Pantai Trikora


Kekayaan wisata pantai dan alam laut di Pulau Bintan, Kabupaten Kepulauan Riau, bukan hanya Lagoi. Salah satu kekayaan pantai yang masih tersembunyi keindahannya adalah Pantai Trikora. Pantai yang sangat potensial dijadikan objek wisata ini terletak di Desa Malang Rapat, Kecamatan Gunung Kijang, sekitar 36 kilometer arah timur Kota Tanjung Pinang.Pasir putih di Pantai Trikora bersih dan terasa lembut bila diinjak sehingga orang ingin berlari-lari atau berjalan menyusuri bibir pantai tanpa perlu khawatir menginjak benda keras dan tajam yang berbahaya. Bagi wisatawan yang punya hobi berjalan menyusuri bibir pantai dapat melakukannya seharian karena panjang Pantai Trikora mencapai 25 kilometer.Bagi yang suka berjemur di atas pasir, setelah lelah berendam di air laut, wisatawan dapat memilih apakah ingin sinar Matahari langsung atau dibawah pepohonan yang masih hijau dan rimbun.Selain air laut yang biru dan deburan ombak putih berkejaran dan mengempas keras di pantai, air laut pun relatif bersih, tak ada tanda-tanda bekas sisa minyak dari kapal seperti yang banyak ditemui di pantai lain.Meskipun di perairan itu setiap hari berlalu-lalang kapal tarik (tugboat) menyeret tongkang pengangkut pasir darat menuju Singapura, namun kegiatan tersebut belum terlihat pengaruhnya terhadap kebersihan air di Pantai Trikora. Tentu saja, para pengelola pasir darat harus berhati-hati, sebab tak mustahil suatu ketika bisa terjadi pencemaran akibat tumpahan minyak di pantai ini.Pohon kelapa dan pepohonan lainnya tumbuh subur di atas bukit-bukit sampai menjorok ke bibir pantai. Uniknya lagi, banyak pula batu-batu besar yang teronggok di bibir pantai, bahkan sampai ke perairan. Batu-batu itu tidak hanya menambah keindahan, tetapi pengunjung juga dapat menikmati Matahari terbenam sambil duduk atau berdiri di atas batu.

Dari bibir pantai juga tampak pulau-pulau kecil, yang di sekitarnya banyak nelayan mencari ikan dengan sampannya. Selain itu, ada pula rumah-rumah kelong (bagan tempat menangkap ikan teri) di tengah laut. Di Sumatera Utara (Sumut), istilah rumah kelong sama dengan jermal. Bedanya, kalau di Sumut para pekerja yang menjemur ikan teri sebagian besar anak-anak laki-laki di bawah umur, di Kepri orang-orang yang bekerja di kelong umumnya sudah dewasa.Rumah-rumah kelong itu terbuat dari kayu pantai dengan atap rumbia. Wisatawan yang ingin melihat dari dekat rumah-rumah kelong itu dapat menyewa perahu milik nelayan. Sewa perahu itu bergantung kesepakatan dengan pemiliknya. Pada malam hari, rumah-rumah kelong di tengah laut tampak indah dengan gemerlap sinar lampu listrik genset.Jika rumah-rumah kelong di perairan Pantai dibentuk secara tradisional, atau sesuai bentuk aslinya, bukan tidak mungkin dapat dijadikan sebagai obyek wisata tambahan jika orang datang ke Pantai Trikora. Tidak tertutup kemungkinan akan banyak wisatawan asing atau pun wisatawan Nusantara yang berminat mengetahui bagaimana caranya nelayan menangkap ikan teri atau ikan bilis.

Di sepanjang pantai banyak penjual minuman dan makanan yang menyediakan makanan laut, seperti ikan, udang, kepiting, dan sotong segar. Juga air kelapa muda yang buahnya diambil langsung dari pohon-pohon kelapa di sekitar pantai. "Otak-otak" (makanan terbuat dari ikan laut dibungkus dengan daun rumbia) yang masih panas bisa membuat pengunjung makin betah berlama-lama menikmati keindahan pantai.

Pantai Trikora dapat ditempuh dalam waktu sekitar 60 menit dengan kecepatan rata-rata 60 kilometer per jam. Orang luar yang hendak berkunjung dapat mencapainya dengan angkutan kota atau menyewa taksi dengan tarif Rp 30.000 per jam. Bila ingin lebih santai, pengunjung dapat pula menyewa sedan atau minibus.

Kondisi jalan menuju Pantai Trikora cukup mulus. Dari Tanjung Pinang sampai perbatasan wilayah Kabupaten Kepulauan Riau, jalan beraspal bagus. Dapat dilalui tiga sampai empat lajur mobil. Mulai dari perbatasan Gunung Kijang menuju Pantai Trikora aspal jalan relatif bagus, namun hanya untuk dua lajur kendaraan. Kalaupun ada aspal jalan yang kurang baik, tak sampai mengganggu kenyamanan perjalanan.

Perjalanan menuju Pantai Trikora melintasi perkebunan kelapa sawit dan perbukitan yang udaranya segar.

Listrik dan air sudah tersedia di kawasan ini, namun fasilitas telepon belum tersedia. Penggunaan telepon seluler hanya bisa menggunakan telepon satelit. "Kami mengharapkan pihak Telkom segera memberi fasilitas telepon ke Pantai Trikora agar menunjang pengembangan obyek wisata ini. Apalagi, di kawasan Trikora juga banyak rumah penduduk. Kalau tidak, tentu investor enggan menanamkan modalnya," kata Camat Gunung Kijang Adi Prihantara yang ditemui Kompas di Kawal.

Sungguh menarik apa yang dikemukakan Novi Haryanto dan Apriyadi, konsultan pengembangan pariwisata Kabupaten Kepri yang mengusulkan agar ada dana alokasi khusus untuk pengembangan wisata, baik pembangunan fisik maupun non-fisik. Memang sudah ada Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (Rippda), tetapi alokasi dananya tidak memadai, yaitu Rp 279 juta.

"Seharusnya, dana alokasi pengembangan wisata ditingkatkan dalam jumlah yang memadai. Terutama dalam rencana pembenahan dan pembangunan infrastruktur dan promosi wisata. Pekerjaan ini bukan hanya melibatkan pemerintah daerah, tetapi pelaku pariwisata, seperti agen perjalanan dan perhotelan," ujar Novi di Tanjung Pinang, Senin 28/7).

Apa pun kekayaan wisata yang dimiliki Kepri tidak akan berarti apa-apa jika komitmen pemerintah daerah dan masyarakatnya tidak menaruh perhatian serius untuk mengembangkan kawasan wisata Pantai Trikora. Sudah saatnya, pemerintah daerah dan masyarakat menjadikan obyek wisata bukan sekadar menjual keindahan pantai dan alam di Trikora, namun menjadikannya sebagai bagian dari kehidupan masyarakat di Kepri. (Surya Makmur Nasution)

Sumber: http://www2.kompas.com
Photo : http://melayupos.com