousand Years of Language Contact and Change. Pp.54-55<br /><br />[4] Ibid.<br /><br />[5] Graham Thurgood, First International Conference of Aceh and Indian Ocean Studies Organized by Asia Research Institute, National University of Singapore &Rehabilitation and Construction Executing Agency for Aceh and Nias (BRR), Banda Aceh, Indonesia 24 – 27 February 2007 The Historical Place of Acehnese: The Known and the Unknown. p.4<br /><br />[6] Munshi Abd Allah ibn ‘Abd al-Kadir, Sedjarah Melaju (Djakarta: Penerbit Djambatan, 1952).<br /><br />[7] Ibid.p.177.<br /><br />[8] Ngo Si Lien, Dai Viet Su Ky Toan Thu, line 62(a) Đại Việt Sử Ký Toàn Thư - Bản Kỷ - Quyển XII, p. 469.<br /><br />[9] http://kyotoreview.cseas.kyoto-u.ac.jp/issue/issue4/article_353.html.<br /><br />[10] Dharma Po, Le Panduranga (Campa), 1802-1835 : Ses Rapports Avec Le Vietnam, 2 vols., Publications De L‘Ecole Francaise D‘extreme-Orient ; V. 149 (Paris: Ecole Francaise d‘Extreme-Orient, 1987).<br /><br />[11] Wook Choi Byung, Southern Vietnam under the Reign of Minh Mang (1820-1841): Central Policies and Local Response, Southeast Asia Program Series; No. 20 (Ithaca, N.Y.: Southeast Asia Program Publications, Southeast Asia Program, Cornell University, 2004).p.1-33.<br /><br />[12] Information based on interviews with Mr Abdul Karim, researcher on the Cham Manuscripts.<br /><br />[13] Alun Munslow, The Routledge Companion to Historical Studies (London; New York: Routledge, 2000).p. 98.<br /><br />[14] Ramli Harun and Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah., Hikayat Raja Jeumpa (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1988).<br /><br /><br />[15] L. K. Ara, Taufiq Ismail, and Ks Hasyim, Seulawah, Antologi Sastra Aceh Sekilas Pintas (Jakarta: Yayasan Nusantara, 1995). p.82-94.<br /><br />[16] Pierre-Yves Manguin, "Etudes Cam. L‘introduction De L‘islam Au Campa," Bulletin de l‘Ecole francaise d‘Extreme-Orient , no. 1 (1979).<br /><br />[17] Dharma Po, Le Panduranga (Campa), 1802-1835 : Ses Rapports Avec Le Vietnam, 2 vols., Publications De L‘école Française D‘extrême-Orient (Paris: École française d‘Extrême-Orient, 1987). Vol. I. p. 141-147.<br /><br />[18] http://kyotoreview.cseas.kyoto-u.ac.jp/issue/issue4/article_353.html.<br /><br />[19] Philip Taylor and Asian Studies Association of Australia., Cham Muslims of the Mekong Delta : Place and Mobility in the Cosmopolitan Periphery, Southeast Asia Publications Series ([Nathan, Qld.] Honolulu: Asian Studies Association of Australia; In association with University of Hawai°i Press, 2007).<br /><br />[20] Ibid.p.3.<br /><br />[21] Ariya Cam Bani. Author and date unknown.<br /><br />[22] Akayet Um Marup. Author and date unknown.<br /><br />[23] Drakard, Jane. A Kingdom of Words: Language and Power in Sumatra. Oxford University Press, USA, 1999.<br /><br />[24] Ibid. 247.<br /><br />[25] Weiner, Margaret. Visible and Invinsible Realms: Power, Magic, and Colonial Conquest in Bali University Of Chicago Press, 1995<br /><br />[26] Ibid. 99.<br /><br />[27] Cummings, William. Making Blood White: Historical Transformations in Early Modern Makassar. University of Hawaii Press, 2002.<br /><br />[28] Clendinnen, Inga . Ambivalent Conquests: Maya and Spaniard in Yucatan, 1517 – 1570 Cambridge University Press, 1989.<br /><br />[29] Ibid.135. <br /></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-56293227895337869772011-06-16T18:18:00.000-07:002011-06-16T18:34:36.791-07:00Pamali Banjar Sebagai Fenomena Folklor Daerah<div style="text-align: justify;">Oleh <span style="font-weight: bold;">Rissari Yayuk</span><br /><br />Berdasarkan pendapat Jan Harold Brunvand (dalam Danandjaja, 2002), folklor adalah suatu budaya kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun secara tradisional dalam versi berbeda, baik lisan maupun dalam contoh gerak, isyarat, atau alat pembantu pengingat.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pendahuluan</span><br />Berbicara masalah folklor daerah Banjar, maka kita akan berbicara pula tentang tradisi tutur yang terdapat pada masyarakat Banjar. Apa yang terdapat dalam folklor Banjar juga tidak lepas kaitannya dengan ajaran atau nasihat yang selalu dituturkan secara turun-temurun dengan ragam tujuan serta ragam budaya masyarakat yang mempengaruhinya. Pendapat Fraze (dalam Polak, 1966) memandang bahwa setiap anggota masyarakat dalam dirinya memiliki kepercayaan kepada hal-hal gaib yang disebut magis sebagai sumber kepercayaan asal kepada yang gaib-gaib.<br /><br />Di sisi lain, manusia memilki kemampuan yang disebut religi yaitu perilaku yang bersifat religius. Berangkat dari pendapat ini memang tidak mengherankan apabila dalam folklor Banjar mengandung pengaruh-pengaruh budaya yang membentuk masyarakat itu sendiri sebagai kumpulan manusia-manusia yang terdiri dari individu, keluarga dan masyarakat. Adapun unsur budaya yang mempengaruhi tersebut adalah unsur religi atau agama, kepercayaan, maupun tata nilai yang bersifat positif. Kronologis lapisan budaya yang berpengaruh dapat diperinci pada keterangan di bawah ini:<br /><br />• Unsur-unsur asli, yang terdiri atas agama Balian atau agama Balian atau agama Kaharingan serta unsur-unsur religi lainnya.<br />• Unsur Melayu dan Jawa Budha.<br />• Unsur Islam dengan segala manifestasinya di bawah raja-raja Banjar.<br />• Unsur modern/sekarang.<br /><br />Adapun salah satu folklor dari Kalimantan Selatan ini adalah sastra lisan berbentuk kalimat larangan atau pantangan (pamali). Dalam kalimat pamali ini mengandung nilai-nilai tradisional maupun modern yang sangat tepat untuk dilestarikan keberadaannya meskipun sebagian besar kalimat pamali terasa mengandung ketakhayulan, namun justru di balik “kepamalian” yang ada dalam tuturan lisan masyarakat Banjar memiliki sesuatu yang tersembunyi dari segi tujuan atau manfaat yang disesuaikan dengan pengadabtasian power nalar yang ada.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kategorisasi Pamali Banjar</span><br />James Dananjaya (dalam Dundes, 1961:25-26) menulis: “takhyul adalah ungkapan tradisional<br />dari satu atau lebih syarat dan satu atau lebih akibat, beberapa syarat–syarat itu bersifat tanda sedangkan yang lain bersifat sebab”. Pamali yang dianggap takhyul ini sangat luas penyebarannya di kalangan masyarakat. Pamali merupakan takhyul dalam salah satu golongan besar yang berhubungan dengan masalah hidup manusia sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Wayland D. Hand dalam bukunya The Frank C. Brown Collection of North Carolina Folklore.<br /><br />Berdasarkan pendapat Hand ini pula pengelompokkan Pamali dalam masyarakat Banjar dibagi 12 kategori, yaitu:<br /><br />• Berhubungan dengan kehamilan. Contoh kalimat pamali ini adalah: Urang batianan pamali bajalan malam, diganggu urang halus (Orang hamil jangan keluar malam, diganggu makhluk halus). Urang batianan pamali barabah di galuling, anaknya bisa tahalang (Orang hamil jangan berbaring di guling, anaknya tidak bisa keluar karena posisinya melintang). Urang batianan pamali makan sambil badiri, pas tabahera (Orang hamil jangan makan sambil berdiri, saat melahirkan bisa buang air besar).<br /><br />• Berhubungan dengan kelahiran. Contohnya adalah: Pamali duduk di tangga, bisa ngalih baranak (Jangan duduk di tangga, nanti sulit melahirkan). Pamali maandak wancuh di dalam panci nang batutup, bisa ngalih baranak (Jangan meletakkan sendok nasi di dalam panci tertutup, nanti sulit melahirkan). Pamali mangantup lawang, lamari atawa lalungkang, parahatan ada nang handak baranak, bisa ngalih baranak (Jangan menutup pintu, lemari atau jendela saat ada yang mau melahirkan, nanti sulit melahirkan).<br /><br />• Berhubungan dengan masa anak-anak. Contohnya: Kakanakan imbah basunat pamali kaluar rumah, kaina lambat waras (Anak-anak yang baru dikhitan jangan keluar rumah, nanti tidak cepat sembuh). Kakanakan pamali bapenanan di barumahan, bisa babisul kapala (Anak-anak jangan bermain di kolong rumah, nanti bisa tumbuh bisul di kepalanya). Kakanakan nang balum bisa bajalan pamali mancaraminakan kakanakan nang balum bisa bajalan, kaina kakanaknya pangguguran (Anak kecil yang belum bisa berjalan jangan mencerminkan anak kecil yang belum bisa berjalan, nanti anak tersebut akan sering terjatuh).<br /><br />• Berhubungan dengan pekerjaan rumah. Contohnya: Imbah makan pamali langsung barabah, bisa pangoler (Setelah makan jangan langsung berbaring, pemalas). Pamali mamirik sambal bagagantian, kaina sambalnya bisa kada nyaman (Jangan mengulek sambal berganti-ganti, nanti rasa sambalnya tidak enak). Pamali mancatuk burit urang, bamasak bisa kada nyaman (Jangan memukul pantat orang, memasak bisa tidak enak)<br /><br />• Mata pencaharian atau rezeki. Contohnya: Pamali bagandang di meja atawa di tawing, bisa magiaw hutang (Jangan menabuh meja atau dinding, bisa memanggil hutang). Pamali bahamburan nasi waktu makan, rajaki bisa tahambur-hambur ka lain (Jangan menghamburkan nasi saat makan, rezekinya bisa berhamburan ke tempat lain). Pamali bahera waktu sanja, hilang rajakinya (jangan buang air besar saat senja hari, hilang rezekinya),<br /><br />• Berhubungan sosial. Contohnya: Pamali mahirup gangan di wancuh, calungap sandukan (Jangan menyeruput kuah sayur di sendok nasi, suka menyela pembicaraan orang).<br /><br />• Berhubungan dengan cinta kasih. Contohnya: Babinian bujang bujang pamali maandak wancuh di dalam panci nang batukup, bisa lambat balaki (Bujangan jangan meletakkan sendok nasi di dalam panci yang bertutup, sebab akan lama mendapatkan jodoh).<br /><br />• Berhubungan dengan kematian. Contohnya: Pamali bacaramin sambil barabah, bisa mati ditembak pater (Pantang bercermin sambil berbaring, bisa ditembak petir). Pamali bagambar batiga, bisa tapisah, nang di tangah badahulu mati (pantang berfoto bertiga, bisa terpisah, yang di tengah duluan mati).<br /><br />• Berhubungan dengan pemeliharaan tubuh. Contohnya: Kakanak nangkuitannya tulak haji pamali mangibah kalambu, kaina kuitannya kaributan di tangah laut (Anak-anak yang orang tuanya pergi haji pantang mengibaskan kelambu, nanti orang tuanya kena badai topan di laut).<br /><br />• Berhubungan dengan kehidupan rumah tangga. Contohnya: Pamali diumpati urang bacaramin, kaina laki/bini bisa dirabuti urang (Pantang diikuti orang bercermin, nanti suami/istri bisa direbut orang).<br /><br />• Berhubungan dengan alam gaib. Contohnya: Pamali badadakuan malam, bisa dimainakan hantu (Pantang bermain daku di malam hari, bisa dimainkan hantu). Pamali bajalan bajejer, bisa taranjah hantu (Pantang berjalan berjejer, bisa ditabrak hantu).<br /><br />• Berhubungan dengan agama atau religi. Contohnya: Pamali badadakuan malam, bisa dimainakan hantu (Pantang bermain daku di malam hari, bisa dimainkan hantu).<br /><br />Demikianlah, ke-12 kategori ini memang tidak bisa dipisahkan dari kepercayaan dan budaya masyarakat Banjar yang menjadi latar belakang munculnya kalimat pamali itu sendri. Oleh karena itu tak mengherankan fungsi pamali ini selain sebagai sarana pendidikan anak-anak dan remaja agar memiliki adab dan adat yang sesuai dengan tuntutan lingkungan sekitar yaitu Banjar atau bisa pula sekadar hiburan semata dalam artian kalimat pamali tersebut digunakan untuk hiburan karena alasan tertentu yang ada dalam kalimat yang dilantunkan oleh para tetua “Banjar” juga sekaligus sebagai penebal emosi keagamaan atau kepercayaan. Hal ini disebabkan manusia yakin akan adanya kekuatan supranatural yang berada di luar alam mereka. Selain itu, masyarakat Banjar memang pada umumnya sangat kental akan pengaruh agama Islam dan kepercayaan lainnya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Penutup</span><br />Pamali sebagai salah satu folklor lisan daerah Banjar ini memang pantas untuk dilestarikan sebagai aset daerah karena mengandung fungsi tertentu sekaligus refleksi atau mencerminkan salah satu sisi budaya yang dimiliki masyarakat Banjar. Sebagaimana fungsi folklor ini sendiri secara umum telah dikemukan oleh Bascom dalam Danandjaja (2002:32), folklor lisan pada umumnya memiliki fungsi sebagai sistem proyeksi, alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan, alat pendidikan anak dan masyarakat, alat pemaksa dan pengawas norma masyarakat agar selalu dipatuhi. Dengan demikian lewat pendokomentasian pamali Banjar sebagai salah satu fenomena folklor Banjar yang untuk sekaran sangat minimalis penggaliaannya ini maka diharapkan akan mampu membendung interpolasi masyarakat Banjar terhadap budaya dan lingkungannya dari generasi ke generasi.<br />__________<br />Rissari Yayuk, Staf Balai Bahasa Banjarmasin di Banjarbaru, Kalimantan Selatan<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Referensi</span><br />Arifin, E. Zainal. 1990. Penulisan Karangan Ilmiah dengan Bahasa yang Benar. Jakarta: Mediatana Sarana Perkasa<br /><br />Danandjaja, James. 1984. Folklor Indonesia. Jakarta: Grafiti.<br /><br />Daud, Alfani.1997. Islam dan Masyarakat Banjar: Deskripsi dan Analisis Kebudayaan Banjar, Banjarmasin: PT Raja Grafindo Persada.<br /><br />Hapip, Abdul Jebar. 1996. Kamus Bahasa Banjar-Indonesia. Banjarmasin: PT Grafika Wangi Kalimantan.<br /><br />Ideham, M. Suriansyah.2005. Urang Banjar dan Kebudayaannya. Banjarmasin: Balidbangda Kalsel.<br /><br />Kawi, dkk. 1991. Bahasa Banjar Dialek dan Subdialek. Banjarmasin: PT Grafika Wangi Kalimantan<br /><br />Kawi, dkk. 2002. Penelitian dan Kekerabatan dan Pemetaan Bahasa-Bahasa di Daerah Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan. Jakarta: Pusat Bahasa.<br /><br />Mugeni dkk. 2004. Ungkapan Bahasa Banjar. Banjarmasin : Balai Bahasa Banjarmasin.<br /><br />Syarifuddin dkk. 1996. Wujud, Arti dan Fungsi-fungsi Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli Bagi Pendukung Daerah Kalimantan Selatan. Banjarmasin: CV Prisma Muda Banjarmasin<br /></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-17635165627647313612011-06-16T18:08:00.000-07:002011-06-16T18:15:26.475-07:00Hikayat Teungku Di Meukek: Tinjauan Teori Sastra Post-Kolonial<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Abstrak</span><br /><br />Hikayat Teungku di Meukek adalah sebuah teks sastra Aceh yang menukilkan berbagai peristiwa sejarah dan penuh dengan pesan sosial dan politik. Wacana yang diungkapkan cukup relevan kepada para pembaca kolonial yang berpegang kepada perspektif orientalisme, dan juga pada pembaca pribumi kini yang berpegang pada perspektif poskolonialisme. Tulisan ini menjelaskan tentang pengaruh kolonial dalam hikayat tersebut.<br /><br />Naskah kuno yang merupakan karya sastra peninggalan masa lalu yang di dalamnya banyak mengandung berbagai nilai budaya, baik tentang kepercayaan, adat istiadat, filsafat, pendidikan, ekonomi, sosial politik bahkan sejarah. Pembedahan, pengkajian dan pengungkapan berbagai warisan nilai budaya yang terpendam di dalamnya sangat diperlukan sebagai upaya mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa di masa yang akan datang. Naskah Hikayat Teungku di Meukek ini merupakan salah satu naskah lama yang isi di dalamnya menggambarkan perlawanan rakyat di daerah Meulaboh, digerakkan oleh seorang pemimpin agama terhadap hulubalang yang didukung oleh Belanda. Hikayat ini ditulis karena untuk mengabadikan persengkataan antara kedua belah pihak tersebut, dan untuk melihat bagaimana perlawanan masyarakat terhadap kolonial. Dari karya sastra tersebut bisa kita lihat adanya pengaruh kekuasaan dalam hikayat ini pada masyarakat Aceh dulu. Disini dapat dilihat bahwa adanya pendekatan poskolonial dalam pengkajian sastra karena kritik poskolonial menganalisis karya-karya yang diproduksi oleh masyarakat dan budaya sebagai respon terhadap dominasi kolonial dari masa kolonialisme sampai sekarang.<br /><br />Key Word: postkolonial, hikayat teungku meukek, perlawanan<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pendahuluan</span><br />Karya sastra adalah refleksi pengarang tentang hidup dan kehidupan yang dipadu dengan gaya imajinasi dan kreasi yang didukung oleh pengalaman dan pengamatannya atas kehidupan tersebut (Djojosuroto,2006:77). Hakikat karya sastra adalah bercerita yang merupakan bentuk dari hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Djojosuroto,2006:77). Di indonesia terlalu banyak peninggalan warisan budaya nasional yang saat ini belum terungkapkan. Warisan budaya nasional yang tak ternilai harganya itu masih banyak berserakan di seluruh pelosok tanah air, baik yang berada di tangan anggota masyarakat tanpa perawatan yang berarti, maupun yang masih terpendam tanpa diketahui di mana adanya. Salah satu diantara warisan budaya nasional yang masih bertebaran pada sebagian anggota masyarakat adalah naskah-naskah kuno, sebagai warisan intelektual bangsa Indonesia.<br /><br />Hampir di setiap daerah di seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama, yang pada hakikatnya adalah cagar budaya nasional kita. Semuanya itu merupakan tuangan pengalaman jiwa bangsa yang dapat dijadikan sumber penelitian bagi pembinaan dan pengembangan kebudayaan dan ilmu di segala bidang. Karya sastra lama akan dapat memberikan khazanah ilmu pengetahuan yang beraneka macam ragamnya. Penggalian karya sastra lama yang tersebar di daerah-daerah ini, akan menghasilkan ciri-ciri khas kebudayaan daerah, yang meliputi pula pandangan hidup serta landasan falsafah yang mulia dan tinggi nilainya. Modal semacam itu, yang tersimpan dalam karya-karya sastra daerah, akhirnya akan dapat juga menunjang kekayaan sastra Indonesia pada umumnya.<br /><br />Berbicara tentang Naskah merupakan salah satu warisan kebudayaan Indonesia yang sangat banyak nilainya, naskah mempunyai dimensi dan makna yang sangat luas, karena merupakan hasil tradisi yang melibatkan berbagai keterampilan dan sikap budaya. Dalam naskah terkandung kekayaan yang melimpah. Isi naskah tidak terbatas hanya pada kesusastraan akan tetapi mencakup berbagai bidang lain seperti agama, sejarah, hukum adat, obat-obatan, teknik dan lain-lain. Naskah kuno mengandung berbagai warisan rohani, perbendaharaan pikiran dan cita-cita nenek moyang bangsa Indonesia, adalah merupakan sumber aneka informasi ilmu pengetahuan dan perkembangannya, diantaranya adalah Hikayat Teungku di Meukek.<br /><br />Hikayat kalau diartikan dalam bahasa Aceh adalah penyampaian secara lisan sering dengan irama lagu yang indah agar dapat menarik perhatian para pendengarnya. Hikayat di Aceh terdapat banyak jenis dalam ungkapan Aceh beuet-(ba-), berarti membaca Hikayat, peugah; menceritakan Hikayat, Ruhe, Hikayat jenaka yang tidak mengisahkan sesuatu masih tertentu, tetapi fantasi pengarang yang kadang-kadang didasarkan kepada pengalamannya sendiri atau orang lain; neuba mangat that s., Ia Meu-, mempunyai Hikayat. Membaca hikayat oleh orang yang mengisahkan Nadham dan Sanjak (Sakti dan Dally,2002:7). Hikayat masih tetap eksis dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan Aceh sampai sekarang sebagaimana terlihat dalam resitasi[1] yang dilakukan masyarakat bahkan untuk mempermudah dalam membacanya banyak hikayat yang sudah dicetak yang disebut dengan “Litho Graphi” dan ditransliterasi ke latin seperti melalui peredaran yang dilakukan oleh berbagai penerbitan atau toko buku di Aceh sekarang(Seno,2002:19).<br /><br />Hikayat ini memberi pengaruh yang kuat dan merupakan salah satu sastra kitab Hikayat populer diminati masyarakat Aceh, bagi masyarakat Aceh terutama di bidang kebudayaan yang terkandung dalam naskahnya, sehingga hampir setiap masyarakat Aceh terutama tokoh-tokoh masyarakat mengadopsi ilmu-ilmu yang terdapat dalam naskah lama tersebut ini terutama masalah adatnya. Dalam naskah ini memberikan nilai penting yang harus dipelajari oleh masyarakat Aceh sejak dulu bahkan hingga sekarangpun masih berlaku di dalam masyarakat Aceh. Bahkan Hikajat juga mengisi setiap acara waktu senggang masyarakat Aceh, sehingga daerah Aceh terkenal pula dengan kekayaan literaturnya.<br /><br />Adapun yang dimaksud dengan teungku adalah gelar tokoh-tokoh agama di Aceh, atau orang yang taat beribadah dalam masyarakat Acehsehingga diberi gelar teungku. Sedangkan Meukek adalah nama tempat atau daerah yang terdapat di daerah Meulaboh AcehBarat. Teungku di Meukek tersebut datang ke rundeng untuk menyebarkan agama Islam dan menetap di daerah rundeng tersebut. beliau sangat disegani oleh masyarakat rundeng sehingga, para penguasa disekitar wilayah tersebut tidak senang dengan keadaannya. Hikayat Teungku di Meukek ini merupakan salah satu karya sastra lama yang dikarang oleh masyarakat Aceh pada masa itu karena melihat persengketaan yang terjadi pada masyarakat Aceh pada masa itu, dan karena melihat kejadian-kejadian konflik antara masyarakat Aceh dengan para Hulubalang di bawah pemerintahan Belanda, Belanda menghasut para Hulubalang untuk menyerang Teungku di Meukek.<br /><br />Dari hikayat di atas kita bisa melihat bahwa ada pengaruh poskolonial dalam hikayat tersebut yaitu adanya campur tangan Belanda pada masa itu, untuk menghasut para Hulubalang yang iri dan tidak senang dengan Teungku di Meukek sehingga atas bantuan pemerintahan Belanda para Hulubalang menyerang daerah Rundeng tersebut.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Isi Ringkas Hikayat Teungku Di Meukek</span><br />Hikayat Teungku di Meukek ini berasal dari naskah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh G W.J. Drewes tahun 1980 dengan judul "Two Achehnese Poems" yang di peroleh dari Drs. Wamad Abdullah Banda Acehbulan Juni 1982. Buku setebal 99 halaman ini dengan ukuran 23 X 16 cm, teks bahasa Acehnya telah disunting dengan menyesuaikan ejaannya dengan ejaan bahasa Indonesia yang sudah disempurnakan. Hikayat ini merupakan hikayat lama dan sudah dibicarakan oleh Dr. Snouck Hurgronje dalam bukunya edisi Inggris "The Achehnese" (Harun,1983:7) G.W.J. Drewes sendiri mendapat kedua naskah ini dari Leiden University Labrary. Menurut G.W.J. Drewes hikayat ini merupakan karya asli pengarang Aceh, bukan terjemahan atau saduran dari karya asing, seperti sementara hikayat Aceh lainnya. Tidak ada catatan mengenai tahun penulisan kedua karya tersebut( Harun,1983:7).<br /><br />Penyalin hikayat ini ialah Panglima Nyak Amin yang mendapat naskah aslinya dari Juhan Muda Pahlawan, yaitu putra Lila Peukasa, yaitu penguasa Meulaboh pada masa itu. Pengarang aslinya adalah Teungku Malem penduduk asli Trumon, tinggal di kampung Peunaga, karena kawin dengan seorang wanita dari Peunaga (Harun,1983:7). Penyair mengabadikan sengketa yang berlangsung dalam tahun 1893 dan 1894 antara tokoh tokoh penguasa Meulaboh yang bersahabat dengan Belanda, dan kelompok perlawanan yang bermarkas utama di Rundeng dan dipimpin oleh tokoh suci Teungku di Meukek (Hargronje,1985:124).<br /><br />Syekhuna, demikian nama sebutan seorang ulama yang kemudian lebih dikenal dengan panggilan Teungku di Meukek karena perlawanannya terhadap Belanda. Ulama tersebut memperkuat kedudukannya di Rundeng, dekat Meulaboh sambil menyebarluaskan ilmu agama serta mendirikan kubu-kubu pertahanan dengan tujuan hendak melawan Belanda. Dari berbagai kampung orang berdatangan untuk memuliakan Teungku di Meukek dengan membawa berbagai buah tangan sebagai hadiah. Kegiatan Teungku di Meukek memperkuat negeri Rundeng dianggap oleh para hulubalang yang berkuasa sekitar negeri itu sebagai mengganggu ketertiban dan keamanan. Belanda yang mengetahui hal itu segera memanggil para hulubalang dan menghasut mereka supaya menyerang negeri Rundeng dan melawan Teungku di Meukek, seraya membekali mereka dengan alat senjata yang diperlukan. Para hulubalang yang berkedudukan sebagai raja menyambut baik bantuan Belanda dan mempersenjatai anak negeri.<br /><br />Di bawah pimpinan Raja Lila Perkasa dari Meulaboh, rakyat siap menyerang Rundeng. Begitu rakyat Rundeng dan Teungku di Meukek mendengar berita bahwa pihak Belanda akan membantu para hulubalang, mereka semakin giat memperbanyak benteng-benteng pertahanan dan mengatur siasat perang di masing-masing tempat. Dengan semangat yang tinggi Teungku di Meukek dengan khutbahnya yang berapi-api mengumumkan perang jihad fisabilillah melawan Belanda dan kaki tangannya Lila Perkasa. Tanggal enam dianggap hari yang paling baik untuk memulai perang menyerang Rundeng. Di bawah pimpinan Teuku Panglima Dalam, Teuku Haji Ben, Panglima Nyak Yeb dan berpuluh-puluh panglima lainnya secara serentak rakyat Meulaboh menyerang Rundeng dari segala jurusan. Selama beberapa hari pertempuran berlangsung, satu demi satu kubu pertahanan Rundeng jatuh ke tangan hulubalang antara lain Kuta Nibong, Kuta Asan, Padang Sirahet dan Kuta Sijaloh. Ketika peperangan sedang berlangsung di Rundeng, para pembesar Belanda di Kutaraja memutuskan untuk mengirimkan bala bantuan guna membantu Raja Lila Perkasa yang sedang berperang melawan Teungku di Meukek. Beberapa hari kemudian tiga buah kapal perang Belanda berlabuh di Lhok Meulaboh. Sejumlah serdadu didaratkan dan langsung menyerang Rundeng, sementara meriam-meriam kapal terus menerus menembaki kubu-kubu pertahanan kaum pejuang. Korban berjatuhan di pihak kaum muslimin. Kemudian peperangan terhenti seketika.<br /><br />Di dalam tubuh pejuang sendiri terjadi keretakan. Orang-orang yang berasal dari Woila dan Bubon meninggalkan Teungku di Meukek. Tanggal dua puluh tujuh bulan Ramadan, Teungku di Meukek keluar dari benteng pertahanannya setelah melakukan sembahyang dan berdo'a kepada Tuhan semoga dapat mengusir musuh. Sambil berzikir, di malam yang gelap itu Teungku di Meukek pergi dari satu benteng ke benteng musuh yang lain. Dalam malam yang gelap gulita disertai hujan lebat Teungku di Meukek masuk ke dalam sebuah benteng yaitu Kuta Haji Sarong seraya menanyakan kepada seorang pengawal di mana Haji Sarong dan Teuku Panglima Dalam berada. Sebelum sempat memberi jawaban pedang Teungku di Meukek sudah merengut nyawa pengawal itu. Maka terjadilah keonaran dan huru-hara di malam yang gelap itu antara Teungku di Meukek dengan para pengawal benteng. Setelah terjadi pertarungan singkat, mereka terpaksa melarikan diri meninggalkan benteng yang dikuasai Teungku di Meukek.<br /><br />Beberapa saat kemudian Teuku Panglima Dalam dan Teungku Haji Sarong yang sedang berada di Kuta Nibong, datang mencari Teungku di Meukek setelah mendengar peristiwa yang baru saja terjadi. Dalam keadaan berhadap-hadapan antara Teuku Panglima Dalam dan Teungku di Meukek di kegelapan malam itu, tiba-tiba Panglima Muda yang ikut serta dengan Teuku Panglima Dalam melepaskan tembakan. Teungku di Meukek rubuh dan tewas seketika. Keesokan harinya mayat Teungku di Meukek diambil oleh Belanda dan dibawa berlayar. Tidak ada orang yang mengetahui ke mana mayat Teungku di Meukek dibawa dan di mana dikuburkan. Dengan syahidnya Teungku di Meukek, para hulubalang dan Belanda dapat berkuasa kembali dengan leluasa.(Dikutip dari Transliterasi hikayat Ranto ngon Hikayat Teungku di Meukek, transliterasi Ramli Harun, 1983). Dalam hikayat ini berakhir dengan kematian Teungku di Meukek. Di sini nampak salah satu kekhasan orang Aceh. Sang penyair, walau berada di pihak pemerintah Belanda, menggambarkan Teungku di Meukek sebagai seorang sahid dan para pengikutnya sebagai wakil-wakil agama. Tidak perduli di pihak mana seorang Aceh berada, ia selalu menggambarkan musuh kaum kafir sebagai pendukung perjuangan yang benar. (Hargronje,1985:124).<br /><br />Untuk menafsirkan atau mengkaji persoalan ini, maka teori yang cukup relevan digunakan adalah teori poskolonial. teori postkolonial adalah teori kritis yang mencoba mengungkapkan kesadaran bahwa sudah sekian lama terjadinya perjalanan waktu, ada masalah-masalah yang perlu dipertimbangkan, yang sebelumnya belum disadari, akibat negatif yang ditinggalkan oleh kolonialisme Barat. Akibat yang dimaksudkan adalah tidak lebih bersifat degradasi mental.<br /><br />Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa poskolonial ingin menggugat praktek-praktek kolonialisme yang telah melahirkan kehidupan yang penuh dengan propaganda peperangan dan kekerasan fisik, tetapi di dialektikakan melalui kesadaran atau gagasan. Dengan perkataan lain, poskolonial sebagai alat atau perangkat kritik yang melihat secara “jernih” bagaimana sendi-sendi budaya, sosial dan ekonomi digerakkan untuk kepentingan kelas dominan atau pusat. Poskolonial mencoba membongkar mitos-mitos yang “mengerdilkan” daya kritis dari penguasaan hegemoni melalui gerakan budaya dan kesadaran yang subtil (Anderson,1999:8).<br /><br />Untuk itu dapat dikatakan bahwa poskolonial adalah perlawanan sehari-hari, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ben Anderson bahwa sebentuk mode atau siasat perlawanan massa rakyat kecil tanpa politik yang dilakukan dengan gerakan “picisan” untuk mengkaji ulang “politik modern” identitas adiluhung kalangan elite yang (sedang) berkuasa(Anderson,1999:9).<br /><br />Pengaruh Postkolonial Dalam Hikayat Teungku Dimeukek<br /><br />Kajian poskolonial adalah salah satu kajian akademis yang berkembang setelah tahun 1980-an. Perkembangan ini sebagai dampak pemikiran teori kritis dan postmodern yang mewarisi pemikiran Nietszhe, seperti: Heidegger, Derrida, Michel Foucault, Bataille dan lain sebagainya. Ada karakteristik yang sama dan menjadi ciri utama teori kritis dan postmodern yaitu bahwa teori sosial berguna untuk meningkatkan kesadaran dan wawasan yang lebih memungkinkan perubahan lingkungan sosial budaya secara rasional dan lebih manusiawi. Hal ini<br /><br />terlihat jelas pada kajian poskolonial. Oleh karena itu, Akhyar mengemukakan bahwa teori kritis dan postmodern berjasa besar dalam menumbuhkan kesadaran di kalangan ilmuwan bahwa dalam praktek-klasifikasi ilmiah, pemahaman dan penelitian tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kepentingan, kekuasaan dan ideologi (Ahyar,2006:199).<br /><br />Menurut Said, pandangan kaum kolonialis Barat (khususnya kaum oriental) yang merendahkan pandangan Timur (masyarakat jajahannya) sebagai konstruksi sosial-budaya yang tidak terlepas dari kepentingan dan kekuasaan mereka. Karena itu pandangan dan teori-teori yang dihasilkannya tidaklah netral dan obyektif sebagaimana mereka duga. Edward Said menggunakan pemikiran Foucault dan Teori Kritis sebagai dasar untuk teori poskolonialnya. Edward Said menggunakan pemikiran tokoh tersebut untuk membongkar narsisme dan kekerasan epistemologi Barat terhadap Timur dengan menunjukkan bias, kepentingan, kuasa yang terkandung dalam berbagai teori yang di kemukakan kaum kolonialis dan orientalis(Baso,2005:59).<br /><br />Bukan lagi rahasia umum bahwa segala sesuatu yang dipaksakan Barat pada negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia selalu bersifat subjektif. Naskah hikayat Teungku di Meukek merupakan salah satu hikayat yang membahas tentang persengketaan antara masyarakat Aceh pada masa itu terhadap Belanda sehingga masyarakat Aceh pun melakukan perlawanan. Perlawanan terhadap pemerintah kolonial telah terjadi naratif heroik baik di Indonesia maupun di tempat-tempat lain, perjuangan melawan para penjajah dan kobolator mereka tidak hanya menggerakkan banyak orang, tetapi juga memberikan tujuan moral yang jelas (Faulcher dan Day, 2002:468). Mengenang kembali revolusi dan mengklaim legitimasi, tetapi juga bisa menjadi cara untuk mengkritik rejim sekarang karena menkhianati cita-cita terdahulu(Faulcher dan Day, 2002:468).<br /><br />Hikayat Teungku di mekek menyajikan suatu ulasan yang jelas tentang sejarah Aceh dan wawasan yang cemerlang mengenai kondisi Aceh pada saat itu bahkan mempunyai nilai sejarah khusus, karya ini mempunyai latar belakang sejarah yang cukup jelas walaupun fakta-faktanya dicerminkan melalui medium imajinatif yang seluruhnya bersesuaian dengan ciri-ciri khas Aceh. Penjelasan-penjelasan menarik tentang kejadian-kejadian sederhana, fakta sejarah yang sebenarnya. Kita dapat lihat bagaimana Belanda menghasut Hulubalang untuk memerangi Teungku Meukek di Rundeng, seperti kutipan dibawah ini,<br /><br />Raja Beulanda atejih sosah<br />Jikeumeung pinah sinan Syekhuna<br />Jimupakat sabe keudroe-droe<br />Tapangge jinoe raja raja<br /><br />'Oh ka tapangge dum Hulubalang<br />Dudoe tayue prang bakjih teuma<br />Meunankeu pakat di kompeuni<br />Ban narit jibri ka ubak raja<br /><br />Nanggroe Rundeng jak leh taprang<br />Beulanja tuan ulon peuna<br />Han sep siribee dua lhee ribee<br />Bek kamalee kaprang lanja<br /><br />Peue meusaket atra kompeuni<br />Jinoe kubri keu beulanja<br />Nyankeuh teuku cuba pike<br />Ubat beude ulon peuna<br />Artinya:<br /><br />Raja Belanda hatinya susah<br />Dia ingin mengusir syekhuna atau Teungku di Meukek<br />Mereka melakukan muwafakat dengan sesamanya(Belanda)<br />Untuk memanggil setiap para raja atau para Hulubalang<br /><br />Setelah dipanggil para Hulubalang<br />Kemudian kita ssuruh perang sama mereka<br />Begitulah muwafakat para kompeni<br />Begitulah khabar yang disampaikan sama raja<br /><br />Negeri rundeng mari kita perang<br />Semua keperluan tuan akan kami sediakan<br />Tidak cukup siribu dua ribupun kami kasih<br />Jangan kalian pikirkan kita perang saja<br /><br />Jangan kalian susah dengan harta kompeni<br />Sekarang kami berikan untuk belanja<br />Sekarang coba anda pikirkan<br />Kalau masalah senjata ada sama kami<br /><br />Kutipan di atas menjelaskan bahwa Belanda mengajak dan menghasut para Hulubalang untuk menyerang Teungku di Meukek di rundeng, bahkan Belanda juga menyiapkan semua fasilitas-fasilitas yang diperlukan para Hulubalang baik uang maupun senjata seperti yang digambarkan dalam hikayat. Belanda menghasut para Hulubalang karena para Hulubalang juga sangat membenci Teungku di Meukek karena Teungku di Meukek adalah seorang pendatang yang datang ke daerah rundeng untuk menyebarkan ajaran islam, bahkan selain itu Teungku di Meukek juga telah membuat daerah rundeng maju dan terkenal. Bahkan sebab lain para Hulubalang membenci Teungku di Meukek karena orang wilayah-wilayah yang dekat dengan rundeng juga banyak yang berdatangan untuk belajar pada Teungku di Meukek terutama belajar ilmu agama.<br /><br />Dalam hikayat tersebut digambarkan bahwa belanda sudah lama ingin menguasai wilayah Rundeng, dan sudah sudah pernah mejajah wilayah Rundeng tersebut dan juga wilayah disekitarnya, tapi tidak pernah berhasil karena orang rundeng tidak terpengaruh dengan kedatangan Belanda diwilayah tersebut, bahkan masyarakat juga menolak kedatangan kolonialis ke wilayah mereka. Oleh karena itu Belandapun menghindar dan tidak berani melawan Teungku di Meukek yang memimpin wilayah rundeng pada masa itu, karena teungku di meukek terkenal sangat kuat dan sangat sukar untuk ditaklukkan. Namun begitu Belanda mengetahui bahwa para Hulubalang Meulaboh merasa sakit hati pada Teungku di Meukek dan ingin menyerang Wilayah rundeng tersebut, maka Belanda mulai mengatur siasat yaitu menggunakan kesempatan untuk bekerja sama dengan para Hulubalang.<br /><br />Hikayat Teungku di Meukek menunjukan adanya ketidak sesuaian antara masyarakat Aceh yang satu wilayah dengan wilayah yang lain, sehingga munculnya perlawanan masyarakat Aceh pada saat itu. Dalam hikayat ini juga menggambarkan bagaimana sosok seorang ulama dalam menyebarkan Islam dijalan Allah. Hikayat ini memberikan gambaran perjuangan seorang dalam menghadapi penjajahan dan secara tegas menggambarkan musuh utama itu orang Belanda yang tampil sebagai wakil semua bahaya yang mengancam mereka dari Eropa.<br /><br />Dalam hikayat ini juga menggambarkan kesabaran kepada kita bahwa Teugku Meukek walaupun dihina dan dicemoohkan oleh para Hulubalang dan Belanda, tetapi beliau tetap menjalankan tugasnya sebagai ulama. Bahkan Teungku di Meukek dalam peperangan melawan Belanda dan Hulubalang dibantu oleh para ulama-ulama lain dan oleh seluruh warga Rundeng dan sekitarnya. Hampir setiap masyarakat dan para ulama membantunya dalam melawan para penjajah. Hal ini menunjukkan adanya semangat yang luar biasa pada masyarakat dalam membantu Teungku di Meukek untuk melawan para Hulubalang dan penjajah.<br /><br />Oleh karena itu hikayat ini menampilkan ideologi bahwa bagaimana seruan dalam menyongsong ke arah perbaikan, melawan penjajahan, dan mempertahankan wilayahnya dari tangan penjajahan. Dalam hikayat ini menunjukkan bahwa masyarakat melakukan perjuangan-perjuangan sosial dalam praktek politik nyata, dan berhasil menunjukkan adanya permainan kuasa dan pengetahuan dalam berbagai teori yang di kemukakan kaum kolonialis atau orientalis.<br /><br />Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Chatterjee yaitu tentang identitas kultural yaitu sebagai salah satu cara untuk melawan campur tangan kolonial (Faulcher dan Day, 2002:253). Perjuangan-perjuangan sosial dalam praktek politik nyata. Ia berhasil menunjukkan adanya permainan kuasa dan pengetahuan dalam berbagai teori yang di kemukakan kaum kolonialis atau orientalis.<br /><br />Tetapi salah satu masalah yang senantiasa menghantui bekas-bekas tanah jajahan pasca revolusi adalag bahwa mengusir pemerintah kolonial tidak memebuat kekuasaan menguap di udara atau mendistribusikan secara merata diantara semua anggota masyarakat. Pemerintah pasca penjajahan tetap juga pemerintah, dan ketika para pemegang kekuasaan bergandengan tangan dengan militer yang kuat serta modal internasional untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan mereka, kemungkinan besar jauh lebih eksploitatif dan membelenggu daripada yang pernah dicapai oleh pemerintah penjajah itu sendiri berkat kemajuan-kemajuan dalam penegakan hukum dan pemasaran (Faulcher dan Day, 2002:468). Mengenang kembali revolusi kemudian bisa menjadi salah satu cara bagi suatu rezim untuk mengklaim legitimasi, tetapi juga menjadi cara untuk mengkritik rezim sekarang karena mengkhianati cita-cita terdahulu (Faulcher dan Day, 2002:468).<br /><br />Dalam Hikayat ini diberikan paparan yang cemerlang, tentang bagaimana sikap para penjajah terhadap masyarakat Aceh, dan juga menunjukkan bagaimana respons masyarakat Aceh yang tertindas pada masa itu, sehingga dari kesabaran yang kuat sehingga munculnya dorongan untuk melawan para penjajahan, dan adanya semangat dalam melakukan perjuangan dalam bekerja sama untuk melawan penjajah tersebut. Begitu juga nilai-nilai yang terdapat dalam Hikayat, sebagian dari nilai-nilai tersebut mengajarkan hal yang serupa tentang semangat untuk bertahan hidup. Ciri khas lain yang ada dalam hikayat adalah adanya motif yang menggerakkan cerita.<br /><br />Kesimpulan<br /><br />Hikayat Teungku di Meukek merupakan salah satu karya sastra lama yang ditulis dalam bahasa Aceh oleh masyarakat Aceh dulu. Hikayat ini menggambarkan tentang perlawanan rakyat Aceh terhadap pemerintahan kolonial yang menghasut para Hulubalang. Dalam hikayat ini menunjukkan adanya Perjuangan-perjuangan sosial dalam praktek politik nyata. Ia berhasil menunjukkan adanya permainan kuasa dan pengetahuan dalam berbagai teori yang di kemukakan kaum kolonialis atau orientalis. Adapun naskah ini menceritakan tentang perlawanan terhadap para penjajah maka poskolonial ingin menggugat praktek-praktek kolonialisme yang telah melahirkan kehidupan yang penuh dengan propaganda peperangan dan kekerasan fisik, tetapi didialektikakan melalui kesadaran atau gagasan. Teori postkolonialisme dianggap dapat memberikan pemahaman terhadap masing-masing pribadi agar selalu mengutamakan kepentingan bangsa di atas golongan, kepentingan golongan di atas kepentingan pribadi.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Daftar Pustaka</span><br />Akhyar Yusuf Lubis, 2006. Dekonstruksi Epistemologi Modern. Jakarta: Pustaka <br /> Indonesia Satu.<br /><br />Baso, Ahmad. 2005. Islam Pasca-Kolonial: Perselingkuhan Agama, Kolonialisme<br /> dan Liberalisme. Bandung: Mizan Pustaka.<br /><br />Benedict Anderson, 1999. Komunitas Imajiner: Renungan Tentang Asal-Usul dan<br /> Penyebaran Nasionalisme (terj). Yogyakarta: Pustaka Pelajar- Insist.<br /><br />Dally, Ramli A. dan Teuku Abdullah Sakti. 2002. Hikayat Akhbarul Karim<br /> Transliterasi Dan Terjemahan, Banda Aceh: Dinas Kebudayaan Provinsi NAD.<br /><br />Djojosuroto, Kinayati. 2006. Analisis Teks Sastra dan pengajarannya. Cet 1.<br /> Yogyakarta:pustaka<br /><br />Faulcher dan Tony Day. 2006. Clearing A Space, Kritik Pasca Kolonial Tentang<br /> sastra Indonesia Modern (terj). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.<br /><br />Harun, Ramli. 1983. Hikayat Ranto Ngon Hikayat Teungku di Meukek. Jakarta:<br /> Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.<br /><br />Hurgronje, C. Snouck. 1985. Aceh Dimata Kolonialis. Jilid II. Jakarta: Yayasan<br /> Soko Guru.<br /><br />Seno, 2002. Mitos dan fakta “Hikayat Raja-raja Pasai” (Kisah Tentang<br /> Pelanggaran Hukum Yang Menyebabkan Kehancuran), dalam Buletin Haba edisi 24, Banda Aceh: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai<br /> Tradisional Aceh.<br /><br />[1] Resitasi adalah pembacaan hafalan atau pengajian di muka umum.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sumber : </span><a href="http://www.acehinstitute.org/index.php?option=com_content&view=article&id=494:hikayat-teungku-di-meukek-tinjauan-teori-sastra-post-kolonial&catid=77:humaniora&Itemid=127">http://www.acehinstitute.org</a><br /></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-6025838959775834772010-11-20T05:47:00.000-08:002010-11-20T06:16:08.603-08:00Sekilas Tentang Masyarakat Using<div style="text-align: justify;">Oleh: <span style="font-weight: bold;">Ayu Sutarto</span><br />Peneliti Tradisi, Universitas Jember Jawa Timur.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pendahuluan</span><br />Secara administratif orang Using (Osing) bertempat tinggal di Kabupaten Banyuwangi, sebuah kabupaten yang terletak di ujung timur Provinsi Jawa Timur. Beberapa abad yang lalu, wilayah yang sekarang dikenal sebagai Kabupaten Banyuwangi ini merupakan wilayah utama Kerajaan Blambangan. Wilayah pemukiman orang Using makin lama makin mengecil, dan jumlah desa yang bersikukuh mempertahankan adat-istiadat Using juga makin berkurang. Dari 21 kecamatan di Kabupaten Banyuwangi, tercatat tinggal 9 kecamatan saja yang diduga masih menjadi kantong kebudayaan Using. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Banyuwangi, Giri, Glagah, Kabat, Rogojampi, Songgon, Singojuruh, Cluring, dan Genteng (Sari, 1994:23).<br /><br />Identitas budaya suatu masyarakat tertentu selalu menghadirkan pandangan stereotipe. Begitu pula halnya dengan identitas budaya Using. Orang Using diprasangkai sebagai sosok yang kasar (tidak punya tata krama), longgar dalam nilai, terutama yang terkait dengan hubungan antarlawan jenis, dan memiliki ilmu gaib destruktif yang disebut santet, pelet, sihir, dan sebangsanya (Subaharianto, 1996:3). Di samping citra negatif tersebut, orang Using juga dikenal memiliki citra positif yang membuatnya dikenal luas dan dianggap sebagai aset budaya yang produktif yaitu 1) ahli dalam bercocok tanam; 2) memiliki tradisi kesenian yang handal; 3) sangat egaliter, dan 4) terbuka terhadap perubahan (Sutarto, 2003).<br /><br />Orang Using dikenal sangat kaya akan produk-produk kesenian. Dalam masyarakat Using, kesenian tradisional masih tetap terjaga kelestariannya, meskipun ada beberapa yang hampir punah. Kesenian pada masyarakat Using merupakan produk adat yang mempunyai relasi dengan nilai religi dan pola mata pencaharian di bidang pertanian. Laku hidup masyarakat Using yang masih menjaga adat serta.<br /><br />pemahaman mereka terhadap pentingnya kesenian sebagai ungkapan syukur dan kegembiraan masyarakat petani telah menjadikan kesenian Using tetap terjaga hingga sekarang. Tulisan ini akan memaparkan produk-produk kesenian Using yang hingga sekarang masih memiliki pendukung yang kuat.<br /><br />Produk-produk Kesenian Masyarakat Using<br /><span style="font-weight: bold;">A. Seni Tari</span><br /><span style="font-weight: bold;">Gandrung</span><br />Gandrung adalah seni tari khas masyarakat Using yang sekarang menjadi maskot Kabupaten Banyuwangi. Seorang penari gandrung identik dengan perempuan yang bergulu menjangan berkaki kijang, yang berarti lincah bagai rusa dan memiliki suara yang merdu. Struktur pementasan gandrung meliputi jejer, paju, dan seblang¬seblang. Musik iringan gending jejer yang semula rancak berganti menjadi lembut dan penari melantunkan gending Padha Nonton sebagai lagu wajib pembuka.<br /><br />Gandrung merupakan salah satu jenis kesenian tradisional Using yang keberadaannya tetap diminati oleh masyarakat. Salah satu keunikan seni gandrung ialah terpadunya gerakan tari yang dinamis dengan suara instrumen yang beragam dan bersuara rancak bersahut-sahutan. Dalam pertunjukan gandrung seorang penari gandrung seringkali melantunkan pantun-pantun Using baik yang terdiri dari dua larik maupun empat larik. Pantun-pantun tersebut ada yang bernuansa agama dan ada pula yang bernuansa asmara.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Seblang</span><br />Seni tari seblang merupakan tarian sakral yang berkaitan dengan upacara magis untuk mendatangkan roh halus, roh leluhur atau Hyang. Jenis seni tari yang hanya terdapat di Desa Olehsari dan Bakungan, Kecamatan Galagah, Kabupaten Banyuwangi ini diperkirakan sebagai peninggalan kebudayaan pra-Hindu yang sampai sekarang masih hidup dan tetap dilestarikan. Tari seblang adalah tarian yang diiringi gamelan dan dilakukan oleh seseorang dalam keadaan kejiman atau tidak sadarkan diri (intrance) karena kerasukan atau keserupan roh halus, roh leluhur, atau Hyang. Tarian ini merupakan sarana pemujaan terhadap roh halus, baik roh yang bersifat baik maupun yang tidak baik. Jadi, gerakan-gerakan yang ada pada tari seblang merupakan gerakan tarian roh yang merasuk ke wadah penari. Ciri-ciri gerakannya yiatu dilakukan dengan ritme yang monoton.<br /><br />Pementasan seni tari ini hanya dilaksanakan sekali dalam setahun, yaitu setiap tanggal 1 Suro bertepatan dengan dilaksanakannya upacara bersih desa atau selamatan desa. Bila pementasan tari seblang tidak diadakan diramalkan akan menimbulkan malapetaka bagi masyarakat desa Olehsari. Atas petunjuk roh halus, pada saat ini pementasan tari seblang dilaksanakan pada setiap Hari Raya Syawal, yaitu tiga atau empat hari sesudahnya. Pementasan tari Seblang dimulai pukul 13.00 sampai dengan pukul 16.00 selama satu minggu.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Barong</span><br />Kesenian barong merupakan teater rakyat yang memadukan unsur tari, musik, dan lagu serta cerita yang telah baku dan turun-temurun. Pada awalnya, seni ini merupakan seni pertunjukan yang bersifat sakral dan pementasannya dilaksanakan hanya pada saat-saat tertentu, misalnya pada saat upacara bersih desa yang diselenggarakan pada minggu pertama bulan Haji (Besar). Tetapi, dewasa ini seni barong sudah menjadi pertunjukan yang bersifat hiburan sehingga bisa dipentaskan pada saat pesta perkawinan, khitanan, atau pergelaran-pergelaran seni lainnya.<br /><br />Kesenian ini merupakan seni rakyat yang secara khusus mengandung ciri khas Using, baik yang menyangkut musik, tari, dialog, maupun ceritanya. Di Kabupaten Banyuwangi yang masih mempertahankan orisinilitas kesenian barong kurang lebih berjumlah empat kelompok, yaitu kelompok Seni Barong Kemiren, Mandalikan, Mangli, dan Jambersari. Akan tetapi, dari keempat kelompok itu hanya kelompok seni barong Kemiren saja yang masih utuh “keUsingannya” dan sering melakukan pementasan.<br /><br />Seni Barong di desa Kemiren diciptakan oleh Eyang Buyut Tompo pada sekitar 1830-an. Pada saat itu di desa Kemiren ada pertunjukan Seblang yang dimainkan Embah Sapua. Ketika penari seblang kesurupan, terjadilah dialog dengan Eyang Buyut Tompo agar pementasan seblang dipindah ke desa Ole-Olean (Olehsari), sedangkan di desa Kemiren dipentaskan seni barong. Sejak saat itu ada ketentuan yang harus dipegang teguh oleh masyarakat, yakni masyarakat desa Kemiren tidak diperkenankan mementaskan seblang, dan sebaliknya masyarakat.<br /><br />Olehsari tidak boleh mementaskan barong. Seni Barong yang diciptakan Buyut Tompo ini didasari oleh leluhur masyarakat Kemiren, Eyang Buyut Cili, yakni tokoh yang dimitoskan dan dianggap sebagai danyang atau penjaga desa Kemiren. Oleh karenanya setiap pementasan, yakni tatkala barong mengalami kesurupan yang masuk adalah Buyut Cili.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Hadrah Kuntulan</span><br />Kesenian hadrah kuntulan lahir tidak terlepas dari sejarah perkembangan Islam di Banyuwangi. Sebelumnya, hadrah kuntulan ini bernama seni hadrah barjanji. Menurut beberapa seniman kuntulan berasal dari kuntul, nama sejenis unggas berbulu putih, yang selanjutnya warna putih ini dijadikan sebagai warna busana yang dipakai para pemainnya. Sementara itu, beberapa seniman yang lainnya seperti Hasan Singodimayan, Andang CJ, dan Sudibjo Aries berpendapat bahwa nama kuntulan secara etimologis berasal dari kata arab kuntubil yang artinya terselenggara pada malam hari. Kata tersebut berkaitan dengan aktifitas santri setelah belajar mengaji, yaitu untuk melepaskan rasa jenuh pada malam hari mereka mengadakan kegiatan dengan melontarkan pujian-pujian yang berbentuk syair barjanji dengan diiringi rebana disertai gerakan-gerakan yang monoton.<br /><br />Pementasan seni hadrah kuntulan berupa tarian rodat (penari laki-laki) yang diiringi dengan rebana ditingkahi vokal barjanjen atau asrokal. Pada awal kelahirannya, di saat pementasan semua penarinya adalah laki-laki karena masyarakat menganggap tabu dan melanggar ajaran agama Islam jika tarian tersebut diperagakan oleh perempuan. Gerakan yang digunakan juga sangat sederhana, yaitu gerakan yang menggambarkan orang shalat, wudu’ dan adzan. Dalam perkembangan selanjutnya, seni hadrah kuntulan mengalami berbagai pernyempurnaan, baik dalam instrumen musik, tarian, busana, maupun penampilan wanita dalam pementasan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Padhang Ulan</span><br />Masyarakat Banyuwangi mempunyai sifat ceria, baik dalam permainan maupun dalam kesenian. Ketika bulan purnama (padhang ulan) antara tanggal 13–17 bulan Jawa, kaum muda mengadakan permainan di perkampungan-perkampungan maupun di pantai, baik secara berkelompok maupun berpasangan. Pada saat seperti ini dimanfaatkan untuk bersenang-senang saja atau untuk mencari jodoh. Situasi seperti inilah yang akhirnya memberikan inspirasi kepada para seniman Banyuwangi untuk menciptakan lagu-lagu, gending, dan tari padhang ulan (terang bulan). Sesuai dengan situasi yang melatarbelakanginya, maka tari padhang ulang mempunyai ciri khas lincah, gembira, dan agak erotis.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sabuk Mangir</span><br />Tari sabuk mangir memiliki latar belakang yang bersifat magis. Istilah sabuk mangir merupakan perpaduan dari dua kata, yaitu sabuk berarti ikat pinggang dan mangir nama sebuah desa di Rogojampi. Sabuk mangir terkenal sebagai sabuk sakti orang Mangir. Berdasarkan kepercayaan bahwa ada kekuatan gaib yang berada dalam sabuk tersebut, orang Mangir berusaha melawan musuh-musuhnya, baik yang musuh yang fisik maupun non-fisik.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Puputan Bayu</span><br />Latar belakang tarian ini adalah sebuah ceritera perjuangan seorang wanita bernama Sayuwiwit yang berperang melawan Belanda (VOC). Sayuwiwit mengorganisir para pemudi di zamannya dalam sebuah pasukan wanita yang disegani kawan maupun lawan. Pasukan wanita yang dipimpin oleh srikandi Sayuwiwit ini yang melakukan perlawanan terhadap VOC dengan perang puputan. Perang puputan adalah perang habis-habisan yang menimbulkan banyak korban, baik di pihak lawan maupun di pihak Sayuwiwit. Perang puputan di desa Bayu inilah yang menjadi inspirasi terciptanya tari puputan bayu.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pupus Widuri</span><br />Pupus widuri terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Using, yaitu pupus yang berarti daun muda dan widuri adalah nama sejenis makhluk cantik atau bidadari. Jadi, makna kata pupus widuri adalah gadis muda yang sangat cantik seperti bidadari. Oleh karena itu, tarian ini dilakukan oleh seorang gadis yang baru menanjak remaja. Tari pupus widuri merupakan gabungan dari beberapa gerak tari tradisional Banyuwangi, seperti tari seblang, tari gandrung, tari gridhoan, dan tari ngarak penganten. Gerakan tari-tarian tersebut digabung dan dikonstruksikan<br /><br />sedemikian rupa sehingga menjadi suatu gerak yang harmonis dan bisa membuat penonton terpesona, baik oleh gerakan maupun kecantikan penarinya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Keter Wadon</span><br />Keter wadon adalah sebuah tari yang diilhami oleh kegiatan burung-burung pipit yang lincah, bebas berkeliaran di udara, mencari makan di mana-mana tanpa ada yang menghalangi, kecuali si anak nakal. Mereka beterbangan di udara, hinggap di atas pohon, bermain di telaga bening, berjemur di panas matahari sambil bercengkerama. Namun, malang karena seekor dari mereka jatuh dipanah, disumpit atau ditembak oleh seseorang yang jahil sehingga ia ditinggal pergi oleh teman¬temannya yang lari ketakutan dan mencari dunia yang lebih bebas dan aman.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Walang Kadung</span><br />Tari walang kadung adalah salah satu seni tradisional daerah Banyuwangi yang penciptaannya berdasarkan pengalaman atau pengamatan terhadap kehidupan walang kadung di pohon-pohon atau dedaunan. Walang kadung merupakan jenis serangga yang biasa hidup di daun-daun muda pohon jambu kluthuk (jambu batu). Jika diperhatikan, gerakan binatang ini sangat menarik, terutama pada kaki depannya, kaki belakang yang panjang tidak pernah diam, kepalanya yang tidak pernah tunduk, serta matanya yang selalu terbelalak.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Jaranan Buto</span><br />Kesenian jaranan buto berasal dari desa Cemetuk Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi. Istilah jaranan buto mengadopsi nama tokoh legendaris Minakjinggo (terdapat anggapan bahwa Minakjinggo itu bukan berkepala manusia, melainkan berkepala raksasa). Instrumen musik jaranan buta terdiri atas seperangkat gamelan yang terdiri dari 2 bongan (musik perkusi), 2 gong (besar dan kecil) atau kencur, sompret (seruling), kecer (instrumen musik berbentuk seperti penutup gelas yang terbuat dari lempengan tembaga), dan 2 kendang. Sebagai isntrumen peraganya/utamanya adalah replika (penampang samping) kuda raksasa yang terbuat dari anyaman bambu. Wajah raksasa didominasi warna merah menyala, dengan kedua matanya yang besar sedang melotot. Dalam pementasannya masih dilengkapi dengan tiga jenis topeng buto (raksasa), celengan (babi hutan) dan kucingan (kucing)<br /><br />yang kesemuanya terbuat dari kulit. Topeng-topeng ini ini harus digunakan secara bergantian oleh para pemainnya, baik pemain laki-laki maupun pemain perempuan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Campursari</span><br />Kesenian campursari disebut juga mocoan pacul gowang (seni baca naskah), yang merupakan lahirnya seni pertunjukan yang kemudian dinamai seni campurcari. Pementasan diawali dengan mocoan pacul gowang berupa pembacaan naskah lontar berbahasa Jawa Kuna dan Jawa Pertengahan yang berisi riwayat Nabi Yusuf. Pembacaan naksah lontar ini dilakukan secara ritmis, dan tunduk terhadap aturan panjang pendek vokal (guru lagu), pupuh atau bait nama tembang (syair) yang dilagukan. Pada umumnya pupuh yang digunakan adalah pupuh macapat yang berasal dari tradisi Jawa, seperti Dandanggula, Kinanti, Pucung, Sinom, dan Asmaradana. Seusai pembacaan naskah lontar, acara dilanjutkan dengan atraksi penampilan jenis kesenian lain seperti, kuntulan, janger, gandrung, rengganis, jinggoan, tarian daerah, kendang kempul, lawak, dan dangdutan. Satu genre kesenian yang tidak masuk dalam paket campur sari adalah barongan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">B. Seni Musik</span><br /><span style="font-weight: bold;">Kendang Kempul</span><br />Kesenian kendang kempul yang pada awalnya disebut kendang gong merupakan seni musik yang tumbuh bekembang dari tradisi seni gandrung dengan sentuhan-sentuhan modifikasi perpaduan dengan irama musik dangdut. Dalam hal penggunaan alat musik, selain menggunakan istrumen musik tradisional yang terdiri dari gamelan kempul (biasanya 2 buah), kendang banyuwangen (2 buah, besar dan kecil), dan gong (sekarang tidak dipakai), seni kendang kempul ini juga menggunakan instrumen musik modern.yang terdiri dari organ (keyboard atau syntheziser), gitar (lead maupun melodi), bass elektrik, dan seruling.<br /><br />Lagu-lagu kendang kempul yang sudah terkenal antara lain, Gelang Alit (ciptaan Andang Cs), Kantru-kantru (“tercengang-cengang”, digubah dari lagu gandrung sekitar tahun 1976), Kembang Pethetan (lagu kendang kempul pertama). Selain lagu-lagu tersebut masih banyak lagi lagu-lagu lainnya, seperti yang dicipta oleh Sanusi, di antaranya yaitu Ibadah Haji, Lare Yatim, Payung, Godhong, Kwade, Gelang Alit, Tanah Kelahiran, Kembang Galengan, dan lain sebagainya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Angklung Caruk</span><br />Seni angklung caruk berasal dari jenis kesenian legong Bali. Pengertian caruk di sini mengacu pada arti lomba, tanding, atau duel meet, yang dalam pementasan dipertandingkan sekurang-kurangnya dua group seni angklung caruk untuk memperebutkan gelar sebagai group kesenian yang terbaik. Kecepatan irama musik dan lagu-lagu yang dimainkannya sangat dipengaruhi oleh nuansa musik angklung ritmis dari bali. Namun dalam kesenian ini terdapat juga perpaduan antara nada dan gamelan slendro dari Jawa yang melahirkan kreativitas estetik.<br /><br />Dalam pertunjukan seni angklung caruk juga disajikan beberapa tarian yang biasanya dimainkan oleh penari laki-laki. Jenis -jenis tarian tersebut antara lain tari jangeran, tari gandrungan, cakilan, tari kuntulan, dan tari daerah blambangan. Instrumen musik angklung caruk terdiri dari seperangkat angklung (dua unit angklung), kendang (dua buah), slenthem (dua buah), saron (dua buah), peking (dua buah), kethuk (dua buah), dan gong (dua buah).<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Angklung Daerah</span><br />Seni angklung tumbuh dari tradisi masyarakat agraris, yakni menggunakan bunyi kotekan dari bambu yang pada awalnya dimaksudkan untuk mengusir burung di sawah ketika musim padi. Setelah melalui beberapa tahap penyempurnaan dan penambahan instrumen, akhirnya jenis seni musik ini disebut sebagai angklung daerah serta bisa dipakai untuk mengiringi lagu dan tari. Jenis angklung daerah:<br /><br />angklung paglak, pementasannya dilakukan di atas paglak (gubuk kecil) di tengah sawah.<br /><br />angklung caruk, pementasan dua grup angklung yang dilaksanakan di atas panggung untuk menunjukkan kemampuan dan keterampilan masing¬masing.<br /><br />angklung tetak, pengembangan dari angklung paglak. Dilakukan perubahan bahan instrumen dan nada.<br /><br />angklung dwi laras, merupakan hasil pengembangan dari angklung tetak. Disebut angklung dwi laras karena angklung jenis ini menggabungkan komposisi dua nada, yaitu laras pelog dan laras slendro.<br /><br />angklung Blambangan, pengembangan terakhir angklung di daerah Banyuwangi.<br /><br />Beberapa gending yang biasanya dimainkan dalam angklung daerah antara lain Jaran Ucul, Tetak-tetak, Gelang Alit, Mak Ucuk, Sing Duwe Rupo, Congoatang, Ulan Andung-andung, Mata Walangan, Ngetaki, Selendang Sutera, Padhang Ulan, dan sebagainya). Instrumen pengiring dalam kesenian jenis ini setidaknya terdiri dari angklung (2 set/unit) saron (4 rancak @ 10 buah anak saron), peking (2 rancak), slenthem (2 rancak), kethuk (2 biji), gong (2 rancak), gendang (2 rancak), biola, seruling, dan terompet. Dalam seni angklung daerah diperlukan 10 orang untuk memainkan alat musik, beberapa orang penari, dan satu orang tua atau pendamping. Pada umumnya dalam 1 group angklung daerah jumlah pemainnya berkisar antara 20 – 25 orang pemain.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">C. Seni Teater Tradisional</span><br /><span style="font-weight: bold;">Jinggoan</span><br />Istilah lain dari seni jinggoan adalah seni janger dan Damarwulan. Masyarakat Using lebih suka menggunakan istilah jinggoan yang diambil dari nama tokoh Prabu Minakjinggo sebagai pahlawan mereka, sedangkan nama janger dikaitkan dengan dominasi pengaruh unsur Bali pada gamelan, tari, dan tatabusana sebagai akibat terjadinya kontak budaya. Sedangkan bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa Krama. Ini menandakan kepandaian orang Using dalam melakukan adaptasi terhadap pengaruh budaya dari luar. Unsur-unsur Banyuwangi yang masuk ke dalam kesenian ini antara lain seni angklung dan lagu-lagu Banyuwangen.<br /><br />Dilihat dari bentuk ceritanya, kesenian janger merupakan pengambilan bentuk kesenian langendriyan (ande-ande lumut) yang berasal dari Keraton Mataram Islam di Jogjakarta. Kesenian langendriyan ini pada akhirnya di daerah Banyuwangi berkembang menjadi bentuk dramatari yang dikenal dengan nama Damarwulan. Cerita yang yang sering dipentaskan adalah cerita Bali yaitu Calon Arang, Agung Jelantik, Sastra Dewa. Sedangkan cerita asli Banyuwangi adalah Sayu Wiwit, Wong<br /><br />Agung Wilis (Minakjinggonya), dan Prabu Tawang Alun. Saat ini, ceritanya tidak lagi terikat oleh cerita kepahlawanan Damarwulan ataupun Minakjinggo (misalnya lakon Minakjinggo Diwisudo), tetapi dapat pula bercerita tentang kepahlawanan tokoh-tokoh kerajaan Jawa masa lampau, seperti Geger Tuban, Pangeran Wilis, dan Geger Majapahit, Babad Singosari, Babad Pajang, Babad Mataram, dan cerita wayang (seperti lakon Kresno Duta, Kongso Adu Jago, dan lain-lain).<br />Kesenian janger atau jinggoan ini merupakan kesenian yang lengkap, yaitu terdiri dari seni tari, seni drama, seni suara, seni lawak, dan seni lukis atau dekorasi. Dalam pertunjukkannya, kesenian ini sangat komunikatif. Hal ini bisa dilihat ketika penonton mengajukan permintaan kepada para pemain, terutama pelawak untuk membawakan lagu-lagu populer, tembang Jawa atau Banyuwangen, gending, pantun, atau tarian.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Praburoro</span><br />Praburoro berasal dari dua kata, yakni prabu yang berarti raja dan roro atau rara yang berarti perempuan. Jadi, praburoro berarti raja perempuan atau ratu (Jw. ratu wedok). Kesenian praburoro merupakan satu jenis seni dramatari dengan lakon yang dipentasakan bersumber pada Serat Menak yang bertolak dari hikayat Negeri Persia. Tokoh-tokoh dari seni dramatari ini antara lain Rengganis, Umar Moyo, Lamtanus, dan Suwongso.<br /><br />Pusat cerita terletak pada tokoh Dewi Rengganis (seorang ratu, istri Suwongso, putra Jayengrono dari kerajaan Guparman) sehingga seni drama ini disebut praburoro yang berarti “ratu perempuan”. Diceritakan bahwa Dewi Rengganis adalah seorang perempuan yang tidak dapat digauli oleh laki-laki, termasuk suaminya. Rahasia ini diketahui oleh Umar Moyo sehingga Dewi Rengganis merasa sangat malu. Oleh karena itu, ia kemudian melarikan diri ke wilayah Nusantara. Di tanah Jawa ia mendirikan kerajaan dan sekaligus menjadi ratu.<br /><br />Secara umum praburoro mengisahkan proses masuknya agama Islam ke tanah Jawa. Sebelum Islam masuk, di tanah Jawa sudah memiliki budaya Hindu. Salah satu seni budaya Hindu itu adalah wayang yang alur cerianya bersumber pada epos Ramayana dan Mahabarata, demikian pula tokoh-tokohnya.<br /><br />Dalam seni drama praburoro terdapat kurang lebih 21 cerita, yaitu Imam Sejati, Umar Seketi, Menak Sopo Nyono, Mali Bari, Bedhahing Bangit, Praburoro, Putri Cino, Rengganis, Dandang Wincono, Umar Moyo Kembar, Umar Mantu, Subroto Kromo, Maktel Kembar, Subroto Rante, Cinde Kembang, Prabu Bantarangi, Joko Lelono, Suwongo Gugat, Angin Suseno, Samirono Sekso, dan Kusumo Maling.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Penutup</span><br />Masyarakat Using bukan hanya ulet dan mahir dalam bercocok tanam melainkan juga piawai dalam berkesenian. Eksistensinya bukan hanya membuat Kabupaten Banyuwangi menjadi gudang pangan, melainkan juga gudang produk¬produk kesenian tradisional yang menjadi kebanggaan Provinsi Jawa Timur. Produk¬produk kebudayaan Using memiliki peranan strategis, baik yang bermuatan kultural maupun ekonomi. Jika dikelola, dibina, dan dimanfaatkan dengan baik, produk¬produk kebudayaan Using dapat memberi kontribusi yang berarti bagi baik pembangunan daerah maupun pembangunan nasional.<br /><br />Orang Using dikenal sebagai sosok yang adaptif, egaliter, terbuka, dan mencintai kesenian. Produk-produk kesenian Using bukan hanya menghibur tetapi juga banyak mengandung nilai perjuangan dan perlawanan terhadap kekuatan asing yang merugikan. Banyak sekali pesan-pesan mulia yang terkandung dalam syair¬syair baik yang dilantunkan dalam kendang kempul maupun hadrah kuntulan Using dan dalam seni tari tradisional Using, seperti Gandrung dan Seblang. Jelasnya, produk budaya Using memiliki dua warna, yaitu produk budaya yang bercitra agraris dan produk yang bercitra patriotik.<br /><br />Orang Using, meskipun menjadi pemeluk agama Islam, telah memelihara tradisinya dengan baik dan tidak mempertentangkan nilai agama dengan tradisi. Dalam masyarakat Using, agama dan tradisi saling mengisi: agama seringkali sebagai kekuatan yang lebih dominan mewarnai tradisi. Akibatnya, tidak sedikit unsur-unsur agama maupun kepentingan agama mewarnai produk kesenian Using. Produk-produk kesenian Using yang bercitra agraris dapat dimanfaatkan sebagai perekat dalam kehidupan bertetangga dan bermasyarakat, sedangkan yang bercitra patriotik dapat dimanfaatkan untuk membangun nasionalisme.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Daftar Pustaka</span><br />Abal, Fatrah. 1993. “Gending-gending Perjuangan” dalam Gema Blambangan No. 28 dan 29. Banyuwangi.<br /><br />Ali, Hasan. 1991. “Bahasa dan Sastra Using di Banyuwangi: Suatu Laporan”. Proseding Kongres Bahasa Jawa. Semarang. 15-20 Juli 1991.<br /><br /> . 1994. “Bahasa dan Sastra Using di Banyuwangi” dalam Gema Blambangan, No. 032<br /><br /> . 2002. Kamus Bahasa Daerah Using-Indonesia. Banyuwangi: Dewan Kesenian Blambangan.<br /><br />Anoegrajekti, Novi. 2003. “Identitas dan Siasat Perempuan Gandrung” dalam Jurnal Srinthil. No. 3 Tahun 2003.<br /><br />Beatty, Andrew. 2001. Variasi Agama di Jawa Suatu Pendekatan Antropologi. Edisi 1. Cetakan 1. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.<br /><br />Daniel. 1992. “Seblang Bakungan, Sampai Kapan Bertahan?”. Mutiara No. 611 Tahun ke-15, Minggu I Juli 1992.<br /><br />Murgiyanto, Sal. M. dan Munardi A.M. 1990. Seblang dan Gandrung: Dua Bentuk Tari Tradisi di Banyuwangi. Jakarta: Pembinaan Media Kebudayaan.<br /><br />Ningsih, Sri dkk. 2000. Cerita Rakyat Using Banyuwangi. Surabaya: Balai Penelitian Bahasa.<br />Oetomo, Sri Adi. 1987. Kisah Perjuangan Menegakkan Kerajaan Blambangan. Surabaya: Sinar Wijaya.<br />______. 1993. Menelusuri dan Mencari “Hari Jadi Banyuwangi”. Pasuruan: Garoeda Buana Indah.<br /><br />Sari, Dias Mustika. 1994. “Fungsi Wangsalan Dalam Interaksi Sosial: Kajian Sosiolinguistik terhadap Masyarakat Bahasa Using di Dusun Genitri Desa Gendoh Kecamatan Singojuruh Kabupaten Banyuwangi”. Skripsi, Fakultas Sastra Universitas Jember.<br /><br />Singodimayan, Hasnan. 1999. “Sinkretisme, Ciri Khusus Masyarakat Adat Osing”. Dalam Banyuwangi Pos, Banyuwangi, 25-31 Juli 1999.<br /><br /> . 1999. “Sinkretisme, Ciri Khusus Masyarakat Adat Using”. Banyuwangi Pos,. 25-31 Juli 1999.<br /><br />Soeyono, Bambang. 1998. “Gandrung Banyuwangi sebagai Identitas Budaya Masyarakat Osing di Jawa Timur”. Tesis S-2. Yogyakarta: Pascasarjana UGM.<br /><br />Subaharianto, Andang. 1996. “Mitologi Buyut Cili Dalam Pandangan Orang Using di Desa Kemiren Kabupaten Banyuwangi”. Laporan Penelitian. Jember: Lembaga Penelitian Universitas Jember.<br /><br />Sudjana, I Made. 2001. Nagari Tawon Madu: Sejarah Politik Blambangan Abad XVIII. Bali: Larasan Sejarah.<br /><br />Suprianto, Henricus. 1984. “Muatan Erotik Tembang Gandrung Banyuwangi: Unsur Sastra pada Seni Pertunjukan Gandrung di Banyuwangi”. Makalah Seminar Fakultas Sastra UI.<br /><br />Suripto. 2000. “Angklung Paglak di Desa Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi”. Skripsi Program Studi Etnomusikologi Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta.<br /><br />Sutarto. 2003. “Etnografi Masyarakat Using”. Laporan Penelitian. Surabaya: Dinas P dan K Provinsi Jawa Timur.<br /><br />Zainuddin, Sodaqoh dkk. 1996. “Orientasi Nilai Budaya Using di Kabupaten Banyuwangi”. Laporan Penelitian. Jember: Lembaga Penelitian Universitas Jember. 1<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sumber : </span><br />Makalah disampaikan pada acara pembekalan Jelajah Budaya 2006 yang diselenggarakan oleh Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, tanggal 7 – 10 Agustus 2006.<br /></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-20800632586754720112010-11-20T01:44:00.000-08:002010-11-20T02:05:14.611-08:00Objek Wisata Alam Kabupaten CIlacap Jawa Tengah<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Pulau Nusakambangan</span><br />Pulau Nusakambangan merupakan salah satu kawasan pantai selatan Kabupaten Cilacap yang dipisahkan oleh Selat Segara Anakan yang memisahkan dengan daratan Pulau Jawa .<br /><br />Pulau Nusakambangan dikenal juga pulau penjara yang mempunyai kesan menyeramkan itulah kesan yang acap terdengar oleh siapapun yang belum pernah datang berkunjung ke Pulau Nusakambangan.<br /><br />Pulau ini memang menawarkan banyak hal. Semakin lama mendekat dan melihat kesan menyeramkan berangsur-angsur sirna . bayangan yang menyeramkan pada penghuni penjara, serta hutan belantara yang sampai saat ini masih mampu melindungi satwa-satwanya perlahan-lahan akan melumatkan kesan menyeramkan bahkan kesan tersebut berganti rasa takjub dan detak kekaguman tiada habisnya .<br /><br />Seramya mendengar para penghuni LP anda tidak usah kawatir sebab diantara lokasi wisata dengan Lembaga Pemasyarakatan sangat jauh. Dari 9 buah LP, 5 diantaranya LP Karanganyar, Nirbaya, Karang tengah, Gligir dan Limusbuntu sudah tidak digunakan, namun sekarang sudah dibangun untuk penjara khusus narkoba dan penjara terbuka serta penjara super maksimum security.<br /><br />Sejak tahun 1985 Lembaga Pemasyarakatan tinggal 4 LP yang di gunakan diantaranya LP Besi, LP Batu , LP Permisan dan LP Kembang kuning (Penjara yang dibangun antara tahun 1908 sampai dengan 1950) yang rata-rata mempunyai kapasitas 500 orang sampai 2000 orang .<br /><br />Pulau Nusakambangan yang memanjang dari barat ketimur sepanjang kurang lebih 36 km dan lebar antara 4 – 6 KM dengan luas keseluruhan adalah 210 km2 atau 21.000 ha memang menyimpan misteri dan daya tarik wisata seperti goa, pantai, benteng dan keindahan batuk arang dan keindahan panorama alam, hutan cagar alam, dan hutan belantara .<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Segara Anakan</span><br />Nikmatilah uniknya alam Segara Anakan dan Nusakambangan, dapatkan petualangan yang mengasyikan.<br /><br />Segara Anakan Cilacap terletak di belakang Pulau Nusakambangan wilayah Kabupaten Cilacap. Segara Anakan merupakan Laguna yang unik di pantai selatan Pulau Jawa dengan ekosistem rawa bakau (mangrove) yang memiliki komposisi dan stuktur hutan terlengkap di Pulau Jawa. Berbagai komponen sumber daya hayati berupa flora, habitat berbagai jenis fauna, betang alam daratan dan bentang alam perairan yang beinteraksi satu dengan yang lainnya membentuk suatu kesatuan ekosistem alami.<br /><br />Segara Anakan merupakan bagian dari kawasan Nusakambangan yang membentuk suatu paduan alam yang menawan. Segara Anakan dan Nusakambangan merupakan tempat wisata alam yang ideal. Panorama bentang alam dan keunikannya menyajikan suatu pemandangan yang menakjubkan. Nikmati paduan keindahan dan keunikan penuh nuansa petualangan yang mengasyikan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kampung Laut</span><br />Dinamakan “Kampung Laut” karena perkampungan ini berada di laguna Segara Anakan dan sekelilingnya merupakan wilayah perairan. Berbagai keunikan terdapat di daerah ini, mulai dari banyaknya Goa Karst, fauna laut, dan hingga pola hidup masyarakat yang menetap di daerah tersebut.<br /><br />Letaknya dapat dikatakan terisolasi dan berada cukup jauh dengan wilayah perkotaan, membutuhkan waktu 4 jam dengan menggunakan perahu compreng atau sekitar 2 jam dengan menggunakan perahu mesin. Untuk sampai ke Kampung Laut kita akan melewati hutan mangroove dan menyusuri Pulau Nusakambangan yang digunakan sebagai penjara untuk narapidana kelas berat.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pantai Rancah Babakan Nusakambangan</span><br />Terletak diujung paling barat Pulau Nusakambangan yang berjarak 35 km dari dermaga Sodong. Untuk menuju pantai ini melalui alur selat Nusakambangan – Segara Anakan melewati Desa Klaces Kecamatan Kampung Laut.<br /><br />Sepanjang perjalanan melewati 4 LP yang masih berfungsi yaitu LP Batu, Besi, Kembang Kuning dan Permisan serta melewati Kecamatan Kampung Laut yang berada di Klaces dengan pemandangan hutan mangrove di kiri kanan alur sungai dan pemandangan pegunungan serta selat Indralaya.<br /><br />Pantai Ranca Babakan tergolong pantai yang masih perawan karena belum banyak wisatawan yang berkunjung ke pantai ini, karena memang jalur yang menuju ke pantai belum memadai.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Aksesibilitas </span><br />Dari Pelabuhan Seleko Cilacap naik perahu compreng – menyusuri alur selat Nusakambangan – Segara Anakan – melewati Desa Klaces Kec. Kampung Laut - dilanjutkan menuju Plawangan – Turun di Pantai dekat Plawangan – dilanjutkan berjalan kaki menyusuri jalan tikus menuju lokasi.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pantai Pasir Putih</span><br />Cocok dengan namanya pasir putih karena pantainya berpasir putih sehingga masyarakat menyebutnya Pantai Pasir Putih. Pantai Pasir Putih salah satu obyek wisata yang ada di sebelah selatan Pulau Nusakambangan tepatnya berada di sebelah timur Pantai Permisan. Pantai Pasir Putih dihiasi dengan berbagai batu karang atau pulau – pulau kecil yang membujur ke timur dihiasi ombak yang sangat dahsyat / ganas sehingga benturan air menghantam batu karang hitam menambah keindahan batu karang.<br /><br />Untuk menuju Pantai Pasir Putih harus berjalan kaki menelusuri jalan yang sudah dibangun trap – trap dari paving blok sepanjang 600 m dari Pantai Permisan naik ke arah timur dan turun sampai pantai pasir putih dengan jarak 1 km. Gugusan batu karang di Pantai Pasir Putih yang membujur ke timur diselimuti ombak nan putih menambah indahnya panorama alam pantai pasir putih.<br /><br />Batu – batu tersebut selain menambah keindahan pantai juga sebagai pemecah ombak yang menuju pantai pasir putih sehingga ombak yang ganas bisa dijinakan dan relatif tidak berbahaya.<br /><br />Dengan pasir pantainya yang putih dan ombak yang cukup bersahabat menambah para wisatawan merasa betah dan senang berlama – lama menikmati keindahan pasir putih. Kelebihan pantai pasir putih masih terdapatnya pohon – pohon yang tumbuh secara alami sehingga menambah sejuk udara pantai dan tidak terganggu oleh teriknya sinar matahari karena bisa berteduh atau naik dahan – dahan pohon sambil menikmati deburan ombak laut selatan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pantai Permisan</span><br />Pantai Permisan juga terdapat di Pulau Nusakambangan tepatnya disebelah selatan LP Permisan. Pantai ini masih sangat alami belum banyak tercemari oleh manusia. Dengan pemandangan yang sangat menakjubkan dan deburan ombak laut selatan akan membawa wiasatawan betah menikmati panorama keindahan pulau-pulau kecil dan batu-batu karang didepan pantai mempunyai nilai tersendiri dibanding pantai wisata lainnya di Cilacap.<br /><br />Didepan pantai ada batu karang (pulau Kecil) yang mempunyai kenangan tersendiri bagi seorang pejebat negara yaitu Perdana Menteri pertama Indonesia. Sebelum menjadi Perdana Menteri seorang yang bernama Syahrir pernah berkunjung ke Pantai Permisan, di pantai itu Syahrir mencoba menyebrangi gelombang laut yang saat itu sedang kecil, ia berhasil naik ke batu karang tersebut. Akan tetapi pada saat mau kembali ke pantai datanglah ombak yang sangat besar, sehingga Syahrir bertahan sampai berjam-jam menunggu air surut diatas batu karang. Dengan adanya peristiwa tersebut maka nama Syahrir diabadikan sebagai nama gugusan karang di Pantai Permisan yang oleh sebagian kalangan masyarakat menyebutnya Batu Syahrir .<br /><br />Selain cerita di atas, jika air surut wisatawan bisa mendaki sejumlah batu karang yang tersembul. Mereka akan menyaksikan berbagai simbol sosial sebagai bukti adanya legenda Raja Pakuan Pajajaran yang mempunyai putri cantik terkena wabah penyakit yang bisa sembuh kalau diobati dengan air mata kuda sembrani, maka sang raja mengirim utusan untuk mendapatkan obat tersebut tetapi selalu gagal yang pada akhirnya sang putri itu sendiri berangkat dan karena kecapaian perjalanan jauh ia beristirahat dan mandi di Pantai Permisan terseret ombak ke tengah laut dan terjepit diantara batu karang dan meninggal dan dari kejauhan hanya kelihatan sebagian anggota badannya tanpa busana maka disitu ada batu karang yang mirip alat kelamin perempuan .<br /><br />Juga disebut permisan saat ada perompak mau mendarat ke Nusakambangan pantai itu tidak tampak tapi setelah permisi pada Sang Baurekso Pulau Nusakambangan nampak pantai tersebut maka disebut permisan<br /><br />Pantai Permisan juga merupakan tempat penggodokan para prajurit agar mampu menjaga dan dam membela keutuhan bangsa dan negara dari gangguan apapun baik besar maupun kecil yang kiranya mengganggu kedaulatan. Tekad dan kekokohan prajurit tersebut disimbolkan dengan salah satu atribut (pisau komando) yang ditancapkan atau ditusukan kedalam batu karang sehingga dari pantai tampak pisau komando menancap dibatu karang.<br /><br />Untuk menuju Pantai Permisan para wisatawan dapat menggunakan kapal penyebrangan atau perahu baik dari Pelabuhan Lomanis atau Pelabuhan Wijayakusuma ke Sodong Nusakambangan kemudian dilanjutkan dengan kendaraan pribadi atau carteran rombongan menuju ke permisan. Selama perjalanan, wisatawan bisa menikmati pemandangan alam yang ada di Pulau Nusakambangan dan bisa singgah dulu di obyek wisata Goa Ratu juga bisa melihat LP Kembang kuning , Batu , Besi dan LP Permisan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pantai Jetis</span><br />Pantai yang berbatasan langsung dengan obyek wisata Pantai Ayah Kebumen ini Terletak di Kecamatan Nusawungu Kabupaten Cilacap bagian Timur menawarkan keindahan panorama ombak laut selatan dan pemandangan alam pegunungan serta keindahan arur Sungai Bodo. Pantai ini terletak + 40 km dari arah timur kota Cilacap, dengan menggunakan kendaraan pribadi atau umum melalui jalur selatan-selatan jurusan Cilacap - Jatijajar - Gombong . Pada objek wisata ini terdapat Tempat Pelelangan Ikan Nelayan Tradisional.<br /><br /> <span style="font-weight: bold;">Pantai Singkil Indah</span><br />Selain Pantai Ketapang Indah di Desa Sidaurip di Desa Karangpakis Kecamatan Nusawungu juga ada Pantai Singkil Indah letaknya kurang lebih 3 Km ke arah timur dari pantai Ketapang Indah . Obyek yang ditawarkan hampir sama dengan gugusan pantai-pantai lain yang menghadap ke Samudra Indonesia .<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pantai Ketapang Indah</span><br />Selain Pantai Widarapayung ke arah Timur ± 3 km ada Pantai yang lebih menarik lagi yaitu Pantai Ketapang Indah yang terletak di Desa Sidaurip Kecamatan Binangun, dengan luas 10 Ha. Pantai Ketapang Indah merupakan gugusan pantai – pantai lain yang menghadap Samudra Indonesia. Untuk menuju obyek wisata ini sangatlah mudah karena dapat dilalui kendaran roda dua maupun roda empat dengan menelusuri jalan beraspal jurusan Cilacap- Gombong.<br /><br />Obyek ini menawarkan panorama pantai yang indah di tumbuhi pohon kelapa dan gelombang laut yang bisa digunakan untuk Selancar Air jika ombak tidak terlalu besar. Fasilitas yang ada tempat parkir yang bebas, tempat berteduh dibawah pohon kelapa dan kios-kios cindera mata sudah tertata dengan baik.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pantai Indah Widarapayung</span><br />Merupakan objek wisata pantai dengan luas seluruh areal pantai mencapai 500 hektar terletak di Desa Widarapayung Kecamatan Binangun atau terletak ± 35 km arah timur dari Kota Cilacap. Kondisi pantainya sangat landai dengan dipagari pohon kelapa sehingga menjadikan pantai ini sejuk. Sedangkan luas kawasan yang ditetapkan sebagai Obyek Wisata Pantai Indah Widarapayung adalah sekitar 30 Ha (1000 m x 300 m)<br /><br />Untuk menuju Pantai Indah Widarapayung sangatlah mudah bisa menggunakan angkutan umum bus jurusan Cilacap – Gombong atau kendaraan pribadi karena letaknya di Jalan Lintas Selatan – Selatan. Fasilitas yang ada di Pantai Indah Widarapayung: jalan yang beraspal, Shelter (tempat berteduh), Gardu Pandang, Kolam Renang, Tempat Parkir, Warung Makan, dan Kesenian Daerah. Pada bulan syura dilakukan Upacara Ritual Adat Tradisional Sedekah Bumi untuk larungan sesaji ke laut dengan diiringi kesenian daerah dan Pakaian Adat. Upacara Sedekah Bumi adalah merupakan salah satu perwujudan ungkapan rasa syukur yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar Desa Widarapayung agar diberi keberkahan, keselamatan dalam sehari – harinya oleh Gusti kang Maha Agung.<br /><br />Obyek ini menawarkan panorama pantai yang indah, upacara adat dan kesenian daerah, gelombang laut yang relatif teratur dan cocok untuk Selancar air.<br /><br /> <span style="font-weight: bold;">Aksesibiltas </span><br />Dari arah timur : melewati perbatasan Kebumen (Pantai Ayah) – Cilacap (Pantai Jetis) dengan menyeberangi Jembatan Kali Bodo – ke arah barat – menuju lokasi di sebelah kiri jalan.<br /><br />Dari arah barat : dari Kota Cilacap – Adipala – ke arah timur menuju Kec. Binangun – mencapai lokasi di sebelah kanan jalan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Gua Maria (Gua Bendung)</span><br />Goa Bendung ditemukan oleh penjajah Belanda pada sekitar abad ke 16 konon pernah di gunakan sebagai tempat ibadah umat Kristiani pada saat Belanda menduduki Pulau Jawa termasuk Pulau Nusakambangan.<br /><br />Untuk mencapai goa tersebut dapat melalui Pelabuhan Lomanis atau Pelabuhan Sleko dengan naik perahu atau compreng dengan menelusuri sungai dan selat Segara Anakan menuju goa atau Desa Klaces . Dari Klaces kemudian berjalan kaki selama kurang lebih satu jam menuju ke arah goa atau dapat melalui Dermaga Sodong dengan naik kendaraan roda dua atau angkutan lainnya melalui jalan darat sambil menikmati keindahan alam dan hutan serta bangunan lembaga pemasyarakatan menuju Goa Bendung sekitar 45 menit.<br /><br />Goa Bendung yang ditemukan Belanda tanpa sengaja ketika penjajah Belanda meluaskan jajahannya di tanah jawa termasuk Pulau Nusakambangan mempunyai lorong sepanjang kurang lebih 150 meter dengan lebar 10 meter, didalam goa tersebut terdapat stalakmit yang menyerupai anjing dan seorang perempuan yang sedang menyusui. Karena didalamnya terdapat tempat khotbah dan stalakmit yang bentuknya seperti Bunda Maria, sehingga ada sebagian masyarakat yang menyebut Goa Maria, juga di dalamnya terdapat parit yang dibangun oleh Belanda yang galian tanahnya untuk membendung badan parit yang luas seperti pelataran dan digunakan untuk para jemaat untuk melakukan ibadah, karena pelataran yang digunakan untuk membendung air tersebut maka goa ini dikalangan masyarakat disebut Goa Bendung.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Goa Masigitsela</span><br />Goa Masigitsela adalah lobang yang cukup besar dan jauh masuk keperut bumi oleh karena proses alam yang bersangkutan terlalu lama yang menghasilkan stalakmit dan stalaktit didalam goa tersebut dan tampak sangat indah. Goa Masigitsela memiliki berbagai kaunikan disamping mulut goanya menghadap ketimur atau berlawanan dengan arah kiblat. Tebaran stalakmit dan stalaktit yang menghiasi mulut goa membentuk satu ornamen indah lengkap dengan pilar-pilarnya. Kalau diamati sepintas goa ini mirip pintu masuk bangunan masjid oleh karenanya sebagian masyarakat menyebut Goa Masigitsela disebut Goa Ibadah Sunan Kalijaga dan Sri Sultan Hamengkubuwana apalagi dikuatkan lagi sejumlah tangga yang terdapat di mulut goa juga sebuah bedug, juga didalam goa terdapat mata air tempat untuk mengambil air wudhu.<br /><br />Arti Masigitsela adalah masjid yang terbuat dari sela atau batu. Wisatawan yang berkunjung ke goa ini mempunyai berbagai macam tujuan ada yang bertujuan menenangkan diri, ada yang meningkatkan iman mereka ada pula yang bertujuan ngalap berkah, ada juga yang datang tahlilan mengirim doa para leluhur. Salah satu keindahan stalakmit berwarna kuning emas dan berbentuk memanjang mirip dengan kasur sehingga sebagian orang menyebut kasurnya nabi sulaiman dan ada stalakmit yang membentuk cekungan mirip sebuah tempayan yang disebut pedaringan penggawa dan dinding batu yang memisah pedaringan penggawa di kenal sebagai tempat pertapaan Aji Saka yang diyakini jika dapat memeluk tiang aji saka keinginannya akan terkabul.<br /><br />Untuk menuju Goa Masigitsela dapat dijangkau dari beberapa arah, masyarakat yang datang dari Jawa Barat bisa menggunakan kendaraan air (perahu/kapal) dapat singgah sebentar di Klaces kemudian dilanjutkan dengan perahu kecil atau jalan kaki menuju goa kira-kira 30 menit dan jika dari Cilacap melalui Dermaga Sodong masuk perairan menuju Desa Klaces atau lewat jalan darat melalui jalan di Nusakambangan dari Sodong naik menuju Goa Masigitsela<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Goa Ratu dan Goa Putri</span><br />Goa Ratu dan Goa Putri terdapat di perbukitan kapur di Pulau Nusakambangan bagian tengah. Panjang goa kurang lebih 4 km dan lebar 20 meter . Goa yang kanan kirinya masih alami karena ditumbuhi oleh pepohonan rupanya menambah kesejukan dan kenyamanan didalamnya. Dari mulut goa kedalam banyak dihiasi oleh stalaktit dan stalakmit yang masih asli dan relatif indah. Goa ini juga dihuni oleh binatang seperti kelelawar dan burung walet. Kedua goa tersebut mempunyai lorong yang mudah dilalui sampai dengan panjang 140 meter dan lebar 14 sampai 20 meter, sekitar 70 meter terdapat reruntuhan atap goa yang menunjukan pemandangan dengan latar belakang stalaktit dan stalakmit.<br /><br />Goa ratu ini memang cukup menarik sebagai obyek wisata alam. Akan tetapi di balik keindahan goa tersebut ternyata menyimpan misteri, ada beberapa cerita yang berkaitan dengan goa ratu. Konon goa ratu merupakan goa tua sebagai istana atau kerajan siluman. Oleh karena merupakan kerajaan siluman, goa ini sering pula dipakai atau sebagai tempat pertemuan raja-raja siluman.<br /><br />Kecuali cerita tersebut goa ini juga terdapat batu yang sering kali disebut atau bernama Ganda Mayit. Batu ini pada malam-malam tertentu seperti malam jumat kliwon berbau bangkai (mayit). Selain batu ganda mayit, dalam goa ratu terdapat pula batu yang diberi nama Selendang Mayang .<br /><br />Batu Selendang Mayang bentuknya tinggi besar dengan pilar pilar di sekelilingnya. Batu ini sendiri sebenarnya merupakan stalakmit yang terbentuk ribuan tahun lalu. Batu selendang mayang tergantung dan ”angker ” persis ditikungan goa , yang salah satunya yang merupakan jalur yang tembus ke laut selatan . Pada bulan syura di malam hari tertentu yaitu malam jumat kliwon mengeluarkan cahaya. Batu Selendang Mayang pada waktu tertentu juga di kunjungi orang. Mereka yang datang mempunyai maksud-maksud khusus. Kebanyakan mereka (laki-laki atau perempuan ) adalah merasa belum mempunyai pasangan hidup. Mereka kesulitan mencari jodoh umumnya bisa dikatakan ”jejaka tua atau perawan kasep ” menurut keyakinan mereka Batu Selendang Mayang dapat memudahkan orang untuk memperoleh jodoh . supaya dapat dikabulkan, maka mereka harus memeluk batu tersebut dan sambil berkata dalam hati yang diinginkan (lebih afdol lagi dibarengi dengan sesaji ).<br /><br />Dalam goa Ratu ini ada juga yang disebut Goa Merah, disebut Goa Merah karena batu yang mengelilinginya berwarna merah. Konon dalam goa yang relatip sulit dijangkau ini dulu pada jaman G 30 S/PKI di manfaatkan sebagai tempat pembantaian (ada yang menyebut sebagai lobang buaya Nusakambangan. Hal ini tentunya menambah ” angkernya ” Goa Ratu yang notabene merupakan induk dari goa-goa yang ada di Nusakambangan .<br /><br />Ditambah lagi goa ini sebagai pusat kerajaan gaib sehingga hal-hal gaib sangat mungkin terjadi disini, untuk itulah ada larangan yang tidak tertulis, bahwa bagi pengunjung Pulau Nusakambangan khusus di goa ratu supaya tidak melakukan atau berbuat yang sembrono (tidak pantas ) jika berada didalamnya, tidak jauh dari lokasi goa Ratu kearah barat sekitar 2 Km ada doa putri namun goa ini sementara tidak di kunjungi wisatawan karena dinding stalakmit sangat membahayakan pengunjung.<br /><br />Oleh karena goa ratu cukup dalam masuk perut bumi, maka suasana dalam goa sangat gelap bagi mereka yang akan masuk kedalam goa harus mengunakan penerangan petromak atau lampu senter.<br /><br />Untuk menuju goa ini relatif sangat mudah. Untuk mereka yang mau berkunjung melalui pelabuhan Penyeberangan Lomanis atau Pelabuhan Wijayakusuma dan menuju Pelabuhan Penyeberangan Sodong dengan naik perahu atau Kapal Pengayoman. Dari Pelabuhan Sodong kemudian dengan menggunakan kendaraan pribadi atau carteran menuju obyek wisata Goa Ratu.<br /><br />Goa Ronggeng terletak di perbukitan kapur ujung barat Pulau Nusakambangan yaitu daerah Pelawangan, untuk menuju goa ini dapat menggunakan kapal / perahu Compreng dari Dermaga Lomanis / Sleko atau Dermaga Wijayapura dengan jarak tempuh sekitar 2 jam atau biasa lewat Majingklak dengn perahu Compreng sekitar 30 menit dilanjutkan denganjalan kaki sekitar 10 menit sampai ke mulut goa, jarak dari pantai sekitar 400 m dengan mendaki bukit.<br /><br />Goa Ronggeng yang konon diketemukan oleh Penjajah Belanda pada tahun 1830-an saat Belanda mengejar sisa – sisa laskar prajurit Pangeran Diponegoro, dia singgah karena ombak laut daerah pelawangan sangat besar.<br /><br />Disebut goa Ronggeng konon menurut legenda zaman dulu ada kesenian rakyat pasundan yaitu Ronggeng atau Ledek yang mencari nafkah dengan cara mbarang / meminta – minta. Pada saat itu ada orang yang ingin menanggapnya dan dibawa menyeberang perahu gethek dari bambu tapi karena ombak terlalu besar penumpang tenggelam di Selat Indralaya dan hilang menjadi batu ronggeng. Sayang batu ronggengnya telah dihancurkan oleh para penambang batu liar, sehingga pada malam – malam tertentu sering terdengar suara gamelan berbunyi sedang mengiringi penari ronggeng disekitar bukit, maka goa tersebut disebut Goa Ronggeng.<br /><br />Keindahan yang ditawarkan goa tersebut yang panjangnya sekitar 60 m dan lebar 10 s/d 20 mdan masih ada lobang yang konon tembus sampai ke laut, di dalamnya terdapat Stalaktit dan Stalakmit yang cukup indah dan ada Stalakmit yang mirip patung seorang penari putri dan stalaktit berupa selendang menghiasi di dalam goa, ada tempat untuk tidur disamping itu juga ada ruangan di atas konon dulu ada tangganya untuk naik ke atas. Namun sayang goa yang indah itu di dalamnya dipenuhi Lumpur yang sudah menjadi tanah sehingga perlu digali.<br /><br />Di dalam goa ada beberapa coretan tangan manusia dengan nama khas orang – orang Belanda pada tahun 1840 an dan tempat tersebut konon ditempati juga para prajurit kraton Mataram untuk menjaga keluar masuknya kapal dan perahu ke perairan Segara Anakan. Tidak jauh dari Goa Ronggeng terdapat sumber air yang konon juga digunakan sebagai tempat mandi prajurit Belanda dan di atas arah utara naik ke bukit 100 m terdapat Goa Macan atau Goa Biru yang konon lorongnya masih dihuni binatang buas Harimau Hitam.<br /><br /><span style="font-weight: bold;"><span style="font-weight: bold;">Sumber : </span></span><a href="http://pariwisata.cilacapkab.go.id/index.php">http://pariwisata.cilacapkab.go.id</a><span style="font-weight: bold;"><br /></span></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-65142707490570494712010-11-19T20:14:00.000-08:002010-11-19T20:21:43.852-08:00Gunung Srandil Kabupaten Cilacap<div style="text-align: justify;">Disamping wisata alam dan budaya juga terdapat wisata spiritual atau religius antara lain di gunung srandil dan selok .<br /><br />Gunung srandil merupakan salah satu bukit yang ada di Glempangpasir Kecamatan Adipala jarak antara obyek wisata dengan Kota Cilacap 30 Km kearah timurlaut dan relatif mudah ditempuh dengan kendaraan penumpang bus umum jurusan Cilacap-Jatijajar-Kebumen atau kendaraan pribadi karena jalannya sudah beraspal dan dekat dengan jalan lintas selatan-selatan.<br /><br />Gunung Srandil setiap hari dikunjungi orang untuk berziarah oleh karena tempat tersebut tidak hanya dikenal oleh masyarakat sekitar saja tetapi sampai keluar Jawa seperti Sumatra, Kalimantan, Bali. dan Sulawesi, maka yang berkunjung tujuannya bermacam-macam. Para peziarah biasanya berkunjung atau bertapa pada Malam Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon pada Bulan Syura.<br /><br />Konon menurut cerita penghuni pertama Gunung Srandil adalah Sultan Mukhriti putra kedua dari Dewi Sari Banon Ratu Sumenep Jawa Timur .<br /><br />Kedatangan Sultan itu untuk bertapa namun Sultan Mukhriti murca (menghilang) yang ada tinggal petilasannya yang terletak di sebelah timur yang di kenal dengan Embah Gusti Agung Sultan Mukhriti.<br /><br />Selain itu juga ada legenda rakyat yang pertama bermukim di gunung Srandil adalah dua orang bernama Kunci Sari dan Dana Sari, mereka adalah prajurit Pangeran Diponegoro yang tidak mau menyerah kepada bala tentara Belanda. Mereka melarikan diri ke Gunung Srandil untuk bersembunyi dan meninggal di sini . Makam kedua prajurit tersebut berada di sebelah timur Gunung Srandil dalam satu komplek yang dipagar keliling yang kemudian hari, Kunci Sari dikenal dengan nama Sukma Sejati<br /><br />Di Gunung Srandil banyak petilasan orang-orang yang dianggap mempunyai kedigdayaan yang linuwih atau kemampuan melebihi orang lain yang dikenal sebagai tokoh- tokoh orang sakti mandraguna. Dari kemampuannya, kesaktiannya itu maka tempat-tempat yang di singgahi dianggap keramat dan disakralkan.<br /><br />Adapun petilasan-petilasan yang ada di Gunung Srandil adalah Mbah Kanjeng Gusti Agung, Nyai Dewi Tanjung Sekarsari, Kaki semar Tunggul Sabdojati Dayo amongrogo, Juragan Dampo Awang, Kanjeng Gusti Agung Akhmat atau Petilasan Langlang Buwana yang berada diatas bukit dan petilasan Hyang Sukma Sejati.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Gunung Selok</span><br />Gunung selok sebenarnya merupakan area hutan yang di kelola oleh Perum Perhutani KPH Banyumas Timur . Seluas 236, 7 Ha yang merupakan sebuah bukit yang ada di wilayah Desa Karangbenda Kecamatan Adipala dengan ketinggian 0 sampai dengan 150 meter diatas permukaaan laut .<br /><br />Untuk menuju gunung selok dapat dicapai dengan kendaraan penumpang bus atau angkutan pedesaan atau kendaraan pribadi dari terminal Adipala .<br /><br />Gunung selok merupakan wisata yang nyaman mengasyikan dan unik, karena lokasi ini menyajikan perpaduan keindahan alam berupa hutan bukit goa-goa alam Benteng peninggalan jepang yang konon ada 25 benteng dan pantai laut selatan .<br /><br />Wisatawan yang datang berkunjung biasanya mempunyai minat bersiarah atau ingin bersemedi di petilasan atau makam atau di goa-goa yang ada . Petilasan yang banyak di kunjungi dan dianggap keramat adalah Padepokan Jambe Lima dan Padepokan Jambe Pitu.<br /><br />Padepokan Jambe Lima atau Cemara Seta yang di ketemukan oleh Eyang Mara Diwangsa yaitu saudara Patih Cakraningrat yaitu ayah kandung Cakrawerdaya Bupati Cilacap Pertama, padepokan yang terdapat di puncak bukit sangat baik untuk bersemedi .<br /><br />Menurut legenda masyarakat setempat konon Padepokan Jambe Lima dahulu dahulu merupakan markas pendekar-pendekar sakti pengawal bunga sakti Kembang Wijaya Kusuma yaitu sekuntum bunga lambang kebesaran raja-raja Jawa dimasa lampau .<br /><br />Untuk mendapat bunga tersebut harus orang harus mendapat ijin dari ketua pengawal yang bernama Kyai Jambe Lima .<br /><br />Kyai Jambe Lima mempunyai empat anggota seorang diantaranya sebagai wakil ketua yaitu Pak Cilik Sukmoyo Renggo sedang yang tiga anggota lainnya adalah Kyai Kampret Ireng (Tunggul Wulung ), Kyai Sambung Langu (Anggaswati ) Kyai Wesi Putih (Sang Hyang Jati ).<br /><br />Alkisah suatu hari pada tahu 1676 kerajaan Mataram jatuh ke Trunajaya . Kemudian Pangeran Adipati Anom mengangkat diri sebagai raja menggantikan ayahnya yaitu Sunan Amangkurat I yang meninggal di Ajibarang dan di makamkan di Tegal Arum .<br /><br />Adipati Anom bergelar Amangkurat II yang mengutus seorang kepercayaannya bernama Ki Suropati untuk mencari kembang wijayakusuma untuk mengukuhkan kedudukanya sebagai raja mataram .<br /><br />Selain Adipati Anom, Pangeran Puger (adik Adipati Anom) yang mengangkat dirinya sebagai raja Mataram mengutus tokoh sakti Ki Tambak Yudo Selain Adipati Anom dan Pangeran Puger juga Trunojoyo yang sudah merebut tahta kerajaan juga mengutus seorang yang bernama Gedug Gandamana untuk mendapatkan kembang Wijayakusuma.<br /><br />Ketiga utusan tersebut datang dan di tolak oleh Kyai Jambe Lima dengan alasan belum waktunya, ketiga utusan tidak mau menerima keterangan Kyai Jambe Lima terjadi pertempuran yang menewaskan kelima pengawal bunga tersebut termasuk tiga utusan tersebut juga tewas, sebagai penghormatan dan peringatan maka oleh penduduk sekitar Gunung Selok dibangunlah Padepokan Jambe Lima, dan Jambe Pitu.<br /><br />Padepokan Jambe Pitu (pertapan Ampel Gading ) yang di renovasi oleh Presiden Soeharto dan banyak di kunjungi peziarah karena dianggap sangat keramat karena ada 3 petilasan Sang Hyang Wisnu Murti dan dua pusakanya yaitu Kembang Wijayakusuma atau Eyang Lengkung Kusuma dan Cakra Baskara atau Eyang Lengkung Cuwiri.<br /><br />Selain Padepokan Jambe Lima dan Jambe Pitu juga masih banyak tempat yang ramai dikunjungi peziarah pada hari hari tertentu seperti hari Jumat Kliwon dan hari Selasa Kliwon dan di bulan Syura yaitu Goa Rahayu, Goa Naga Raja, Goa Bolong, Goa Paku Waja , Goa Putih, Goa Grujugan, Goa Tikus, Goa Lawa, dan Kaendran serta makam Kyai Sumolangu yang ada diatas benteng peninggalan jepang .<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Goa-Goa yang ada di Kabupaten Cilacap</span><br /><span style="font-weight: bold;">Goa Rahayu dan Goa Ratu</span><br />Goa yang terletak di kaki Gunung Selok sebelah Selatan menghadap pantai Samudra Indonesia. Untuk menuju goa ini dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi atau carteran dari arah terminal Adipala ke Timur menuju Gunung Selok kemudian ke selatan menelusuri jalan desa yang beraspal sampai pantai selok ke arah barat, kemudian dilanjutkan dengan jalan kaki atau naik perahu menuju goa tersebut atau dari gunung selok menelusuri jalan trap setapak menurun ke bawah menuju goa tersebut.<br /><br />Kedua goa ini setiap hari dikunjungi wisatawan untuk berziarah dengan tujuan yang beraneka ragam ada yang menginginkan pangkat, kemuliaan, kesehatan, ingin punya jodoh, usahanya lancar dan sebagainya. Goa yang pintu masuknya telah dibuat tertutup dengan bangunan semen didalamnya ruangan yang petilasan cukup luas dengan ukuran 80 m2 terdapat riual. Di Goa Rahayu ada 2 tempat ritual yaitu Dewi Kencanawati dan Dewi Suci Rahayu.<br /><br />Menurut legenda Goa Rahayu adalah Raden Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati pendiri Keraton Mataram saat akan membabat alas Mentaok untuk bisa masuk dan membabat alas mentaok sebagai syarat harus membawa tanah yang ada di dalam goa yang dekat dengan batu, dengan tanah srana tersebut Danang Sutawijaya dapat masuk dan membabat alas Mentaok dengan selamat ( Rahayu ) sehingga goa tersebut disebut Goa Rahayu.<br /><br />Sedangkan goa Ratu yang letaknya berhimpitan dengan Goa Rahayu di dalamnya terdapat ritual Eyang Banda Yuda dan Dewi Sekar Jagat. Goa ini konon ceritanya adalah bekas petilasan Eyang Jaring Bandayuda salah satu pendiri Kabupaten Banyumas. Dalam persemediannya ia bertemu dengan putrid cantik Nyi Sekar Jagat dan disarankan kalau mau membuat Kabupaten jangan melangkahi sungai Serayu atau tepatnya di dekat pegunungan Pageralang dan kesemuannya dilaksanakan oleh Eyang Jaring Bandayuda maka berdirilah Kabupaten Banyumas dekat Pegunungan Pageralang.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Goa Nagaraja</span><br />Goa Nagaraja terletak masih di kaki gunung Selok di sebelah Barat goa Rahayu dan Goa Ratu ± 1 km ke arah barat dengan menelusuri alur sungai. Goa Nagaraja ini bersebelahan dengan Goa Lawa (karena banyak kelelawarnya).<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Goa Pakuwaja</span><br />Goa ini terletak di kaki Gunung Selok bagian Timur tenggara, tempat ini banyak dikunjungi orang yang berziarah dan ada tempat untuk sholat dan di dekatnya ada air untuk berwudlu. Menurut legenda Pakuwaja adalah petilasan Pangeran Pakuwaja yaitu putra Mahkota Kerajaan Majapahit terakhir, pada masa runtuhnya Majapahit beliau berkehendak perang demi mempertahankan kerajaannya .<br /><br />Disamping goa – goa tersebut masih ada goa – goa yang lain dikunjungi para peziarah yang letaknya disebelah barat kaki Gunung Selok yaitu Goa Sri Bolong, Goa Putih, Goa Grujugan, Untuk menuju Goa tersebut dari depan Balai Desa Karangbenda ada jalan menuju selatan terus menelusuri jalan perhutani sampai ke Kaindran kemudian menuju Goa Sri Bolong, Goa Putih, Goa Grujugan disebut Goa Grujugan karena di mulut goa terdapat air yang terus menerus mengalir dari atas kebawah.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Benteng Peninggalan Jepang</span><br />Disamping goa – goa tersebut di Gunug Selok juga terdapat Benteng peninggalan Jepang yang konon sebagai tempat pertahanan Jepang dan tempat pengintaian musuh yang datang dari laut. Konon ceritanya ada 24 Benteng peninggalan bala tentara Jepang namun yang masih utuh tinggal satu yang sudah direnovasi dan di atas benteng peninggalan Jepang kea rah barat daya terdapat makam Kyai Sumolangu yang banyak dikunjungi para peziarah dari daerah Kebumen. Makam Kyai Sumolangu sementara ini masih ditutupi gubug dan disekelilingnya baru dibangun pondasi keliling. Konon Kyai Sumolangu berasal dari daerah Kebumen dan meninggal di Selok.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sumber : </span><a href="http://pariwisata.cilacapkab.go.id/index.php">http://pariwisata.cilacapkab.go.id</a><br /></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-67816514171783353182010-11-19T20:06:00.000-08:002010-11-19T20:11:27.197-08:00Kerajaan Nusatembini Legenda Cilacap<div style="text-align: justify;">Cerita sejarah tentang Kerajaan Nusatembini mengambil setting di wilayah sekitar Pulau Nusakambangan. Nusatembini diceritakan sebagai sebuah Kerajaan Siluman yang cukup besar. Kerajaan ini memiliki wilayah di sekitar pantai Cilacap hingga pulau Nusakambangan. Keraaan ini memiliki benteng alamiah berupa tanamana bambu hingga tujuh lapis (Baluwarti pring ori pitung sap). Penggambaran benteng alamiah dari pagar bambu lapis tujuh itu dapat ditafsirkan bahwa si pembuat cerita hendak mengatakan bahwa pertahanan kerajaan Nusatembini terebut cukup kuat. Selain itu juga menunjukkan bahwa tanaman Bambu Ori merupakan tanaman yang biasa digunakan sebagai pagar atau pengamanan bagi masyarakat Cilacap terhadap gangguan keamanan.<br /><br /> Kerajaan Nusatembini dipimpin oleh seorang penguasa wanita (raja putri) berparas cantik bernama Brantarara. Kecantikan sang putri menarik perhatian para penguasa dari kerajaan lain untuk menjalin kerjasama hingga mempersuntingnya sebagai permaisuri. Akan tetapi untuk mempersunting sang putri tidaklah mudah, karena begitu ketatnya penjagaan dan pertahanan. Banyak raja yang gagal hanya sekadar untuk dapat memasuki wilayah istana kerajaan Nusatembini.<br /><br /> Cerita tentang keberadaan penguasa Kerajaan dari kaum hawa ini sesungguhnya dapat dipandang sebagai simbol tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam hak-hak politik. Dengan demikian pandangan yang mengangap bahwa dalam budaya Jawa kaum wanita dipandang lebih rendah dibandingkan dengan kaum pria tidak terbukti dalam alam pikiran si pembuat cerita sejarah Kerajaan Nusatembini tersebut. Dalam kebudayaan Cilacap ada nilai yang menganggap bahwa wanita juga memiliki kekuatan memerintah, bahkan dalam cerita itu melampaui kemampuan laki-laki.<br /><br /> Persoalannya adalah kapan sesungguhnya asal cerita Kerajaan Nusatembini ini berasal. Penulis sejarah dan hari jadi Cilacap versi Pemerintah Cilacap mengatakan bahwa Kerajaan Nusatembini berasal dari zaman pra sejarah. Hal itu katanya dibuktikan dengan adanya peninggalan dua rumpun bambu ori yang merupakan peninggalan benteng Kerajaan Nusatembini. Pada tahun 1970 peninggalan peninggalan yang dipercaya berasal dari masa pra sejarah itu masih ada yang berlokasi di kompleks dermaga Pelabuhan pasir Besi, akan tetapi pada sat ini peninggalan itu sudah hilang.<br /><br /> Menurut hemat kami, cerita tentang Kerajaan Nusatembini memang bukan mengambil zaman Islam, tetapi juga bukan pada masa pra sejarah. Zaman pra sejarah tidak dikenal konsep kerajaan, yang ada hanya Primus Interpares, dan umumnya laki-laki tertua. Konsep kerajaan baru muncul pada masuknya kebudayaan Hindu dan Budha di Indonesia. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa latar belakang sejarah Kerajaan Nusatembini sesungguhnya adalah masa Hindu dan Budha di wilayah Cilacap.<br /><br /> Tafsir bahwa latar belakang cerita tentang Kerajaan Nusatembini Nusatembini adalah Hindu Budha didukung dengan cerita lain yang terkait dengan kerajaan tersebut. Cerita rakyat dalam masyarakat Cilacap menceritakan bahwa di sebelah barat dari Kerajaan Nusatembini adalah Kerajaan Galuh Pakuan Pajajaran. Dalam catatan sejarah, kerajaan ini merupakan salah satu kerajaan Hindu yang amat berkuasa di wilayah tatar Sunda. Oleh karena Kerajaan Nusatembini sezaman dengan Kerajaan Galuh, maka dapat dipastikan bahwa cerita tentnag adanya Kerajaan Nusatembini berasal dari zaman perkembangan Hindu dan Budha.<br /><br /> Kerajaan Galuh Pakuan Pajajaran merupakan kerajaan besar. Berbeda dengan Nusatembini, penguasa Pakuan Pajajaran adalah seorang pria yang gagah berani. Pada masa pemerintahannya ia dicobai Tuhan dengan berkembangnya wabah penyakit yang menyerang rakyatnya. Akan tetapi rakyatnya menjadi sangat menderita karena banyak di antara mereka yang harus kehilangan anggota keluarga akibat ganasnya wabah penyakit tersebut. Raja Pajajaran ini berusaha mencari cara untuk memecahkan masalah yang sedang melanda negerinya. Segala usaha telah dilakukan untuk mengatasi wabah tersebut, tetapi sia-sia. Raja Merasa sedih melihat penderitaan yang menimpa rakyat di seluruh negerinya, dan semakin sedih lagi ketika putra dan putrinya juga terserang penyakit.<br /><br /> Ketika raja sudah hampir putus asa dalam mengatasi wabah penyakit yang melanda negerinya, datanglah seorang pendeta (wiku). Pendeta tersebut menyampaikan maksud kedatangannya hingga terjadi dialog seperti kutipan berikut :<br /><br />Pendeta : ”Gusti Prabu junjungan hamba, ampunilah hamba ini akan segala kelancangan hamba menghadap Gusti tanpa panggilan dan dengan segala kemurahan Gusti Prabu, kami mohonkan maaf atas segala kesalahan ini”.<br /><br />Raja : ”Teramat gembira rasanya aku melihat kedatangan wiku saat ini sebab memang ada sesuatu yang kini tengah merisaukan pikiranku sebagai pimpinan pemerintahan di Kerajaan Pajajaran ini”.<br /><br />Pendeta : ”Gusti Prabu Junjungan hamba, rasanya hamba memaklumi apa yang tengah Gusti hadapi pada saat ini karena adanya wabah penyakit yang menimpa para kawula Pajajaran. Sampai pula Tuanku Putri saat ini terserang wabah penyakit itu”.<br /><br />Raja : ”Rasanya memang demikian wikut, bahwa kerisauanku dan kecemasanku masih amat mencekam. Tetapi apakah kiranya bapa wiku dapat memberikan jalan keluar untuk mengatasi kesemuanya ini?”<br /><br />Pendeta : ””Gusti Prabu Junjungan hamba, kedatangan hamba ini bermaksud untuk menyampaikan adanya ”wisik” atau ilham yang telah hamba terima. Bahwasanya apa yang terjadi saat ini di lingkungan Kerajaan Pajajaran serta penyakit yang diderita oleh Tuanku Putri junjungan hamba, masih dapat disembuhkan dengan obat apa yang disebut ”Air Mata Kuda Sembrani”. Adapun obat itu hanya dapat diusahakan dari bagian timur Kerajaan Pajajaran ini. Di arah timur sanalah ada sebuah keratorn yang disebut Nusatembini dan disitulah obat obat tersebut akan didapatkan. Tetapi untuk mencapai daerah itu serta mendapatkannya tidak mudah, sebab lingkungan Kraton Nusatembini adalah sangat gawat. Maka seyogyanya Gusti Prabu Junjungan hamba mengutus para abdi dalem Pajajaran yang terpilih untuk menghadapi ratu putri yang memimpin keraton tersebut.<br /><br /> Haturkanlah segala maksud Gusti untuk memohon apa yang disebut ”Air Mata Kuda Sembrani” yang menjadi peliharaan sang ratu. Apabila usaha mendapatkan airmata Kuda Sembrani itu berhasil, maka hal itu akan menjadi obat serta tumbalnya (Penolak) Kerajaan Galuh Pajajaran dari segala mara bahaya yang bakal datang.<br /><br />Raja Pajajaran merspon positif saran-saran dari sang wiku tersebut. Raja tersebut kemudian mempersiapkan diri untu kmenuju Nusatembini. Beberapa orang adipati yang berada di bawah kekuasan Pajajaran yang dianggap mampu ditugasi menuju kerajaan siluman diutus sang raja menuju Nusatembini. Petinggi utusan jatuh pada Patih Harya Tilandanu yang dibantu oleh Adipati Gobog dan Adipati Sendang. Mereka mengerahkan prajurit pilihan agar segala rintangan di perjalanan dapat diatasi.<br /><br /> Setelah persiapan untuk berangkat menuju Kerajaan Nusatembini selesai, maka rombongan prajurit dari Pajajaran tersebut berangkat menuju kerajaan siluman di pantai selatan Cilacap tersebut. Meskipun berasal dari prajurit pilihan, perjalanan menuju Nusatembini ternyata tidak mudah. Mereka harus melewati alam yang masih ganas berupa hutan belantara dan rawa-rawa yang membentang luas. Dalam situasi alam yang demikian pra prajurit Pajajaran dengan semnagat yang membara menuju Kerajaan Nusatembini agar memperoleh obat penyakit putri raja ” air mata kuda sembrani”.<br /><br /> Para prajurit utusan Pajajran tersebut akirnya sampai di wilayah Cilacap. Ketika sampai di wilayah Nusatembini mereka melihat adanya kekeuatan yan mengelilingi kerajaan tersebut yang amat kuat. Para prajurit berusaha memasuki istana kerajaan itu dengan berbagai cara. Akan tetapi kali ini usaha itu gagal karena adanya benteng rumpun bambu yang berlapis-lapis rapat yang mengellingi Kerajaan Nusatembini ibarat seperti pagar berlapis. Usaha untuk memasuki istana Nusatembini berkali-kali dicobanya, dan ternyata selalu gagal.<br /><br /> Kegagalan berkali-kali untuk memasuki Istana Nusatembini tidak membuat para prajurit Pajajaran putus asa. Dengan semangat membela sang Raja dan negaranya mereka selalu mencari cara untuk dapat memasuki Istana Nusatembini. Adipati Gobong, Adipati Sendang dan Patih Harya Tilandanu jalan lain diluar jalan perang. Mereka bersemedi untuk mendapatkan ilham dan jalan keluar agar dapat memasuki Istana Nusatembini. Setelah beberapa hari bersemedai akhirnya mereka memperoleh petunjuk gaib. Dalam petunjuk gaib itu dikatakan bahwa benteng bambu yang mengelilingi Nusatembini akan dapat dihancurkan denganmenggunakan peluru emas.<br /><br />Setelah mendapatkan ilham tersebut para prajurit tata sunda utusan raja Pajajaran tersebut mengubah taktik dalam memasuki Istana Nusatembini. Mereka membuat peluru emas yang berasal dari uang emas untuk menghancurkan bambu yang mengelilingi keraton dengan raja perempuan tersebut.<br /><br /> Pembuatan peluru emas dilakukan oleh rombongan prajurit Pajajaran di lokasi yang tidak jauh dari Istana Nusatembini. Mereka singgah di suatu daerah di dekat istana tersebut selama berhari-hari. Selain memproduksi peluru emas, mereka juga mengatur siasat untuk melakukan penyerangan. Di daerah tempat persiapan penyerangan ini dikenal dalam cerita rakyat Cilacap sebagai daerah Donan. Satu daerah tempat Andon (bersinggah).<br /><br /> Setelh rencana penyerangan diatur secara matang, maka pada hari yang telah ditentukan rombongan prajurit Pajajaran melakukan serangan ke Istana Nusatembini. Serangan dilakukan oleh prajurit tangguh dengan menggunakan peluru emas yang telah dipersiapkan sebelumnya. Peluru-peluru itu ditembakkan dan berjatuhan dekat atau di bawah rumpun bambu yang membentengi Istana Nusatembini. Para penduduk Nusatembini yang melihat peluru emas berjatuhan di bawah pepohonan bambu berusaha mengambil peluru-peluru yang bernilai ekonomi tinggi pada masa itu. Untuk dapat mengambil peluru tersebut mereka harus menebangi pohon bambu yang berlapis-lapis tersebut.<br /><br /> Prajurit Pajajaran menyadari makna peluru emas ternyata sebagai alat memancing penduduk dalam kerajaan untuk membuka isolasi kerajaan dengan menebang pohon bambu yang menjadi benteng kerajaan. Sedikit demi sedikit akhirnya Prajurit Pajajaran semakin dapat bergerak maju setelah dapat melewati rumpun-rumpun bambu ori yang ditebangi oleh penduduk setempat. Prajurit Pajajaran akhirnya berhasil memasuki dalam istana setelah berhasil melampaui tujuh lapis pagar bambu yang telah habis ditebangi penduduk yang tergiur pada peluru emas yang berjatuhan di bawah pohon bambu.<br /><br /> Certia tentang adanya peluru emas ini dapat ditafsirkan dua hal yang menyangkut fakta-fakta historis dibalik cerita itu. Pertama, konsep senjata api dalam kisah tersebut menunjukkan bahwa latar belakang cerita itu adalah pada masa Kerajaan Pajajaran akhir menjelang berkembangnya agana Islam di Nusantara, kemungkinan abad ke-15 dan ke-16. Hal itu dapat dijelaskan karena senjata api diperkenalkan oleh orang-orang Portugis dan kemudian Belanda pada abad-abad tersebut. Kedua, kelemahan suatu negara sehebat apapun akan dapat dipatahkan dengan kekayaan. Emas yang merupakan simbol kekayaan yang bernilai ekoomi tinggi telah menggoda rakyat Nusatembini sehingga dengan mudah dapat disusupi oleh pasukan asing.<br /><br /> Para prajurit Pajajaran akhirnya dapat memasuki Istana Kerajaan Nusatembini. Mereka bermaksud untuk menangkap sang ratu. Akan tetapi mereka mengalami kesulitan, sebab sang ratu memberikan perlawanan. Melihat bahaya yang mengancam, Raja Putri Nusatembini ini kemudian naik kuda sembrani terbang ke angkasa. Dengan suara lantang sang putri menantang para prajurit pendatang terebut, sembari berucap ”Hai prajurit Pajajaran, tunjukkan kesaktian dan kejantananmu, tangkaplah aku. Kalau dapat menangkap diriku, aku akan tunduk, Kerajaan Nusatembini aku serahkan kepadamu.” Melihat keperkasaan sang ratu, pra prajurit Pajajaran menjadi tercengang dan tidak segera melakukan perlawanan.<br /><br /> Di bagian lain diceritakan bahwa Patih Harya Tilandanu memasuki ruang dalam istana Nusatembini . Ketika sedang menjelajahi ruang-ruang tersebut, ia menemukan seorang wanita yang snagat cantik. Menurut keyakinan masyarakat setempat, putri terebut adalah Ratu Brantarara, Raja Putri Nusatembini. Sang Patih berusaha untuk mendekati wanita tersebut, tetapi belum sampai berhasil mendekat wanita itu lenyap dari pandangan matanya dan berubah menjadi ”golek kencana” (boneka emas). Sang Patih menjadi gemas dan berusaha untuk memegang golek tersebut, tetapi benda itu melejit dan mengenai tubuh sang patih hingga terjatuh. Boneka itu mengeluarkan warna berkilau yang menyebabkan sang patih mengalami kebutaan. Dengan adanya peristiwa itu, maka usaha utusan Pajajaran untuk mendapatkan air mata kud asembrani sebagai obat penyembuh putri raja mengalami kegagalan. Akan tetapi paa prajurit Pajajaran juga tidak berani kembali pulang ke Pajajaran dengan tangan hampa karena takut ancaman hukuman yang berat akibat kegagalannya.<br /><br /> Para prajurit Pajajaran kemudian menetap di daerah Nusatembini, termasuk Patih Harya Tilandanu. Bahkan Patih Harya Tilandanu ini meninggal dunia di Cilacap dan dimakamkan di Gunung Batur. Cerita Rakyat Cilacap mengatakan bahwa makamnya di desa Slarang, Kecamatan Kesugihan, Cilacap. Adipati Gobog juga menjadi penghuni menetap di wilayah Nusatembini. Mereka meninggal di wilayah ini dan dimakamkan di sebuah tempat yang terkenal dengan sebutan makam Adipati Gobog. Lokasi makam itu sebelah selatan jalan Jenderal Sudirman, tidak jauh dengan pasar seleko. Nama Adipati Gobog sempat diabadikan menjadi nama jalan, sebelum berubah menjadi jalan Sudirman. Sementara itu Adipati Sendang, makamnya di Desa Donan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kadipaten Donan</span><br />Jika cerita tentang Kerajaan Nusatembini berasal dari masa Hindu Budha, maka cerita tentang Kadipaten Donan diperkirakan pada periode awal perkembangan Islam di Tanah Jawa. Donan tidak berlokasi di dekat pantai selatan Cilacap, tetapi di daratan bagian utara, sekarang masuk sekitar Kota Cilacap.<br /><br />Dalam cerita itu dikatakan bahwa Donan pada mulanya merupakan daerah hutan. Daerah itu mulai dibuka menjadi daerah pemukiman migrasi orang-orang Banyumas. Salah satu kelompok pendatang adalah rombongan Raden Ronggosengoro utusan dari Adipati Mrapat, seorang menantu dari Adipati Wirasaba. Raden Songgosengoro beserta rombongannya akhirnya menetap di wilayah itu. Ia pandai memimpin rakyat dengan mengubah daerah Donan yang semula sepi menjadi pemukiman yang ramai. Ronggosengoro kemudian diangkat menjadi Adipati di Donan oleh Adipati Wirasaba.<br /><br />Di bawah kepemimpinan Adipati Ronggosengoro daerah Donan secara berangsur-angsur berubah menjadi daerah yang ramai dan makmur. Penduduknya hidup dalam kecukupan, tidak kekurangan sandang maupun pangan. Keamanan terjamin sehingga penduduk tidak merasa cemas tinggal di wilayah Donan.<br /><br />Kondisi Donan yang aman dan tenteram menjadi terusik ketika ada gangguan makhluk aneh ke wilayah Donan. Gangguan itu berupa seekor burung raksasa yang oleh orang setempat disebutnya sebagai ”Garuda Beri”. Burung raksasa ini konon sering menerkam hewan-hewan milik penduduk Donan. Bahkan juga menerkam manusia yang berusaha mempertahankan binatang kesayangannya yang hendak diterkam oleh si burung raksasa tersebut. Burung raksasa itu bersarang di Pulau Nusakambangan. Untuk mengatasi persoalan itu sang adipati berusaha mengerahkan segala kekuatan rakyatnya untuk membunuh binatang tersebut, tetapi selalu gagal.<br /><br />Kegagalan menangkap binatang yang meresahkan masyarakat Donan tersebut mengusik sang adipati untuk mencari cara lain. Berkat petunjuk dari ahli nujumnya yang mengatakan bahwa burung tersebut dapat dimusnahkan dengan pusaka Kesultanan Demak, maka ia menghadap ke Kesultanan Demak untuk meminjam pusaka Demak yang bernama Kyai Tilam Upih. Permintaan sang adipati meminjam pusaka Demak tersebut ternyata dikabulkan oleh Sultan Demak. Sayang sekali setelah pusaka itu berhasil dipinjam, namun tidak seorang pun yang mampu menggunakannya dengan baik untuk membunuh Garuda Beri.<br /><br />Oleh karena selalu gagal dalam memusnahkan binatang berbahaya itu, diceritakan bahwa Adipati Donan menggelar sayembara. Dalam sayembara tersebut sang Adipati menjanjikan hadiah putrinya bagi siapapun yang berhasil menangkap dan membunuh Garuda Beri tersebut.<br /><br />Sayembara itu ternyata menarik perhatian para Adipati Anom di daerah lain. Mereka berdatangan untuk menunjukkan kesaktiannya dalam menangkap binatang berbahaya tersebut. Mereka berharap sekali dapat menangkap binantang itu karena hadiahnya yang cukup menggiurkan, seorang putri yang cantik jelita. Akan tetapi ternyata para adipati tersebut tak satupun yang berhasil menaklukan garuda Beri. Para petarung menjadi takut dan lari terbirit-birit akibat serangan ganas dari binatang siluman tersebut. Sebagian dari mereka mengalami cedera, dan sebagian lagi mengurungkan niatnya mengikuti sayembara.<br /><br />Dengan kegagalan para Adipati Anom dalam mengikuti sayembara menangkap Garuda Beri, maka sang Adipati Donan menjadi putus harapan. Sang Adipati selalu merenung untuk mencari cara bagaimana mengalahkan binatang yang meresahkan rakyat Donan tersebut. Dalam suasana kesedihan tersebut datanglah seorang pemuda dengan wajah yang tampan dan halus perangainya. Pemuda itu adalah seorang perjaka ”Santri Undig” yang disebut pula sebagai Bagus Santri. Di hadapan Sang Adipati Donan, ia menyampaikan niatnya untuk mengabdikan diri di Kadipaten Donan, ia akan bekerja apa saja demi Donan dan akan melaksanakan titah baginda dengan penuh kepatuhan. Sang Adipati yang mendengar permohonan Bagus Snatri tersebut menyatakan tidak keberatan, bahkan menerimanya dengan senang hati dengan syarat ia sanggup membunuh binatang Garuda Beri yang telah meresahkan rakyatnya. Meskipun Bagus Santri mengetahui bahwa syaratnya cukup berat, namun tekadnya yang bulat membuat menerima tawaran Sang Adipati Donan tersebut.<br /><br />Sesungguhnya Bagus Santri adalah seorang utusan dari Demak. Ia diutus Sultan demak untuk mengambil kembali pusaka Demak yang cukup ampuh, ”Cis Tilam upih” yang sudah lama tidak ada di istana. Dengan diterima menjadi hamba Adipati Donan dan berhasil menangkap Garuda Beri, maka ia berharap pusaka Demak tersebut dapat diambil kembali.<br /><br />Santri Undig tidak serta merta menangkap Garuda Beri. Untuk sementara waktu ia harus tinggal di Kadipaten Donan untuk mempelajari situasi dan kondisi bahaya tersebut. Setelah beberapa waktu tinggal di Donan, ia menghadap sang Adipati untuk menyampaikan uneg-unegnya. Pertama, sebelum membunuh Garuda Beri, ia terlebih dahulu meminta dibuatkan ”lubang yang dalamnya setinggi manusia”. Kedua, ia meminta agar disediakan kain kain putih selebar hasta. Ketiga, ia diperkenankan meminjam pusaka Cis Tilam Upih. Kecuali permintaan ketiga, permintaan Bagus Snatri segera dikabulkan oleh sang adipati. Sementara itu permintaan ketiga baru bisa dikabulkan setelah ia berkali-kali meyakinkan sang adipati bahawa burung tersebut baru dapat dibunuh dengan Cis Tilam Upih.<br /><br />Dengan dikabulkannya semua permintaan, Bagus Santri kemudian mempersiapkan untuk menangkap Garuda Beri. Setelah perlengkapan yang diperlukan tersedia, Bagus Santri mengambil air wudhu dan sholat sembari berdoa agar dikabulkan oleh Allah SWT dalam melaksanakan tugas berat tersebut. Dengan diniati memberantas kejahatan dan kekejaman, maka Bagus Santri memiliki motivasi yang kuat untuk membunuh Garuda Beri. Setelah bersembahyang dan membaca doa selamat, santri Undig mengenakan kain putih pemberian Adipati Donan. Kain putih itu digunakan untuk membungkus dirinya hingga tidak kelihatan badannya dan membentuk gumpalan putih. Dengan mengenakanpakaian itu, maka tidak tampak manusian jika dipandang dari jarak jauh. Dari kejauhan lebih mirip sapi dengan kulit putih. Berpakain seperti itu merupakan taktik Bagus Santri agar Garuda Beri yang melihat dari angkasa mengira benda putih yang terlihat adalah sapi dengan begitu garuda Beri akan segera menerkamnya. Dalam posisi seperti itu ia menuju ke tempat terbuka tempat dibangunnya sebuah pondok bertiang tinggi. Tidak jauh dari lokasi itu juga terdapat sebuah lubang setinggi manusia yang digunakan sebagai tempat untuk melawan Garuda Beri.<br /><br />Peristiwa akan adanya pertarungan antara Bagus Santri dengan burung raksasa mengundang khalayak untuk melihatnya. Mereka melihat akan adanya pertarungan antara Garuda Beri dengan Bagus Santri. Para warga Donan dengan penuh ketegangan menantikan detik-detik terjadinya pertarungan tersebut.<br /><br />Menunggu kedatangan makhluk aneh, Bgaus Santri bersila di panggok sambil bersemedi seraya memohon pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa agar dapat berhasil menjalankan misi sucinya, menumpas Garuda Beri. Tidak lama kemudian, dari arah selatan (P. Nusakambangan) terlihat bayangan hitam yang terlihat di angkasa. Bayangan itu makin mendekati posisi Bagus Santri. Penduduk yang melihatnya menjadi ketakutan dan bertanya-tanya dalam hati apa yang akan terjadi. Garuda Beri kemungkinan menganggap bahwa gumpalan warna putih itu adalah seekor sapi atau kambing besar yang bisa dimangsa. Garuda Beri beberapa kali mengitari dan mengamati benda putih itu, hingga rupanya ia berkeyakinan bahwa yang dihadapi adalah magsa yang lezat. Dengan sigap Garuda Beri itu kemudian menyambar mangsanya., Bagus Santri yang berbalut kain putih. Sementara itu Bagus Santri sudah siap untuk memberikan perlawanan. Ketika Garuda Beri menukik ke bawah, Bagus Snatri masuk ke dalam lubang tanah yang telah dipersiapkan itu. Ketika cakar Garuda Beri berdiri di atas lubang, Bagus Santri dengan sigap menancapkan pusaka Cis Tilam Upih pada bagian paha dari burung raksasa itu. Burung itu meraung kesakitan dan terbang kembali ke angkasa.<br /><br />Garuda Beri yang telah mengalami luka di bagian pahanya itu sudah tidak memiliki keseimbangan dalam mengayunkan tubuhnya di angkasa. Binatang itu kemudian hinggap di pohon ketapang yang amat besar di tepian sebuah pantai Cilacap. Pohon raksasa itu tidak mampu menahan beban berat dari tubuh burung raksasa itu hingga rantingnya bengkok hampir menyentuh tanah. Garuda beri hendak terbang kembali, dan kerena tubuhnya telah terluka parah maka ia hanya dapat melayang-layang pada ketinggian yang rendah. Goresan luka akibat tusukan pusaka Demak iyu menyebabkan daya tahan tubuh Garuda Beri menurun tajam dan akhirnya jatuh ke tepian anak sungai yang tidak jauh dari Sungai Donan bagian timur.<br /><br />Orang percaya bahwa cerita tentang matinya Burung Garuda Beri ini dibuktikan dengan peninggalan sejarah berupa suatu tempat di Cilacap yang dikenal dengan nama ”Grumbul Ketapang Dengklok”. Artinya pemukiman tempat pohon ketapang yang begkok akibat tidak ampu menahan beratnya Burung Garuda Beri yang sedang sakit menjelang ajalnya.<br /><br />Keberhasilan Bagus Santri membunuh Garuda Beri disambut sukacita di seluruh Kadipaten Donan. Sukacita terlihat sekali diraut wajah sang Adipati yang kemudian menekati Bagus Santri dan memluknya erat-erat. Sementara itu rakyat bersorak-sorai mengelu-elukan kepahlawanan Bagus Santri. Kegembiraan rakyat Donan bisa dipahami karena dengan terbunuhnya garuda Beri, maka rasa mencekam yang mereka rasakan tiap hari telah hilang. Sementara itu Sang Adipati juga merasa telah berhasil menyelamatkan penduduknya dari marabahaya.<br /><br />Adipati Donan tidak ingkat janji, ia segera menyerahkan putrinya nan cantik jelita kepada Bagus Santri, akan tetapi Bagus Santri tidak segera menerima hadiah putri tersebut. Bagus Santri justru menyerahkan putri tersebut untuk menjadi istri Adipati Bagong, seorang Adipati di Limbangan. Alasan Bagus Santri tidak menerima sang putri karena Bagus Snatri belum berkeinginan menikah dan masih senang berkelana menyebarkan agama Islam.<br /><br />Bagus Santri yang cukup cerdik tersebut ternyata adalah Sunan Kalijaga. Ia mendapat tugas dari Sultan Demak untuk mencari dan mengambil kembali pusaka Demak Cis Tilam Upih. dengan demikian, cerita tentang peristiwa di Kadipaten Donan tersebut adalah dapat dianggap sebagai masa awal penyebaran Islam di telatah Cilacap.<br /><br />(Sumber: Buku Pengkajian dan Penulisan Upacara Tradisional di Kabupaten Cilacap, oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006.)<br /><a href="http://pariwisata.cilacapkab.go.id/index.php">http://pariwisata.cilacapkab.go.id</a><br /></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-62209164317138349642010-11-19T19:05:00.000-08:002010-11-19T20:01:20.697-08:00Makanan Khas Kabupaten Cilacap Jawa Tengah<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Oleh-Oleh Cilacap</span><br />Cilacap sebagai kabupaten yang kaya akan hasil laut dan hasil pertanian tentu mempunyai kekhasan dalam kuliner terutama untuk oleh-olehnya. Bisa dijumpai di toko-toko oleh-oleh di Cilacap seperti di sekitar pantai, terminal, pasar, jl A Yani, jl Bakung dan lain-lain.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Ikan Asin</span><br />Di Cilacap produksi hasil laut berlimpah. Segala hasil laut mulai ikan, udang, cumi-cumi, kepiting, teripang dan kerang banyak dijumpai dan sebagian diasinkan. Mulai dari yang besar hingga yang kecil seperti teri. Bisa dijumpai di pantai-pantai Cilacap.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Jambal Roti</span><br />Jambal roti adalah ikan asin yang terbuat dari ikan jambal. Disebut demikian karena dagingnya yang besar dan gurih dan ada yang sudah dipotong-potong seperti roti.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sambal Tuna</span><br />Sambal tuna biasanya dikemas dalam kaleng seperti sarden. Menggunakan bahan dasa ikan tuna. Rasanya gurih dan pedas. Cocok untuk lauk atau campuran nasi goreng.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Nopia</span><br />Nopia merupakan jajanan khas Banyumas termasuk Cilacap. Bentuknya bulat berwarna putih dan berisi campuran gula merah. Rasanya enak. Cara menbuatnya unik yaitu ditempelkan pada kuali panas.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Lanting</span><br />Bentuknya yang lucu seperti donat dengan tengah yang bolong tetapi kecil dan keras. Lanting terbuat dari singkong dengan cara digoreng. Kebanyakan berwarna putih tetapi ada juga yang berwarna merah.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Abon Tuna</span><br />Ciri khas abon tuna ialah rasanya yang gurih dan kentara sekali serat-serat daging ikan tunanya. Berwarna coklat seperti abon pada umunya. Cocok sekali untuk lauk atau pelengkap pada makan lain.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Terasi</span><br />Hampir setiap daerah pantai mempunyai terasi. Yang membedakan terasi Cilacap ialah rasanya yang beraneka ragam. Sangat cocok untuk campuran sambal.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sambal Teri dan Sambal Udang</span><br />Sambal teri dan sambal udang merupakan sambal yang khas dengan rasa yang pedas dan gurih. Cocok untuk lauk atau campuaran makanan lain seperti nasi / mi goreng.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Selai Pisang</span><br />Selai Pisang merupakan jajanan khas Cilacap. Dibuat dari pisang yanmg dikeringkan. Rasanya gurih dan manis. Cocok untuk makanan ringan. Ada yang dimodifikasi dengan digoreng dan ditaburi keju atau coklat.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kripik Tempe</span><br />Merupakan jajanan khas Banyumas termasuk Cilacap. Kripik tempe dibuat dari tempe mendoan yang digoreng hingga kering. Bentuknya tipis persegi dan warna coklat. Rasanya gurih dan renyah. Cocok untuk disantap sendiri atau pelengkap makan nasi, soto dan mi.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kripik Bayam</span><br />Kripik bayam merupakan jajanan khas Cilacap. Dibuat dari bayam yang digoreng dengan tepung. Rasanya gurih renyah dan tentu saja menyehatkan karena berbahan dasar bayam. Bentuknya yang tipis dengan warna coklat hijau tentu saja sangat disukai anak-anak. Cocok dimakan tunggal atausebagai campuaran makan nasi atau soto.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Stik Sukun dan Kripik Sukun</span><br />Cilacap selain kaya akan hasil lautnya juga mempunyai produk unggulan dibidang pertanian yaitu sukun. Buah sukun terkenal sampai ke luar negeri sampai-sampai Ratu Inggris pernah menyebutnya sebagai buah roti. Buah sukun yang pada dasarnya sudah enak dan gurih seperti roti lebih enak lagi bila diolah. Di Cilacap buah sukun banyak diolah menjadi stik dam kripik. Kripik sukun berbentuk tipis sementara stik sukun berbentuk panjang persegi. Diolah dengan cara digoreng. Rasanya sangat gurih dan renyah.<br /><br />Sukun menjadi salah satu primadona Cilacap. Selain diolah di industri pengolahan menjadi makanan camilan seperti kripik dan stik sukun, hasil panen buah sukun asal Cilacap banyak dipasok ke kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Bogor.<br /><br />Menurut Ny Lubar, salah satu pemasok sukun asal jalan Ganggeng, Tritih Kulon, Cilacap Utara, selama musim panen sukun paling tidak setiap dua hari sekali mengirim satu truk sukun ke Jakarta yang mencapai 2.500 buah.<br /><br />‘’Saat musim panen sukun, kiriman ke Jakarta rutin dua hari sekali, sedang kota lain hanya saat ada pesanan saja,” katanya kepada CilacapMedia, Kamis (21/2).<br /><br />Ia setiap hari menerima sukun dari para pedagang yang selama musim panen berkeliling mencari sukun hingga ke kampung-kampung. Tidak sedikit pedagang sukun menggunakan becak sebagai sarana pengangkut.<br /><br />Tercatat belasan pedagang dan pemasok sukun besar seperti Ny. Lubar yang tersebar di Kabupaten Cilacap.<br /><br />Berdasar data yang dihimpun produksi buah sukun dapat mencapai 50-150 buah per pohon. Berat buah sukun rata-rata 2 hingga 4 kilogram dengan harga eceran berkisar antara Rp 2.500 hingga Rp 3.500 per buah tergantung ukuran. Musim panen sukun biasanya dua kali setahun antara bulan Januari – Pebruari dan Juli – September.<br /><br />Ini menjadi peluang tersendiri bagi para petani untuk budidaya sukun secara intensif. Saat ini sukun di Cilacap umumnya merupakan tanaman sampingan atau digunakan untuk penghalang angin belum banyak dibudidayakan secara intensif.<br /><br />Saat ini banyak dijumpai rumah makan berskala besar maupun warung makan kecil kelas kaki lima yang menyajikan menu seafood yang berada di dalam maupun diluar kota Cilacap. Meski menu sama, namun warung makan seafood ‘’Kalingga’’ ini menyajikan menu andalan sari laut ‘’Kepiting Saos Kalingga’’ yang tidak dapat dijumpai di tempat lain.<br /><br />Kalingga Seafood yang dikelola oleh Bayu tempatnya mudah dijangkau, berada di Jalan Pemintalan, tepatnya di depan pertigaan Jalan Semangka, Cilacap.<br /><br />Apa yang beda dari masakan ini? Bila dilihat dari wujudnya, ‘’Kepiting Saos Kalingga’’ tak jauh beda dengan masakan-masakan kepiting lain, hanya saja cara memasaknya merupakan perpaduan saos tomat, saos tiram, telor dan kacang tanah sehingga terasa buket ( kental, red ). Selain itu masakan juga ditambah dengan cabai rawit, bawang daun dan bawang bombay yang memberikan cita rasa masakan.<br /><br />‘’Untuk resep saos kalingga kami racik sendiri perpaduan dari resep-resep masakan yang kami dapatkan dari internet,’’ tutur Bayu.<br /><br />Menurut lelaki bertubuh tambun yang telah memulai usaha sejak tahun 2006 ini, memasak ‘’Kepiting Saos Kalingga’’ ini ada beberapa tahapan. Tahap pertama, kepiting-kepiting segar yang hendak dimasak dibelah menjadi dua, demikian juga capitnya sedikit diremukan, agar bumbu masakan bisa meresap. Kepiting-kepiting itu lalu dibersihkan, dan disikat agar bersih dari kotoran. Bersamaan dengan itu, disiapkan pula bumbu untuk ditumis atau lebih dikenal gongso.<br /><br />Proses gongso kepiting tidak terlampau lama, membutuhkan waktu maksimal 10 menit. Cepatnya proses masak kepiting menurut Bayu, agar calon pembeli yang hendak makan di warungnya selera makannya tidak hilang.<br /><br />Selesai dimasak, kepiting pun siap disantap, namun jangan lupa, siapkan tang penjepit yang digunakan untuk meremukan totok maupun capit yang keras. Kepiting panas dengan nasi panas pula ditambah dengan teh manis panas menambah selera makan, terlebih disantap saat malam hari. Meski demikian siang hari juga sangat cocok untuk hidangan bersama keluarga maupun kolega.<br /><br />Untuk bahan baku kepiting, Bayu memilih kepiting lokal yang didapatkan dari nelayan sekitar perairan Segara Anakan. Ukuran kepiting Segara Anakan tergolong besar dalam satu kilogram terdiri 2 hingga 4 ekor kepiting.<br /><br />Disini calon pembeli dipersilakan memilih kepiting yang diinginkan sesuai dengan porsi masing-masing, mau yang bertelor atau non telor. Agar terjangkau oleh semua kalangan, pembelian minimum tidak dalam kiloan namun dalam ons. Soal harga mengikuti sesuai pasaran, saat ini harga kepiting non telor mencapai Rp 80.000 per kilogram, sedang kepiting bertelor sedikit lebih mahal Rp 90.000 per kilogram.<br /><br />‘’Kalau kiloan, kasihan calon pembeli, disamping harganya mahal juga porsinya kebanyakan, makanya kami sajikan dalam porsi ons, jadi calon pembeli tinggal pilih besar kecilnya kepiting mana yang disuka, dan sesuai dengan kantong tentunya’’ tambahnya.<br /><br />Yang menarik, kenapa disebut ‘’Kalingga’’? Bayu menuturkan nama Kalingga berasal dari lingga, yakni eling keluarga.<br /><br />‘’Saat menyantap kepiting saos kalingga dan menu lainnya bisa eling keluarga atau serasa makan bersama keluarga sehingga diharapkan sehabis makan, pesan lagi untuk keluarga,’’ tuturnya.<br /><br />Selain menyajikan menu andalan ‘’Kepiting Saos Kalingga’’, disini juga tersedia aneka masakan khas laut lainnya seperti ikan bawal, kakap, udang, cumi-cumi dan kerang. Untuk melayani pelanggannya, Seafood Kalingga buka mulai pukul 10.00 WIB hingga 22.00 WIB.<br /><br />Bila anda penasaran, kenapa harus menunggu besok? Ajak sekarang juga keluarga atau kolega anda untuk bersantap bersama menikmati ‘’Kepiting Saos Kalingga’’ yang buket mbleketaket dan bergizi tinggi.<br /><br />Kabupaten Cilacap menpunyai makanan khas lainnya diantaranya :<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tempe Mendoan</span><br />Tempe mendoan merupakan tempe yang khas wilayah Banyumas termasuk Cilacap. Bentuknya lebar dan tipis. Biasanya digoreng sebentar dengan bumbu tepung sampai berwarna agak kehijauan. Tidak mentah dan tidak terlalu matang disebut digoreng dengan cara mendo. Cara menyantapnya panas-panas dengan cabe rawit hijau. Bisa juga untuk lauk makan atau tambahan makan lotek dan soto. Dapat dijumpai di pasar- pasar, jln. A Yani, jln. Sutoyo dan lain-lain.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Lontong Opor Cilacap</span><br />Lontong opor Cilacap sangat khas yaitu lontong yang disiram dengan kuah opor kental ditambah bumbu kacang. Rasanya sangat nikmat dan gurih. Dapat dijumpai di jln. A Yani.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Serabi Cilacap</span><br />Serabi Cilacap dibuat dari tepung, gila merah, kelapa dan santan. Dimasak dengan wajan kecil dari tanah liat di atas tungku kecil dengan bara arang. Bentuknya lebar dan bundar warna putih di tengahnya coklat dengan rasa gurih dan manis. Biasanya dijual pada waktu subuh hingga pagi hari. Dapat dijumpai di jln. A Yani, jln. Sudirman dan lain-lain.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahu Masak / Tahu Kecap</span><br />Yaitu gabungan tahu goreng, lontong, tauge dan kerupuk merah yang disiram dengan kuah. Rasanya sangat enak dengan rasa kuah yang dominan dengan bawang putih. Dapat dijumpai di jln. Anggrek pada malam hari.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Mi Pangsit</span><br />Mi Pangsit Cilacap terkenal karena kelezatannya. Yaitu mi dan sawi rebus, potongan ayam, bumbu dan kuah. Dapat dijumpai di banyak tempat di Cilacap.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Mi Goreng dan Nasi Goreng</span><br />Mi goreng dan nasi goreng Cilacap terkenal karena enak dan gurih. Bumbu-bumbunya sangat berani. Mienya dibuat dari mi keriting atau mi yang lebih kecil sehingga tidak eneg. Banyak wisatawan dari luar Cilacap menggemarinya. Dapat dijumpai di banyak tempat.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Es Campur</span><br />Di Cilacap es campur terbuat dari buah yang sudah dibuat seperti manisan dengan santan yang kental. Sangat khas sekali. Dapat dijumpai di jln. Wiratno.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Soto Sokaraja</span><br />Soto Sokaraja merupakan soto yang khas wilayah Banyumas dan sekitarnya. Ada 2 macam yaitu soto ayam dan soto babat. Biasanya terdiri dari toge, soun, ayam / babat, kobis, kerupuk merah, lontong / nasi dengan kuah warna coklat dari santan tipis dan sambel kacang. Rasanya sangat nikmat. Kadang-kadang dinikmati bersama tempe mendoan atau tempe gembus.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tempe Gembus</span><br />Tempe gembus merupakan jajanan khas Cilacap dan sekitarnya. Bentuknya seperti donat dengan tengah yang bolong. Terbuat dari singkong. Sekarang sudah jarang dijumpai. Biasannya penjualnya hanya ada ketika ada hajatan besar.<br />WISATA KULINER CILACAP ( 2 )<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tempe Dages</span><br />Tempe dages terbuat dari ampas bahan tahu. Warnanya abu-abu, bentuk persegi dan padat. Digoreng dengan dilapisi tepung. Rasanya gurih. Biasanya dijual bersama tempe mendoan, pisang goreng dan tahu brontak.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Mi Ayam</span><br />Mi ayam Cilacap banyal dipengaruhi oleh masakan China. Minya berwarna putih dengan sawi rebus, ayam dan kuahnya dipisah. Biasanya ditambah sendiri dengan saus tomat, kecap dan sambal. Rasanya enak dan gurih. Dapat dijumpai di jln. A Yani.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tahu Brontak</span><br />Asal usul nama brontak tidak jelas. Bentuknya segitiga tengahnya diisi potongan wortel dan taoge. Biasanya tahunya berwarna kuning dan digoreng dengan tepung.Sangat nikmat bila dimakan dalam keadaan panas dengan cabe rawit. Banyak dijumpai pada penjual mendoan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Gudeg Cilacap</span><br />Gudeg identik dengan Jogja. Merupakan makanan khas Jawa Tengah dan Jogja. Di Cilacap juga terdapat gudeg dengan ciri khas agak basah dan tidak terlalu manis. Dapat dijumpai di jl. Laut, jl. Sudirman, jl. Sutoyo jl. Martadinata.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sate Ayam</span><br />Sate ayam Cilacap terbuat dari daging ayam yang sudah direbus dengan bumbu dan setelah itu dibakar. Disantap dengan bumbu kacang. Banyak dijumpai di Cilacap. Ada lagi sate ayam yang terkenal yaitu sate ayam Martawi. Ciri khasnya yaitu tusuk satenya ada 2 sehingga ketika dibakar daging benar-benar matang. Dijumpai di jl. S Parman, jl. Katamso dan jl. Gatot Subroto.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">sumber: </span><br /><a href="www.cilacapmedia.com/">www.cilacapmedia.com</a><br /><a href="http://yudhiwidiaagustinus.blogspot.com"><span style="font-size: 12.5pt; font-family: Arial;"> http://yudhiwidiaagustinus.blogspot.com</span></a><br /></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-16902083752230023172010-11-19T06:45:00.000-08:002010-11-19T06:59:52.721-08:00Objek Wisata Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah<div style="text-align: justify;">Kabupaten Batang memiliki wilayah yang kaya akan sumber daya alam, hutan dan laut, sehingga sangat strategis untuk dikembangkan sebagai daerah wisata. Beberapa objek wisata antara lain :<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Agrowisata Salak Sodong</span><br />Terletak di Desa Sodong Kecamatan Wonotunggal dengan jarak ± 17 km dari ibu kota Kabupaten Batang dengan ketinggian 600 - 800 m dari permukaan laut. Desa Sodong memiliki potensi yang dalam pembangunan yaitu Curug dan Agrowisata Salak Sodong, selain itu juga dikenal sebagai penghasil kapulogo, panili, dan cengkeh. Salak Sodong pada tahun 1999 pernah menjadi juara lomba buah Tingkat Jawa Tengah.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Curug Genting</span><br />Curug Genting terletak di wilayah Kecamatan Blado, kurang lebih 38 km ke arah selatan dari Kota Batang. Air terjun indah dengan ketinggian 40 m ini dikelilingi hutan pinus. Dengan udara yang masih segar dan alam pedesaan alami menghijau, Curug Genting sangat cocok sebagai tempat rekreasi yang menyenangkan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Curug Gombong</span><br />Air terjun dengan ketinggian 13 m membelah batuan berlapis rata alami (batu rai). Terletak di desa Gombong 6 km sebelah selatan Kecamatan Subah. Sejauh ini belum ada investor yang mengembangkan Curug Gombong sebagai obyek wisata potensial.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kolam Renang Bandar</span><br />Berada di daerah perbukitan tepatnya di Desa Wonokerto Kecamatan Bandar. Sumber air dari mata air alam. Dilengkapi sarana kolam renang, tempat parkir, kedai makanan, dll.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Rest Area Jatisari</span><br />Terletak di Desa Jatisari Kecamatan Subah. Lokasi ini strategis di tepi jalan utama Jakarta-Surabaya. Nyaman untuk istirahat bagi yang melakukan perjalanan jauh.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pantai Sigandu</span><br />Panorama menawan pantai Kota Batang di sore hari, sementara perahu nelayan pulang bersandar membongkar ikan hasil tangkapannya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Upacara Nyadran</span><br />Di pantai tempat bermuaranya kali Sambong yang membelah kota ini diselenggarakan upacara selamatan pantai (nyadran) dengan arak-arakan dan lomba perahu dayung tradisional oleh seluruh nelayan di Batang. Upacara tersebut diagendakan setiap tahun bertepatan dengan hari raya Idul Fitri sebagai rasa syukur kepada Tuhan YME atas rizki yang dilimpahkan kepada umatNya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pantai Ujungnegoro</span><br />Sebuah kawasan pantai utara Batang yang terletak 14 km arah timur laut dari Kota Batang. Salah satu bagian tepi pantainya berketinggian 14 m dari permukaan air laut, yang jarang terdapat di sepanjang pantai utara Jawa. Pada dataran pantai yang tinggi terdapat Gua Aswotomo dan sebuah pemakaman kecil peninggalan Syeikh Maulana Maghribi. Di sekitar daerah ini tersedia pula tempat menarik untuk bersampan dan memancing.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pantai Pelabuhan</span><br />Terletak di Desa Ketanggan Kecamatan Gringsing dengan jarak ± 50 km dari pusat kota Batang. Pantai ini baik sebagai tempat untuk memancing dan terdapat sumber air tawar di tepi pantai.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Situs Syailendra</span><br />Keanekaragaman bentuk peninggalan masa lalu di wilayah batang telah menunjukkan adanya dinamika masyarakat dan lentur terhadap proses perubahan yang terjadi oleh pengaruh-pengaruh budaya luar. Dan melihat bentuk-bentuk peninggalan megalitik itu, menunjukkan bahwa mereka telah mengenal teknologi. Selain itu pembudidayaan hewan dan tanaman telah dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sistem upacara.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Prasasti Sojomerto</span><br />Prasasti Sojomerto, ditemukan di desa Sojomerto Kecamatan Reban Kabupaten Batang Jawa Tengah, dibuat kira-kira pada abad ke VII atas perintah Syailendra, seorang raja dari Kerajaan Sriwijaya yang menyerang Pulau Jawa tahun 684 M.<br /><br />Prasasti tersebut dibuat dari batu andesit dengan panjang 43 cm, tebal 7 cm, dan tinggi 78 cm. Tulisan Jawa Kuna dipahatkan pada permukaan yang rata, terdiri atas 11 baris yang sebagian barisnya rusak terkikis usia.<br /><br />Bunyi tulisan tersebut antara lain :<br /><br />Sembah kepada Dhewa Syiwa Bathara Paramecwara dan semua Dhewa-dhewa.<br />Saya hormat kepada “Hiya Mih” adalah yang mulia Dhapunta Syailendra, Santanu adalah nama ayahnya Badhrawati adalah nama ibunya, Sampura adalah nama istrinda dari yang mulia Syailendra.<br /><br />Prasasti Sojomerto ini lebih tua dari prasasti Canggal yang dibuat atas perintah Sanjaya pada tahun 732 M. Menurut sejarah Indonesia, Syailendra adalah seorang raja yang keturunannya kawin dengan keturunan wangsa Sanjaya yang selanjutnya menurunkan raja-raja Jawa Tengah dan Jawa Timu<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Situs Silurah</span><br />Prasasti Canggal sebagai bukti sejarah Indonesia yang dibuat pada tahun 732 M atas perintah Raja Sanjaya menyebutkan bahwa “di Pulau Jawa yang masyhur ada seorang raja bernama Sanna”. <br /><br />Sanna yang agung atau “Mahasanna” kemudian berubah menjadi Mahasin dan orang sekarang menyebutnya dengan Masin, adalah sebuah desa di Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang.<br /><br />Apakah diwilayah ini dahulu kerajaan Mahasin berada ?.<br />Tersebutlah kerajaan Mahasin dengan rajanya Senna yang memerintah rakyatnya dengan adil dalam waktu yang lama. Pada tahun 684 M Mahasin digempur oleh Sriwijaya. <br /><br />Senna bersama dengan putra mahkotanya lari kearah selatan mendirikan padepokan di Desa Silurah, ditandai dengan adanya situs misterius dengan patung Ganesya dan peninggalan purbakala bercorak Hindu lainnya, sedangkan Sanjaya sebagai putra mahkota diungsikan ke selatan di kaki gunung Merapi.<br /><br />Sebagai tempat pelarian, sampai sekarang situs Silurah ini masih berbau mistis yang menyatakan bahwa pegawai pemerintah dilarang mendekati wilayah tersebut. Disamping patung Ganesya yang terletak di lembah pertemuan antara sungai Retno dengan sungai Semilir, masih banyak peninggalan purbakala di Desa Silurah Kecamatan Wonotunggal ini, seperti lingga dan yoni sebagai lambang kesuburan serta umpak berundak bekas reruntuhan candi.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Gajah Indra</span><br />“Batu Gajah” merupakan peninggalan purbakala, terdapat di Desa Brokoh Kecamatan Wonotunggal.<br /><br />Batu Gajah atau patung “Gajah Indra” ini terletak di tepian sungai Kupang berukuran 90 x 60 cm dan ketebalan 30 cm. Pada satu sisinya terdapat relief manusia berjongkok dibawah badan gajah yang berdiri, di sisi lainnya terdapat relief anak kecil dan tangan orang dewasa seolah meletakkan anaknya dipunggung gajah. Yang unik dari peninggalan ini adalah kelangkaan patung tersebut, didunia hanya ada dua buah, yang satunya lagi berada di India.Disekitar situs tersebut ditemukan pula arca lainnya yang banyak tercecer diareal persawahan penduduk.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Batu Gamelan</span><br />Gundukan batu-batu besar di kaki sebuah bukit dibawahnya terhampar areal persawahan yang subur terletak di Desa Tosa Kecamatan Bandar, dipercayai sebagai peninggalan kuno, megalitikum.<br /><br />Orang menamakannya dengan “Batu Gamelan” konon kabarnya waktu malam bulan purnama pedhukuhan-pedhukuhan disekitar situs tersebut sesekali mendengar bunyi puluhan batu yang dipukul beramai-ramai (kothekan).<br /><br />Gundukan batu-batu besar yang menempati areal 600 m2 tersebut tidak berbentuk “gamelan” tetapi bisa mengeluarkan bunyi dengan nada yang berbeda-beda apabila dipukul. Sampai sekarang batu tersebut masih ada dan sering dipukul oleh anak-anak pencari rumput, suaranyapun nyaring terdengar sampai ratusan meter jauhnya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">THR Kramat</span><br />Obyek wisata ini letaknya di tepi Sungai Kramat, sebelah selatan Kota Batang. Terdapat panggung terbuka dan tempat bermain anak. Tradisi Jum'at Kliwon berada di sekitar sungai Kramat dan ada kepercayaan bagi yang mandi akan mendapat berkah. <br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kesenian Tradisional di Kabupaten Batang</span><br /><span style="font-weight: bold;">Jenis Kesenian</span><br /> 1 Rebana / Kasidah <br /> 2 Lengger/ Kuda Lumping <br />3 Sintren <br />4 Kuntulan <br /> 5 Nyadran Nelayan <br /> 6 Wayang Golek & Campursari <br />7 Karawitan<br />8 Dengklung <br />9 Marching Pring 1<br /> <br /><span style="font-weight: bold;">Sumber :</span> <a href="http://www.batangkab.go.id/index.php?nav=home&">http://www.batangkab.go.id</a><br /></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-78329734424272757242010-11-19T06:24:00.000-08:002010-11-19T06:43:11.383-08:00Pesona Wisata Bahari Sigandu<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIwmQ_yFEJJRV8eu9fGL553asndcPjbsJLkrH_BZyu0_mJ8kItU2o01M3PiibTvBQH1cXos_oY2UPY7D3Xt0lVTTFieeKdXHFwaT_XSX7Zz-rch4GnnxAs5iIjY9Yi1qWE1FCqCnVNuTE/s1600/sigandu1.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 250px; height: 188px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIwmQ_yFEJJRV8eu9fGL553asndcPjbsJLkrH_BZyu0_mJ8kItU2o01M3PiibTvBQH1cXos_oY2UPY7D3Xt0lVTTFieeKdXHFwaT_XSX7Zz-rch4GnnxAs5iIjY9Yi1qWE1FCqCnVNuTE/s400/sigandu1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5541271061620310450" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;">Nuansa Pantai Sigandu – UjungNegoro, Kabupaten Batang begitu indah. Kala debur ombak membuih di bibir Pantai, semilir angin di keteduhan cemara-cemara laut. Terasa perpaduan nuansa eksotisme alami. Kini, geliat wisata bahari kian terasa.<br /><br />Warga Kabupaten Batang patut berbangga. Sigandu benar-benar sudah layak jadi obyek wisata faforit di kawasan Pantura, bahkan Jawa Tengah. Lihat saja, pantainya yang landai lumayan bersih. Ombaknya tak begitu besar. Kawasan Sigandu juga mulai tertera dan terus berbenah.<br /><br />Panorama Pantai Sigandu begitu indah mengesankan. Di pinggir pantai, wisata betah berlama-lama di Shelter. Bisa juga memancing atau main volley. Bagi anak-anak tersedia juga Play Ground. Pengunjung bisa menikmati kekhasan makanan pantai. Ada banyak pilihan café di kompleks Sigandu. Wisatapun tambah ramai. Dulu, kawasan Pantai Sigandu terlantar begitu saja. Sigandu tak lebih dari belukar dan rawa-rawa yang penuh ular dan kodok. Paling benter, jadi areal kencan muda mudi.<br /><br />Tapi kini, tampil penuh pesona, Sigandu penuh kafe-kafe cantik, kolam pemancingan dan hutan cemara. Lihatlah, ada perahu wisata, play ground dan sejumlah kafe gaul bercorak tradisional yang bertebaran. Pantai ujungNegoropun ikut berbenah. Pantai Sigandu menjadi prioritas wisata di Batang. Bahkan, sudah masuk dalam Perda No 14 tahun 2004 tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata. Kedepan, Pantai Sigandu yang luasnya 6, 57 hektare di Desa Klidang Lor Kec. Batang ini prospektif jadi mascot wisata bahari Jawa Tengah.<br /><br />Satu hal, Pemkab harus fokus membangun Sigandu. Kaitannya penganggaran, Pemkab dan DPRD musti kompak. Penambahan sarana prasarana dan makin terjaminnya keamanan kawasan Sigandu ikut mendrongkrak jumlah pengunjung dari tahun ke tahun. Jika diruntut, baru medio 2002, Pemkab mulai serius mengelola kawasan Sigandu. Pembangunan sarana prasarana dilakukan. Sekarang, jalan lebar dan jembatan menuju pantai Sigandu sudah mulus. Fasilitas-fasilitas lain juga membangun. Tahun 2004, Sigandu terus dibenahi. Dibangun MCK, rehab mushola, pavingisasi lahan parker dan pembuatan gazebo. Pemkab juga membangun dermaga yang memanfaatkan untuk berlabuh perahu wisata dan menjadi tempat pelancong menyalurkan hobi memancing. Wisatawan, tak perlu membawa pancing dari rumah, di Sigandu sudah tersedia rental pancing yang sudah dikelola swasta. Sayang, sudah berbulan-bulan dermaga senilai ratusan juta itu seudah reyot. Dinas Pariwisata juga menyediakan beberapa unit perahu wisata yang bisa melayani rute sepanjang 5 kilometer dari Sigandu sampai UjungNegoro. Lima perahu stand by di Pantai Sigandu, dan 5 perahu lainnya di Panta UjungNegoro.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Lumba-lumba</span><br />Kehadiran Taman Safari Indonesia ikut menaikan gengsi OW Sigandu. Saat ini, Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor sedang merampungkan pembangunan kolam Lumba-lumba atau semacam sea wolrd dan tempat rekreasi modern. Taman Safari Indonesia awalnya menggunakan lahan seluas 5000 m2 untuk areal kolam penangkaran dan pelatihan lumba-lumba. Nantinya, akan ditambah.<br /><br />Managing Director Taman Safari Indonesia Drs. Jansen Manangsang Mcs menyatakan, selain pertunjukan lumba-lumba dan penangkaran lumba-lumba, juga akan dilengkapi restoran dan Cafe. Sat ini, kolam lumba-lumba sudah diisi air laut. Semoga saja, lumba-lumba itu akan menambah daya tarik Sigandu. Masuknya Taman Safari Indonesia akan berdampak positif dibidang pariwisata, sosial dan ekonomi warga setempat.<br /><br />Pantai Sigandu nantinya akan dilengkapi puluhan objek permainan, tempat penangkaran lumba-lumba, dan menyatukan objek wisata itu dengan Pantai Ujungnegoroyang terletak di sisi Timur. Bakal dibangun jalan sejauh 5 kilometer. Sehingga dua objek wisata bahari Sigandu UjungNegoro menjadi satu paket tujuan wisata. Saat ini Bappeda sedang mengkaji rencana ini. “ Jika jalan penghubung Patai Sigandu ke Ujungnegoro dibanngun, para wisatawan bisa benar-benar menikmati suasana Pantai. Sepanjang jalan juga dihiasi pepohonan, lampu-lampu dan tempat duduk santai. Objek wisata Sigandu-Ujungnegoro menjadi satu rangkaian. Sehingga potensial menjadi paket tujuan wisata di Jawa Tengah,” Jelas Bupati Batang.<br /><br />Jika berkunjung ke Sigandu seminghu seusai lebaran, wisatawan juga bisa menikmati acara Lomban. Yakni acara tradisi lomba Perahu naga tradisional nelayan di Sungai Klidang Lor. Acara bernuansa ungkapan syukur pada Allah SWT ini merupakan ajang Silatuhrahmi lebaran sekaligus uji kemahiran berperahu bagi nelayan. Bupati Batang biasanya membuka langsung acara ini. Ribuan warga nelayan panturan ikut meramaikan. Kini moment tahunan ini sudah menasioanl, karena pesrtanya justru kebanyakan datang dari luar daerah.<br /><br />Popularitas Pantai Ujungnegoro juga tak kalah dengan Sigandu. Sebab, Pantainya berbnentuk teluk yang datar dan luas. Adanya bukit kecil yang hijau persis di tepi pantai membuat panorama pantai UjungNegoro kian cantik. Yang luar biasa, konon di sela-sela tebing bukit kecil setinggi 20 meteran itu terdapat banyak goa-goa untuk meditasi ritual. Yang populer, Goa Aswotomo. Lorongnya konon menembus ratusan kilometer sampai ke Lereng Dieng, Kabupaten Wonosobo. Di bukit tebing yang menjorok ke Pantai, terdapat petilasan Syekh Maulana Maghribi yang sering diziarahi oleh waraga dari berbagai kota.<br /><br />Nuansa Pantai UjungNegoro serupa benar dengan Tanah Lot, Bali. Saat debur ombak membuih di bibir pantai, sayub-sayub doa peziarah mengapung pelan di langit. Terasa perpaduan nuansa eksotismedan nafas budaya religius. Namun pantai Ujung Negoro juga cocok untk refresing keluarga maupun camping. Bagi para penghobi mancing bisa menyewa perahu menyisir pantai atau memanfaatkan areal pemancingan di Karang Dadap, Karang Maeso atau Kawasan terumbu Karang Pretik seluas 2 hektare. Di Kawasan Pantai UjungNegoro, banyak terdapat warung kecil yang menyediakan menu khas Sego Megono dengan lauk Gimbal Rebon khas UjungNegoro. Sebagai buah tangan, pelancongbisa membeli terasi asli UjungNegoro yang dikenal sedap itu.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kolaborasi</span><br />Pengembangan wiasata bahari ini dikolaborasikan dengan pembangunan sektor perikanan dan kelautan. Bagi investor yang berminat masuk ke kawasan Sigandu UjungNegoro, diberi kemudahan. Sesuai SK Bupati No 050 / 312 / 2003 tentang pembebasan retribusi ijin usaha di Kawasan Sigandu UjungNegoro. “ Kita sadar potensi wisata bahari dan potensi perikanan dan kelautan kita sangat besar. Namun belum diberdayakan secara maksimal. Untuk itu, bagi investor yang ingin membuka usaha di Batang, khususnya industri pariwisata atapun industri kelautan akan kami beri kemudahan perjanjian,” papar Bupati.<br /><br />Pemkab mesti menyelaraskan pembangunan sektor perikanan dan kelautan dengan pengembangan wisata Bahari. Sehingga Pemkab pro aktif melakukan terobosan. Di Pantai Klidang Lor yang bersebelahan dengan Pantai Sigandu dibangun pelabuhan niaga seluas 15 Hektare. Keberadaan pelabuhan niaga ini akan memudahkan investor jika membuka usaha di Kawasan ini. Akses jalur transportasi laut terbuka lebar. Dengan adanya jalan ini, transportasi lokasi pembangunan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) menjadi lancar. Untuk PPI sendiri akan menggunkan areal seluas 6, 8 Hektare persisi di Sebelah Timur Sungai Sambong. Sedang di Kawasan Sigandu akan dibangun kolam tambat labuh bagi kapal-kapal penangkap ikan. Harapanya, kelak jika pembangunan selesai, Batang bisa memiliki pelabuhan pendaratanikan terbesar di Jateng.<br /><br />Tak hanya pembangunan fisik semata, Pemkab juga berusaha meningkatkan pemahaman petani ikan dengan kegiatan pengendalian sumber daya perikanan darat. Selain itu, SDM masyarakat nelayanpun terus diperbaiki. Misalnya lewat program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) untuk mengangkat kehidupan nelayan. Bupati menetapkan 10 desa di Kawasan pesisir dalam program ini. Selain berusaha meningkatkan kondisi sosial ekonomi nelayan, program ini juga mengajarkan kemandirian, pola hidup dan sikap mental yang positifbagi masyarakat pesisir.<br /><br />Memajukan wisata bahari dan sektor perikanan kelautan, bisa dipadukan untuk mengantisipasi kerusakan ekosistem laut. Di Pantai UjungNegoro, Pemkab beberapa kali meneggelamkan Terumbu Karang Buatan (TKB). Misalnya, pada 2003 dan 2004 sebanyak 100 unit TKB ditenggelamkan. Terumbu karang ini berguna untuk melindungi habitat hewan, laut, tumbuhan dan kelestarian pantai. Pemkab juga melaksanakn program hutan bakau rakyat di Kawasan Pantai Desa Denasri Kulon, Batang. Manfaatnya untu mencegah degredasi pantasi, mengantisipasi intrusi air laut dan perbaikan habitat pantai.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sumber : </span><a href="http://www.batangkab.go.id/index.php?lang=&nav=detail&id=80">http://www.batangkab.go.id</a><br /><span style="font-weight: bold;">Foto : </span><a href="http://www.cji.or.id/10/images/stories/sigandu1.jpg">http://www.cji.or.id</a><br /></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2624359141219824923.post-20430981188687870972010-11-19T05:27:00.000-08:002010-11-19T06:18:56.067-08:00Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYHTYUqPFQDUeDrP6pWzFs-0m8wSbjOstos2tmmcy3vxcaIYKLpWWZADneQmKb45WoYKtFvxuzfuAMiY18OcWg1KjAoqgsshr0tFn1UFk4VRPUAmZkDImYOqoaBiCc0Gk5xOCw__JaLz8/s1600/PetaBatang.gif"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px; height: 249px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYHTYUqPFQDUeDrP6pWzFs-0m8wSbjOstos2tmmcy3vxcaIYKLpWWZADneQmKb45WoYKtFvxuzfuAMiY18OcWg1KjAoqgsshr0tFn1UFk4VRPUAmZkDImYOqoaBiCc0Gk5xOCw__JaLz8/s400/PetaBatang.gif" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5541263798620076786" border="0" /></a><br /><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;"> Sejarah<br />Asal Usul Nama Batang</span><br />Menurut kamus Kawi-Indonesia karangan Prof.Drs.Wojowasito, Batang berarti= 1. Plataran, 2. Tempat yang dipertinggi, 3. Dialahkan, 4. Kata bantu bilangan (footnote).<br /><br />Dalam bahasa Indonesia (juga bahasa Melayu) berarti sungai, dalam kamus jawa- Indonesia karangan Prawiroatmojo berarti terka, tebak. Atas dasar arti kata tersebut diatas maka dalam hubungan alami yang ada dilokasi yang ada disekarang ini maka yang agak tepat adalah: plataran (platform) yang agak ketinggian dibandingkan dengan dataran disekitarnya maupun bila dilihat dari puncak pegunungan di sekitarnya juga bila dipandang dari laut jawa.<br /><br />Menurut legenda yang sangat populer, Batang berasal dari kata= Ngembat- Watang yang berarti mengangkat batang kayu. Hal ini diambil dari peristiwa kepahlawanan Ki Ageng Bahurekso, yang dianggap dari cikal bakal Batang. Adapun riwayatnya diungkapkan sebagai berikut:<br /><br />Konon pada waktu Mataram mempersiapkan daerah- daerah peratanian untuk mencukupi persediaan beras bagi para prajurit Mataram yang akan mengadakan penyerangan ke Batavia, Bahurekso mendapat tugas membuka hutan Roban untuk dijadikan daerah pesawahan. Hambatan dalam pelaksanaan tesebut ternyata cukup banyak. Para pekerja penebang hutan banyak yang sakit dan mati karena konon diganggu oleh jin, setan peri prayangan, atau siluman- siluman penjaga hutan Roban, yang dipimpin raja mereka Dadungawuk. Namun berkat kesaktian Bahurekso, raja siluman itu dapat dikalahkan dan berakhirlah gangguan-gangguan tersebut walaupun dengan syarat bahwa para siluman itu harus mendapatkan bagian dari hasil panen tersebut. Demikianlah hutan Roban sebelah barat ditebang seluruhnya. Tugas kini tinggal mengusahakan pengairan atas lahan yang telah dibuka itu.<br /><br />Tetapi pada pelaksanaan sisa pekerjaan inipun tidak luput dri gangguan maupun halangan-halangan. Gangguan utama adalah dari raja siluman Uling yang bernama Kolo Dribikso. Bendungan yang telah selesai dibuat untuk menaikkan air sungai dari Lojahan yang sekarang bernama sungai Kramat itu selalu jebol karena dirusak oleh anak buah raja Uling. Mengetahui hal itu Bahurekso langsung turun tangan, Semua anak buah raja Uling yang bermarkas disebuah Kedung sungai itu diserangnya. Korban berjatuhan di pihak Uling, Merahnya semburan-semburan darah membuat air kedung itu menjadi merah kehitaman “ gowok . Jw “ , maka kedung tersebut dinamakan Kedung Sigowok. Raja Uling marah melihat anak buahnya binasa. Dengan pedang Swedang terhunus ia menyerang Bahureksa. Karena kesaktian pedang Swedang tersebut, Bahureksa dapat dikalahkan. Siasat segera dilakukan. Atas nasehat ayahandanya Ki Ageng Cempaluk. Bahureksa disuruh masuk kedalam Keputren kerajaan Uling, untuk merayu adik sang raja yang bernama Dribusowati seorang putri siluman yang cantik. Rayuan Bahureksa berhasil. Dribusawati mau mencurikan pedang pusaka milik kakaknya itu, dan diserahkan kepadanya. Dengan pedang Swedang ditangan, dengan mudah raja Uling di kalahkan, dengan demikian maka gangguan terhadap bendungan sudah tidak pernah terjadi lagi. Tetapi bukan berarti hambatan-hambatan sudah tidak ada lagi.<br /><br />Tenyata air bendungan itu tidak selalu lancar alirannya. Kadang- kadang besar, kadang- kadang kecil, bahkan tidak mengalir sama sekali. Setelah diteliti ternyata ada batang kayu (watang) besar yang melintang menghalangi aliran air. Berpuluh puluh orang disuruh mengangkat memindah watang tersebut, tetapi sama sekali tidak berhasil. Akhirnya Bahurekso turun tangan sendiri. Setelah mengheningkan cipta, memusatkan kekuatan dan kesaktiannya, watang besar itu dapat dengan mudah diangkat dan dengan sekali embat patahlah watang itu. Demikianlah peristiwa ngembat watang itu terjadilah nama Batang dari kata ngem Bat wa Tang (Batang). Orang Batang sendiri sesuai dialeknya menyebut “ Mbatang. ”<br /><br />Melihat uraian dari sumber lisan atau legenda tersebut, kita dapat memperkirakan sejak kapan ini terjadi.<br /><br />Persiapan Mataram untuk menyerang Batavia adalah pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo, tahun 1613 s/d 1628. Penyerangan pertama ke Batavia adalah pada tahun 1628, ambillah persiapan itu sedini- dininya, yaitu awal pemerintahan Sultan Agung, maka hal itu terjadi pada tahun 1613.<br /><br />Betapa mudanya nama Batang ini terjadi dan dikenal. Majalah Karya Dharma Praja Mukti pernah memuat sesuatu tulisan kiriman Kusnin Asa, disitu disebutkan bahwa nama Batang dikenal pada jaman kerajaan Majapahit, sebagai suatu kota pelabuhan. Nama Batang berasal dari kata BATA-AN. Bata berarti batu, dan AN berarti satu atau pertama.<br /><br />Menurut Bp. Suhadi BS, BA dalam naskah pengantar lambing daerah Batang menyebutkan, bahwa berdasarkan Sapta Parwa karya Mohamad Yamin dengan berita Tionghoa yang berhasil ia kutip lengkap dengan fragmen petanya, ia menyebutkan bahwa nama Batang telah dikenal sejak orang-orang Tionghoa banyak berguru agama Budha ke Sriwijaya. Batang ini dikenal dengan nama Batan sebagai kota pelabuhan sejaman dengan Pemaleng (Pemalang) dan Tema (Demak)<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Lambang Daerah</span><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUxe2izvDqPokrrTQZBxc2_lHHzbh1TnHa0qyGHmiiOPx4SToBpKveBH4Sh8W5f9FuAh8A1OlcaSVREQ3O08OBul8GRrg4flc0R41hMG1qVrOj3rfSUe-hlwY7fMvxSs5eG2UxIcYuhjk/s1600/logo_Batang.JPG"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 180px; height: 245px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUxe2izvDqPokrrTQZBxc2_lHHzbh1TnHa0qyGHmiiOPx4SToBpKveBH4Sh8W5f9FuAh8A1OlcaSVREQ3O08OBul8GRrg4flc0R41hMG1qVrOj3rfSUe-hlwY7fMvxSs5eG2UxIcYuhjk/s400/logo_Batang.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5541256664535850562" border="0" /></a><br />Lambang yang digunakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Batang adalah lukisan yang berbentuk dasar perisai yang berukuran 4 : 5, yang melambangkan tekad rakyat Batang untuk mempertahankan daerahnya, baik dalam arti sempit maupun daerah dalam pengertian sebagai Wilayah Republik Indonesia.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">BINTANG BERSUDUT LIMA</span> berwarna emas, melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">PADI DAN KAPAS,</span> melambangkan harapan rakyat akan terpenuhinya kemakmuran (murah sandang, murah pangan).<br /><br /><span style="font-weight: bold;">GUNUNG, PABRIK, BATIK DAN LAUT,</span> mengandung rangkaian pengertian bahwa Batang mempunyai daerah pegunungan yang penuh dengan kekayaan alam, dataran rendah yang kaya perusahaan-perusahaan dan laut yang sepanjang masa menghasilkan ikan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">PUSAKA:</span><br /><span style="font-weight: bold;">KERIS</span>, suatu pusaka yang melambangkan tokok pimpinan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">TOMBAK</span>, pusaka yang biasa menjadi pegangan prajurit / rakyat.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">GABUNGAN ANTARA KERIS DAN TOMBAK</span>, melambangkan kesatuan antara yang memimpin dan yang dipimpin.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">PABRIK</span>, menjelaskan bahwa di Batang terdapat banyak perusahaan. Dari perusahaan makanan rakyat, perusahaan sandang sampai dengan perusahaan yang menghasilkan bahan-bahan ekspor, antara lain tapioka, karet, coklat, teh, kapuk, dan lain-lain.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">BATIK SOGAN</span>, menunjukkan bahwa seni batik ini merupakan seni kerajinan rakyat yang mendarah daging turun temurun sekaligus melambangkan bahwa rakyat Batang memelihara kebudayaan bangsa / daerah yang berkepribadian.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">IKAN,</span> menjelaskan bahwa Batang mempunyai laut dan tambak-tambak yang sepanjang masa menghasilkan ikan. Bukan hanya untuk daerah setempat, tetapi bahkan dapat memenuhi pasar-pasar ikan di daerah lain.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">PITA</span> berwarna kuning emas yang terletak di bawah, melambangkan benang emas yang mengikat semua ciri kepribadian serta budi dan daya rakyat seperti terdapat dalam lambang tersebut di atas.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pengertian Tentang Jumlah Bagian-bagiannya</span><br />Butir padi berjumlah 17 (tujuh belas) bersama bunga kapas berjumlah 8 (delapan) di dalam perisai berukuran 4 : 5 mengandung pengertian tentang kesetiaan rakyat akan semangat 17 Agustus 1945.<br /><br />Pita yang berbentuk angka 8 (delapan), atap pabrik yang berpuncak 4 (empat) dan gelombang laut yang 6 (enam) di atas dan 6 (enam) di bawah menerangkan tentang hari kembalinya Batang menjadi Daerah Kabupaten lagi pada tanggal 8 April 1966 setelah 30 tahun bergabung dengan Pekalongan.<br /><br />Ikan yang berjumlah 2 (dua) ekor dan terletak berhadapan mengandung arti bahwa di Batang selalu ada dua kekuatan yang saling embat-embatan / musyawarah, nampaknya agak bertentangan satu sama lain, tetapi sebenarnya adalah saling mengisi.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pengertian Tentang Warna</span><br />MERAH, mengandung pengertian bahagia, berani karena benar dan dinamis. Merah sebagai dasar tulisan Batang menandakan bahwa rakyat di seluruh Kabupaten Batang itu pada dasarnya berbahagia atas kembalinya Batang menjadi Kabupaten lagi.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">KUNING</span> pada dasar lambang menunjukkan pribadi yang periang, hati yang terbuka yang dengan terus terang menginginkan tegaknya kebenaran dan keadilan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">KUNING EMAS</span> pada bintang melambangkan bahwa pokok tersebut (Tuhan Yang Maha Esa) merupakan zat yang diagungkan oleh setiap insan di Kabupaten Batang.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">HITAM</span> pada keris berarti keadilan. Bahwa kepemimpinan yang menjadi idaman rakyat yaitu yang dapat membawa rakyat dari setiap penderitaan ke arah kebahagiaan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">PUTIH</span> yang berbentuk tombak melambangkan ketulusan hati rakyat yang membina kehidupan daerah.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">BIRU</span> pada laut melambangkan keagungan yang dirangkapi dengan wibawa.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">COKLAT</span> pada batik (Sidomukti) sogan, yang menyamai coklatnya tanah yang basah melambangkan hubungan batin yang mutlak kuat antara rakyat Batang dengan tanah tumpah darahnya. Motif Sidomukti melambangkan agar kembalinya Kabupaten Batang dapat mengangkat taraf hidup rakyat.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">ABU-ABU</span> pada ikan melambangkan elastisitas dari pendirian masyarakat Batang.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">HIJAU</span> pada gunung dan tangkai kapas melambangkan bahwa pada dasarnya daerah Batang itu adalah daerah yang makmur, yang memberi harapan akan masa depan yang cemerlang.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sejarah Pemerintahan</span><br />Menurut sejarah, Batang telah memiliki dua kali periode pemerintahan Kabupaten. Periode I diawali zaman kebangkitan kerajaan Mataram Islam (II) sampai penjajahan asing, kira-kira dari awal abad 17 sampai dengan 31 Desember 1935. Sedang periode II, dimulai awal kebangkitan Orde Baru (8 April 1966) sampai sekarang, bahkan Batang dapat ditelusuri sejak pra-sejarah.<br /><br />Sejak dihapuskan status Kabupaten (1 Januari 1936) sampai tanggal 8 April 1966, Batang tergabung dengan Kabupaten Pekalongan.<br /><br />Tahun 1946, mulai ada gagasan untuk menuntut kembalinya status Kabupaten Batang. Ide pertama lahir dari Pak Mohari yang disalurkan melalui sidang KNI Daerah dibawah pimpinan H.Ridwan alm. Sidang bertempat di gedung bekas rumah Contrder Belanda (Komres Kepolisian 922).<br /><br />Tahun 1952, terbentuk sebuah Panitia yang menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Batang. Panitia ini dinamakan Panitia Pengembalian Kabupaten Batang, yang bertugas menjalankan amanat masyarakat Batang.<br /><br />Dalam kepanitiaan ini duduk dari kalangan badan legislatif serta pemuka masyarakat yang berpengaruh saat itu. Susunan panitianya terdiri atas RM Mandojo Dewono (Direktur SGB Batang) sebagai Ketua, R. Abutalkah dan R. Soedijono (anggota DPRDS Kabupaten Pekalongan) sebagai Wakil Ketua. Panitia juga dilengkapi dengan dua anggota yaitu R. Soenarjo (anggota DPRDS yang juga Kepala Desa Kauman) dan Rachmat (anggota DPRDS).<br /><br />Tahun 1953, Panitia menyampaikan Surat Permohonan terbentuknya kembali status Kabupaten Batang lengkap satu berkas, yang langsung diterima oleh Presiden Soekarno pada saat mengadakan peninjauan daerah dan menuju ke Semarang dengan jawaban akan diperhatikan.<br /><br />Tahun 1955, Panitia mengutus delegasi ke pemerintah pusat, yang terdiri atas RM Mandojo Dewono, R.Abutalkah, dan Sutarto (dari DPRDS).<br /><br />Tahun 1957, dikirim dua delegasi lagi. Delegasi I, terdiri atas M. Anwar Nasution (wakil ketua DPRDS), R.Abutalkah, dan Rachmat (Ketua DPRD Peralihan). Sedangkan delegasi II dipercayakan kepada Rachmat (Kepala Daerah Kabupaten Pekalongan), R.Abutalkah, serta M.Anwar Nasution.<br /><br />Tahun 1962, mengirimkan utusan sekali. Utusan tersebut dipercayakan kepada M. Soenarjo (anggota DPRD Kabupaten Pekalongan dan juga Wedana Batang) sebagai ketua, sebagai pelapor ditetapkan Soedibjo (anggota DPRD), serta dibantu oleh anggota yaitu H. Abdullah Maksoem dan R. Abutalkah.<br /><br />Tahun 1964, dikirim empat delegasi. Delegasi I, ketuanya dipercayakan R. Abutalkah, sedang pelapor adalah Achmad Rochaby (anggota DPRD). Delegasi ini dilengkapi lima orang anggota DPRD Kabupaten Pekalongan, yaitu Rachmat, R. Moechjidi, Ratam Moehardjo, Soedibjo, dan M. Soenarjo.<br /><br />Delegasi II, susunan keanggotaannya sama dengan Delegasi I tersebut, sebelum menyampaikan tuntutan rakyat Batang seperti pada delegasi-delegasi terdahulu, yaitu kepada Menteri Dalam Negeri di Jakarta diawali penyampaian tuntutan tersebut kepada Gubernur Kepala Daerah Propinsi Jawa Tengah di Semarang.<br /><br />Delegasi III, yang juga susunan keanggotaannya sama dengan Delegasi I dan II kembali mengambil langkah menyampaikan tuntutan rakyat Batang langsung kepada Mendagri. Sedang Delegasi IV mengalami perubahan susunan keanggotaan. Dalam delegasi ini sebagai ketua R. Abutalkah, sebagai wakil ketua Rachmat, sedangkan sebagai pelapor adalah Ratam Moehardjo, Ahmad Rochaby sebagai sekretaris I, R. Moechjidi sebagai sekretaris II serta dilengkapi anggota yaitu Soedibjo dan M. Soenarjo.<br /><br />Tahun 1965, diutus delegasi terakhir. Sebagai ketua R. Abutalkah, wakil ketua Rachmat, sekretaris I Achmad Rochaby, sekretaris II R. Moechjidi, pelapor Ratam Moehardjo serta dilengkapi dua orang anggota yaitu M. Soenarjo dan Soedibjo. Delegasi terakhir atau kesepuluh itu, memperoleh kesempatan untuk menyaksikan sidang paripurna DPR GR dalam acara persetujuan dewan atas Rancangan Undang-undang tentang Pembentukan Pemerintah Kabupaten Batang menjadi Undang-undang.<br /><br />Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Batang terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1965, yang dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 52, tanggal 14 Juni 1965 dan Instruksi Menteri Dalam Negeri RI Nomor 20 Tahun 1965, tanggal 14 Juli 1965.<br /><br />Tanggal 8 April 1966, bertepatan hari Jumat Kliwon, yaitu hari yang dianggap penuh berkah bagi masyarakat tradisional Batang, dengan mengambil tempat di bekas Kanjengan Batang lama (rumah dinas yang sekaligus kantor para Bupati Batang lama) dilaksanakan peresmian pembentukan Daerah Tingkat II Batang.<br /><br />Upacara yang berlangsung khidmat dari jam 08.00 s/d 11.00 itu, ditandai antara lain dengan Pernyataan Pembentukan Kabupaten Batang oleh Gubernur Kepala Daerah Propinsi Jawa Tengah Brigjend (Tit) KKO-AL Mochtar, pelantikan R. Sadi Poerwopranoto sebagai Pejabat Bupati Kepala Daerah Batang, serah terima wewenang wilayah dari Bupati KDH Pekalongan kepada Pejabat Bupati KDH Batang, serta sambutan dari Gubernur Kepala Daerah Jawa Tengah.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tradisi Kirab Pusaka Abirawa</span><br />Kirab pusaka merupakan suatu kegiatan rutin setiap tahunnya yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Batang, juga merupakan perayaan menyambut hari jadi Pemkab. Batang. Penyelenggaraan Kirab Pusaka ini baru dimulai sejak tahun 2003 dengan tujuan untuk :<br /><br />1. Melestarikan budaya leluhur sebagai agenda kepariwisataan di Kabupaten Batang.<br />2. Sebagai bukti bahwa Kabupaten Batang telah ada sejak lama, sekitar 500 tahun silam, namun pada tahun 1936 s/d 7 April 1966 bergabung dengan Kabupaten Pekalongan;<br />3. Sebagai prosesi ritual tolak balak.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Profil</span><br />Kabupaten Batang terletak pada 6o 51' 46" sampai 7o 11' 47" Lintang Selatan dan antara 109o 40' 19" sampai 110o 03' 06" Bujur Timur di pantai utara Jawa Tengah dan berada pada jalur utama yang menghubungkan Jakarta-Surabaya. Luas daerah 78.864,16 Ha. Batas-batas wilayahnya sebelah utara Laut Jawa, sebelah timur Kabupaten Kendal, sebelah selatan Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara, sebelah barat Kota dan Kabupaten Pekalongan.<br /><br />Posisi tersebut menempatkan wilayah Kabupaten Batang, utamanya Ibu Kota Pemerintahannya pada jalur ekonomi pulau Jawa sebelah utara. Arus transportasi dan mobilitas yang tinggi di jalur pantura memberikan kemungkinan Kabupaten Batang berkembang cukup prospektif di sektor jasa transit dan transportasi.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kondisi Wilayah</span><br />Kondisi wilayah Kabupaten Batang merupakan kombinasi antara daerah pantai, dataran rendah dan pegunungan. Dengan kondisi ini Kabupaten Batang mempunyai potensi yang sangat besar untuk agroindustri, agrowisata dan agrobisnis.<br /><br />Jarak Kabupaten Batang dengan daerah-daerah lain :<br /><br />Pekalongan 9 km<br />Pemalang 43 km<br />Tegal 72 km<br />Brebes 85 km<br />Cirebon 144 km<br />Jakarta 392 km<br />Kendal 64 km<br />Semarang 93 km<br />Surabaya 480 km<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Topografi</span><br />Keadaan topografi wilayah Kabupaten Batang terbagi atas tiga bagian yaitu pantai, dataran rendah dan wilayah pegunungan. Ada lima gunung dengan ketinggian rata-rata diatas 2000 m, yaitu :<br /><br />Gunung Prau tinggi 2565 dpal<br />Gunung Sipandu tinggi 2241 dpal<br />Gunung Gajah Mungkur tinggi 2101 dpal<br />Gunung Alang tinggi 2239 dpal<br />Gunung Butak tinggi 2222 dpal<br /><br />Kondisi wilayah yang merupakan kombinasi antara daerah pantai, dataran rendah dan pengunungan di Kabupaten Batang merupakan potensi yang amat besar untuk dikembangkan pembangunan daerah bercirikan agroindustri. agrowisata dan agrobisnis. Wilayah Kabupaten Batang sebelah selatan yang bercorak pegunungan misalnya sangat potensial untuk dikembangkan menjadi wilayah pembangunan dengan basis agroindustri dan agrowisata. Basis agroindustri ini mengacu pada berbagai macam hasil tanaman perkebunan seperti : teh, kopi, coklat dan sayuran. Selain itu juga memiliki potensi wisata alam yang prospektif di masa datang.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Keadaan dan Pemanfaatan Tanah</span><br />Wilayah yang sebagian besar adalah pegunungan dengan susunan tanah sebagai berikut : latosol 69,66%; andosol 13,23%; alluvial 11,47% dan podsolik 5,64%. Susunan tanah tersebut mempengaruhi pemanfaatan tanah yang sebagian besar ditujukan untuk budidaya hutan, perkebunan dan pertanian. Adapun penguasaan hutan dan perkebunan mayoritas di tangan Negara. Sedangkan pertanian baik kering maupun basah (irigasi sederhana dan irigasi teknis) dilakukan oleh warga setempat.<br /><br />Perubahan areal pemanfaatan tanah sangat stagnan, walaupun Kabupaten Batang terletak di jalur ekonomi. Lebih kurang 60% diusahakan sebagai hutan, perkebunan dan areal pertanian yang memberikan hasil komoditi berupa kayu jati, kayu rimba, karet, teh, coklat, kapuk randu dan hasil pertanian lainnya.<br /><span style="font-weight: bold;">Pembagian Wilayah Administratif</span><br />Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pembentukan Kecamatan Kabupaten Batang, jumlah kecamatan di Kabupaten Batang yang semula 12 kecamatan berubah menjadi 15 kecamatan. Pemekaran wilayah ini dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Batang sebagai upaya untuk menghadapi tantangan dan permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat khususnya pada tingkat kecamatan, desa, dan kelurahan. Sedangkan tujuannya adalah untuk:<br /><br />1. Meningkatkan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan di tingkat kecamatan,<br />2. Meningkatkan dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat,<br />3. Meningkatkan dan memparcepat pemerataan pembangunan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Adapun 15 (limabelas) kecamatan itu adalah :</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kecamatan Batang</span><br /><span style="font-weight: bold;"> Desa/Kelurahan</span><br />Rowobelang, Cepokokuning, Pasekaran, Kalisalak, Kecepak, Klidang Wetan, Klidang Lor, Kalipucang Wetan, Kalipucang Kulon, Karanganyar, Denasri Wetan, Denasri Kulon, Watesalit, Proyonanggan Tengah, Kauman, Karangasem Utara, Karangasem Selatan, Kasepuhan, Sambong, Proyonanggan Utara, Proyonanggan Selatan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kecamatan Tulis</span><br /><span style="font-weight: bold;"> Desa/Kelurahan</span><br /> Wringingintung, Sembojo, Posong, Kaliboyo, Beji, Tulis Simbangdesa, Simbangjati, Kedungsegog, Kenconorejo, Ponowareng, Siberuk, Kebumen, Cluwuk, Manggis, Jrakahpayung, Jolosekti.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kecamatan Warungasem</span><br /><span style="font-weight: bold;"> Desa/Kelurahan</span><br /> Pandansari, Kaliwareng, Pejambon, Sariglagah, Pesaren, Sidorejo, Cepagan, Masin, Banjiran, Warungasem, Gapuro, Kalibeluk, Sawahjoho, Candiareng, Lebo, Terban, Menguneng, Sijono.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kecamatan Bandar</span><br /><span style="font-weight: bold;"> Desa/Kelurahan</span><br /> Tombo, Wonomerto, Wonodadi, Pesalakan, Binangun, Sidayu, Toso, Kluwih, Wonokerto, Bandar, Tumbrep, Tambahrejo, Pucanggading, Candi, Wonosegoro, Simpar, Batiombo.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kecamatan Blado</span><br /><span style="font-weight: bold;"> Desa/Kelurahan</span><br /> Gerlang, Kalitengah, Kembanglangit, Gondang, Bismo, Keteleng, Kalisari, Besani, Wonobodro, Bawang, Pesantren, Kambangan, Keputon, Blado, Cokro, Selopajang Barat, Kalipancur, Selopajang Timur.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kecamatan Wonotunggal</span><br /><span style="font-weight: bold;"> Desa/Kelurahan</span><br /> Silurah, Sodong, Gringgingsari, Kedungmalang, Sendang, Wonotunggal, Brokoh, Wates, Brayo, Kemlingi, Sigayam, Kreyo, Siwatu, Dringo, Penangkan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kecamatan Subah</span><br /><span style="font-weight: bold;"> Desa/Kelurahan</span><br /> Menjangan, Karangtengah, Mangunharjo, Tenggulangharjo, Kalimanggis, Keborangan, Jatisari, Subah, Kumejing, Durenombo, Clapar, Adinuso, Sengon, Gondang, Kuripan, Kemiri Barat, Kemiri Timur.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kecamatan Gringsing</span><br /><span style="font-weight: bold;"> Desa/Kelurahan</span><br /> Surodadi, Sentul, Plelen, Kutosari, Mentosari, Gringsing, Yosorejo, Krengseng, Sawangan, Ketanggan, Lebo, Kebondalem, Sidorejo, Tedunan, Madugowongjati.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kecamatan Limpung</span><br /><span style="font-weight: bold;"> Desa/Kelurahan</span><br /> Ngaliyan, Sukorejo, Tembok, Donorejo, Sidomulyo, Kalisalak, Limpung, Kepuh, Sempu, Babadan, Plumbon, Amongrogo, Dlisen, Rowosari, Pungangan, Lobang, Wonokerso.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kecamatan Bawang</span><br /><span style="font-weight: bold;"> Desa/Kelurahan</span><br /> Pranten, Deles, Gunungsari, Jambangan, Kebaturan, Kalirejo, Sangubanyu, Wonosari, Jlamprang, Bawang, Candigugur, Pangempon, Sidoharjo, Surjo, Soka, Sibebek, Getas, Pasusukan, Candirejo, Purbo.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kecamatan Reban</span><br /><span style="font-weight: bold;"> Desa/Kelurahan</span><br /> Pacet, Mojotengah, Cablikan, Ngroto, Ngadirejo, Reban, Tambakboyo, Adinuso, Kumesu, Kepundung, Padomasan, Semampir, Wonosobo, Sojomerto, Karanganyar, Polodoro, Kalisari, Sukomangli, Wonorojo.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kecamatan Tersono</span> <span style="font-weight: bold;"> Desa/Kelurahan</span><br /> Sendang, Banteng, Sumurbanger, Margosono, Sidalang, Plosowangi, Wanar, Gondo, Rejosari Barat, Boja, Pujut, Tersono, Tanjungsari, Kebumen, Harjowinangun Barat, Tegalombo, Kranggan, Satriyan, Harjowinangun Timur, Rejosari Timur.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kecamatan Kandeman</span> <span style="font-weight: bold;"><br />Desa/Kelurahan</span><br />Tegalsari, Kandeman, Bakalan, Lawangaji, Depok, Tragung, Cempereng, Karanganom, Wonokerso, Ujungnegoro, Karanggeneng, Juragan, Botolambat.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kecamatan Pecalungan </span> <span style="font-weight: bold;"><br />Desa/Kelurahan</span><br />Pecalungan, Bandung, Gombong, Randu, Siguci, Pretek, Selokarto, Gemuh, Gumawang, Keniten.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kecamatan Banyuputih </span> <span style="font-weight: bold;"><br />Desa/Kelurahan</span><br />Banyuputih, Kalibalik, Sembung, Kedawung, Dlimas, Luwung, Kalangsono, Penundan, Banaran, Timbang, Bulu.<br /><br />Sedangkan menurut pembagian administrasi wilayah setingkat desa dan kelurahan, wilayah Kabupaten Batang terdiri atas 239 desa dan 9 kelurahan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Luas Penggunaan Lahan</span><br />Luas wilayah Kabupaten Batang pada tahun 2006 tercatat mencapai 78.864,16 Ha. Dari luas tersebut, wilayah daratan Kabupaten Batang terdiri atas lahan tanah sawah sebesar 22.411,08 Ha (28,42%) dan tanah kering seluas 56.453,16 Ha atau sebesar 71,58%.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sumber : </span><a href="http://www.batangkab.go.id/index.php?nav=com_menu&id=10">http://www.batangkab.go.id</a><br /></div>Unknownnoreply@blogger.com